• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416 Pid.Sus 2015 PN.Sgl)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416 Pid.Sus 2015 PN.Sgl)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA

A. Ditinjau Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan

hidup dan kehidupannya.32

1. Memaksa wanita untuk bersetubuh dengan dia di luar pernikahan. Kata setiap orang yang disebutkan dalam pasal 28A

mengartikan semua orang tanpa terkecuali, seorang anak juga memiliki hak yang

sama seperti hal nya orang dewasa.

Menjamin hak anak untuk menjalani kehidupannya maka diaturlah

mengenai pengaturan tentang kekerasan seksual di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana. Tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam BAB XIV BUKU

II KUHP, yaitu yang berhubungan erat dengan kejahatan terhadap badan, sebab

kejahatan ini dapat menimbulkan bahaya terhadap badan maupun jiwa orang lain.

Jadi perbuatan tindak pidana kekerasan seksual dalam KUHP, yaitu;

2. Memperkosa wanita, padahal diketahui wanita tersebut dalam keadaan

pingsan atau tidak berdaya.

3. Bersetubuh dengan perempuan yang masih dibawah umur (belum 15

tahun atau belum masanya buat kawin).

4. Bersetubuh dengan istri yang masih dibawah umur dan mengakibatkan

luka, luka berat atau meninggal dunia.

32

(2)

5. Memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul.

6. Melakukan perbuatan cabul, padahal diketahui wanita tersebut dalam

keadaan pingsan atau tidak berdaya.

7. Melakukan perbuatan cabul dengan seorang, yang masih dibawah

umur (belum 15 tahun atau belum masanya buat kawin).

8. Melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang berjenis

kelaminnya sama.

9. Memberi atau menjanjikan uang atau barang untuk melakukan

perbuatan cabul dengan yang masih di bawah umur.

10.Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak

angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur.

11.Menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul.

12.Menjadikan mata pencaharian dengan menghubungkan atau

memudahkan dilakukannya perbuatan cabul.

Adapun Pengaturan hukum tindak pidana kekerasan seksual dalam KUHP:

1. Pasal 285 KUHP

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, di hukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.

a. Yang di ancam hukuman dalam pasal ini ialah dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya untuk

bersetubuh dengan dia. Pembuat undang-undang ternyata menganggap

tidak perlu untuk menentukan hukuman bagi perempuan yang memaksa

untuk bersetubuh, bukankah semata-mata oleh karenapaksaan oleh

(3)

akan tetapi justru karena perbuatan itu bagi laki-laki di pandang tidak

mengakibatkan sesuatu yang buruk atau yang merugikan. Bukankah

seorang perempuan ada bahaya untuk melahirkan anak, oleh karena itu

seorang perempuan yang dipaksademikian rupa, sehingga tak dapat

melawan lagi dan terpaksa mau melakukan persetubuhan itu, masuk

pula dalam pasal ini “persetubuhan” harus benar-benar dilakukan

(persetubuhan, adalah panduan antara anggota kemaluan laki-laki

dengan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi

anggota laki-laki harus masuk kedalam anggota perempuan, sehingga

mengeluarkan mani sesuai dengan Arrest Hoge Raad 5 Pebuari 1912

(w.9292)). Apabila tidak, mungkin dapat dikenakan pasal 289 yang

mengatakan tentang “perbuatan cabul”.33

b. Melakukan kekerasan artinya : mempergunakan tenaga atau kekuatan

jasmani tidak kecil secara tidak syah, misalnya memukul dengan tangan,

atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dsb.34

2. Pasal 286 KUHP

Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya sedang

diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara

selama-lamanya Sembilan tahun.

a. Pingsan, artinya “tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya”, umpamanya

member minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya

33

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1994), hlm. 210

34Ibid

(4)

tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang

terjadi pada dirinya.35

b. Tidak berdaya, artinya tidak mempunyai kekuatan atautenaga sama sekali,

sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya

mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar,

memberikan suntikan sehingga orang itu lumpuh. Orang yang tidak

berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Perlu

dicatat disini bahwa mengancam orang dengan akan membuat orang itu

pingsan atau tidak berdaya itu tidak boleh disamakan dengan “mengancam

dengan kekerasan”, sebab dalam pasal ini hanya mengatakan tentang

“melakukan kekerasan”, bukan membicarakan tentang “kekerasan”, atau

“ancaman kekerasan”.36

c. Perempuan yang sedang tidur nyenyak tidak masuk dalam pasal ini

d. Pingsan dan tidak berdayanya perempuan itu bukan perbuatan sipelanggar

sendiri, maka ia dapat dikenakan pasal 285 KUHP

e. Perempuan itu harus bukan isterinya, jika terhadap isterinya sendiri tidak

dikenakan pasal ini.

