2.1 Tinjauan Pustaka
Cabai merupakan tanaman perdu dari family terung-terungan (Sola na cea e). Keluarga ini
diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000spesies yang terdiri dari tumbuhan
herba, semak dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat
dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan negeri tropis. Namun, secara ekonomis
yang dapat atau sudah dimanfaatkan baru beberapa spesies saja (Setiadi, 2004).
Umumnya daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya.
Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai
berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung
spesies dan varietasnya. Bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar
yang lurus dan bias mencapai ukuran seperti ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi
pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain
yang banyak ragamnya (Agromedia, 2008).
Ada beberapa jenis cabai (Ca psicum Annuum) yang banyak dicari di pasaran, yaitu cabai
besar dan cabai kecil. Jenis cabai besar di antaranya cabai merah, paprika, dan cabai bulat
atau cabai udel atau cabai domba. Sementara itu, yang termasuk dalam golongan cabai
Cabai Merah
Tanaman cabai merah dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-1.200 m dpl. Tanah
berstruktur ringan sampai berat dapat dijadikan tempat tumbuh tanaman cabai. Namun,
tanah yang remah atau gembur paling baik untuk menghasilkan produksi cabai yang
optimal (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).
Penampilan fisik tanamannya tegak, ukuran daunnya lebih lebar dibanding cabai pada
umumnya.Daun cabai ini berwarna hijau tua bertabur putih di atasnya
sehinggamemberikan kesan sebagai daun keriting yang dibedaki.Dibandingkan dengan
cabai lainnya, cabai merah lebih tahan terhadap serangan penyakit (Setiadi, 2004).
Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Buah Cabai Merah Segar (per 100 gr) Kandungan
Kalori (kal) 31
Protein (g) 1
Lemak (g) 0.3
Karbohidrat (g) 7.3
Kalsium (mg) 29
Fosfor (mg) 24
Besi (mg) 0.5
Vit. A (SI) 470
Vit. B1 (mg) 0.05
Vit. C (mg) 18
Air (g) 90.9
Bagian yang dapat dimakan 85
Sumber: Depa rtemen Kesehata n tahun 1989 dala m Setia di, 2004
Cabai merah dan cabai rawit memiliki beberapa perbedaan dari segi penanaman,
pemeliharaan hingga jumlah produksi (panen). Cabai merah biasanya ditanam dibedengan
yang permukaannya ditutupi dengan mulsa plastik, sehingga tidak memerlukan penyiangan
masa tanam. Hama dan penyakit tanaman cabai yang paling sering mengganggu antara
lain: hama tungau merah, thrips, peridroma sa ucia , heliotis sp., spodoptera sp., lalat buah,
penyakit busuk buah, penyakit kering buah/patek dan busuk daun. Untuk menanggulangi
hama dan penyakit tersebut, cabai merah harus disemprot dengan insektisida dan fungisida.
Biasanya untuk 100 m2 membutuhkan masing-masing 20 ml fungisida dan insektisida.
Cabai merah dapat dipanen setelah 3 bulan ditanam hingga 15 kali atau lebih dengan
jangka waktu 1 minggu 1 kali panen selama 6 bulan. Dengan luas tanam seluas 100
m2biasanya cabai merah dapat memproduksi hingga 2 kali lipat produksi tanaman cabai
rawit untuk luas lahan yang sama, yaitu 250 kg (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).
Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit dapat ditanam baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi
dengan ketinggian tempat sampai 1.500 m dpl. Namun, daerah yang paling cocok untuk
pertumbuhan tanaman cabai rawit adalah pada ketinggian 0-500 m dpl. Agar tanaman
cabai rawit dapat tumbuh dengan baik sebaiknya ditanam di tanah yang subur, gembur,
memiliki aerasi yang baik (bersarang), dan pH tanah antara 6-7 (Setyaningrum dan Cahyo,
2014).
