• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Beton dan Banganunan docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teknologi Beton dan Banganunan docx"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1. Sejarah Perkembangan Semen

Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak. Dalam pengertian yang luas, semen adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.

Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida, yaitu sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi. Kemudian bangsa yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulkanik tuff) yang berasal dari pulau Santoris kemudian dikenal dengan santoris cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan Pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Puzzolia.

Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya,sehingga diperoleh moltar yang baik. Pada abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang disebabkan oleh pembakaran limestone kurang sempurna, dengan tidak adanya tanah vulkanik.

Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Dari hasil

percobaannya, disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang

dimaksud tersebut adalah kapur hidrolis (hydroulic lime). Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika. Akhirnya Vicat membuat kapur hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur (limestone) pada

(2)

Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali dengan menggunakan cara seperti Vicat yaitu dengan mencampurkan dua bagian kapur dan satu bagian tanah liat. Hasilnya disebut Frost’s cement. Pada tahun 1812 prosedur tersebut diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur yang mengandung tanah liat dan ditambahkan tanah Argillaceus (mengandung 9-40% silica). Semen yang dihasilkan disebut British cement.

Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang Inggris pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbondioksida (CO2). Batuan kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan portland.(Walter H. Duda, 1976)

Sejarah industri semen di Indonesia

Perusahaan semen pertama di Indonesia adalah PT Semen Padang (Perusahaan) yang didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Kemudian pada tanggal 5 Juli 1958

Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dari Pemerintah Belanda. Selama periode ini, Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui

rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi 330.000 ton/ tahun. Selanjutnya pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari

(3)

Sisa-sisa pabrik tersebut hingga kini masih ada, dan rencananya oleh Pemda Propinsi Sumbar akan dijadikan sebuah musium semen.

2. PENGERTIAN SEMEN

Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis, artinya jika di campur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan lain menjadi satu kesatuan masa yang dapat memadat dan mengeras. Dalam pengertian umum, yang dimaksud semen adalah bahan yang mempunyai sifat “adhesive” dan “cohesive”, yang digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material), yang dipakai bersama samaa dengan batu kerikil dan pasir atau perekat yang dapat merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk kuat, kompak dan keras.

Bahan baku pembuatan semen terdiri dari :

Bahan baku pembuatan semen terdiri dari 2 komponen yaitu bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah batu kapur (CaCO3) kemurnian 55%-60% dan tanah liat (Al2O3) kemurnian 65%-70%. Sedangkan bahan penolong yaitu: pasir silica (SiO2), pasir besi (Fe2O3) dan gypsum (CaSO4.2H2O).

a. Batu Kapur(CaCO3)

Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya. senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga kuning.

(4)

Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang disebabkan adanya pengaruh air dan gas CO2 dari batuan adesit, granit dan treakti. Batu-batuan ini menjadi bagian yang halus, tidak larut dalam air dan mengendap berlapis-lapis, lapisan ini tertimbun tidak beraturan. Tanah liat bercampur dengan material lain antara lain Besi Oksida, Kalium Oksida, Natrium Oksida, Phosphor Oksida dan bahan Organik. Sifat dari tanah liat bila dipanaskan atau dibakar akan memampat dan menjadi keras.

Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa alumina silikat hidrat.

c. Pasir Besi dan Pasir silika (SiO2)

Bahan ini merupakan bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix) Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen pasir silika digunakan untuk menaikkan kandungan SiO2.

Pasir silika berfungsi sebagai pembawa oksida silica (SiO2) dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sekitar 90-95 %. Depositnya berbentuk gunung-gunung pasir silika dan berkadar SiO2 sekitar 90 %. Semakin murni pasir silika akan semakin putih warnanya dan biasa disebut pasir kuarsa yang berkadar SiO2 mencapai 98,5 – 98 %. Warna pasir silika dipengaruhi oleh adanya kotoran seperti Oksida Logam dan bahan Organik. Pasir silika ini digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan semen jika kadar SiO2-nya masih rendah, sedangkan pasir besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.

d. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )

Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen. Hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder.

