• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Chapter III V"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011

TENTANG BPJS

G. Landasan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Pendirian BPJS oleh penguasa negara dengan undang-undang yaitu UU SJSN, dan UU BPJS, yang di mana pendirian BPJS ini tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah.78 Kehadiran yang tertuang dalam UU SJSN merupakan instrumen negara untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini guna meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS kesehatan adalah BUMN yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan.79

1. Landasan Filosofis SJSN.

Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh warga negara adalah sebagai berikut: Penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) menetapkan,”Setiap

orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.” Penyelenggaraan SJSN adalah

78

Nasir WSetyanto, 2012, Peningkatan Kualitas Pelayanan Nasabah BPJS Ketenagakerjaan Dengan Metode Fuzzy-Servqual dan Indeks PGCV (Studi Kasus BPJS Ketenagakerjaan Cabang Malang),Jurnal, Hukum Bisnis Vol. 26, Malang.

79

(2)

49

wujud tanggung jawab negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial: UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. Tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (3),”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.” Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan

dengan penghargaan terhadap martabat manusia. UU SJSN Pasal 2 menetapkan, “SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Penjelasan Pasal 2 UU SJSN menjelaskan bahwa asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. SJSN bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. UU SJSN Pasal 3 menetapkan, “SJSN bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.” Penjelasan UU SJSN Pasal 3 menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.80

80

(3)

50

2. Landasan Yuridis SJSN

Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) dinyatakan dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dan Pasal 34 ayat (2) dinyatakan dalam Perubahan Keempat UUD 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU SJSN. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU SJSN setingkat undang-undang, yaitu UU BPJS. Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi implementasi SJSN yang mencakup UUD 1945, UU SJSN dan peraturan pelaksanaannya membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014). UUD 1945 Perubahan Kedua (2000) dan Perubahan Keempat (2002): Pasal 28H ayat (3):”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.” Pasal 28H ayat (3) meletakkan jaminan sosial sebagai hak asasi manusia. Pasal 34 ayat (2): ”Negara mengembangkan sistem jaminan

sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Pasal 34 ayat (2) meletakkan

(4)

51

untuk menyinkronkan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang telah dilaksanakan oleh beberapa badan penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. UU BPJS adalah dasar hukum bagi pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial, yaitu BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. BPJS kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. BPJS ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun bagi seluruh tenaga kerja di Indonesia. UU BPJS mengatur fungsi, tugas, wewenang dan tata kelola badan penyelenggara jaminan sosial. UU BPJS mengaturtata cara pembubaran empat Persero penyelenggara program jaminan sosial (PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri, PT Taspen) berikut tata cara pengalihan aset, liabilitas, hak, kewajiban, dan pegawai keempat persero kepada BPJS.81

3. Landasan Sosiologis SJSN

Paradigma hubungan antara penyelenggara negara dengan warganya mengalami perubahan sangat mendasar sejak reformasi ketatanegaraan pada medio tahun 1998. Selama pemerintahan orde baru, hubungan tersebut berorientasi kepada Negara (state oriented). Kemudian sejak reformasi hubungan tersebut berubah menjadi atau berorientasi kepada rakyat yang berdaulat (people oriented). Rakyat tidak dipandang sebagai objek tetapi subjek yang diberi wewenang untuk turut menentukan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan mereka. Negara tidak lagi menguasai penyelenggaraan segala urusan pelayanan publik, tetapi mengatur

81

(5)

52

dan mengarahkannya. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

H. Pengertian Pelayanan Kesehatan dan Syarat-Syarat Pelayanan Kesehatan

Secara etimologis pelayanan berasal dari kata “layan” yang berarti menolong, menyajikan, membalas, menghidangkan, menanggapi, membantu, memuaskan, menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan atau diperhatikan orang (pihak) lain. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.82

Menurut Kasmir pelayanan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan pada pelanggan atau nasabah. Tindakan

82

(6)

53

yang dilakukan guna memenuhi keinginan pelanggan akan sesuatu produk atau jasa.83

Sedangkan menurut Boediono, menyatakan bahwa “pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang didambakan dari pelayanan adalah adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang terkadang sengaja dibuat-buat dan mendapatkan pelayanan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak adanya kesenjangan.

Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.84

Pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan kedalam terminologi operasional, sehingga semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan ataupun manajemen organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam melaksanakan tugas dan perannya masing-masing.85

83

Boediono. Pelayanan Prima Perpajakan.Cetakan kedua (Jakarta, Rineka Cipta, 2003), hal 60

84

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009

85

(7)

54

Pelayanan kesehatan adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan sasaran utamanya adalah masyarakat. Ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar.86

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

Pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan yaitu:

a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service). pelayanan kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), dan keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin, praktik mandiri.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) Pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat yang bertujuan

86

(8)

55

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada tindakan promotif dan preventif. 87

Pelayanan kesehatan dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien.