3. Pasal 287 KUHP

(1) Barangsiapa besetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya,

sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu

belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu

belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.

35Ibid

.

36Ibid

(5)

(2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduian, kecuali kalau

umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang

pada pasal 291 dan 294 (K.U.H.P 37, 72, 288, 291, 294, 298).

a. Perempuan itu harus bukan isterinya, jika terhadap isterinya sendiri

mungkin dapat dikenakan pasal 288, akan tetapipersetunuhan itu harus

berakibat luka pada tubuh perempuan tersebut.

b. “Persetubuhan” harus benar-benar dilakukan, apabila belum sampai

demikian mungkin perbuatan itu dapat dikenakan pasal 290 sub.2

c. Sipelanggar harus mengetahui atau patut dapat menyangka, bahwa

perempuan itu belum cukup berumur 15 tahun, atau bila umur ini tidak

nyata, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin.

d. Peristiwa ini adalah delik aduan, kecuali apabila umur perempuan itu

belum cukup 12 tahun, atau peristiwa ini berakibat luka berat atau mati.

Dalam hal ini tidak dinyatakan siapakah yang berhak mengajukan

pengaduan itu, dianggap bahwa yang berhak itu adalah perempuan yang

menderita itu.37

4. Pasal 289 KUHP

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul,

dihukum karena merusakkan kesopanan deg=ngan hukuman penjara

selama-lamanya sembilan tahun.

37Ibid

(6)

a. Yang dimaksudkan dengan perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang

melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu

dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman,

meraba-raba anggota kemaluan, memeraba-raba-meraba-raba buah dada, dsb.

persetubuhan masuk pula dalam pengertian perbuatan cabul, akan tetapi

dalam undang-undang disebutkan sendiri.38

b. Yang dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk

melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan

dilakukannya para dirinya perbuatan cabul.

c. Tentang kekerasan lihat pasal 89

5. Pasal 290 KUHP

Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :

1e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang

diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.

2e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang

diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum

cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu

belum masanya buat kawin.

3e. Barangsiapa membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau

patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup masanya

buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukannya pada dirinya

38Ibid

(7)

perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada

kawin.

Pasal ini mengatakan tentang “berbuat cabul”. Isinya hampir sama dengan

pasal 286 dan 287 hanya kedua pasal ini menghendaki nyata-nyata persetubuhan.

Menurut pasal ini dapat dihukum juga :

a. Orang yang membujuk atau menggoda (verleiden) seseorang yang

umurnya belumcukup 15 tahun atau belum masanya dikawin untuk

melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbutan cabul.

b. Orang yang membujuk atau menggoda (verleiden) seseorang (laki-laki

atau perempuan) yang belum cukup umur 15 tahun atau belum

masanya untuj dikawin untuk bersetubuh dengan orang lain di luar

nikah.

Persetubuhan dilakukan oleh seseorang perempuan berumur 35 tahun

dengan seorang pemuda berumur 13 tahun dapat dipandang melakukan

perbuatan cabul pada pemuda itu dan dapat dikenakan pasal ini.

6. Pasal 291 KUHP

(1) Kalau salah satu kejahatan yang di terangkan dalam pasal 286, 287,

289, dan 290 itu menyebabkan luka berat pada tubuh, dijatuhkan hukuman

penjara selama-lamanya dua belas tahun.

(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286,

287, 289, dan 290 itu menyebabkan orang mati, dijatuhkan hukuman

(8)

Luka berat atau luka parah ialah antara lain39

a. Penyakit atau luka yang tak boleh diharap akan sembuh lagi dengan

sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut. Jadi luka atau sakit

bagaimana besarnya, jika dapat sembuh kembali dengan sempurna dan

tidak mendatangkan bahaya maut itu bukanlah luka berat. :

b. Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan. Kalau

hanya buat sementara saja bolehnya tidak cakap melakukan pekerjaannya

itu tidak masuk luka berat. Penyanyi misalnya jika rusak

kerongkongannya, sehingga tidak dapat menyanyi selama-lamanya itu

masuk luka berat.

c. Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu panca indra. Panca indra =

pengelihatan, pencium, pendengaran, rasa lidah, rasa kulit. Orang yang

menjadi buta satu mata atau tuli satu telinga, belum masuk kedalam

pengertian ini, karena dengan mata dan telingayang lain ia masih dapat

melihat dan mendengar.