(5)

borat,nitrat, dan sulfat. Mineral-mineral ini diendapkan dilaut, danau, gua dan di lapian garam karena konsentrasi ion-ion oleh penguapan. Ketika air panas atau air memiliki kadar garam yang tinggi, gipsum berubah menjadi basanit (CaSO4.H2O) atau juga menjadi anhidrit (CaSO4). Dalam keadaan seimbang, gipsum yang berada di atas suhu 108 °F atau 42 °C dalam air murni akan berubah menjadi anhidrit.

3. Proses Pembuatan Semen

Semen dapat dibuat dengan 2 cara proses basah proses kering Perbedaannya hanya terletak pada proses penggilingan dan homogenisasi.

1. Quarry ( Penambangan )

Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material lain yang mengandung kalsium, silikon, alumunium, dan besi oksida yang diekstarksi menggunakan drilling dan blasting.

 Penambangan Batu Kapur

Membuang lapisan atas tanah Pengeboran, kemudian membuat lubang dengan bor untuk tempat Peledakan Blasting. Peledakan ini disebut dengan teknik electrical detonation.

 Penambangan Batu Silika

(6)

 Penambangan Tanah Liat

Penambangan tanah liat dilakukan dengan pengerukan pada lapisan permukaan tanah dengan excavator yang diawali dengan pembuatan jalan dengan sistem selokan selang seling.

2. Crushing

Crushing merupakan proses pemecahan material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran kurang dari 1cm menjadi kurang dari 50 mm. Batu silika dari ukuran kurang dari 40 cm menjadi kurang dari 200 mm

3. Raw Mill ( Penggilingan Bahan Baku )

(7)

4. Homogenisasi

Pada proses penggilingan tabung atau bola dalam keadaan basah dan dilewatkan melalui klasifikator cawan atau ayak. Bubur atau slurry tersebut lalu dipompakan ke dalam tangki koreksi, dimana terdapat lengan berputar untuk mengaduk campuran hingga homogen dan menyesuaikan komposisinya sebagaimana dikehendaki. Pada beberapa pabrik, bubur disaring di dalam filter putar kontinu dan diumpankan ke dalam tanur. Proses kering sangat cocok untuk batuan semen alam dan campuran batu gamping dan lempung, serpih atau sabak.

Pada proses basah slurry dicampur di mixing basin, kemudian slurry dialirkan ke tabung koreksi (proses pengoreksian). Sedangkan proses kering terjadi di blending silo dengan sistem aliran corong.

5. Pembakaran atau Pembentukan Clinker

Pembakaran atau pembentukan clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat berbentuk tabung yang di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar. Pada proses ini bahan diumpankan langsung ke dalam tanur putar dimana berlangsung reaksi kimia. Kalor disediakan melalui pembakaran minyak, gas atau batu bara serbuk dengan menggunakan udara panas dari pendingin klinker.

Dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan tanur putar yang lebih panjang sehingga efisiensi termalnya lebih tinggi lagi. Tanur proses kering mungkin hanya 45 meter saja panjangnya, tetapi pada proses kering tanur sepanjang 90-180 meter bukan merupakan hal yang luar biasa. Diameter dalam berkisar antara 2,5-6 meter. Tanur itu berputar dengan kecepatan 0,5-2 putaran/menit bergantung pada ukurannya. Tanur itu dipasang agak miring sedikit, sehingga bahan yang diumpamakan di ujung atas bergerak perlahan-lahan ke ujung pembakaran yang lebih rendah, dalam waktu 1-3 jam.

(8)

bisa mencapai 800o C. Oleh karena itu pelepas dinding tanur harus ditahan terhadap abrasi dan serangan kimia yang cukup hebat pada suhu tinggi di zona klinker, maka pemilihan refraktori pelapis merupakan hal yang tidak mudah. Oleh karena itu, bata alumina tinggi dan bata magnesia tinggi banyak dipakai. Untuk meningkatkan kontrol tanur, sekarang digunakan komputer. Produk akhirnya terdiri diri masa butiran yang keras dengan ukuran 3-20 mm, yang disebut dengan klinker.

