• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Word of Mouth Communication Terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Martabe Sejahtera Golf Club

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Word of Mouth Communication Terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Martabe Sejahtera Golf Club"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Promosi dan Jenis-jenis Promosi

Dalam manajemen pemasaran, sebuah promosi merupakan ujung tombak

kegiatan bisnis dalam rangka menjangkau pasar sasaran dan menjual produk

atau jasa perusahaan. Menurut Stanton dalam Sunyoto (2015:151), promosi

adalah unsur dalam bauran pemasaran yang didayagunakan untuk

memberitahukan, membujuk, dan mengingatkan pasar tentang perusahaan dan

produknya. Sebuah kegiatan promosi dikatakan berhasil apabila mampu

menarik konsumen untuk melakukan kegiatan pembelian. Menurut Lupiyoadi

dan Hamdani (2006), ada enam jenis kegiatan promosi. Diantaranya adalah:

1. Periklanan (advertising)

Periklanan merupakan salah satu bentuk dari komunikasi impersonal

yang digunakan oleh perusahaan barang atau jasa. Tujuan periklanan

dapat berupa untuk memberikan informasi, untuk membujuk, untuk

mengingatkan, dan untuk memantapkan.

2. Penjualan perseorangan (personal selling)

Sifat penjualan perseorangan dapat dikatakan lebih fleksibel karena

tenaga penjualan dapat secara langsung menyesuaikan penawaran

penjualan dengan kebutuhan dari perilaku masing-masing calon

(2)

3. Promosi penjualan (sales promotion)

Promosi penjualan adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk

meningkatkan produk dari produsen sampai pada penjualan akhir,

misalnya spanduk, brosur, dll.

4. Hubungan masyarakat (public relation)

Hubungan masyarakat adalah kiat pemasaran penting dimana

perusahaan tidak hanya haru sberhubungan dengan pelanggan, pemasok

dan penyalur, tetapi juga harus berhubungan dengan kumpulan

kepentingan publik yang lebih besar.

5. Pemasaran langsung (direct marketing)

Pemasaran langsung memiliki 6 macam, yaitu direct mail, mail order,

direct response, direct selling, telemarketing, dan digital marketing.

6. Komunikasi mulut ke mulut (word of mouth)

Seorang pelanggan akan berbicara kepada pelanggan lain atau

masyarakat lainnya tentang pengalamannya menggunakan produk yang

dibelinya. Promosi ini berupa referensi dari orang lain, dan referensi ini

dilakukan dari mulut ke mulut. Jika dilihat secara fisik kegiatan promosi

ini sangat sederhana, namun merupakan jurus jitu untuk menjual

produk. Jenis promosi inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2.1.2 Word of Mouth Communication

2.1.2.1 Pengertian Word of Mouth Communication

Sebagai salah satu dari strategi promosi, strategi Word of Mouth

(3)

dalam menggunakan suatu produk atau jasa. Mowen & Minor (2002:180)

mengemukakan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut atau Word of

Mouth Communication mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran,

atau ide-ide diantara dua konsumen atau lebih, yang tidak satupun

merupakan sumber pemasaran. Word of Mouth dapat terjadi karena adanya

dua atau lebih individu yang membicarakan suatu produk atau jasa.

Berlangsungnya pembicaraan itu akan memicu minat konsumen berbagi

pengalaman dengan orang lain sehingga menjadi semacam rekomendasi

terhadap produk ataupun jasa tersebut.

Sementara Kotler & Keller (2007:204) mengemukakan bahwa Word

of Mouth Communication atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan

proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara

individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan

untuk memberikan informasi secara personal. Komunikasi dari mulut ke

mulut merupakan salah satu saluran komunikasi yang sering digunakan

oleh perusahaan yang memproduksi baik barang maupun jasa karena

komunikasi dari mulut ke mulut (Word of Mouth) dinilai sangat efektif

dalam memperlancar proses pemasaran dan mampu memberikan

keuntungan kepada perusahaan.

Sutisna (2002:184) berpendapat bahwa kebanyakan proses

komunikasi antarmanusia adalah melalui mulut ke mulut. Setiap orang

setiap harinya berbicara dengan yang lainnya, saling bertukar pikiran,

(4)

lainnya. Melalui kegiatan-kegiatan seperti inilah Word of Mouth dapat

tercipta.

2.1.2.2 Word of Mouth Menurut Sifat dan Kategorinya

Banyak penelitian menyebutkan Word of Mouth berhubungan

dengan pengalaman positif maupun negatif terhadap produk/jasa, baik yang

dialami sendiri maupun orang lain (Lowrey, 1989:30-32). Komunikasi

Word of Mouth positif memampukan influencer atau si pemberi pengaruh

untuk merekomendasikan produk atau jasa yang pernah dicobanya.