d. Kudung (rompong) dalam teks bahasa belanda nya “verminking”, cacad

sehingga jelek rupanya, karena ada suatu anggota badan yang putus,

misalnya hidungnya rompong, daun telinganya teriris putus, jari tangan

atau kakinya putus, dsb.

e. Lumpuh (verlamming) artinya tidak bisa menggerakan anggota badannya.

f. Berobah pikiran lebih dari empat minggu. Pikirannya terganggu, kacau,

tidak dapat memikir lagi dengan normal, semua itu lamanya harus lebih

39Ibid

(9)

dari empat minggu, jika kurang, tidak masuk kedalam pengertian luka

berat.

g. Menggugurkan atau membunuh anak kandungan ibu.

7. Pasal 292 KUHP

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum

dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus

disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

a. Yang dimaksud dewasa seseorang telah berumur 21 tahun atau belum

berumur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah kawin.

b. Jenis kelamin yang sama = laki-laki dengan laki-laki atau perempuan

dengan perempuan.

8. Pasal 293 KUHP

(1) Barang siapa dengan mempergunakan hadiah atau menjanjikan akan

memberi uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang

berkelebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya

ada atau dengan tipu, sengaja membujuk orang yang belum dewasa yang tidak

bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum

dewasanya, akan melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan

dilakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, dihukum penjara

sealama-lamanya lima tahun.

(2) penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang di kenal

(10)

(3) Tempo yang tersebut dalam pasal 74, ditentukan buat satu-satu

pengaduan ini ialah 9 dan 12 bulan.

Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah40

a. Sengaja membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan

dia atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada dirinya. :

b. Membujuknya itu dengan mempergunakan :

b 1. Hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang,

b 2. Pengaruh yang berlebih-lebihan yang ada disebabkan oleh

perhubungan yang sesungguhnya ada,

b 3. Tipu.

c. Orang yang dibujuk itu harus belum dewasa dan tidak bercacat

kelakuannya, ini harus diketahui atau patut dapat disangka oleh yang

membujuk.

Membujuk adalah usaha supaya orang menuruti kehendak yang

membujuk, bukan memaksa.

Tidak bercacat kelakuannya = hanya mengenai kelakuan dalam hal

seksuil, membujuk seorang pelacur, meskipun belum dewasa, tidak masuk

disini, karena pelacur sudah bercacat kelakuannya dalam lapangan seksuil.

9. Pasal 294 KUHP

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum

dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan orang

40Ibid

(11)

yang belum dewasadipercajakan, atau orang seebawahnya yang belum dewasa,

dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

(2) Dengan hukuman yang serupa dihukum :

Ke-1.Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di

bawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakannya, atau

diserahkan padanya untuk dijaga.

Ke-2.Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor (opzichter) atau bujang dalam

penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri

(landswerkinrichting), rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah

sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang

yang ditempatkan disitu.

Dalam ayat (1) dapat dikenakan pula misalnya, mamak (paman dari garis

ibu), ditanah minangkabauyang menurut adatmenjabat sebagai kepala rumah

keluarga, dan menjalankan kekuasaan orang tua, segala macam guru, misalnya

guru ngaji, guru olah raga, instruktur, dsb. Tidak perlu perbuatan itu dilakukan

selama jam mengajar.

Ayat (1) menyebutkan semua terhadap orang yang belum dewasa, sedang

ayat (2) dapat pula mengenai orang dewasa.41

10.Pasal 295 KUHP

(1) Dihukum :

41Ibid

(12)

Ke-1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa

dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul yang

dikerjakan oleh anaknya, anak tirinya, atau anak angkatnya yag belum

dewasa, oleh anak dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa

yang diserahkan padanya supaya dipeliharanya, dididiknya atau

dijaganya atau bujangnya yang dibawah umur atau orang yang

dibawahnya dengan orang lain.

Ke-2. Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, barangsiapa

yang dengan sengaja, diluar hal-hal yang tersebut pada Ke-1,

menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain

yang dikerjakan oleh orang belum dewasa yang diketahuinya atau

patut disangkanya, bahwa ia ada belum dewasa.

(2) Kalau melakukan kejahatan itu oleh yang bersalah dijalankan sebagai

pencahariannya atau kebiasaannya, maka hukuman itu dapat ditambah dengan

sepertiganya.