Syarat-syarat pelayanan kesehatan, antara lain : 1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaanya dalam masyarakakt adalah setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dengan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate) artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

87

(9)

56

3. Mudah dicapai

Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah di jangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin di nikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

5. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada

(10)

57

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah di tetapkan.88

Akibat perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran kelima persyaratan pokok ini sering kali tidak dipenuhi. Dengan telah berkembangnnya ilmu dan teknologi, terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan.

I. Sistem Pembiayaan Pembayaran Kesehatan di Indonesia

Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 (dua) sistem yaitu:

1. Fee for Service

Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, di mana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (selanjutnya disebut PPK). PPK mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara free for service. Dari laporan World Health Organization (WHO) di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem free for service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem health insurance (WHO, 2009).

Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak PPK untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship, di mana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya

88

(11)

58

kepada pasien yang sekecil-kecilnya ditentukan dari negoisasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkanimbalan jasa yang lebih banyak.

2. Health Insurance

Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupasystem kapitasi dan System Diagnose Related Group (DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa

pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu.

(12)

59

Sistem kedua yaitu DRG tidak berbeda jauh dengan sistem kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaanya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK. Kelemahan dari sistem health insurance adalah dapat terjadinya underutilization di mana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam sistem ini, maka risiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan sistem ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market ), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose. Dengan menggunakan sistem ini akan membuat

PPK lebih kearah preventif dan promotif kesehatan.

(13)

60

Terjadinya pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib di mana penduduk yang mempunyai risiko kesehatan rendah akan membantu yang berisiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia. Harus diakui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembiayaan pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan.89

J. Pengertian dan Latar Belakang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan

UU SJSN ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui sistem SJSN setiap orang yang memungkinkan untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) yang dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

89

(14)

61

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.90

Pengembangan jaminan sosial juga selaras dengan tujuan pembentukan Negara Indonesia yang menganut paham negara kesejahteraan (welfare state). Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 antara lain dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Agar hak setiap orang atas jaminan sosial sebagaimana amanat konstitusi dapat terwujud, maka UU SJSN dinyatakan bahwa program jaminan sosial bersifat wajib yang memungkinkan mencakup seluruh penduduk yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan sosial yang diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program jaminan kesehatan.

Upaya pencapaian jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk (universal coverage) harus dituangkan ke dalam peta jalan (roadmap) yang sistematis,

komprehensif dan terpadu. Peta jalan ini disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan telah disepakati untuk dilaksanakan. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Pasal 7 ayat (2) UU SJSN dinyatakan, bahwa DJSN berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. Sesuai mandatnya dalam UU SJSN melakukan sinkronisasi dalam penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk di dalamnya kesehatan. Atas dasar beberapa pertimbangan itulah maka disusun peta jalan pengembangan jamaninan kesehatan ini.

90

(15)

62

Penyelenggaran jaminan sosial di Indonesia dikelola oleh pemerintah negara yang kemudian berkembang menjadi BUMN. Berdasarkan Inpres No. 17 tahun 1967 (yang selanjutnya dikukuhkan dengan Undang-Undnag No. 8 tahun 1969, dibentuk perusahaan negara ada tiga, yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Negara Perseroan Terbatas (Persero atau PT). Perjan untuk menangani usaha yang bersifat public utility, Perum untuk menangani usaha yang bersifat vital bagi negara dan Persero/PT untuk menangani usaha sebagaimana perusahaan swasta.91

BPJS Kesehatantidak bisa terlepas dari kehadiran PT Askes (Persero), oleh karena ini merupakan cikal bakal dari terbentuknya BPJS Kesehatan. Pada tahun 1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968.92 Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional. Kemudian pada tahun 1984 cakupan peserta badan tersebut diperluas dan dikelola secara profesional dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi

91

Ibid, hal 3.

92

(16)

63

Perusahaan Umum Husada Bhakti. Badan ini terus mengalami transformasi yang dari tadinya Perum kemudian pada tahun 1992 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1241/Menkes/SK/XI/2004 dan No.56/Menkes/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Dengan prinsip penyelenggaraan mengacu pada :

1. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.

2. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.

3. Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

4. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.

5. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta. 6. Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan

prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.93

BPJS kesehatan merupakan suatu BUMN yang mempunyai tugas khusus untuk menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh rakyat

93

(17)

64

Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS kesehatan ini merupakan salah satu program pemerintah dalam bentuk kesatuan jaminan kesehatan nasional atau JKN. Jaminan Kesehatan Nasional ini diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Dasar hukum dari BPJS kesehatan ini adalah UU SJSN khususnya pada Pasal 5 dan UU BPJS. Dalam UU BPJS askes (Asuransi Kesehatan) yang sebelumnya dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), berubah menjadi BPJS kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.94

BPJS kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 dan merupakan transformasi kelembagaan PT. Askes (Persero), yaitu:

a. Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) Tahun 1968 Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi PNS dan ABRI beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.

b. Perusahaan Umum Husada Bhakti Tahun 1984-1991, untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar

94

(18)

65

dapat dikelola secara professional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1984 tentang Pemeliharaan bagi PNS, Penerima Pensiun (PNS, ABRI, dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

c. PT. Askes (Persero) Tahun 1992 – 2013 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegoisasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri. Pada tahun 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004 PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). PT Askes (Persero) mendapat penugasan untuk mengelola kepesertaan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.

d. BPJS kesehatan Tahun 2014 hingga saat ini berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS maka pada tanggal 1 Januari 2014 PT. Askes (Persero) melakukan transformasi kelembagaan menjadi BPJS kesehatan. Transformasi tersebut diiikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban. PT Askes (Persero) berubah bentuk menjadi BPJS kesehatan untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat Indonesia berdasarkan UU BPJS.