Sebaliknya, komunikasi Word of Mouth negatif menjadikan influencer

memberi citra buruk tentang produk atau jasa yang pernah digunakannya

kepada penerima.

Menurut sifatnya, Word of Mouth dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Word of Mouth positif (Positive Word of Mouth/PWOM)

Yaitu bentuk Word of Mouth yang dapat timbul manakala produk yang

sudah dikonsumsi berhasil memuaskan konsumennya. Konsumen yang

sudah terpuaskan belum tentu akan menceritakannya kepada orang lain.

Word of Mouth positif baru akan muncul dari suatu pengalaman yang

dianggap luar biasa oleh konsumen, yang pada saat itu tingkat kepuasan

emosionalnya tinggi. Artinya apa yang diperoleh konsumen setelah

transaksi lebih tinggi dari harapannya. Sehingga tanpa diminta

konsumen akan menceritakan pengalaman yang dirasakan kepada orang

(5)

emotional satisfaction atau kepuasan yang muncul karena emosi

terhadap kualitas.

2. Word of Mouth negatif (Negative Word of Mouth/NWOM)

Yaitu bentuk Word of Mouth yang dapat timbul manakala produk yang

dikonsumsi ternyata mengecewakan. Hal ini merupakan suatu fenomena

yang paling ditakutkan perusahaan karena seorang konsumen yang

kecewa akan menyatakan kekecewaannya tidak hanya ke orang-orang

terdekatnya saja melainkan ke banyak orang.

Menurut Schiffman & Kanuk (2000), ada empat hal yang membuat

orang terlibat dalam komunikasi Word of Mouth positif, yaitu:

1. Munculnya product involvement karena orang ingin

mengekspresikan kepuasannya menggunakan produk tersebut

dengan membicarakannya dengan orang lain.

2. Adanya self enhancement yang akhirnya menyebabkan terjadinya

komunikasi Word of Mouth karena orang ingin memuaskan

kebutuhan emosional tertentu (self confirmation). Misalnya untuk

mendapatkan perhatian dari orang lain agar dianggap sebagai

pembeli yang pandai.

3. Message involvement muncul karena adanya iklan atau informasi

yang unik atau menarik mengenai suatu produk tertentu dan

membuat konsumen ingin membicarakannya dengan orang lain.

(6)

Sebaliknya, konsumen yang tidak puas dapat menyebarkan Word of

Mouth negatif, sebagaimana diteliti oleh Richins (1984:697-702).

Terdapat empat (4) hal yang membuat konsumen menyebabkan Word

of Mouth negatif, antara lain:

1. Kataris, suatu bentuk pengurangan kecemasan dengan cara

membagi cerita dan pengalaman secara verbal kepada orang lain.

2. Altruism, suatu usaha untuk mencegah orang lain mendapat

nasib yang sama. Hal ini serupa dengan konsep other

involvement.

3. Vengeance, suatu motivasi agresif di mana komunikator

berusaha untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak

menentang suatu produk.

4. Advice seeking, dimana konsumen membagi pengalaman

negatifnya dalam rangka mendapat informasi dimana dia bisa

mendapat bantuan dan bisa menyelesaikannya.

Sementara menurut kategorinya, Word of Mouth dapat dibagi

menjadi dua. Menurut Word of Mouth Marketing Association

(WOMMA) dalam MIX, terdapat dua kategori tersebut ialah:

1. Organic Word of Mouth

Terjadi ketika seorang konsumen merasa sangat puas dengan

kinerja dari produk ataupun layanan sehingga berkeinginan

(7)

teman-temannya. Ini menandakan pentingnya kepuasan pelanggan

(customer satisfaction).

2. Amplified Word of Mouth

Terjadi ketika pemasar merencanakan dan merancang suatu

kampanye pemasaran yang ditunjukkan untuk mempercepat

Word of Mouth baik pada komunitas yang telah ada maupun

komunitas yang baru.

2.1.2.3 Faktor-faktor Pembentuk Word of Mouth Communication

Komunikasi Word of Mouth dapat terjadi karena beberapa faktor,

misalnya adanya suatu pihak yang membutuhkan penilaian orang lain

mengenai suatu produk atau jasa yang pernah digunakannya. Menurut

Kotler (2007:206), ada beberapa faktor yang menyebabkan konsumen

menerima dan menanggapi Word of Mouth. Word of Mouth dapat terjadi

pada kondisi dan situasi dalam:

1. Konsumen kurang mendapat informasi yang cukup untuk membantu

dalam melakukan pilihan.