Semua dalam pasal ini disebutkan perbuatan cabul (termasuk pula

bersetubuh) oleh orang-orang yang belum dewasa. Jika dilakukan oleh orang

dewasa, mungkin dikenakan pasal 296. Jika kejahatan itu dijadikan

pencahariannya atau kebiasaannya, maka ancaman hukumannya di tambah.

(pencahariannya = jika dalam hal itu ada pembayarannya), (kebiasaannya = jika

(13)

11.Pasal 296 KUHP

Barangsiapa yang pencahariannya atau kebiasannya yaitu dengan sengaja

mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum

penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp 15.000.

a. Pasal ini gunanya untuk memberantas orang-orang yang mengadakan

bordil-bordil atau tempat-tempat pelacuran yang banyak terdapat di

kota-kota besar.

b. Supaya dapat dihukum harus dibuktikan,bahwa perbuatan itu menjadi

pencahariannya (dengan pembayaran) atau kebiasaannya (lebih dari satu

kali).

c. Yang didapat dikenakan pasal ini misalnya orang menyediakan rumah atau

kamarnya (dengan pembayaran atau lebih dari satu kali) kepada

perempuan dan laki-laki untuk melacur (bersetubuh atau melepaskan nafsu

kelaminnya dengan jalan lain) disitu biasanya untuk itu disediakan pula

tempat tidur.

Orang yang menyewakan rumah kepada seorang perempuan yang

kebetulan seorang pelacur dan tidak berhubungan dengan dia, melakukan

pelacuran dirumah itu, tidak dikenakan pasal ini, oleh karena orang itu

tidak ada maksud sama sekali untuk mengadakan atau memudahkan

perbuatan cabul, niatnya hanya menyewakan rumah.42

42Ibid

(14)

12.Pasal 297 KUHP

Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum

dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.

a. Yang dimaksud dengan memperniagakan atau perdagangan perempuan

ialah melakukan perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan

perempuan guna pelacuran. Masuk pula disini mereka yang biasanya

mencari perempuan-perempuan muda untuk dikirim keluar negeri yang

maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran.43

b. Menurut pasal ini maka pasal 253, 256, 257, dan 260 berlaku juga, jika

perdagangan orang laki-laki tetapi laki-laki yang belum dewasa.

13.Pasal 298 KUHP

(1) Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasl 281, 284-290, dan 292-297, maka dijatuhkan hukuman

pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-5.

(2) kalau sitersalah melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan

dalam pasal 292-297 dalam pekerjaannya, dapat ia dipecat dari pekerjaannya itu.

14.Pasal 299 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau

mengerjakan sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan atau mengerjakan

43Ibid

(15)

sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan atau

menimbulkan pengharapan, bahwa oleh karena itu dapat gugur kandungannya,

dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya

Rp 45.000,-

(2) Kalau sitersalah mengerjakan itu karena mengharapkan keuntungan,

dari pekerjaannya atau kebiasaannya dalam melakukan kejahatan itu, atau kalau ia

seorang tabib, dukun beranak (bidan), atau tukang membuat obat, hukuman itu,

dapat ditambah dengan sepertiganya.

(3) Kalau sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dapat ia

dipecat dari pekerjaannya itu

Dalam pasal ini kiranya perlu pula dibuktikan bahwa perempuan itu

betul-betul mengandung, akan tetapi tidak diminta, bahwa kandungan itu betul-betul-betul-betul

gugur atau mati karena pengobatan. (sengaja menggugurkan kandungan

kandungan diancam hukuman pasal 48). Sudah cukupapabila orang itu sengaja

mengobati atau mengerjakan perbuatan pada perempuan dengan memberitahukan

atau menimbulkan pengharapan, bahwa dengan itu dapat terganggu (gugur, mati,

hilang) kandungannya. Jadi yang perlu dibuktikan adalah tentang pemberitahuan

atau penimbulan harapan tersebut.44

Jika dalam hal itu salah dikira, bahwa perempuan itu hamil, maka orang

yang mengerjakannya itu tidak dapat dihukum, oleh karena tidak ada kandungan

yang di ganggu. Kejahatan dalam pasal ini menjadi selesai, Segera sesudah

44Ibid

(16)

dimulai dengan obat itu telah diberikan, pemijatan telah dilakukan, jika hal itu

telah diberitahukan atau telah menimbulkan harapan, bahwa kandungan itu dapat

digugurkan.