Cabai rawit merupakan salah satu komoditas pilihan untuk usahatani komersial.Posisi
cabai rawit cenderung makin penting dalam pola konsumsi makanan, yaitu sebagai sayuran
atau bumbu masakan sehari-hari.Hal ini memberikan indikasi bahwa cabai rawit memiliki
peluang pasar yang makin luas, baik untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga
dan industri dalam negeri maupun sasaran ekspor (Rukmana, 2002).
1. Cabai rawit tergolong masih tahan terhadap penyakit layu bakteri (ba cteri wilt)
akibat cendawan Pseudomus sola na cea rum, busuk buah yang disebabkan
Xa nthomona s vesica toria, dan bercak daun yang disebabkan Cercospora spp.
2. Karena daya tahannya itu, cabai rawit bias ditanam di segala musim dan sangat
potensial dijadikan batang bawah.
Selain untuk sayuran, cabai rawit mempunyai kegunaan yang lain. Dengan beberapa
keunggulan itu, cabai rawit dianggap penting untuk dijadikan bahan ramuan industri
makanan, minuman, maupun farmasi. Dengan kandungan vitamin A yang tinggi, selain
bermanfat untuk kesehatan mata, cabai rawit juga cukup manjur untuk menyembuhkan
sakit tenggorokan (Setiadi, 2000).
Tabel 2.2 Kandungan Zat Gizi Buah Cabai Rawit Segar (per 100 gr) Kandungan
Kalori (kal) 103
Protein (g) 4.7
Lemak (g) 2.4
Karbohidrat (g) 19.9
Kalsium (mg) 45
Fosfor (mg) 85
Besi (mg) 2.5
Vit. A (SI) 11.05
Vit. B1 (mg) 0.05
Vit. C (mg) 70
Air (g) 71.2
Bagian yang dapat dimakan 85
Sumber: Depa rtemen Kesehata n tahun 1989 dala m Setia di, 2004
Cabai rawit biasanya tidak menggunakan mulsa plastik pada permukaan bedengan,
sehingga selama masa tanam dibutuhkan beberapa kali penyiangan dari gulma atau
lebih per masa tanam. Hama dan penyakit yang biasnya mengganggu tanaman cabai rawit
antara lain : kutu daun, thrips, tungau merah, ulat, lalat buah, penyakit busuk buah, bercak
daun, busuk daun, gugur daun, dan penyakit antrak. Pemberantasan hama dan penyakit
tanaman dapat menggunakan pestisida. Untuk lahan seluas 100 m2 dibutuhkan sebanyak 20
ml pestisida. Panen dapat dilakukan setelah cabai rawit berumur 4 bulan, pemanenan cabai
rawit bisa mencapai 24 kali per masa tanam dengan jangka waktu pemanenan 1 kali 2
minggu selama hampir 2 tahun umur tanaman. Selama satu musim tanam dapat dihasilkan
cabai rawit hingga 120 kg untuk luasan lahan 100 m2 (Setyaningrum dan Cahyo,
2014).
Usahatani cabai yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang menarik. Akan
tetapi, untuk menguasahakan cabai juga diperlukan keterampilan dan modal yang cukup
memadai. Selain itu, tidak jarang pengusaha cabai menemui kegagalan dan kerugian yang
berarti. Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, diperlukan keterampilan dalam
penerapan pegetahuandan teknik budidaya cabai yang benar sesuai dengan daya dukung
agroekosistemnya. Berbagai aspek agronomis antara lain pemilihan bibit yang baik,
pemilihan lahan yang cocok, ketersediaan air, dan penguasaan teknik budi daya termasuk
mengantisipasi kemungkinan serangan hama serta penyakit menjadi kunci penting
keberhasilan usahatani cabai di Indonesia (Santika, 1999).
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Ilmu Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan
pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang
mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya
tersebut mengeluarkan output yang melebihi input (Soekartawi, 1995).
Yang termasuk faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agara
tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Diberbagai literatur,
faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah sarana produksi, input, production fa ctor,
dan korbanan produksi. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang
diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit,
tenaga kerja, pupuk dan pestisida adalah faktor produksi yang terpenting (Soekartawi,
1994).