2. Produknya sangat kompleks dan sulit dinilai dengan menggunakan

penilaian kriteria.

3. Konsumen kurang mampu untuk menilai produk, tidak penting

bagaimana informasi yang disebarkan dan ditujukan.

(8)

5. Pengaruh orang lain lebih mudah dijangkau daripada sumber lain dan

karena dapat dikonsultasikan dengan menghemat waktu dan tenaga.

6. Kuatnya ikatan sosial yang ada antara penyebar dan penerima informasi.

7. Individu mempunyai kebutuhan yang tinggi pada persetujuan lingkungan

sosial.

2.1.2.4 Sumber Word of Mouth

Komunikasi Word of Mouth dapat muncul dari siapa saja yang

pernah menggunakan suatu produk tertentu dan merasa perlu

merekomendasikannya. Word of Mouth biasanya muncul dari sumber yang

dipercaya oleh taker atau si penerima pesan Word of Mouth.

Menurut Kotler dan Keller (2009:235), konsumen sebagai audiens

dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, yaitu:

1. Sumber pribadi seperti keluarga, tetangga, teman-teman, rekan-rekan.

2. Sumber komersial seperti iklan, tenaga penjual, dan lain-lain.

3. Sumber umum seperti media massa atau lembaga konsumen.

4. Sumber pengalaman seperti menangani, menguji, dan menggunakan

produk.

2.1.2.5 Kekuatan Word of Mouth

Word of Mouth sering dikatakan sebagai cara yang pintar dan murah

dalam meningkatkan penjualan. Selain membutuhkan biaya yang relatif

(9)

kepercayaan terhadap kekuatan dari produk atau jasa itu sendiri. Menurut

Hasan (2010:25), ada beberapa alasan yang membuat Word of Mouth dapat

menjadi sumber informasi yang kuat dalam mempengaruhi keputusan

pembelian. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Word of Mouth adalah sumber informasi yang independen dan

jujur (ketika informasi datang dari seorang teman itu lebih

kredibel karena tidak ada association dari orang dengan

perusahaan atau produk).

2. Word of Mouth sangat kuat karena memberikan manfaat kepada

yang bertanya dengan pengalaman langsung tentang produk

melalui pengalaman teman dan kerabat.

3. Word of Mouth disesuaikan dengan orang-orang yang tertarik di

dalamnya, seseorang tidak akan bergabung dengan percakapan,

kecuali mereka tertarik pada topik diskusi.

4. Word of Mouth menghasilkan media iklan informal.

5. Word of Mouth dapat mulai dari satu sumber tergantung

bagaimana kekuatan influencer dan jaringan social itu menyebar

dengan cepat dan secara luas kepada orang lain.

6. Word of Mouth tidak dibatasi oleh ruang atau kendala lainnya

seperti ikatan sosial, waktu, keluarga atau hambatan fisik

lainnya.

Sementara menurut Rosen (2004:16), ada tiga alasan yang

(10)

1. Kebisingan (noise)

Para calon konsumen hampir tidak dapat mendengar banyaknya

kebisingan yang dilihatnya di berbagai media setiap hari. Mereka

bingung sehingga untuk melindungi diri, mereka menyaring

sebagian pesan yang berjejalan dari media massa. Sebenarnya

mereka cenderung lebih mendengarkan apa yang dikatakan orang

atau kelompok yang menjadi rujukan seperti teman-teman atau

keluarga.

2. Keraguan (skepticism)

Para calon konsumen umumnya bersikap skeptis ataupun

meragukan kebenaran informasi yang diterimanya. Hal ini

disebabkan oleh banyaknya kekecawaan yang dialami konsumen

saat harapannya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di saat

mengkonsumsi produk. Dalam kondisi ini konsumen akan berpaling

ke teman ataupun orang yang bisa dipercaya untuk mendapatkan

produk yang mampu memuaskan kebutuhannya.

3. Keterhubungan (connectivity)

Kenyataan bahwa para konsumen selalu berinteraksi dan

berkomunikasi satu dengan yang lain, mereka saling berkomentar

(11)

persoalan lain. Dalam interaksi ini sering terjadi dialog tentang

produk seperti pengalaman mereka menggunakan produk.

2.1.2.6 Elemen-elemen Word of Mouth

Menurut Brown, et all. (2009:9), terdapat lima elemen dasar yang

mempengaruhi Word of Mouth Communication, diantaranya:

1. Identified the influences (identifikasi si pemberi pengaruh).

Mengidentifikasi seberapa besar pengaruh positif atau negatif yang

diberikan oleh opinion leader kepada konsumen terhadap produk yang

sedang dibicarakan itu.