(19)

66

SJSN, terbukti telah memberikan harapan baru bagi seluruh rakyat Indonesia akan adanya kepastian perlindungan atas hak jaminan sosial. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Sesuai dengan UU SJSN, jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Ketentuan dalam UU SJSN tersebut sejalan dengan Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 UUD 1945. Pelaksanaan SJSN bidang kesehatan, salah satunya dilakukan melalui peningkatan cakupan kepesertaan JKN-KIS melalui pendistribusian Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang merupakan salah satu sasaran pokok yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019 sebagai penjabaran dari Sembilan Agenda Prioritas (Nawacita).95

K. Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

BPJS kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT Taspen, PT Jamsostek, PT ASABRI, dan PT Askes. BPJS ini

95

(20)

67

berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga Indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini.96

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.

Sesuai dengan Perpres No. 12 Tahun 2013 Peserta Jaminan kesehatan, yaitu:

1. Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan PBI atau Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah masyarakat yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.Penetapan peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya (Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai pemerintar non pegawai negeri, pegawai swasta);

b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri); dan

96

(21)

68

c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya (investor, pemberi kerja, penerima pension, veteran, perintis kemerdekaan).

L. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang menjadi misi negara untuk melaksanakannnya. Pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat merupakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak rakyat atas jaminan sosial yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945. Penyelenggaraaan jaminan sosial nasional yang adekuat merupakan salah satu pilar untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. UU SJSN menentukan lima jenis program jaminan social, yaitu program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, yang diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan transformasi dari BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan.

(22)

69

menjadi BPJS ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014. UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS.

Hak dan kewajiban peserta BPJS kesehatan telah dinyatakan dalam Peraturan BPJS Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Hak peserta BPJS kesehatan antara lain :

Hak Peserta

1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;

2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan; dan

4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS kesehatan

Kewajiban Peserta

a. Mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS kesehatan.

b. Membayar iuran.

c. Memberikan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar. d. Melaporkan perubahan data dirinya dan anggota keluarganya, antara lain

(23)

70

kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat pertama.

e. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.

f. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS.

Hak BPJS

UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak, yaitu:

1) Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2) Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN.97

Penjelasan Pasal 12 huruf a UU BPJS dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran jaminan sosial dan

hasil pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk membiayai kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial. UU BPJS tidak memberikan pengaturan mengenai berapa besaran “dana operasional” yang dapat

diambil dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil pengembangannnya. UU

97

(24)

71

BPJS tidak juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut kepada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

Dana operasional yang digunakan oleh BPJS untuk membiayai kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial tentunya harus cukup pantas jumlahnya agar BPJS dapat bekerja secara optimal, tetapi tidak boleh berlebihan apalagi menjadi seperti kata pepatah lebih besar pasak daripada tiang.

Besaran dana operasional harus dihitung dengan cermat, mengunakan ratio yang wajar sesuai dengan best practice penyelenggaraan program jaminan sosial. Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta.

Tentunya DJSN sendiri dituntut untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara objektif dan profesional untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial yang optimal dan berkelanjutan, termasuk tingkat kesehatan keuangan BPJS.

Kewajiban BPJS

UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:

(25)

72

diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial

b) Mengembangkan asset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta

c) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;

Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS.

d) Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN. e) Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk

mengikuti ketentuan yang berlaku.

f) Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban.

g) Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun.

h) Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali dalam 1 tahun.

(26)

73

j) Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial; dan

k) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.98

Jika dicermati ke 11 kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan governance BPJS sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelolan sesuai dengan prinsip-prinsip transparency, accountability and responsibility, responsiveness, independency, danfairness.

Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memang mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

98

(27)

BAB IV

MEKANISME PELAKSANAAN DAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP PENGGUNA BPJS KESEHATAN

DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS

A. Mekanisme Klaim BPJS Kesehatan dan sanksi Bagi Para Pihak Jika

Terjadi Pelanggaran Berdasarkan Peraturan Yang Berlaku

Pertama kali setiap peserta didaftarkan oleh BPJS kesehatan pada suatu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota.99

Mekenisme klaim peserta BPJS kesehatan, langkah awal untuk mendapatkan klaim BPJS kesehatan, agar pengobatan dapat sepenuhnya ditanggung pihak BPJS kesehatan, maka peserta harus memenuhi aturan atau prosedur, yaitu:

1. Mendatangi Puskesmas Setempat

Ketika seseorang yang terdaftar pada BPJS kesehatan mengalami sakit dan ingin mengklaim haknya, peserta tidak dapat langsung datang ke rumah sakit, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah berobat ke fasilitas kesehatan (Faskes) 1 (satu) terlebih dahulu. Faskes yang dimaksud dalam hal ini adalah Puskesmas, klinik atau dokter keluarga, namun jika peserta sakit dalam keadaan darurat dan butuh penanganan cepat dan peralatan yang lebih lengkap, maka dapat