2.2.2 Pendapatan
Menurut Sukirno (1996), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh
penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan,
ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan, antara lain:
1. Pendapatan pribadi, yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan
suatu kegiatan ataupun yang diterima penduduk suatu negara.
2. Pendapatan disposible, yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan
oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang
dinamakan pendapatan disposible.
3. Pendapatan nasional, yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang
Setelah produsen menghasilkan output dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan maka
output tersebut akan dijual kepada konsumen. Dengan demikian, produsen akan
memperoleh pendapatan dari setiap output yang dijual. Pendapatan yang diterima oleh
produsen sebagian untuk membayar biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
Membahas masalah penerimaan atau revenue ada beberapa konsep penting yang perlu
diperhatikan menurut Pracoyo dan Rubenfeld (2008):
1. Pendapatan total atau tota l revenue (TR) : pendapatan yang diterima oleh produsen dari
setiap penjualan outputnya. Tota l revenue merupakan hasil kali antara harga dengan
output. TR = P . Q
2. Pendapatan rata-rata atau a verage revenue (AR) : pendapatan produsen per unit output
yang dijual. AR = TR/Q = P. Dengan demikian, AR merupakan harga jual output per
unit.
3. Pendapatan marjinal atau ma rgina l revenue (MR) : perubahan pendapatan yang
disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output. �� = � .
Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan, maka seharusnya
mempertimbangkan harga jual dari produksinya, melakukan perhitungan terhadap semua
unsur biaya selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahataninya (Fadholi, 1990).
Menurut Soekartawi (1999) biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (va ria ble cost).Biaya tetap (FC) adalah biaya
yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak
atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan
dan penawaran dari komoditi tersebut.Dengan harga pasar dimaksudkan harga yang
disepakati oleh penjual dan pembeli (Sugiarto, 2000).
2.2.3 Analisis Kelayakan Usahatani
Sebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup
mendalam untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan itu layak atau tidak
layak.Aspek yang perlu dikaji adalah aspek finansial (keuangan) dan pasar (bagaimana
permintaan dan harga atas produksi yang dihasilkan). Jika aspek ini jelas maka prospek
kedepan untuk usaha tersebut jelas, begitu juga sebaliknya apabila aspek ini tidak jelas
maka prospek ke depan juga tidak jelas (Umar, 2005).
Salah satu cara untuk mengetahui kelayakan suatu usaha adalah dengan cara menganalisis
perbandingan penerimaan dan biaya usaha tersebut, yaitu menggunakan analisis R/C
dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran
dalam satu satuan biaya. R/C adalah singkatan dari revenue-cost ra tio, atau dikenal sebagai
perbandingan atau nisbah antara penerima dan biaya. Makin besar nilai R/C ratio usahatani
itu makin besar keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut (Soekartawi, 1995).
Analisis lain yang dapat digunakan untuk menghitung kelayakan usahatani adalah analisis
B/C Ra tio. Menurut Soekartawi (1995), analisis benefit-cost ra tio (B/C) ini pada
prinsipnya sama saja dengan analisis R/C (revenue-cost ra tio), hanya saja pada analisis
2.2.4 Karakteristik Petani
Petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakter
demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakter
-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada situasi tertentu. Karakteristik
yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, luas lahan garapan,
pengalaman usahatani dan jumlah tanggungan keluarga.
1. Umur
Umur responden merupakan lama responden hidup hingga penelitian dilakukan, umur
produktif petani akan mempengaruhi proses adopsi suatu inovasi baru. Menurut BPS
(2012), berdasarkan komposisi penduduk, umur dikelompokkan menjadi 3 yaitu umur
0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif, kelompok
penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok umur 65 tahun
keatas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif.
Pada umumnya, makin muda petani maka semangat untuk ingin tahu apa yang belum
mereka ketahui juga akan makin tinggi, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat
melakukan adopsi inovasi walaupun biasanya mereka masih belum berpengalaman
dalam soal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 2005).