2. Creates simple ideas that are easy to communicate (menciptakan gagasan

mudah dan sederhana untuk berkomunikasi). Dengan menciptakan gagasan

mudah dan sederhana untuk berkomunikasi, proses terjadinya komunikasi

Word of Mouth akan mengurangi timbulnya kendala-kendala yang tidak

diinginkan dalam penyampaian informasi.

3. Give people the tools they need to spread the word (memberikan alat yang

dibutuhkan untuk menyebarkan informasi). Dengan didorong alat pembantu

dalam penyebaran informasi, seorang opinion leader akan mengalami

kemudahan dalam penyampaian informasi. Alat pembantu penyebaran

informasi ini dapat berupa brosur dan fakta yang ada.

4. Host a conversation (membawa percakapan). Seorang opinion leader harus

(12)

percakapan yang menarik untuk disampaikan. Hal ini dapat mendorong

keingintahuan penerima pesan terhadap topik yang sedang dibicarakan.

5. Evaluate and measure (mengevaluasi dan mengukur). Setelah

membicarakan informasi yang disampaikan, maka seorang opinion leader

harus mengevaluasi dan mengukur sejauh mana penerima pesan menerima

informasi yang diberikan dan seberapa besar ketertarikannya terhadap

produk yang ditawarkan.

Menurut Sernovitz (2009:31), ada lima elemen-elemen (Five Ts)

yang dibutuhkan Word of Mouth agar dapat menyebar. Elemen-elemen ini

meliputi:

1. Talkers adalah konsumen yang telah mengonsumsi suatu produk atau jasa

dan menggambarkan produk atau jasa yang telah digunakannya tersebut.

Sebelum melakukan keputusan pembelian, seseorang cenderung bertanya

kepada konsumen yang telah berpengalaman menggunakan produk atau

jasa tersebut. Talkers juga biasa disebut dengan referral atau pihak yang

merekomendasikan suatu produk atau jasa.

2. Topics adalah suatu pesan atau perihal yang membuat pengguna berbicara

mengenai produk atau jasa. Contohnya adalah pelayanan yang diberikan,

keunggulan produk, lokasi perusahaan yang strategis, dan lain sebagainya.

3. Tools adalah peralatan yang dapat membantu sebuah pesan Word of Mouth

yang disampaikan oleh si pengguna berjalan dengan baik, seperti website,

contoh produk gratis, kartu pos, brosur, spanduk, iklan, dan apa saja alat

yang dapat membuat seseorang dengan mudah membicarakan atau

(13)

4. Taking Part adalah suatu partisipasi perusahaan dalam menanggapi respon

pertanyaan-pertanyaan mengenai produk atau jasa dari para calon

konsumen dengan menjelaskan secara lebih jelas dan terperinci mengenai

produk atau jasa tersebut. Perusahaan juga dapat melakukan follow up ke

calon konsumen sehingga mereka melakukan suatu proses pengambilan

keputusan.

5. Tracking adalah bentuk pengawasan yang dilakukan untuk mengetahui

apakah Word of Mouth bekerja dengan baik atau tidak. Suatu pesan yang

sudah disebarkan oleh influencer juga harus diawasi keefektifan

penyebarannya.

2.1.2.7 Kredibilitas Word of Mouth

Word of Mouth Communication akan bekerja apabila produk

memiliki kualitas yang baik sehingga dapat ditawarkan oleh seorang

pelanggan kepada pelanggan lainnya. Apabila sebuah produk bagus, maka

Word of Mouth akan bekerja dengan cara yang positif. Word of Mouth

sendiri muncul karena adanya kepercayaan pelanggan, pasar atau prospek.

Menurut Hasan (2010:305), kredibilitas Word of Mouth dapat dideteksi

dengan delapan cara, diantaranya:

1. Kredibilitas efek, informasi yang disediakan oleh influencer-talker

didengarkan, didiskusikan, diperdebatkan oleh prospek atau karena

kurang percaya, prospek mencari informasi dari sumber lain. Riset

(14)

Word of Mouth marketing dan yang tidak menggunakan Word of

Mouth marketing memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap

pembelian ulang.

2. Perubahan pikiran, apakah episode Word of Mouth itu

mengakibatkan perubahan pemikiran atau ide-ide tentang produk

atau jasa dan rencana seseorang untuk mengambil tindakan.

