BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Alpukat
Tanaman alpukat (Persea Americana Mill) berasal dari Amerika tengah yang beriklim tropis dan telah menyebar hampir ke seluruh negara sub-tropis dan
tropis termasuk Indonesia.Hampir semua orang mengenal dan menyukai buah
alpukat, karena buah ini mempunyai kandungan gizi yang tinggi (Prasetyowati
dkk, 2010).
Buah alpukat memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, mengandung
vitamin A, B, C, dan E dalam jumlah yang besar serta nutrien lain seperti
folacin, niacin, besi (Fe), magnesium (Mg), folat, asam pentotenat, dan
potassium (K). Vitamin C, E, dan beta karoten (prekursor vitamin A)
merupakan senyawa antioksidan alami yang mampu melindungi tubuh dari
serangan radikal bebas.Protein buah alpukat juga terbukti mengandung asam
amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh (Bergh, 1992).
(a) (b)
Gambar 2.1 Foto buah alpukat (a).buah yang segar (b).buah yang rusak
Masing- masing golongan ukuran tersebut dikelompokkan menjadi dua
Tabel 2.1 Standar mutu I dan II buah Alpukat (BPPT,2005)
1. Kesamaan sifat varietas:
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot buahnya sama dalam hal bentuk,
tekstur, warna daging buah, dan warna kulit buah
2. Tingkat Ketuaan:
Dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat pertumbuhan yang menjamin
dapat tercapainya proses kematangan yang sempurna. Dinyatakan terlalu
matang apabila daging buah lunak atau telah berubah warna dan dianggap
telah lewat waktu pemasakannya.
3. Bentuk
Dinyatakan normal apabila bentuknya normal menurut varietasnya dinyatakan
kurang normal apabila bentuknya agak menyimpang dari bentuk normal
menurut varietasnya, tetapi tidak mempengaruhi kenampakannya.
4. Kekerasan
Dinyatakan keras apabila terasa cukup keras saat ditekan dengan jari tangan
(tidak lunak), meskipun kulit sedikit lemas tetapi tidak keriput.
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot berukuran seragam menurut
golongan ukuran berdasarkan berat buah yang telah ditentukan, dengan
toleransi maksimum 10%.
6. Kerusakan
Dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan biologis, fisiologis, mekanis,
dan sebab-sebab lain yang mengenai 10% atau lebih dari permukaan buah.
7. Pembusukan
Dinyatakan busuk apabila mengalami kerusakan atau cacat seperti tersebut
diatas sedemikian rupa sehingga daging buahnya tidak dapat dipergunakan
lagi (BPPT, 2005).
Kadar air bahan menunjukan banyaknya kandungan air persatuan
bobot bahan. Buah-buahan dan sayuran pada umumnya mempunyai kadar air
yang tinggi yaitu sekitar 80-90% tergantung pada kultivar dan asal
produksinya. Buah-buahan dan sayuran terus mengalami kehilangan air
setelah pemanenan (Taib, 1988).
Warna bahan pangan yang dinilai bergizi, enak dan tekstur sangat baik,
tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap karena
menyimpang dari warna seharusnya. Warna juga sebagai indikator terhadap
tingat kesegaran (Winarno, 1993).
Sebagian besar perubahan fisiko kimiawi yang terjadi pada buah
setelah panen berhubungan dengan respirasi dan perubahan warna sehingga
kehilangan kesegaran dan penyusutan kualitas.Warna buah masak disebabkan
oleh sintesis karotenoid dan antosianin.Pada periode lewat matang ditandai
dengan terjadinya reduksi karoten (Subramanyam, 1976).
2.2. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipida.Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida
merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida.Trigliserida merupakan suatu
molekul gabungan antara satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak
Lemak dan minyak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak
hewan.Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung,
minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak mempunyai
struktur dasar yang sama (Hart, 1990).