2. Pendidikan
Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam
mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga
mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternative dalam mengelola
usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak
Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang
lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga
produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan
memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil
keputusan, mengatasi masalah-masalah yang terjadi (Mamboai, 2003).
3. Pengalaman Bertani
Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam
menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh waktu yang
telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi
hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya, lain halnya dengan
petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut.
Semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani maka diharapkan produktivitas
petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan usahataninya akan semakin
baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan
memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan, 2000).
4. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah
tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas dalam
5. Luas Lahan
Luas lahan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan status petani, apakah
tergolong sebagai petani miskin atau petani yang lebih tinggi taraf hidupnya. Tingkat
luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin
luas areal tani maka semakin tinggi tingkat produksi dan pendapatan yang diterima
(Sajogyo, 1999).
2.3 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2011) dengan judul skripsi “Analisis
Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah
Keriting Di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa
usahatani cabai merah yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara umum
dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai R/C atas biaya tunai
dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46;
dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan
cabai merahdapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) yang berjudul “Analisis
Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa rasio penerimaan dengan
pengeluaran berdasarkan biaya tunai dan total, masing-masing sebesar 2,59 dan 1,59.
Ukuran rasio tersebut merupakan indikator bahwa cabang usahatani cabai merah sudah
menguntungkan bagi petani.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khazanani (2011) yang berjudul “Analisis
Gondosuli,Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung” menyimpulkan bahwa
usahatanicabai di daerah tersebut masih menguntungkan, hal ini ditunjukan oleh nilai R/C
Rasio sebesar 1,277.
2.4 Kerangka Pemikiran
Petani memiliki beberapa karakteristik yang mempengaruhi kinerjanya dalam
berusahatani, dalam hal ini karakteristik petani cabai merah maupun cabai rawit yang
diperhatikan terdiri dari umur, pengalaman bertani, pendidikan, jumlah bibit yang
diusahakan serta jumlah tanggungan. Dalam prinsipnya usahatani mempunyai tujuan
utama yaitu untuk memperoleh hasil produksi, dimana hasil produksi tersebut dipengaruhi
oleh banyaknya biaya dalam penyediaan input yang digunakan selama usahatani, input
tersebut antara lain adalah bibit, pupuk, dan pestisida. Penerimaan merupakan hasil dari
perkalian jumlah produksi dengan harga jual. Pendapatan diperoleh dari selisih antara total
nilai penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.Melalui analisis kelayakan
usaha, akan diketahui layak atau tidak layaknya usaha ini untuk terus dianjutkan. Secara
Keterangan :
: Menyatakan hubungan : Menyatakan Pengaruh
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Cabai PETANI CABAI MERAH USAHATANI CABAI PETANI CABAI RAWIT Input : Bibit Pupuk Pestisida
OUTPUT OUTPUT
PENERIMAAN PENERIMAAN
LAYAK TIDAK LAYAK LAYAK TIDAK LAYAK
PENDAPATAN PENDAPATAN
HARGA HARGA
BIAYA BIAYA
Karakteristik:
- Umur
- Pengalaman bertani - Pendidikan
- Jumlah bibit
- Jumlah tanggungan keluarga
Karakteristik:
- Umur
- Pengalaman bertani - Pendidikan
- Jumlah bibit
2.2Hipotesis Penelitian
2. Pengaruh input (bibit, pupuk, dan pestisida) terhadap output usahatani cabai merah
lebih besar dibanding dengan pengaruh input (bibit, pupuk, dan pestisida) terhadap
output usahatani cabai rawit di daerah penelitian.
3. Ada perkembangan positif produktivitas usahatani cabai merah dan cabai rawit dalam 5
tahun terakhir di daerah penelitian.
4. Pendapatan petani cabai merah lebih besar dibanding dengan pendapatan petani cabai
rawit di daerah penelitian.
5. Usahatani cabai merah lebih layak diusahakan dibanding dengan usahatani cabai rawit