3. Acceptance, penerima menyerap informasi tetapi tidak

menimbulkan dorongan untuk mengambil tindakan.

4. Inquiries, apakah ada kemungkinan bahwa seseorang akan mencari

informasi tambahan setelah episode Word of Mouth, seperti

mengunjungi website.

5. Pembelian, apakah ada kemungkinan prospek untuk membeli atau

menggunakan tawaran produk atau layanan perusahaan.

6. Konversi, apakah ada kemungkinan penerima menyelesaikan

tindakan yang akan dikehendaki.

7. Relay, sejauh mana pelanggan akan memberitahukan kepada orang

lain tentang produk atau layanan perusahaan.

8. Kreator, penerima menciptakan unit Word of Mouth efek lanjutan

ketika mereka terlibat dengan teman-teman, keluarga, dan

lain-lainnya.

2.1.2.8 Indikator Pengukuran Word of Mouth Communication

Dalam melakukan pengukuran suatu metode, sebuah indikator

(15)

valid. Di dalam Word of Mouth Communication, terdapat beberapa hal yang

digunakan untuk mengukur apakah komunikasi Word of Mouth tersebut

berhasil atau tidak. Menurut Babin Barry dalam “Modeling Consumer

Satisfication and Word of Mouth Communication: Restaurant Petronage

Korea” Journal of Service Marketing Vol.19 (133-139), indikator

pengukuran Word of Mouth Communication tersebut adalah:

1. Membicarakan

Kemauan seseorang untuk membicarakan hal-hal positif tentang kualitas

produk kepada orang lain. Konsumen berharap mendapatkan kepuasan yang

maksimal dan memiliki bahan menarik untuk dibicarakan dengan orang

lain.

2. Merekomendasikan

Konsumen mulai merekomendasikan produk yang sebelumnya pernah

dikonsumsinya kepada orang lain. Konsumen juga menginginkan produk

yang dapat memuaskan dan memiliki keunggulan dibandingkan dengan

yang lain sehingga dapat direkomendasikan kepada orang lain.

3. Mendorong

Mendorong konsumen yang menginginkan produk yang dapat memuaskan

untuk melakukan pembelian. Konsumen juga menginginkan timbal balik

yang menarik pada saat mempengaruhi orang lain untuk memakai produk

(16)

2.1.2.9 Perkembangan Word of Mouth

Word of Mouth belakangan mengalami perkembangan yang luar biasa.

Perkembangan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Pertumbuhan Kekuatan Konsumen (The Growth of Consumer Power)

Meningkatnya kekuatan konsumen dalam menentukan pergerakan

sebuah produk dapat ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Konsumen memiliki posisi yang semakin kuat dan semakin mudah dalam

hal pencarian informasi dengan semakin banyaknya media yang dapat

dipergunakan seperti internet dan telepon genggam.

b. Konsumen juga semakin mudah mengutarakan opini atas produk baik

keluhan maupun rasa kecewa kepada masyarakat umum melalui berbagai

media.

2. Keramaian Media (Cluttered Media)

Ramainya kehadiran media cetak maupun elektronik menimbulkan

dampak:

a. Pemasar semakin sulit menentukan media mana yang paling efektif.

b. Calon konsumen semakin sulit untuk menemukan sumber informasi

yang relevan.

3. Tuntutan Akuntabilitas Perusahaan (Pressure to Marketing

Accountability)

Semakin banyak perusahaan yang menagih pertanggungjawaban bagian

pemasaran berkenaan alokasi dan efektivitas anggaran iklan seperti melalui

(17)

2.1.2.10 Tahapan Word of Mouth

Menurut Sumardy (2011:71), terdapat tiga level/tahap terciptanya Word

of Mouth yang sempurna, yaitu:

1. Customers Do Talking, talking di sini maksudnya adalah perusahaan

berhasil membuat/menciptakan orang-orang membicarakan produk atau

jasa yang ditawarkan.

2. Customers Do Promoting, perusahaan dapat memperdayakan para

profitable talker agar dapat membicarakan produk atau jasa yang

ditawarkan secara positif.

3. Customers Do Selling, adalah pelanggan atau talker juga harus

mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku pada orang yang mereka ajak

bicara secara sukarela.

2.1.3 Keputusan Pembelian

2.1.3.1 Pengertian Keputusan Pembelian

Keinginan konsumen merupakan tolak ukur bagi sebuah perusahaan

dalam menciptakan atau mengembangkan sebuah produk. Perusahaan

mutlak memerlukan pendapat konsumen agar produknya laku di pasaran.

Yang harus diperhatikan adalah bahwa konsumen juga membuat beberapa

pertimbangan mengenai keputusan pembelian suatu barang.