O
O O
R1 O
R2 O
R3
O
Gambar 2.2. Struktur Trigliserida
Jika R1 = R2 = R3 maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida
sederhana sedangkan jika ketiganya berbeda disebut trigliserida campuran.
Satu sifat yang khas dari golongan lipida (termasuk lemak dan minyak) adalah
daya larutnya dalam pelarut organik (eter, benzene, khloroform) atau
sebaliknya ketidak-larutanya dalam pelarut air (Sudarmadji dan Haryono,
1989).
Lemak dan minyak dapat juga dibedakan berdasarkan perbedaan titik
lelehnya, pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak
berwujud cair (Wilbraham, 1992).
Berdasarkan sumbernya, lemak digolongkan menjadi dua, yaitu lemak
hewani yang berasal dari hewan dan lemak nabati yang berasal dari tumbuhan.
Perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati yaitu: lemak hewani umumnya
bercampur dengan steroid hewani yang disebut kolesterol, lemak nabati
umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol. Kadar
asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit dibandingkan
2.3. Minyak Alpukat
Minyak buah alpukat (MBA) saat ini dianggap sebagai minyak
pendatang baru dalam lingkup pasar minyak dan lemak.Hanya sedikit negara
yang terlibat dalam produksi MBA ini, seperti Meksiko (34%), USA (8%),
Israel (4%), Afrika Selatan (<2%), dan Selandia Baru (<1%).Negara-negara
ini juga berperan dalam pembudidayaan dan perdagangan buahnya.Minyak
buah alpukat tidak hanya disukai karena rasanya yang enak, tetapi juga karena
manfaatnya dalam kesehatan (Litz et al, 2007).asam lemak dalam minyak apukat 60-80% adalah asam lemak tidak jenuh. Asam lemak yang
mendominasi dalam minyak alpukat adalah oleat, selain palmitat, palmitoleat
dan linoleat (Hulme, 1970). Kandungan asam lemak minyak buah alpukat
terlihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Kandungan asam lemak minyak buah alpukat (Rodriguez-Carpena
et al, 2012).
C20:1 (ω-9) Eikosanoat
2.4. Oleokimia
Oleokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari
trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan
gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat,
sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun sabun. Bahan dasar oleokimia seperti
gliserol, asam lemak, alkil asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam
lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipid baik dari yang berasal dari
hewan atau tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak (Richteret al, 1984; Brahmana dkk, 1994).
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis
suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan
tidak bercabang. Dan kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida
campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda
(Wilbraham, 1992).
Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau
dapat pula mengandung ikatan-ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar
paling merata dalam alam yaitu asam oleat, mengandung satu ikatan rangkap
(Fessenden, 1990).
Sumber minyak dan lemak alami dapat berasal dari bahan nabati
maupun hewani.Sumber minyak nabati diantaranya adalah minyak kelapa
sawit, minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak biji matahari, minyak
biji wijen, minyak jarak, minyak jagung, minyak kacang tanah dan
sebagainya.Sedangkan minyak dan lemak yang berasal dari hewan yaitu
seperti minyak sapi, minyak babi, minyak ikan dan lain-lain. Minyak dan
lemak tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku lemak dan minyak yang
dapat dikonsumsi maupun sebagai bahan oleokimia.
Produk-produk oleokimia antara lain dipergunakan sebagai surfaktan,
deterjen, polimer, aditif bahan makanan, campuran bahan bakar biodiesel dan
seperti obat-obatan dan kosmetika serta makanan (50% dari total
penggunaan).Sedangkan untuk asam lemak penggunaannya adalah dengan
mengubahnya menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak, seperti
pada tabel 2.3 (Richter et al, 1984, Brahmana dkk, 1994).