99

(28)

75

saja peserta langsung ke rumah sakit yang telah bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Pasien dikatakan darurat sendiri jika pasien dalam kondisi sakit yang dapat menyebabkan kematian maupun cacat. Tapi jika sakit yang tidak bersifat darurat, maka peserta harus merujuk dulu ke Faskes 1 dalam hal ini yaitu Puskesmas atau dokter keluarga. Apabila peserta seorang karyawan maka sebelum ke rumah sakit alangkah lebih baiknya peserta meminta surat izin berobat terlebih dahulu dari perusahaan. Kemudian setelah mendapat surat izin, maka peserta akan leluasa untuk berobat puskesmas, klinik atau dokter keluarga.

2. Pemeriksaan di Puskesmas

Puskesmas, klinik atau dokter keluarga Fakes 1, peserta BPJS kesehatan yang sakit akan diperiksa dan diobati. Di sinilah peserta akan diputuskan apakah akan dirujuk ke rumah sakit karena kesanggupan puskesmas atau tidak. Jika memang pihak puskesmas tidak sanggup menangani, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Saat peserta akan ke rumah sakit maka peserta harus membawa kartu atau surat rujukan dari Faskes 1. Karena tanpa adanya kartu rujukan itu, klaim peserta akan ditolak pihak BPJS kesehatan tidak akan menanggung biaya pengobatan. Maka dari itu membawa surat rujukan memang merupakan hal yang hukumnya wajib jika peserta ingin mendapatkan pengobatan secara gratis.

3. Ke Rumah Sakit Rujukan

(29)

76

dilayani hari itu dan peserta harus menunggu besok harinya. Kelengkapan yang dipersyaratkan kepada pasien yang tergolong bukan pasien darurat saat berobat ke rumah sakit sendiri yaitu:

a. Kartu BPJS asli beserta foto copynya.

b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku. c. Foto copy Kartu Keluarga (KK).

d. Foto copy Surat Rujukan dari Faskes 1100

Pelanggaran BPJS kesehatan dapat terjadi antara peserta dengan BPJS kesehatan. Peserta BPJS kesehatan memberikan informasi yang tidak benar mengenai pekerjaan, penghasilan, anggota keluarga atau status pekerjaan. Pelanggaran juga dapat terjadi pada pemberi kerja/pengusaha, yaitu dengan melaporkan upah lebih rendah dari yang dibayarkan, mendaftarkan sebagian peserta, menunggak pembayaran, bahkan menggelapkan iuran yang dikumpulkan dari potongan gaji/upah pekerja. Tujuannya sangat jelas yaitu mengurangi jumlah iuran yang dibayarkan kepada BPJS kesehatan bahkan lebih buruk lagi adalah penyalahgunaan dana pekerja oleh pemberi kerja. Pelanggaran dalam pengumpulan iuran dapat melibatkan oknum BPJS kesehatan dan pemberi kerja. 101

Penagihan dan pembayaran klaim fasilitas kesehatan kepada BPJS kesehatan adalah titik rawan pelanggaran yang sering dibicarakan publik akhir-akhir ini. Kecurangan dapat terjadi pada dua belah pihak. Untuk mendapatkan pembayaran seoptimal mungkin dari BPJS kesehatan, fasilitas kesehatan

100

https://www.cermati.com/artikel/cara-berobat-dengan-bpjs-bagaimana-prosedurnya, 15 Januari 2017.

101

(30)

77

menagihkan klaim yang lebih tinggi daripada pelayanan yang sebenarnya diberikan kepada peserta, atau melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan. Sebaliknya, BPJS kesehatan dapat pula berlaku curang dengan mengubah sepihak kesepakatan kerja sama dengan fasilitas kesehatan semata-mata untuk meminimalkan kewajiban membayar pelayanan kesehatan, atau menunda-nunda pembayaran, bahkan ingkar membayar tagihan klaim.102

Denda dan sanksi jika peserta terlambat membayar iuran BPJS kesehatan bahkan tidak mau ikut jadi peserta BPJS kesehatan. Program pemerintah yang satu ini jadi suatu dilemah tersendiri jika masyarakat tidak ikut menjadi peserta BPJS kesehatan terutama untuk keluarga yang pas pasan saja, kalau untuk keluarga kelas menengah ke atas hal ini tidak jadi masalah, keluarga yang tidak mampu sama sekali juga bukan masalah soalnya pemeritah yang menanggung. Dampak paling buruk jika peserta tidak ikut jadi peserta BPJS kesehatan adalah tidak mendapatkan pelayanan publik seperti bikin SIM, STNK, bikin sertifikat tanah. 103

Sanksi yang dapat dijatuhkan bagi orang yang melanggar regulasi terkait BPJS berupa administrasi, denda dan pidana. Untuk itu dalam penerapan sanksi, terutama administratif, BPJS kesehatan harus menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah yang menggelar pelayanan publik. Seperti kepolisian terkait dengan pengurusan izin mengemudi (SIM). Mengacu Pasal UU BPJS, pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak mendaftarkan dirinya dan pekerjanya menjadi peserta BPJS serta tidak memberi data yang benar maka

102

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/556, diakses tanggal 15 Januari 2017.