Menurut Kotler dan Armstrong (2003:227), keputusan pembelian

adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana

(18)

kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan

mempergunakan barang yang ditawarkan.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli

konsumen secara amat rinci untuk menyatakan pertanyaan mengenai apa

yang dibeli konsumen, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli,

serta mengapa mereka membeli. Salah satu cara untuk membentuk hal

tersebut adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

pembelian.

Menurut Kotler dan Keller (2007:262), faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkah laku konsumen itu sendiri adalah budaya, sosial,

pribadi, dan psikologis.

Gambar 2.1.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Budaya Sosial Pribadi Psikologis

 Budaya

(19)

1. Faktor Budaya

a. Budaya. Budaya (culture) adalah kumpulan nilai dasar, persepsi,

keinginan, dan perilaku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari

keluarga dan institusi penting lainnya.

b. Sub budaya. Sub budaya (subculture) adalah kelompok masyarakat yang

berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi yang umum.

c. Kelas sosial. Kelas sosial (social class) adalah pembagian yang relatif dan

berjenjang dalam masyarakat dimana anggotanya berbagi nilai, minat, dan

perilaku yang sama.

2. Faktor Sosial

a. Kelompok. Kelompok (group) adalah dua atau lebih orang yang

berinteraksi untuk mencapai tujuan pribadi atau tujuan bersama.

b. Keluarga. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling

penting dalam masyarakat, seperti suami, istri dan anak-anak.

c. Peran dan status. Maksudnya peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan

dilakukan seseorang yang ada di sekitarnya. Setiap peran membawa status

yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat.

3. Faktor Pribadi

a. Usia dan tahap siklus hidup. Membeli juga dibentuk oleh siklus hidup

keluarga mengenai tahap-tahap yang mungkin dilalui keluarga sesuai

kedewasaanya. Dari usia muda, usia pertengahan dan usia tua.

(20)

c. Situasi ekonomi. Situasi ekonomi mempengaruhi pilihan produk.

Pemasaran produk yang peka terhadap pendapatan mengamati

kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat minat.

d. Gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksud adalah mengenai aktivitas

(pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga dan kegiatan sosial), minat (makanan,

mode, keluarga, rekreasi), dan opini (isu sosial, bisnis, produk).

e. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian (personality) mengacu pada

karakteristik psikologi unik seseorang yang menyebabkan respons yang

relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan orang itu sendiri.

4. Faktor Psikologis

a. Motivasi. Motivasi adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang

mendorong seseorang untuk mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.

b. Persepsi. Persepsi adalah proses dimana orang memilih, mengatur, dan

menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang

berarti.

c. Pembelajaran. Maksudnya adalah perubahan dalam perilaku seseorang

yang timbul dari pengalaman.

d. Keyakinan dan sikap. Keyakinan (belief) adalah pemikiran deskriptif

yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Sikap (attitude) adalah evaluasi,

perasaan, dan tendensi yang relatif konsisten dari seseorang terhadap sebuah

(21)

2.1.3.3 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Kotler dan Keller (2007:235) mengemukakan bahwa terdapat lima

tahap yang dilalui konsumen dalam proses pengambilan keputusan

pembelian:

Gambar 2.2

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen

Sumber: Kotler & Keller (2007)

Gambar diatas menunjukkan sebuah model berdasarkan tahapan keputusan

pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Proses ini terdiri atas:

1. Pengenalan Kebutuhan (Need Recognition)

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau

kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau

eksternal. Dalam kasus pertama yaitu pengenalan kebutuhan yang dicetuskan Pengenalan Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Keputusan Pembelian

(22)

seseorang untuk minum apabila kehausan mencapai ambang batas tertentu dan

hal ini mulai menjadi pendorong untuk mencari air minum. Dalam kasus kedua,

kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal. Seseorang bisa mengagumi

mobil baru rekan kerjanya yang memicu pemikiran tentang kemungkinan

melakukan pembelian. Para pemasar (marketer) perlu mengidentifikasi keadaan

yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari

sejumlah konsumen. Pemasar kemudian dapat menyusun strategi pemasaran

yang mampu memicu minat konsumen untuk membeli produknya.

2. Pencarian Informasi

Seorang konsumen yang terangsang akan terdorong untuk mencari

informasi yang lebih banyak. Pada level ini, konsumen mulai aktif untuk

mencari informasi: mencari bahan bacaan, menelepon temannya, mengunjungi

toko untuk mengetahui detail mengenai produk tertentu. Jumlah dan pengaruh

relatif sumber-sumber informasi itu berbeda-beda, tergantung pada kategori

produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen mendapatkan

sebagian besar informasi tentang produk tertentu dari sumber komersial yaitu

sumber yang didominasi oleh pemasar. Namun, informasi yang paling efektif

berasal dari sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan wewenang

independen.