Tabel 2.3. Diagram Alir Oleokimia
Bahan Dasar Bahan Dasar Kimia Oleo Beberapa Turunannya
Minyak dan
Asam Lemak Asam LemakAmina
Sabun, Asil klorida,
Alkil Resin, Dinamit, Mono dan Di gliserida
Propilena
Etilena
Sumber : Richter,et. al., 1984 Ket : : Alami
: Sintesis
2.5. Penggunaan Oleokimia Dalam Industri Polimer
Turunan lemak dan minyak dalam industri polimer dapat dimanfaatkan
sebagai monomer pembentuk bahan polimer maupun sebagai bahan tambahan
atau aditif untuk memperbaiki / meningkatkan sifat polimer tersebut termasuk
memperbaiki permukaan maupun memperkuat ketahanan polimer. Asam
lemak tidak jenuh seperti asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2) maupun
asam risinoleat (C18:1-OH) telah dikembangkan untuk dioksidasi menjadi asam
azelat (Reck, 1984; Brahmana, 1994). Demikian juga dari asam lemak tidak
jenuh melalui oksidasi dapat dihasilkan senyawa poliol yang banyak
poliuretan. Sebagai bahan tambahan atau aditif, penggunaan turunan
oleokimia dapat digunakan sebagai :slip agent, pelumas, plastisizer dan
stabilizer, anti static agent, katalis dan pengemulsi (emulsifier).
Bahan oleokimia ini dapat digunakan sebagai plastisizer dan
stabilizer.Plastisizer dan stabilizer yang banyak digunakan adalah turunan epoksi dari minyak tidak jenuh.Plastisizer ini berfungsi untuk membuat plastik menjadi lunak dalam percetakan serta membantu emulsifier dalam mengendalikan kekentalan plastik untuk lebih mudah membentuknya.Akan
tetapi senyawa epoksi tersebut disamping berfungsi sebagai plastisizer juga sebagai stabilizer, sehingga apabila plastik itu terkena cahaya panas tidak terdegradasi (Reck, 1984).
2.5. Epoksidasi
Hasil oksidasi terhadap ikatan tidak jenuh pada hidrokarbon melalui
reaksi epoksidasi menghasilkan senyawa siklik dengan gugus oksiran seperti
alkena dengan sebuah oksigen yang disebut senyawa epoksida.
Senyawa epoksidasi hasil epoksidasi yang mempunyai atom oksigen
dalam cincin beranggotakan tiga disebut juga eter siklik dan jauh lebih reaktif
dibanding eter yang lain.
Epoksida dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat
berguna terutama sebagai stabilitator dan plastisasi bahan polimer.
Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran epoksida juga
dapat dimanfaatkan sebagai zat antara untuk berbagai jenis bahan kimia yaitu
alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer
seperti poliester, poliuretan (Lutz, 1980).
Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida
dari molekul alkena:
1. Epoksidasi dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam
2. Epoksidasi dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi
alkali dengan hidrogen peroksida dan epoksida yang dikatalisis logam transisi.
3. Epoksidasi dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX)
dengan garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi
elektron ikatan rangkap.
4. Epoksidasi dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati
jarang digunakan karena dapat menyebabakan degradasi dari minyak menjadi
senyawa yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat
berantai pendek sehingga oksidasi dengan O2 merupakan metode yang tidak
efisien untuk epoksida minyak nabati (Goud dkk, 2006)
Berikut reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena pada gambar 2.3 dan 2.4
sebagai berikut :
R
Gambar 2.3. Reaksi Pembentukan Asam Peroksi (Lutz, 1980).
O
Olefin Epoksida Asam Karboksilat
O H H
H H
Gambar 2.4.Reaksi Epoksidasi terhadap alkena (Lutz, 1980).
2.6. Poliol
Poliol merupakan senyawa organik yang memilki gugus hidroksil
lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai
bahan pereaksi maupun aditif.Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di
kimia. Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat
menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan
poliester, juga telah banyak digunakan sebagai bahan elastisizer dalam matriks polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian juga sebagai
pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diperoleh kekerasan dan
kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk ke berbagai
jenis barang sesuai kebutuhan (Andreas et al, 1990; Narine et al, 2007).