103

(31)

78

dijatuhi sanksi administratif. “Berupa teguran tertulis, denda dan atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu,”104

Sanksi bagi peserta BPJS kesehatan jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran, yaitu:

1. Keterlambatan pembayaran iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.

2. Keterlambatan pembayaran iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.105

Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan dinyatakan bahwa:

Untuk Pemberi Kerja pemerintah daerah, penyetoran iuran kepada BPJS kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rekening kas negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

104

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt549149f19f7e9/ pemerintah-bahas-penerapan-sanksi-bpjs-kesehatan diakses tanggal 15 Januari 2017.

105

(32)

79

Pasal 17A

(1) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran jaminan kesehatan kepada BPJS kesehatan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

Sanksi keterlambatan pembayaran iuran BPJS kesehatan tertuang sebagai berikut:

Dalam hal terdapat keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan lebih dari 1 (satu) bulan sejak tanggal 10 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan dalam Pasal 17A ayat (1), penjaminan peserta diberhentikan sementara.

Jika tidak membayar 3 bulan berturut-turut kartu peserta BPJS di blokir Misalnya di sini seorang ibu yang mau melahirkan bayi sesar mereka seminggu sebelumnya baru mendaftar BPJS agar langsung di pakai dan gratis, giliran suruh bayar bulanan mereka tidak mau.106"Peserta tidak akan dikenakan denda jika tidak menggunakan fasilitas rawat inap dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif kembali," akan tetapi sebaliknya, peserta akan dikenakan denda jika dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari menggunakannya maka rumus penghitungannya 2,5 persen x biaya rumah sakit x jumlah bulan tertunggak.

Contoh 10 hari setelah status kepesertaan aktif, pasien dirawat di rumah sakit yang mengahbiskan biaya Rp10 juta. Berikut jumlah denda yang harus dibayar adalah 2,5 persen x Rp10 juta x 3 = Rp750.000.

106

(33)

80

B. Iuran Anggota BPJS Kesehatan dengan Pembayaran Cukup Menangani

Kebutuhan Dari Sudut Hukum Kesehatan

Pelayanan BPJS kesehatan mempunyai sasaran di dalam pelaksanaan akan adanya sustainibilitas operasional dengan memberi manfaat kepada semua yang terlibat dalam BPJS, pemenuhan kebutuhan medik peserta dan kehati-hatian serta transparansi dalam pengelolaan keuangan BPJS.107 Penghentian asuransi kesehatan dan pengalihan ke BPJS sebenarnya tidak akan jadi masalah selama kualitas layanan BPJS setara dengan kualitas layanan asuransi kesehatan yang selama ini dinikmati masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. 1. Iuran Peserta PBI

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan.

2. Iuran Peserta Bukan PBI

a. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah per bulan.

b. Iuran sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu) dibayar dengan ketentuan sebagai berikut:

107

http://www.kompasiana.com/

(34)

81

1) 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja; dan 2) 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.

c. Kewajiban pemberi kerja dalam membayar iuran sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh:

1) Pemerintah untuk iuran jaminan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, Anggota TNI, anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat; dan

2) Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Daerah.

d. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain Peserta sebagaimana dimaksud di atas yang dibayarkan mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan:

1) 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan 2) 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

e. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta sebagaimana dimaksud di atas yang dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan:

1) 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan 2) 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.108

108

(35)

82

C. Faktor yang Menghambat Pelaksanaan Pelayanan terhadap Pengguna

BPJS Kesehatan

Proses pelayanan kesehatan, ada faktor-faktor tertentu yang menjadi pendukung untuk kelancaran proses pelayanan. Faktor pendukung penting untuk diketahui agar pelayanan yang diberikan dapat terus ditingkatkan untuk memberikan pelayanan yang memuaskan. Beberapa faktor pendukung yang penting dalam pelayanan, diantaranya faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan umum, faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan, faktor pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup minimum, faktor keterampilan petugas dan faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.109

Keberhasilan dari upaya pemerintah dalam menerapkan konsep SJSN khususnya pada jaminan kesehatan nasional diantaranya bergantung pada kondisi supply dan demand dari pelayanan kesehatan. Dalam ekonomi kesehatan, secara

umum demand terhadap pelayanan kesehatan diartikan sebagai barang atau jasa yang benar-benar dibeli (realisasi penggunaan) oleh pasien. Istilah demand dibedakan dengan istilah need dan want. Need adalah barang atau jasa yang dipandang terbaik oleh pemberi jasa layanan kesehatan untuk digunakan dalam rangka memperbaiki kesehatan pasien, sedangkan want adalah barang atau jasa yang diinginkan (diminta) oleh pasien, misalnya obat yang murah, obat yang bekerja cepat. Pembedaan dimaksud dianggap penting khususnya dalam ilmu