Seorang wanita merasa mengandung karena tidak mempunyai suami

merasa malu dan ingin menghilangkan kandungan itu. Ia pergi kepada dokter dan

menceritakan maksudnya itu. Sudah barang tentu dokter itu tidak akan

melaksanakan maksudnya itu, karena ini suatu perbuatan yang dicela dan dapat

dihukum, akan tetapi untuk mengajar wanita itu ia pura-pura sanggup dan

memberitahukan pil-pil kepadanya. Main lama kandungan wanita itu tidak tidak

menjadi hilang, akan tetapi perutnya tetap menjadi besar, karena dengan tidak

diketahui oleh wanita itu, pil-pil yang diberikan oleh dokter tadi memang sengaja

hanya pil vitamin saja. Dapatkah dokter itu dihukum menurut pasal ini ? memang

betull semua elemen-elemen dari pasal ini telah dipenuhi, ialah sengaja mengobati

wanita dengan menimbulkan pengharapan, bahwa kandungannya dapat gugur,

akan tetapi tidak dapat dihukum, oleh karena sifat melawan hukum yang

diperlukan bagi tiap-tiap peristiwa pidana disini tidak ada. Bukankah tindakan

dokter disini tidak sekali-kali dimaksud untuk melanggar hukum, bahkan ia

bermaksud untuk melindungi kandungan itu.

Menurut ayat (2) maka ancaman hukumnya diperberat, apabila perbuatan

itu dilakukan :

a. Karena mencari untung ; atau

b. Sebagai pekerjaannya sehari-hari atau sebagai kebiasaan ; dan

(17)

Seorang dokter yang menggugurkan kandungan atau mengobati agar

kandungan menjadi gugur, berdasarkan atas ilmu pengobatan untuk memelihara

kesehatan atau menolong jiwa perempuan itu tidak dihukum.

A. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

1. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Yang di maksud dengan “kekerasan dalam rumah tangga” dalam Pasal 1

Poin 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk

melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

hukum dalam lingkup rumah tangga.

Adapun ruang lingkup rumah tangga berdasarkan Pasal 2 Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,

meliputi :

1) Suami, isteri, dan anak;

2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan sebagaimana

dimaksud pada angka (1) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,

pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah

tangga tersebut (dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu

(18)

Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ini yang dimaksud dengan anak dalam

ketentuan ini adalah termasuk juga anak angkat dan anak tiri, sedangkan yang

dimaksud dengan hubungan perkawinan dalam ketentuan ini, misalnya mertua,

mantu, ipar, dan besan.

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap

lingkup rumah tangganya sebagaimana diatur dalam Pasal 5, dengan cara :

1) Kekerasan fisik, merupakan perbuatan yang mengakibatkan, jatuh

sakit, atau luka berat (Pasal 6).

kekerasan fisik itu dapat berupa dorongan, cubitan, tendangan,

pukulan, cekikan, luka bakar, pemukulan dengan alat pukul,

siraman zat kimia atau air panas, kekerasan dengan benda tajam,

dan lain-lainnya. Pada pemeriksaan terhadap korban akibat

kekerasan fisik maka yang dinilai sebagai akibat penganiayaan

adalah bila didapati perlukaan yang bukan karena kecelakaan pada

korban. Bekas luka itu dapat diakibatkan oleh suatu kejadian

kekerasan yang tunggal atau berulang, dari yang ringan hingga

fatal.45

2) Kekerasan psikis/psikologi, adalah perbuatan yang mengakibatkan

ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan

untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis

berat pada seseorang (Pasal7).

45

(19)

Pada kekerasan psikis/psikologi, sebenarnya dampak yang

dirasakan lebih menyakitkan dari pada kekerasan fisik, bentuk

tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivisme

emosi seseorang sangat bervariasi. Indentifikasi akibat yang timbul

pada kekerasan psikis sulit untuk diukur.

3) Kekerasan seksual, meliputi pemaksaan hubungan seksual yang

dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah

tangga tersebut, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah

seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk

tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8).

Yang dimaksud dengan kekerasan seksual (Dalam penjelasan

Pasal 8) adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan

seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk

tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

4) Penelantaran rumah tangga, dalam Pasal 9 menyebutkan bahwa

setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam ruang lingkup

rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya

atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan

kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan terhadap orang tersebut,

penelantaran ini juga berlaku bagi setiap orang yang

mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi

dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar

rumah tangga sehingga korban berada di bawah kendali orang

(20)

2. Ketentuan Sanksi Pidana dan Pemberatannya Dalam Tindak Pidana Perkosaan Dalam Rumah Tangga

Undang-undang no 24 tahun 2004 tidak mengenal tindak pidana yang

berupa persetubuhan secara paksa atau perbuatan cabul secara paksa. Pembuat

undang-undang menetapkan perbuatan perkosaan atau perbuatan cabul sebagai

kekerasan seksual sehingga pengertiannya lebih luas dari pada keduanya tersebut.