Sebagai bahan poliol tersebut dari sumber minyak nabati
dikembangkan melalui transformasi terhadap ikatan π pada asam lemak tidak
jenuh, baik sebagai trigliserida maupun bentuk asam lemak dan juga bentuk
alkil asam lemak melalui berbagai proses kimia seperti ozonolisis, epoksidasi,
hidroformulasi, dan metatesis (Gua et al, 2002).
Beberapa minyak nabati diupayakan dalam pembuatan poliol dengan
memanfaatkan asam lemak tidak jenuh terutama oleat (C18:1), linoleat (C18:2),
linolenat (C18:3). Seperti halnya pembuatan poliol dari minyak kacang kedelai
yanga kaya kandungan oleat, linoleat dan linonenat melalui proses ozonolisis
katalitik dan dihasilkan komposisi gliserida yang baru, yangmana komponen
utamanya adalah rantai 2-hidroksi nonanoat dari gugus hidroksil yang baru.
Senyawa yang terbentuk dalamtrigliserida berupa campuran mono, di dan tri
trigliserida yang memiliki gugus hidroksi (Trans etal, 2005).
Kebutuhan poliol yang cukup meningkat dikembangkan dalam industri
oleokimia khususnya dalam kebutuhan poliuretan.Pada awalnya telah
dimanfaatkan risinoleat dari minyak jarak (Ricinus communis Linn) sebagai sumber poliol dalam bentuk trigliserida yang komposisi utamanya adalah
gliserol tririsinoleat seperti pada gambar 2.5 (Akram et al, 2008).
Gambar 2.5.Struktur Gliserol Tririsinoleat pada Minyak Jarak (Ricinus communis Linn) (Akram et al, 2008).
Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak
bebas maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis
juga telah dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol, seperti halnya
epoksidasi terhadap minyak kacang kedelai dengan asam performiat yang
komposisi utamanya sebagai trigliserida asam oleat, linoleat dan linolenat
dimana epoksida yang terbentuk diikuti hidrolisis untuk membentuk poliol
turunan minyak kedelai seperti pada gambar 2.6 (Godoy et al, 2007).
O
Linoleant (C18:3)
Linoleat (C18:2) Minyak kedelai
Gambar 2.6.Pembentukan Poliol Turunan Oleat, Linoleat dan Linolenat
melalui Epoksidasi Diikuti Hidrolisis dari Gliserida Minyak Kedelai (Godoy
etal. 2007).
2.8. Isosianat
Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan
poliuretan.Isosianat memiliki reaktifitas yang sangat tinggi, khususnya dengan
positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap kumulatif yang terdiri-dari N,
C, dan O. Pada dasarnya kumpulan R-N=C=O mempunyai kemampuan untuk
bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus
nukleofil seperti air, amina, alkohol, dan asam lemak. Isosianat memiliki dua
sisi reaktif pada atom oksigen dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini
sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang
bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik.
Dalam pembentukan poliuretan sangat penting untuk memilih isosianat
yang sesuai untuk bereaksi dengan poliol karenakan dapat menentukan hasil
akhir seperti biuret, urea, uretan, dan alopanat. Isosianat dapat bereaksi
dengan alkohol membentuk karbamat, dengan air membentuk urea dan gas
CO2, dengan amina membentuk urea, dengan urea membetuk uretan dan
dengan isosianat sendiri (Hepburn, 1991; Randal et al, 2002).
Poliuretan sering disebut juga poliisosianat, gugus isosianat, -NCO,
merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan
alkohol. Adapun reaksi secara umum isosianat yaitu:
2. Reaksi isosianat dengan air
3. Reaksi isosianat dengan amina lebih jauh melalui perbandingan reaksi
senyawa kandungan hidrogenaktif (Doyle, 1971).