109

(36)

83

ekonomi kesehatan dan kesehatan masyarakat dengan tujuan untuk memperkecil perbedaan antara need dan want. Dengan peraturan perundang-undangan, Pemerintah dapat memengaruhi keputusan dokter agar mengakomodasi keinginan pasien.110

Pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama penyelenggara karena merupakan salah satu hak mendasar masyarakat serta penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah. Seperti yang tertuang pada pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945. Sehingga pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya undang-undang tersebut maka dibentuklah BPJS, salah satunya adalah BPJS kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dapat di peroleh terdiri dari semua fasilitas kesehatan yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, dan fasilitas kesehatan lainnya yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah puskesmas sesuai dengan Peraturan BPJS kesehatan No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (selanjutnya disebut UPTD) memiliki tugas operasional dalam pembangunan kesehatan wilayahnya.111

Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan untuk memperoleh rujukan dan tak bisa ke faskes lain meski sama-sama bekerja sama dengan BPJS. Keterbatasan itu, menyulitkan orang yang sering bepergian dan

110

Novijan Janis. BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan,

Artikel, Kepala Subbidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial , 2015.

111

(37)

84

bekerja di tempat jauh.112 Rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang. Sebelum ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama, yaitu puskesmas.

Faktor-faktor yang pendukung pelaksanaan pelayanan terhadap pengguna BPJS kesehatan, antara lain :

1. Tingginya jumlah kepesertaan BPJS kesehatan yang membutuhkan standar pelayanan minimal (selanjutnya disebut SPM), hal ini dibuktikan dari banyaknya pasien pengguna SPM. Selain itu, masih banyak lagi maskin yang belum terkover dan membutuhkan bantuan, hal ini dikarenakan banyak masyarakat hampir miskin atau masyarakat yang jatuh miskin karena menderita suatu penyakit yang mengakibatkan mereka jatuh miskin karena mahalnya biaya pengobatan yang mereka keluarkan. Maka permintaan pelayanan kesehatan masyarakat semakin meningkat seiring semakin meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan akan kesehatan. 2. Aturan dan prosedur pelayanan yang jelas meskipun dikenakan persyaratan

yang tidak sedikit bagi mereka untuk mendapatkan SPM, namun mereka mengaku cukup jelas memahami alur dan prosedur pengurusan SPM dan tidaklah berbelit-belit. Hal ini membuktikan, bahwa secara umum pelaksanaan prosedur atau standar operasional prosedur (SOP), yang diterapkan telah berjalan baik dan komunikasi atau informasi diterima dengan relatif baik dari aktor pelaksana kepada masyarakat.

112

(38)

85

Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pelayanan terhadap pengguna BPJS kesehatan, antara lain :

a. Tingkat ketersedian aspek pelayanan kesehatan masih menemukan sejumlah masalah yang menghambat pelaksanaan jaminan kesehatan nasional. Saat ini, tersedia lebih dari 85.000 dokter praktik umum dan lebih dari 25.000 dokter praktik spesialis, belum termasuk dokter gigi. Secara nasional jumlah tersebut cukup untuk melayani seluruh rakyat berdasarkan rasio satu dokter praktik umum pelayani 3000 orang. Pelayanan kesehatan saat ini juga didukung oleh jumlah perawat dan bidan yang jumlahnya telah mencukupi. Mengatasi berbagai permasalahan yang ada saat ini maka sangat diperlukan kesiapan yang matang oleh pihak pemangku kepentingan (stakeholder) agar nantinya program jaminan kesehatan ini dapat berjalan dengan baik.113

b. Keterbatasaan sumber daya manusia sebagai pelaksana, di mana dalam proses pendaftaran membutuhkan proses yang panjang mulai dari panjangnya antrian, sampai lamannya waktu hanya untuk memvalidasi data. Ditambah lagi ketika rakyat baik yang PBI maupun mandiri sudah terdaftar dan tervalidasi tidak langsung dapat tercetak kartunya. Jelas ini juga merupakan bentuk kecurangan yang telak dilakukan BPJS dan Kementerian Kesehatan karena tidak sesuai dengan jaminan dan iklan yang mereka janjiakan di media cetak dan elektronik.

c. Tidak adanya kontrol terhadap pelaksanaan BPJS dan juga lemahnya penerapan sangsi hukum akibat lemahnya pemahaman lembaga hukum di

113

(39)

86

Indonesia terhadap kasus kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan BPJS. Sehingga kecurangan tersebut akan terus berlangsung selama BPJS tidak dibenahi secara sistem. Pemerintah lebih cermat lagi menyikapi hal ini karena peserta juga yang menjadi korbannya. Apalagi mereka sudah membayar iuran, tapi nyatanya dalam pemberian pelayanannya masih buruk.114

Penghambat program BPJS kesehatan antara lain :