3. Evaluasi Alternatif

Sikap konsumen terhadap sejumlah merek tertentu terbentuk melalui

beberapa prosedur evaluasi. Di tahap pengevaluasian, konsumen menyusun

(23)

ini pula, konsumen mulai mengevaluasi alternatif pembelian tergantung pada

konsumen itu sendiri dan situasi pembelian tertentu.

4. Keputusan Pembelian

Secara umum, keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang

paling disukai. Setelah melalui beberapa pertimbangan pada tahap evaluasi,

akhirnya konsumen melakukan keputusan pembelian. Keputusan pembelian

konsumen tentunya didasari oleh berbagai macam pertimbangan personal.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah melakukan keputusan pembelian, konsumen biasanya akan bereaksi

terhadap produk atau jasa yang dipilihnya. Inilah yang dinamakan perilaku

pasca pembelian. Perilaku konsumen setelah melakukan keputusan pembelian

dapat berupa reaksi positif ataupun negatif. Kedua hal ini tergantung kepada

tingkat kepuasan konsumen tersebut.

2.2 Hubungan Word of Mouth dengan Keputusan Pembelian

Jika dilihat secara fisik, kegiatan promosi Word of Mouth Communication

sangatlah sederhana dan terkadang diremehkan sebagai salah satu kiat jitu untuk

mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Faktanya, pada tahun 1995, Katz

dan Lazarsfeld (dalam Jin, Bloch dan Cameron, 2002:6) melakukan penelitian

tentang media terbaik untuk menemukan informasi. Katz dan Lazarsfeld

menemukan bahwa Word of Mouth merupakan sumber pengaruh terpenting dalam

(24)

empat kali lebih efektif dibandingkan dengan personal selling, dan dua kali lebih

efektif dibandingkan dengan iklan di radio.

Keputusan pembelian muncul ketika seorang konsumen yakin akan sebuah

produk yang akan dibelinya melalui proses pertimbangan-pertimbangan.

Wangenheim (2005) menyatakan bahwa Word of Mouth dapat mempengaruhi

perilaku, preferensi dan keinginan serta keputusan untuk membeli. Word of Mouth

dapat mempengaruhi keputusan pembelian apabila terdapat konsumen yang

membutuhkan rekomendasi orang lain yang dipercayainya mengenai suatu barang.

Respon yang datang dari si pemberi informasi (influencer) dapat berupa respon

positif atau respon negatif. Sesuai dengan respon yang diberikan, penanya akan

bereaksi terhadap jawaban tersebut yang akan mempengaruhi proses keputusan

pembeliannya di kemudian hari.

Word of Mouth cenderung dipercayai untuk mempengaruhi keputusan

pembelian karena berasal dari sumber yang dapat dipercayai dan jujur karena si

pemberi informasi bukan merupakan bagian dari perusahaan. Influencer biasanya

berasal dari kalangan keluarga, teman dekat, dan kolega yang dapat dipercaya.

Semakin sering frekuensi pembicaraan positif tentang suatu produk, maka akan

semakin meningkatkan keputusan konsumen dalam memilih produk tersebut.

Adapun gambar dari hubungan antara Word of Mouth Communication

(25)

Gambar 2.3

Hubungan Word Of Mouth Communication dan Keputusan Konsumen

Sumber: Peneliti (2016)

2.3 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu mengenai Pengaruh Word of Mouth

Communication adalah sebagai berikut:

1. Penelitian oleh Octaviantika Benazir Kumala (2012) berjudul

“Pengaruh Word of Mouth Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Tune

Hotels Kuta-Bali”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis

bagaimana pengaruh Word of Mouth terhadap minat beli konsumen pada

Tune Hotels Kuta-Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Word of Mouth

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli. Word of Mouth

mempengaruhi minat beli sebesar 56.3%, dan sisanya sebesar 43.7%

dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi

volume dan dispersi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

minat beli.