4. Dengan adanya kelebihan isosianat, atom hidrogen dari uretan akan
bereaksi dengan isosianat untuk membentuk suatu rantai alopanat
Banyak peneliti telah memakai berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil
akhir poliuretan yang diinginkan tetapi isosianat yang umum digunakan dan
telah dipasarkan untuk komersial adalah toluena diisosianat (TDI), metilen
pada gambar 2.7. TDI memiliki senyawa dasar toluena, terdiri dari dua jenis
isomer 2,4 (80%) dan isomer 2,6 (20%) yang merupakan isosianat biasa untuk
pembuatan poliuretan busa tahan lentur. Jenis kedua adalah TDI dengan
campuran 65% isomer 2,4 dan 35% isomer 2,6 (Hepburn, 1991).
Gambar 2.7.Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat (Hepburn, 1991).
2.9. Polimer
Polimer yang merupakan molekul raksasa (makromolekul) yang
terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya.
Monomer-monomer digabungkan membentuk rantai polimer dengan suatu proses yang
disebut reaksi polimerisasi. Panjang rantai polimer dinyatakan dalam jumlah
satuan unit ulang dalam suatu rantai polimer dikenal dengan Derajat
Polimerisasi (Polymerization Degree). Berdasarkan hal ini maka massa rumus molekul dari senyawa polimer adalah perkalian antara derajat polimerisasi
dengan massa rumus monomer satuan ulangannya.
Polimer merupakan objek kajian yang amat rumit. Oleh karena itu
dibuat pengelompokan–pengelompokan polimer menurut struktur, keadaan
fisik, reaksi terhadap lingkungan, sumbernya, jenis monomer penyusun serta
penggunaan produk akhirnya. Secara struktur pembagian polimer adalah
bercabang, polimer jaringan raksasa makroskopik (jaringan tiga dimensi).
Secara tradisional polimerisasi telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Stevenetal, 1996).
Polimer terbentuk melalui suatu proses polimerisasi adisi dapat terjadi
pada molekul sejenis untuk membentuk molekul yang besar tanpa terjadi
pembentukan molekul sampingan. Beberapa contoh polimer yang termasuk
polimer poliadisi adalah pembentukan polietilen, polipropilen, polivinil
klorida, poliakrilat, dan lain-lain. Polimerisasi kondensasi umumnya untuk
menghasilkan molekul besar melibatkan penghilangan molekul air atau
molekul kecil lainnya seperti pembentukan poliester, polieter, poliamida,
poliuretan dan lain-lain.
Dari segi penggunaannya bahan polimer biasanya digunakan sebagai :
perekat (adhesive), serat (fiber), elastomer, plastik dan pelapis. Dalam penggunaannya bahan polimer biasanya dicampur dengann zat-zat lain seperti
platisizer, antioksidan, anti ultraviolet, pemberat dan filler lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sifat-sifat tertentu yang diinginkan seperti
kelenturan, ketahanan terhadap sinar ultraviolet, dan ketahanan terhadap oksidasi.
Sintesis polimer melalui polimerisasi bertujuan menciptakan polimer
baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer
dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan
polimer pada kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang
memerlukan berbagai standart mutu bahan polimer dari polimer komoditas,
sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus. Penyediaan berbagai mutu
bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara
polimerisasi, lebih lanjut molekul polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi
menjadi polimer baru melalui reaksi polimer lainnya (Wirjosentonodkk,
2.10. Poliuretan
Poliuretan yang umumnya disingkat dengan PU merupakan senyawa
polimer yang penyusun rantai utamanya adalah gugus uretan (-NHCOO-).
Poliuretan merupakan jenis polimer yang mudah disesuaikan dengan
penggunannya serta sukar disamai polimer lain seperti kekuatan regangan,
kekerasan, ketahanan gesekan dan ketahanan pelarut. Sifat-sifat yang dimiliki
oleh poliuretan menjadikan bahan ini sangat berpotensi dalam berbagai
industri (Dombrowm, 1957).