1) Aspek kepesertaan, yaitu penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat pendaftaran peserta BPJS kesehatan. Ini dinyatakan dalam Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 dan Surat Edaran (SE) BPJS Kesehatan No. 17 Tahun 2016. Perlu adanya perbaikan dalam mekanisme pendaftaran itu karena Peraturan Presiden (Perpres) No. 19 Tahun 2016 yang telah diubah menjadi Perpres No. 28 Tahun 2016 menyebut NIK bukan syarat wajib kepesertaan. Syarat kepesertaan adalah identitas. Jika NIK belum bisa disediakan oleh instansi yang bertanggungjawab, BPJS kesehatan mestinya menyediakan identitas sementara untuk peserta yang belum punya NIK. “Kebijakan BPJS kesehatan yang menjadikan NIK sebagai syarat mutlak pendaftaran peserta ini dapat menghambat perluasan kepesertaan,”

2) Pelayanan, menyangkut prinsip portabilitas. Prinsip portabilitas dalam program BPJS kesehatan yang berjalan selama ini belum optimal. Portabilitas artinya setiap peserta dapat menikmati layanan kesehatan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Kalaupun seorang peserta

114

(40)

87

pergi ke daerah lain, ia tetap bisa mendapatkan layanan. Namun, dari sejumlah Faskes yang ditemui DJSN menyebut ada kebijakan BPJS Kesehatan yang membatasi pelayanan bagi peserta yang berobat di luar faskes tingkat pertama (FKTP) tempat peserta terdaftar. Peserta bisa mendapat pelayanan di FKTP itu maksimal 3 kali. Ada juga FKTP menolak melayani peserta dari FKTP wilayah lain dengan alasan mekanisme pembayaran untuk portabilitas belum jelas. Jika tetap ingin dilayani, ia harus menghubungi layanan di daerah asal. Pemantauan DJSN menunjukan portabilitas pada kasus darurat relatif berjalan. Tapi hal serupa tidak ditemui dalam portabilitas pelayanan non darurat. DJSN merekomendasikan agar pembatasan pelayanan sebanyak tiga kali itu ditujukan kepada peserta yang terdaftar di faskes yang masih dalam satu kabupaten/kota; menyediakan petugas call center di daerah untuk pelayanan portabilitas; dan mengembangkan pola pembayaran khusus kepada FKTP yang memberi pelayanan kepada peserta yang berasal dari FKTP daerah lain.

(41)

88

besar untuk mencapai sebuah faskes. Masalah rujukan juga dialami peserta karena FKTP hanya boleh merujuk ke rumah sakit tipe C terlebih dulu. Padahal, tidak semua rumah sakit tipe C punya fasilitas dan sumber daya manusia yang dapat melayani peserta sesuai diagnosa rujukan. Itu menimbulkan kesan pelayanan terhadap peserta diperlambat atau dipersulit. Bahkan bisa menyebabkan kondisi penyakit yang diderita peserta lebih parah dan meningkatkan biaya transportasi rujukan yang ditanggung BPJS kesehatan. Untuk mengatasi masalah rujukan itu DJSN mengusulkan agar regionalisasi rujukan diatur berdasarkan ‘konsep jangkauan’ dan ‘kemampuan’ faskes.

(42)

89

5) Pembagian kelas perawatan. Pembagian kelas perawatan rawat inap yang ada saat ini dinilai DJSN tidak sesuai dengan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Regulasi itu jelas menyebut kelas perawatan bagi peserta yang membutuhkan rawat inap menggunakan kelas standar tanpa ada pembagian kelas. Pembagian kelas I, II dan III sebagaimana berlangsung saat ini berdampak terhadap diskriminasi pelayanan karena tarif yang dibayar berbeda, tergantung kelas perawatannya. Diskriminasi ini bertentangan dengan prinsip kemanusiaan sebagaimana amanat UU SJSNdan UU BPJS.

6) Pengadaan obat-obatan. DJSN berpendapat item obat dalam e-catalogtidak dapat memenuhi kebutuhan. Karena itu e-catalog bukan satu-satunya cara untuk pengadaan obat dalam program JKN/KIS. Item obat yang tidak ada di e-catalog dapat mengacu harga pasar. Tetapi terkendala Permenkes No. 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Beleid ini menyebut pengajuan klaim atas obat program rujuk balik, obat penyakit kronis dan kemoterapi serta biaya pelayanan kefarmasian mengacu pada harga dasar obat sesuai e-catalog. DJSN merekomendasikan agar Permenkes itu ditinjau ulang.

(43)

90

ditetapkan berdasarkan regional sehingga menutup ruang kesepakatan antara BPJS kesehatan dan asosiasi faskes untuk menentukan tarif. DJSN menilai pembagian tarif INA-CBGs berdasarkan tipe rumah sakit berdampak pada mutu pelayanan di daerah terpencil sehingga tidak terwujud prinsip ekuitas sebagaimana amanat UU SJSN. Padahal rumah sakit tipe paling rendah sampai tinggi memberikan standar pelayanan yang sama. Pembayaran berdasarkan kelas di rumah sakit itu dianggap DJSN bertentangan dengan Pasal 19 ayat (1) UU SJSN. Untuk membenahi masalah klasifikasi tarif INA-CBGs itu DJSN merekomendasikan Kementerian Kesehatan membuat kisaran tarif sebagai ruang untuk kesepakatan antara BPJS kesehatan dan asosiasi faskes. Kemudian, membuat tarif yang acuannya bukan tipe kelas rumah sakit tapi kemampuan rumah sakit. BPJS kesehatan perlu menegosiasikan tarif kepada setiap Faskes berdasarkan nilai kredensialing.