2. Penelitian oleh Teti Bethesda Sagala (2014) berjudul “Pengaruh Word

of Mouth Communication Terhadap Keputusan Konsumen

Menggunakan Jasa Lembaga Kursus Bahasa Inggris, Language and

Cultural Exchange (LCE) Medan. Penelitian ini bertujuan untuk Word of Mouth

Communication

(26)

mengetahui pengaruh Word of Mouth Communication terhadap

keputusan konsumen menggunakan jasa lembaga kursus Bahasa Inggris

Language and Cultural Exchange (LCE) Medan. Hasil penelitian

pengaruh Word of Mouth Communication terhadap keputusan

konsumen dalam menggunakan Jasa Lembaga Kursus Bahasa Inggris

Language and Cultural Exchange (LCE) Medan menunjukkan bahwa

variabel bebas, yaitu Word of Mouth Communication berpengaruh

positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen dalam

menggunakan Jasa Lembaga Kursus Bahasa Inggris Language and

Cultural Exchange. Hasil perhitungan statistik nilai R Square sebesar

0.23 berarti sebesar 23% tingkat keputusan konsumen menggunakan

jasa dapat dijelaskan oleh Word of Mouth Communication dan sisanya

77% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

3. Penelitian oleh Mufti Ulil Azmi Ihwani (2013) berjudul “Pengaruh

Word of Mouth Communication Terhadap Keputusan Santri Memilih

Pondok Pesantren (Survey pada Pondok Pesantren Anwar Futuhiyyah

Yogyakarta)”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang

positif dan signifikan antara Word of Mouth Communication dengan

keputusan santri memilih pesantren.

4. Penelitian oleh Risa Fadhila (2013) berjudul “Analisis pengaruh Word

of Mouth (WOM), Kualitas Layanan, Kualitas Produk, dan Lokasi

Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada Toko LEO Fashion

Karangjati –Kabupaten Semarang)”. Hasil penelitian ini menunjukkan

(27)

lokasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

keputusan pembelian pada Toko LEO Fashion Karangjati – Kabupaten

Semarang, baik secara parsial maupun simultan.

5. Penelitian oleh M. Ardiansyah (2010) berjudul “Analisis Karakteristik

yang Mempengaruhi Terciptanya Word of Mouth Pada Usaha Es Dawet

Cah Mbanjar Medan (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fisip USU)”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis deskriptif rata-rata

responden setuju karakteristik mempengaruhi Word of Mouth pada

Usaha Es Dawet Cah Mbanjar, sedangkan dari Analisis Kuantitatif

dengan metode regresi linear berganda, hasil penelitian menunjukkan

adanya pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel delight effect,

inspirational, dan satisfied, sedangkan variabel emotional reaction

berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap Word of

Mouth.

2.4Kerangka Konseptual

Dalam penulisan skripsi ini, terdapat dua variabel. Variabel tersebut

ialah Word of Mouth Communication dan keputusan pembelian konsumen.

Variabel keputusan pembelian konsumen disebut sebagai variabel dependen

(variabel terikat) dan Word of Mouth yang mempengaruhi minat beli

sebagai variabel independen (variabel bebas). Untuk lebih jelasnya dapat

(28)

1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai penyebab atau

pendahulu dari variabel variabel lain. Yang termasuk variabel bebas dalam

penelitian ini adalah Word of Mouth Communication dengan indikator

membicarakan, mendorong dan merekomendasikan.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang diduga atau dipengaruhi oleh variabel

yang mendahuluinya. Yang termasuk variabel terikat dalam penelitian ini

adalah keputusan konsumen dengan indikator pengenalan kebutuhan,

pencarian informasi, informasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku

pasca pembelian.

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen
Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menampilkan Webapps ada dua pilihan untuk membukanya, pilihan pertama seperti berikut, buka browser http://tanahair.indonesia.go.id/portal/landingpage , kemudian

Dewan Pengurus Pusat HPJI bekerja sama dengan Dewan Pengurus Daerah HPJI Provinsi Sulawesi Selatan dan PIARC/World Road Association akan mengadakan Konferensi Regional Teknik

(2) Masa jabatan wakil direktur sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) selama 4 (empat) tahun dan dapat

Buyer acknowledges and agrees that it is solely responsible for compliance with all legal, regulatory and safety-related requirements concerning its products, and any use of

Panitia telah melakukan evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi terhadap 2 (dua) calon perusahaan yang diusulkan sebagai calon pemenang, serta

2014 melalui pelelangan sederhana pasca kualifikasi metode satu sampul yang bertempat di Ruang Bidang KS-PK Perwakilan BKKBN Provinsi Banten pukul 08.30 WIB s.d selesai

Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut diatas sesuai dengan syarat -syarat yang telah ditentukan dalam dokumen lelang. Demikian Pengumuman ini disampaikan untuk diketahui dan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia jasa yang memenuhi persyaratan Bidang Jasa Keamanan dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada Layanan Pengadaan