Kekerasan seksual itu merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku

seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak

korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. adanya kekerasan seksual

yang terjadi, maka penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang

membutuhkan perhatian.46

46

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm. 32

Di dalam pasal 46 menyebutkan bahwa “setiap orang yang melakukan

perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf (a)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda

paling banyak Rp. 36.000.000,- (tiga puluh enak juta rupiah)”.

Pasal 47 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang memaksa orang yang

menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda

paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak

(21)

Adapun berdasarkan Pasal 48 menyebutkan bahwa Dalam hal perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban

mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami

gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang kurangnya selama 4 (empat) minggu

terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin

dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, di

pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara

paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua

puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah).

Selain sanksi pidana pokok, dalam hal kekerasan dalam rumah tangga baik

kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga, hakim dapat

menjatuhkan sanksi pidana tambahan berdasarkan pasal 50 yang menyebutkan

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan

pidana tambahan berupa :

1) pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku

dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak

tertentu dari pelaku;

2) penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan

(22)

3. Perlindungan Hukum Dalam Hal Mengenai Tindak Pidana Perkosaan Yang Dilakukan Ayah Terhadap Anaknya.

Dalam hal korban korban (orang yang mengalami kekerasan dan/atau

ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga) maka berdasarkan pasal 26

menyebutkan bahwa korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam

rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat

kejadian perkara, hal pelaporan atas kekerasan dalam rumah tangga kepada

kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara dapat

dilakukan oleh keluarga atau orang lain, dengan ketentuan bahwa korban

memberikan kuasa (baik lisan atau tulisan).

Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh

orang tua, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

mengenai perihal alat pembuktian dalam perkara dlam perkara kekerasan dalam

rumah tangga ini berdasarkan Pasal 55 menyebutkan bahwa sebagai salah satu

alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk

membuktikan terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah

lainnya, dimana alat bukti yang sah lainnya dalam kekerasan seksual yang

dilakukan selain dari suami-isteri adalah pengakuan terdakwa.

Tindak pidana perkosaan (kekerasan seksual) yang dilakukan ayah

terhadap anaknya sendiri tidak membedakan usia anak, karena pengertian anak

disini tidak diatur secara tegas apakah dilihat dari segi usia atau tidak, namun jika

dilihat dalam penjelasan Pasal 2 menyebutkan bahwa yang dimaksud anak dalam

(23)

mempersalahkan usia anak tersebut seperti pengertian anak dalam peraturan

perundang-undangan lainnya yang membatasi usia anak, dalam undang-undang

ini yang terpenting adalah anak tersebut masih dalam ruang lingkup rumah

tangga.

Ada yang membedakan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan

suami terhadap isterinya atau sebaliknya merupakan delik aduan (berdasarkan

Pasal 53), sedangkan tindak pidana perkosaan yang dilakukan diluar suami

terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik biasa.

B. undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 jo.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014Tentang Perlindungan Anak.

1. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Bentuk-bentuk kekerasan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 meliputi

kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Undang-undang tidak memberikan secara

tegas definisi tentang kekerasan dan bentuk-bentuk kekerasan itu sendiri. Abuse

adalah kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan, penganiayaan,

penyiksaan, atau perlakuan yang salah.

Richard J. Gelles dalam Encyclopedia Article from Encarta mengartikan

Child Abuse sebagai berikut :

“International acts resukt in physical or emotional harm to children.

(24)

physical assault by parents or other adult caretakers to neglect at a

child’s basic needs”

(kekerasan terhadap anak adalah perbuatan yang disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam bentuk tingkah-laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya, sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar dasar anak).47

1) Kekerasan anak secara fisik (physical abuse), adalah penyiksaan,

pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau

tanpamenggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan

luka-luka fisik atau kematian pada anak. bentuk luka-luka dapat berupa lecet atau

memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas

gigitan, cubita, ikat pingganng, atau rotan. Dapat pula berupa luka

bakar akibat bensin panas atau berpola seperti sunutan rokok atau

setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan di daerah paha, lengan, mulut,

pipi, dada , perut, punggung, atau daerah bokong. Terjadinya

kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh

tingkah-laku anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti anak nakal, sering Suharto mengelompokan child abuse menjadi : physical abuse (kekerasan

fisik), psychological abuse (kekerasan secara psikologis), sexual abuse (kekerasan

seksual), dan social abuse (kekerasan secara sosial).