Poliuretan memilikikekakuan (rigidity), kekerasan (hardness), serta kepadatanyang amat beragam. Beberapa jenis poliuretan yang diperdagangkan
dan sangat sesuai dengan penggunanya diantaranya adalah :
a) Busa fleksibel (flexible foam), berdensitas (kepadatan) rendah yang digunakan dalam bantalan menahan lenturan.
b) Busa kaku (rigid foam), berdensitas rendah yang digunakan untuk isolasi termal dan dasboard pada mobil.
c) Elastomer: bahan padat yang empuk yang digunakan untuk bantalan gel
untuk penggiling cetakan dan
d) Plastik padat yang keras yang digunakan sebagai bagian struktural dan
bahan instrumen elektronik.
Poliuretan sangat luas penggunaannya, seperti yang digunakan dalam
sandaran busa lentur (flexible) berdaya lenting (daya pegas) tinggi, panel isolator busa yang kaku (rigid), segel busa mikroseluler dan lain-lain. Poliuretan busa kaku (rigid) banyak digunakan sebagai insulant thermal yang efektif karena harganya yang murah dan memiliki konduktivitas termal yang
rendah (Nieuwenhuyse, 2006).
Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen.
Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar
diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak
poliuretan yang menghasilkan busa (foam), elastomer, pelapis permukaan, serat (fiber), dan perekat (adhesive) poliuretan.
Poliuretan yang terbentuk juga dapat berupa busa (foam), walaupun berasal dari berbagai sampel poliol yang berbeda tetapi poliuretan jenis ini
lebih keras dibandingkan dengan poliuretan yang lain, dengan direaksikan
melalui isosianat akan terbentuk banyak uretan (poliuretan) yang kemudian
akan diperiksa sifatnya baik sifat fisika maupun sifat kimianya. Salah satu
kegunaan poliuretan dapat digunakan sebagai busa (Ulrich, 1982).
Beberapa karakteristik poliuretan sangat ditentukan oleh struktur
molekul. Secara umum, struktur dan sifat poliuretan dipengaruhi oleh (Manik,
2014) :
1. Berat molekul
Bertambahnya berat molekul, sifat-sifat seperti kuat tarik, titik leleh, elongasi,
elastisitas dan temperatur transisi gelas akan meningkat hingga titik tertentu.
2. Gaya antar molekul
Termasuk dalam hal ini adalah ikatan hidrogen, momen dipol dan ikatan Van
Der Walls.
3. Kekakuan rantai
Adanya struktur aromatik dalam struktur poliuretan akan meningkatkan titik
leleh, kekerasan dan menurunkan elastisitas.
4. Kristalinitas
Linearitas dalam rantai polimer akan meningkatkan kristalinitas yang
selanjutnya akan menurunkan solubilitas, elastisitas, elongasi dan fleksibilitas
namun serta meningkatkan kuat tarik, titik leleh dan kekerasan.
5. Ikat silang
Semakin tinggi derajat ikat silang, maka poliuretan akan semakin kaku yang
selanjutnya akan meningkatkan modulus elastisitasnya serta mengurangi
Poliuretan terdiri dari banyak uretan (-NHCOO-). Uretan dapat juga
berfungsi menghasilkan serat, sifat poliuretan tergantung pada jenis poliol.
Senyawa poliol yang digunakan tidak hanya senyawa sintetik murni tetapi
juga berbagai bahan alam seperti sakarida (glukosa, fruktosa, maltosa,
sukrosa, dan amilosa) dapat juga sebagai sumber poliol dalam sintesis
poliuretan. Beberapa penelitian yang telah memanfaatkan bahan alam sebagai
bahan poliol pembentuk poliuretan diantaranya menggunakan lignin dari kayu
meranti melalui reaksi campuran lignin dengan PEG- 4000 yang direaksikan
dengan 4,4 – metilen difenil diisosianat (Supri, 2003).