Klinker ini dikeluarkan dari tanur putar ke pendingin kejut udara, sehingga suhunya turun dengan cepat menjadi kira-kira 100-200o C. Pendingin tersebut sekaligus merupakan pemanas pendahuluan bagi udara untuk pembakaran. Proses tersebut diselesaikan dengan penggilingan (pulverisasi), diikuti oleh penggilingan halus di dalam penggilingan tabung bola dan pengepakan secara otomatis. Pada waktu penggilngan halus, ditambahkan bahan pemerlambat set (setting retarder) seperti gipsum, plaster, atau kalsium lignosulfonat serta bahan bawa-ikut udara, bahan dispersi, dan bahan tahan air. Klinker digiling pada waktu kering dengan beberapa cara.

Pada waktu pembakaran, berlangsung berbagai reaksi, seperti penguapan air, pengeluaran karbondioksida, dan reaksi antara gamping dan lampung. Kebanyakan reaksi ini berlangsung pada fase padat, tetapi menjelang akhir proses, terjadi peleburan

Proses yang terjadi di dalam kiln: pengeringan slurry, pemanasan awal, kalsinasi pemijaran, pendinginan dan penyimpanan klinker.

a. Pengeringan slurry

Pengeringan slurry terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet pada temperatur 100-500◦C sehingga terjadi pelepasan air bebas dan air terikat untuk mendapatkan padatan tanah kering.

b. Pemanasan Awal

(9)

preheater dari kadar air 5% menjadi 0%, sedangkan pada proses basah kadar air umpan sekitar 35%.

c. Kalsinasi

Pada suhu 900 – 1200 oC, terjadi kalsinasi dan reaksi pokok dari kapur dan lempung. Kalsinasi merupakan penguraian kalsium karbonat menjadi senyawa-senyawa penyusunnya dengan reaksinya:

CaCO3 CaO + CO2

MgCO3 MgO + CO2

Di komposisi tanah liat:

Al2O3.2SiO2.xH2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

Pada proses kering, sebagian dalam suspension preheater dan sebagian tetap dalam rotary kiln.

d. Pemijaran

Pada suhu 1250 – 1280, terjadi leburan semen. Al2O3, Fe2O3 akan meleleh, sedang CaO yang halus semuanya lebur. Suhu meningkat dan terjadi leburan lanjut dari senyawa-senyawa. Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam material yang membentuk senyawa hidrolisis yaitu C4AF, C3A, C2S pada suhu 1450 °C

membentuk Clinker.

 Al2O3 + Fe2O3 + CaO C4AF

Reaksi ini berlangsung hingga Fe2O3 habis.

 Sesudah Fe2O3 habis, terjadi reaksi sebagai berikut:

Al2O3 + 3 CaO C3A

Reaksi berlangsung hingga Al2O3 habis.

 Silikat mulai meleleh (agak lebur)

SiO2 + 2 CaO C2S

Reaksi berjalan terus hingga SiO2 habis

 CaO + C2S C3S

C3S adalah penyusun utama yang memberikan kekuatan pada semen. CaO sisa keluar sebagai CaO bebas

(10)

Terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara sehingga Clinker berukuran 1150-1250 gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-250° C dan disimpan dalam ‘storage’.

f. Transportasi & penyimpanan clinker

Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan dengan penambahan sedikit gypsum, digiling secara kering dalam clinker grinding mill menjadi semen. Gypsum ditambahkan (4-5%) untuk memperlambat pengerasan dari semen pada waktu pemakaian.

Reaksi-reaksi yang terjadi pada pembentukan klinker:

(11)

7. Proses Pengerasan Semen

Penambahan air pada semen mula-mula akan membentuk pasta semen. Dalam jangka waktu tertentu pasta tersebut akan mengalami setting atau pengerasan. Ada dua teori yang menerangkan tentang sifat-sifat pengerasan semen ini, yaitu :

1. Crystalline Theory

Teori ini menerangkan bahwa sifat mengerasnya semen (pasta semen) bergantung pada pertumbuhan Kristal-kristal yang terbentuk.

2. Gel atau Colloidal Theory

Sifat pasta semen dapat dianggap sebagai larutan yang lewat jenuh dari

persenyawaan-persenyawaan yang terhidrasi. Lama-kelamaan akan menggumpal membentuk masa yang amorphous disebut gel. Setelah kering, gel ini mengeras menjadi beton.

