BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pseudomonastersebar luas dalam tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa kadang membentuk koloni dalam tubuh manusia dan merupakan kelompok patogen manusia yang termasuk paling besar. Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik, menyebabkan infeksi pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang abnormal, dan merupakan patogen nosokomial. Pseudomonas aeruginosa sering terdapat di dalam flora normal usus dan pada kulit biasanya dalam jumlah yang kecil (Brooks, 2007) .
Pseudomonas adalah sumber yang sangat kaya plasmid membawa gen untukberbagai fungsi, termasuk seperti resisten terhadap antibiotik. Selain ketahanan terhadap senyawa antimikroba, ia mampu menghasilkan berbagai sifat
virulensi dalam bentuk enzim dan toksik. Pseudomonas juga memiliki beberapa protease ekstraseluler diantaranya yang paling menonjol adalah protease alkalin, esterase dan sitotoksin (Angadi, 2012) .
Pseudomonas aeruginosa tetap merupakan penyebab penting infeksi rumah sakit yang didapat terutama dalam unit p erawatan intensif (ICU).
Pasiendirawat diICUberada pada resiko tertentu terkena infeksi nosokomial akibat penyakit serius yang mendasarinya . Penelitian menunjukkan bahwa tingkat resistensi antimikroba lebih besar dalam bakteri yang diisolasi dari ICU dibandingkan dengan rumah sakit bangsal dan klinik rawat jalan (Savas, 2004).
Resistensi antimikroba merupakan masalah yang berkembang di seluruh
dunia, terutama di rumah sakit. Pseudomonas aeruginosa sering menampilkan resistensi terhadap beberapa agen antimikroba. Infeksi serius akibat strain Pseudomonas aeruginosa mempunyai ketahanan pada hampir semua antimikroba antipseudomonal umum adalah masalah yang semakin serius (Savas, 2004) .
Kejadian infeksi nosokomial sudah besar di negara maju, di mana hal i tu mempengaruhi antara 5% sampai 15% dari pasien yang dirawat di bangsal dan
berkembang, besarnya masalah tetap diremehkan atau bahkan tidak dikenal terutama karena diagnosis d ari infeksi nosokomial. Sistem survey yang ada di beberapa negara maju memberikan laporan rutin pada nasional, seperti Jaringan
Keselamatan Kesehatan Nasional Amerika Serikat atau sistem surveilans infeksi di rumah sakit Jerman. Hal ini tidak terjadi di se bagian besar negara berkembang karena sistem perawatan kesehatan yang diperburuk oleh masalah ekonomi. Selain itu, kepadatan penduduk mengakibatkan praktek pengendalian infeksi yang tidak memadai, dan kurangnya kebijakan dalam pengendalian infeksi (WHO,
2011).
Surveiprevalensidilakukan WHOdi 55rumah sakitdari14negara yang mewakiliempat daerah(Eropa,MediteraniaTimur,AsiaTenggaradan Pasifik Barat ) menunjukkanrata-rata 8,7% daripasien di rumah sakitmemilikiinfeksi nosokomial. Padasetiap saat, lebih dari 1,4 jutaorang di seluruh dunia menderitakomplikasi infeksiyang diperoleh di rumah sakit . Frekuenstertinggiinfeksi
nosokomialdilaporkan darirumah sakit di daerah Timur Tengah 11,8% dan Asia Tenggara 10,0% dengan prevalensi di daerah Eropa 7,7% dan Pasifik Barat 9,0%. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang paling sering terjadi pada luka, infeksi saluran kemih daninfeksi saluran pernafasan. Penelitian WHO ,tingkat infeksi lebih tinggi pada pasien dengan peningkatan kerentanan karena usia tua, yang
mendasaripenyakit, atau kemoterapi (Ducell, 2002).
Dalam satu penelitian di Cina, 63% antimikroba dipilih untuk mengobati infeksi bakteri terbukti adalah ditemukan tidak sesuai. Dalam retrospektif belajar di Vietnam, lebih dari 70% pasien diberi resep dosis yang tidak me madai. (Ducell, 2002).
Prevalensi keseluruhanresisten
antibiotikPseudomonasaeruginosameningkat, sampai dengan 10% dariisolatglobal yangditemukan .Ini merupakan tantanganpengobatan utama salah satunyaPseudomonas aeruginosaadalah penyebabutama keduainfeksi nosokomialgram negatif (Lutz, 2011).
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat
secara semisintetik atau sintetik penuh. Obat yang digunakan untuk membasm i mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memberikan sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat
toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007) . Secara garis besar bakteri dapat menjadi resisten terhadap suatu antimikroba melalui 3 mekanisme :
a. Obat yang tidak dapat mencapai tempat kerjanya didalam sel mikroba b. Inaktivasi obat
c. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba
Selain itu, resistensi juga dapat berkembang diklinik dengan mudah yaitu dengan : a. Penggunaan antimikroba yang terlalu sering
b. Penggunaan antimikroba yang irasional
c. Penggunaan antimikroba dengan jangka waktu yang lama (Setiabudy,2007)
Tingkat resistensi antimikroba pada pa togen nosokomial telah meningkat dengan kecepatan yang mengkhawatirkan selama 10 tahun terakhir. Dengan lebih dari 2 juta infeksi nosokomial yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahun 50 -60% disebabkan oleh strain resisten antimikroba. Infeksi nosokomial dianggap menyebabkan lebih dari 77.000 kematian per tahun (Sahloff, 2002) .
Semakin meningkatnnya infeksi yang terjadi, maka semakin banyak antibiotik yang tidak efektif digunakan. Salah satunya adalah infeksi nosokomial yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Terapi yang tidak efektif tersebut terjadi karena terlalu murahnya biaya untuk memperoleh obat atau terlalu mudahnya didapatkan khususnya dikalangan masyarakat, tanpa mengetahui
penyebab infeksi yang terjadi. Terapi yang tidak efektif juga terja di karena pasien yang sudah mengalami penurunan imunitas pada tubuhnya yang dirawat di rumah sakit, maka jika mengalami perpanjangan perawatan, semakin mudah terpapar lagi oleh kuman-kuman yang ada di rumah sakit. Intinya semakin lama berada di rumah sakit, semakin rentan kuman menyebabkan infeksi. Jika terus -menerus terjadi seperti itu maka untuk pengobatannya semakin sulit dilakukan (WHO,
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pola kepekaan bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan ?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Menambah ilmu pengetahuan baru tentang pola kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap beberapa antibiotik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pola kepekaan bakt eri Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotik tertentu.
2. Melihat antibiotik yang sensitif dalam pengobatan infeksi Pseudomonas aeruginosa.
3. Melihat perubahan pola kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap
beberapa antibiotik pada periode Januari -Juni 2012 dan periode Juli-Desember 2012.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang pemberian obat antibiotik terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa.
2. Memenuhi tugas mata kuliah Community Research Prog ram sebagai prasyarat untuk menyelesaikan program pendidikan Sarjana Kedokteran.
1.4.2. Bagi Pelayanan Kesehatan
1.4.3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi pada pasien untuk kepatuhan dalam pemakaian antibiotik dan meminum obat antibiotik sesuai sara n yang diberikan oleh