Keempat bentuk child abuse ini dijelaskan sebagai berikut ;

47

(25)

menangis, minta jajan, buang air, atau muntah di sembarang tempat,

memecahkan barang berharga;

2) Kekerasan anak secara psikis (psychological abuse), meliputi

penghardikan, penyampaian kata-kata kasar atau kotor,

memperlihatkan buku, gambar, film pornografi pada anak. anak yang

mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukan gejala perilaku

seperti menarik diri, pemalu, takut keluar rumah, dan takut bertemu

orang lain;

3) Kekerasan anak secara seksual (sexual abuse), dapat berupa perlakuan

kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui

kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan

kontak seksual secara langsung antara anak dan orang dewasa (incest,

perkosaan, eksploitasi seksual);

4) Kekerasan secara social, dapat mencakup penelantaran anak dan

eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap perlakuan orang tua

yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh

kembang anak. Misalnya anak dasingkan dari keluarga, dikucilkan,

atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.

Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan

sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau

masyarakat. Sebagai contoh memaksa anak untuk melakukan sesuatu

demi kepentingan ekonomi, social, atau politik tanpa memperhatikan

hak-hak anakuntuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan

(26)

di pabrik dengan upah yang rendah atau tanpa alat yang memadai,

dipaksa melakukan pekerjaan berat yang melebihi batas

kemampuannya.

Menurut Resna dan Darmawan, tindakan kekerasan seksual terhadap anak

dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu :48

1) Perkosaan. Pelaku perkosaan yang biasanya dilakukan oleh pria,

biasanya terjadi pada suatu saat dimana pelaku lebih dahulu

mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Jika

anak diperiksa dengan segera setelah perkosaan, maka bukti fisik dapat

ditemukan seperti air mata, darah, dan luka memar yang merupakan

penemuan mengejutkan dari penemuan akut suatu penganiayaan.

Apabila terdapat kasus perkosaan dengan kekerasan terhadap anak

akan merupakan suatu resiko terbesar karena pengeniayaan sering

berdampak pada emosi yang tidak stabil.

2) Incest. Didefinisikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual

lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yaitu

perkawinan di antara mereka dilarang oleh hukum maupun adat. Incest

biasanya terjadi dalam waktu yang lama dan sering menyangkut suatu

proses terkondisi.

3) Eksploitasi. Eksploitasi secara seksual meliputiprostitusi dan

pornografi, dan hal ini cukup unik karena meliputi suatu kelompok

secara berpartisipasi, hal ini dapat terjadi sebagai sebuah keluarga atau

48Ibid

(27)

di luar rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan

dengan anak-anak dan merupakan suatu lingkungan seksual. Pada

beberapa kasus ini meliputi keluarga-keluarga, seluruh keluarga ibu,

ayah, dan anak-anak dapat terlibat dan anak-anak harus dilindungi dan

dipindahkan dari situasi rumah, hal ini merupakan situasi patologi

dimana kedua orang tua sering terlibat kegiatan seksual dengan

anak-anak dan mempergunakan anak-anak-anak-anaknya untuk prostitusi atau untuk

pornografi.

2. Ketentuan Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Perlindungan Anak

Pada Pasal 76 D, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2014, menyebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau

ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau

dengan orang lain. 49

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula

bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,

menyebutkan tentang sanksi pidana 76 D :

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

49

(28)

kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau

dengan orang lain.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga

kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pasal ini, antara lain :

1) Setiap orang.

Dalam undang-undang ini ‘setiap orang’ yang dimaksud adalah orang

perseorangan atau korporasi;

2) Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Dalam melakukan persetubuhan, terdakwa melakukan kekerasan atau

ancaman demi memuluskan perbuatannya, bentuk konkret kekerasan

itu misalnya dengan memukul, menendang, menusuk dengan pisau,

dan lain sebagainya, sedangkan ancaman kekerasan itu merupakan

ancaman kekerasan fisik yang didapat berupa perbuatan persiapan

untuk dilakukan perbuatan fisik yang berupa kekerasan yang ditujukan

pada korban guna memudahkan melakukan suatu perbuatan;

3) Memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya. Pengertian

memaksa dsisini merupakan suatu perbuatan untuk menekan kehendak

orang lain agar orang tersebut menerima kehendak terdakwa dalam

(29)

undang-undang ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan.

Pada Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2014, menyebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau

ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian

kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan

perbuatan cabul.”