Walau ada beberapa teori yang menerangkan tentang pengerasan atau setting semen ini, tapi sebenarnya teori-teori itu mempunyai persesuaian yaitu bahwa terjadi pengerasan atau setting ini disebabkan adanya suatu proses hidrasi dan hidrolisa daripada komponen-komponen penyusun semen.

Produk hidrasi mempunyai kelarutan amat rendah di dalam air, jika tidak, beton yang bersentuhan dengan air tentu akan terserang dan rusak dengan cepat. Banyak perhatian telah diberikan para ahli mengenai kalor yang keluar pada waktu semen mengalami hidrasi. Urutan sumbangan kalor pengerasan berbagai senyawa (dasar, bobot sama, yaitu gram/gram) sesudah 28 hari, adalah sebagai berikut.

Ca3A > C3S > C3AF > C3S

 Hidrolisa

C3S + X H2O C2S.XH2O + Ca(OH)2 C4AF + XH2O C3A.6H2O + CF(X-6)H2O  Hidrasi

C2S + X H2O C2S.XH2O

(12)

C3A + 6 H2O C3A.6H2O

C3A + 3 CaSO4.2H2O + 25 H2O C3A.3CaSO4.31H2O C4AF + xH2O C3A. 6H2O + CaO.Fe2O3.(x-6)H2O

MgO + H2O Mg(OH)2

Peranan tiap komponen utama adalah sebagai berikut :

C3S : Penting dalam memberikan kekuatan pada saat permulaan dan

memberikan efek penambahan kekuatan yang kontinyu disaat berikutnya C2S : hanya memberikan kekuatan seperlunya saja. Sampai kira-kira 28 hari,

tetapi pada saat berikutnya akan memberikan efek kekuatan yang besar C3A : memberikan efek kekuatan yang besar selama kira-kira 28 hari. Semakin

lama semakin berkurang sampai akhirnya boleh dikatakan sama sekali tidak memberikan efek apa-apa.

C4AF : hanya sedikit memberikan efek kekuatan, baik pada saat permulaan maupun saat berikutnya.

Pada umumnya semen yang kita harapkan adalah setting timenya lama, panas hidrasinya rendah dan tahan terhadap alkali tanah dan air.

Keseluruhan proses semen dapat dipantau dengan mesin sinar X yang dihubungkan dengan kalkulator yang diprogam untuk mengambil contoh produk dan mengatur umpan penggiling secara otomatis sehingga menghasikan produk yang dikehendaki.

4. Jenis –jenis Sement

Semen dpat dibagi atas 2 kelompok :

- Semen non hidrauis, adalk stabilah semen yang tidak dapat mengeras dalam air atau tidak sbil dalam air.

(13)

Semen Portland adalah salah satu semen hidraulis yang sangat penting dan banyak dipergunakan sebangai bahan bangunan.

SEMEN PORTLAND

Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :

1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratn khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran

2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau

panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding

semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadiSrinkege (penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat moderat“Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama.

3. Tipe III (High Early Strength)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap

permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi

blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari

(14)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton) yang massive dan dengan volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.

5 Tipe V (Sulfat Resistance Cement)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap

sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan

airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah tambang, air payau dsb.

Water Proofed Cement

Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan “Water

proofing agent”, dalam jumlah yang kecil seperti : Calcium, Aluminium, atau logam stearat

lainnya.Semen ini banyak dipakai untuk konstruksi beton yang berfungsi menahan tekanan hidrostatis, misalnya tangki penyimpanan cairan kimia.

White Cement (Semen Putih)

Semen putih dibuat umtuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan konstruktif. Pembuatan semen ini membutuhkan persyaratan bahan baku dan proses pembuatan yang khusus, seperti misalnya bahan mentahnya mengandung oksida besi dan oksida manganese yang sangat rendah (dibawah 1 %).