8) Pembagian jasa medis di rumah sakit pemerintah. Selama ini pengaturan pembagian jasa medis di rumah sakit pemerintah berstatus badan layanan umum (BLU) hanya mencantumkan presentase maksimal. Dikhawatirkan ini disalahgunakan manajemen rumah sakit dan merugikan tenaga medis. Sementara rumah sakit atau faskes pemerintah daerah yang belum BLUD pembagian remunerasinya dapat tertunda dan tidak pasti. Jelas kondisi tersebut menurunkan motivasi tenaga pelaksana, sehingga berpengaruh terhadap mutu pelayanan peserta BPJS kesehatan.115

115

(44)

91

BPJS kesehatan menerima masukan dari berbagai pihak termasuk DJSN. Namun, ada beberapa hal yang menurutnya perlu ditanggapi dari hasil monitoring dan evaluasi DJSN pada semester I tahun 2016 itu.

Diantaranya, soal NIK, BPJS kesehatan menerima peserta yang sudah ataupun belum memiliki NIK.

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan tiga permasalahan penelitian yang ada pada rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Mekenisme klaim BPJS kesehatan peserta mendatangi puskesmas setempat, pemeriksaan di psukesmas, ke rumah sakit rujukan, dan sanksi bagi para pihak jika terjadi pelanggaran berdasarkan peraturan yang berlaku, sanksi bagi apabila peserta yang terlambat membayar iuran BPJS Kesehatan melunasinya saat akan dirawat inap, maka ia akan dikenai denda sebesar 2,5% dari total biaya rawat inap dikali bulan tertunggak maksimal 12 bulan atau maksimal Rp. 30 juta. Kecuali untuk peserta tidak mampu, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.“Jika dalam waktu 45 hari setelah pelunasan menikmati rawat

inap, akan terkena denda 2,5% dari biaya rawat inap yang keluar.

(46)

93

3. Faktor yang penghambat pelaksanaan pelayanan terhadap pengguna BPJS kesehatan, yaitu, tingkat ketersedian aspek pelayanan kesehatan masih menemukan sejumlah masalah yang menghambat pelaksanaan jaminan kesehatan nasional. Keterbatasaan sumber daya manusia sebagai pelaksana. Tidak adanya kontrol terhadap pelaksanaan BPJS dan juga lemahnya penerapan sangsi hukum akibat lemahnya pemahaman lembaga hukum di Indonesia terhadap kasus kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan BPJS. Aspek kepesertaan, yaitu penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat pendaftaran peserta BPJS Kesehatan.

B. Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan dan dijadikan bahan pertimbangan sehubungan dengan mekanisme pelaksanaan dan kualitas pelayanan kesehatan terhadap pengguna BPJS kesehatan, antara lain

(47)

94

2. Bagi Pemerintah dan Kantor BPJS kesehatan, agar dapat meningkatkan kinerja serta lebih meingkatkan pelayanan kesehatan dan melakukan sosialisasi terhadap warga terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal, agar seluruh warga masyarakat Indonesia dapat menikmati program BPJS kesehatan yang diberikan pemerintah kepada masyarakatnya.

3. Disarankan untuk BPJS kesehatan selaku penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional untuk meningkatkan sosialiasi kepada masyarakat peserta JKN. Sehingga peserta JKN tidak dibingungkan dan dibebani dengan persyaratan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit serta pemerintah lebih meningkatkan pengawasan terhadap pelayanan admistratif yang dilkukan oleh unit-unit kesehatan yang ada. Dan peningkatan kualitas tenaga medis yang melayani masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Namun prinsip falsifikasi sendiri sangat bermanfaat bagi anak usia dasar untuk menelaah sumber-sumber pengetahuan yang dikemas dan dikembangkan ke permasalahan (to the problem)

Sehubungan dengan Persetujuan Hasil Evaluasi Kualifikasi dari General Manager Nomor : CL.PM.06.191 tanggal 27 April 2016, dengan ini kami sampaikan PENGUMUMAN

Analisis data dilakukan dengan dua cara analisis deskriptif, yang bertujuan untuk menganalisis perilaku produsen, distributor dan pedagang ritel dalam melakukan penetapan harga,

Kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan kerja praktik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya akan dilaporkan dengan rincian

Dari Gambar 6 terlihat bagaimana perbaikan yang dilakukan pada proses produksi dengan penambahan satu hopper pada persiapan material sebagai cadangan untuk

Perilaku nyeri akan diobservasi selama 10 menit protokol aktivitas ini meliputi : duduk untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berdiri untuk periode 1 menit dan lagi selama

Sumber air yang terdapat pada daerah ini digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik itu pada kegiatan domestik ataupun kegiatan pertanian,

(1) how lexical density progresses among and within the selected English textbooks, (2) how lexical variation progresses among and within the selected English