Umumnya bahan-bahan alam yang dimiliki dua atau lebih gugus
hidroksil dapat digunakan sebagai sumber poliol. Baik inisiator yang
digunakan sebagai pemuai, serta berat molekul poliol sangat mempengaruhi
keadaan fisik dan sifat fisik polimer poliuretan. Karakteristik poliol yang
penting adalah pola struktur molekulnya, berat molekul, persen gugus hidroksi
utama, fungsionalitas dan viskositas. Sebagai sumber poliol belakangan ini
banyak digunakan dari hasil transformasi minyak nabati dengan
memanfaatkan masing-masing asam lemak tidak jenuh yang dikandungnya.
Minyaknabati sebagai trigliserida dibentuk menjadi turunannya seperti metil
ester asam lemak tidak jenuh dapat diepoksidasi yang dilanjutkan hidrolisis
menjadi poliol (Goud, 2006).
Penggunaan minyak nabati sebagai sumber poliol untuk pembuatan
film dalam poliuretan dari minyak jarak (castor oil) yang direaksikan dengan difenil metana 4,4 diisosianat (MDI), dimana dengan komposisi MDI
sebanyak 25 % (v/v) diperoleh film yang transparan dan elastis serta homogen
dengan menggunakan alat hidrolik press pada tekanan 150 kg/cm3, temperatur
185˚C selama pemanasan 15 menit (Marlina, 2002).
Sifat-sifat fisik dari poliuretan yang diperoleh dari hasil polimerisasi
antara 1,6-heksa metil diisosianat (HDI) dengan poliol minyak biji-bijian
dimana poliol dengan sumber yang berbeda yakni poliol asal minyak canona
nilai sifat fisik mekanik yaitu kekuatan tarik serta kemuluran dari poliuretan
yang terbentuk berbeda (Narineetal, 2007).
Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan dengan nilon, tetapi
karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah polimer ini pada
awalnya tidak banyak diperdagangkan, akan tetapi kemudian terjadi kemajuan
pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis
permukaan serat dan perekat poliuretan. Busa poliuretan dapat dibentuk bila
secara serentak dibuat poliuretan melalui pencampuran poliol, sianat dan suatu
gas / blowing agent seperti hidrokloroflorokarbon, dan lain - lain (Randal etal, 2002).
Polimerisasi dari pembentukan poliuretan sangat kompleks sehingga
untuk memenuhi keperluan dengan sifat tertentu rantai pembentukan
polimernya dapat diperpanjang dengan pemberian senyawa yang memiliki dua
gugus fungsi (Chain extending agents) seperti air, alkohol (etilen glikol, propilen glikol) dan amin (etanolamin, N-Fenil etanolamin). Demikian juga
dapat dibentuk suatu ikatan silang melalui penambahan senyawa yang
memiliki lebih dari dua gugus fungsi yang terikat dengan hidrogen
(Crosslinking agents) seperti alkohol (gliserol, trimetilol propana, 1,2,4-butanatriol), amina (dietanol amina, trietanol amina). Secara umum ada dua
tahap pembentukan dua ikatan lanjut poliuretan yakni :
1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai
dua atau lebih gugus hidroksil (poliol) permolekulnya.
2. Poliuretan linier direaksikan dengan gugus hidroksil atau gugus diisosianat
yang mempunyai dua gugus fungsi (Randaletal, 2002).
Secara umum untuk menghasilkan poliuretan (bahan dasar poliuretan
di dalam mereaksikan senyawa poliol dengan isosianat dilakukan melalui
tahapan berikut : tahap awal adalah pemanasan dan pengadukan dari senyawa
poliol atau poliol dengan bahan aditif dalam kondisi inert (menggunakan N2).
Berikutnya adalah pencampuran dengan senyawa diisosianat (jumlah
dan pemanasan dimana hasil reaksi yang terbentuk dalam keadaan viskos
segera dituangkan kedalam cetakan yang umum digunakan adalah teflon yang
diberi bahan surfaktan seperti silikon. Poliuretan yang terbentuk dikeringkan
dalam desikator vakum dan pemanasan pada oven pada suhu 60-100˚C