High Alumina Cement

(15)

 Rafractory Concrette

 Heat resistance concrete

 Corrosion resistance concrete

Semen Anti Bakteri

Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan “anti bacterial agent” seperti germicide. Bahan tersebut ditambahkan pada semen Portland untuk “Self Desinfectant” beton terhadap serangan bakteri dan jamur yang tumbuh. Sedangkan sifat-sifat kimia dan fisiknya hampir sama dengan semen Portland tipe I. Penggunaan semen anti bakteri antara lain :

 Kamar mandi

 Kolam-kolam

 Lantai industri makanan

 Keramik

 Bangunan dimana terdapat jamur pathogenic dan bakteri

Oil Well Cement

(16)

KELAS A

Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 meter, apabila sifat-sifat khusus tidak dipersyaratkan

KELAS B

Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 meter, apabila kondisi membutuhkan tahan terhadap sulfat sedang

KELAS C

Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 meter, apabila kondisi membutuhkan sifat kekuatan tekan awal yang tinggi

KELAS D

Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 sampai 3050 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang sedang

KELAS E

Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050 sampai 4270 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi

KELAS F

Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050 sampai 4880 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi

KELAS G

Digunakan untuk cementing mulai surface casing sampai dengan kedalaman 2440 meter, akan tetapi dengan penambahan accelerator atau retarder. Dapat digunakan untuk semua range pemakaian, mulai dari kelas A sampai kelas E

Blended Cement (Semen Campur)

Semen campur dibuat karena dibutuhkannya sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki oleh semen portland. Untuk mendapatkan sifat khusus tersebut diperlukan material lain sebagai pencampur.Jenis semen campur:

1. Semen Portland Pozzolan (SPP)

(17)

secara merata semen Portland dan bahan pozzolon atau gabungan antara menggiling dan mencampur.

2. Portland Blast Furnace Slag Cement

Portland Blast Furnace Slag Cement adalah semen Portland yang dicampur dengan kerak

dapur tinggi secara homogen dengan cara mencampur bubuk halus semen Portland dengan

bubuk halus slag atau menggiling bersama antara klinker porland dengan butiran slag. Activitas slag (Slag Activity) bertambah dengan bertambahnya ratio CaO + MgO/SiO2 + Al2O3 dan glass content. Tetapi biasanyan keberadaan ratio oksida dan glass Content tersebut saling berkebalikan. Beberapa sifat slag semen adalah sabagai berikut :

1. Jika kehalusannya cukup, mempunyai kekuatan tekan yang sama dengan semen portland.

2. Betonnya lebih stabil dari pada beton semen portland

3. Mempunyai permebility yang rendah

3. Semen Masonry

Semen masonry pertama kali diperkenalkan di USA, kemudian berkembang kebeberapa negara.Secara tradisional plesteran untuk bangunan umumnya menggunakan kapur padam, kemudian meningkat dengan dipakainya semen portland yang dicampur dengan kapur padam. Namun karena dianggap kurang praktis maka diperkanalkan Semen Masonry .

4. Portland Composite Cement (Semen Portland Campur)PCC -SPC

(18)

1. 1. Type II/A-M mengandung 6 – 20 % aditif

2. 2. Type II/B-M mengandung 21 – 35 % aditif

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara yang dilakukan selama 6 bulan kepada pasien, frekuensi kejadian efek samping yang paling sering timbul pada bulan pertama menjalani terapi

Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional untuk menilai hubungan antara gejala klinis neurologi dengan (CT Scan otak dan atau MRI) pada kanker paru metastasis ke

Penelitian ini bertujuan untuk ; 1) menganalisis potensi serasah tebu pada PG. Takalar; 2) menentukan jumlah kebutuhan alat dan mesin untuk mendukung pengelolaan

Data Laporan Bank Samsun Jika jumlah masyarakat yang berpartisipasi kurang dari 50% warga maka dikatakan dukungannya rendah. Partisipan hanya 2

Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap penghadap pada akta otentik yang diubah (renvooi) notaris, yang tidak diketahui oleh para penghadap ialah,seorang Notaris dapat

Hasil penelitian item soal latihan pada buku paket matematika kelas VII kurikulum 2013 menunjukkan bahwa soal pada kategori C1 (mengingat) memiliki proporsi yang sangat sedikit

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas larutan mikroorganisme lokal (MOL) dari TKKS secara aerob khususnya untuk mempelajari populasi dan karakteristik

Nilai earning , dalam hal ini reported earning, yang menjadi variabel dependen dalam pengujian tersebut, dinilai memiliki hubungan yang lebih kuat dengan bad news apabila hasil