Pada Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2014, menyebutkan tentang sanksi pidana 76 E :

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga

kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

Ada kesamaan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 76 D dan Pasal 76 E

Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014 dengan Pasal 285 dan Pasal 289 KUHP,

dimana unsur-unsur tersebut adalah adanya unsur “ancaman kekerasan atau

kekerasan” dan unsur “memaksa”. Namun yang membedakannya adalah

(30)

ini, mengingat dalam pasal 285 dan Pasal 289 KUHP tidak terdapat unsur

kesengajaan dalam pasal tersebut.

Pasal 76 I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,

menyebutkan bahwa, “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,

melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara

ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.”

Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,

menyebutkan tentang sanksi pidana Pasal 76 I, “Setiap Orang yang melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ataupun Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2014 tidak memberikan definisi apa itu kesengajaan, namun dalam

doktrin hukum pidana dikenal ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu :

1) Kesengajaan sebagai maksud/tujuan, dimana bentuk kesengajaan ini

sama artinya dengan menghendaki (willens) untuk mewujudkan suatu

perbuatan (tindak pidana aktif), menghendaki untuk tidak berbuat atau

melalaikan kewajiban hukum (tindak pidana pasif), dan atau juga

menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan itu (tindak pidana

materiil);

2) Kesengajaan sebagai kemungkinan, merupakan kesengajaan untuk

(31)

mungkin dapat timbul yang tidak ia inginkan dari perbuatan, namun

begitu besarnya kehendak untuk mewujudkan perbuatan tersebut, ia

tidak mundur dan siap mengambil resiko untuk melakukan perbuatan

tersebut;

3) Kesengajaan sebagai kepastian, adalah kesadaran seseorang terhadap

suatu akibat yang menurut akal orang pada umumnya pasti terjadi oleh

dilakukannya suatu perbuatan tertentu.

Dalam Pasal 1 point (1) Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014 yang

dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dengan kata lain anak disini

tidak membedakan jenis kelaminnya, apakah anak tersebut merupakan anak

angkat, anak kandung, anak tiri, ataupun anak yang berada dibawah

kepengawasannya.

Dengan demikian pembuat Undang-Undang telah menetapkan ketentuan

sanksi yang sama terhadap tindak pidana perkosaan yang dilakukan ayah terhadap

anak kandungnya, dengan perkosaan yang dilakukan dengan “setiap orang” yang

tidak mempunyai hubungan darah atau keluarga dengan korban. Karena pembuat

Undang-Undang menganggap perbuatan tersebut sama dan bukanlah sebagai

pemberatan dalam ketentuan sanksi pidananya yang telah ditetapkan.

3. Perlindungan Khusus Terhadap Anak

Perlindungan anak dalam undang-undang nomor 35 tahun 2014 jo.

(32)

kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskrimasi.

Pada Pasal 13 undang-undang nomor 35 tahun 2014 jo. Undang-undang

nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak beserta penjelasannya

menyebutkan, bahwa setiap anak yang selama dalam pengasuhan orang tua, wali,

atau pihak manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat

perlindungan dari perlakuan:50

1) Diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda-bedakan suku,

agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status

hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental;

2) Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, misalnya tindakan atau

perbuatan memperaklat, memanfaatkan, memeras anak untuk

memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan;

3) Penelantaran, misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan

sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak

sebagaimana mestinya;

4) Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan. Perlakuan yang kejam,

misalnya tindakan atau perbuatan secara zalim, keji, bengis, atau tidak

menaris belas kasihan kepada anak. perlakuan kekerasan dan

50

(33)

penganiayaan, misalnya perbuatan melukai dan/atau menciderai anak,

dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial;

5) Keadilan. Perlakuan ketidakadilan, misalnya tindakan memihak antara

anak yang satu dengan anak yang lainnya, atau kesewenang-wenangan

terhadap anak; dan

6) Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan

tidak senonoh kepada anak.

Adapun perlindungan yang diberikan bagi korban perkosaan (kekerasan

seksual) berupa perlindungan khusus, dimana dalam Pasal 59 undang-undang

nomor 35 tahun 2014 jo. undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak menyebutkan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya

berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus

kepada anak. Perlindungan Khusus kepada anak sebagaimana dimaksud di

berikan kepada: 51

a) Anak dalam situasi darurat

b) Anak yang berhadapan dengan hukum; c) Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;

d) Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

e) Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;

f) Anak yang menjadi korban pornografi; g) Anak dengan HIV/AIDS;

h) Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; i) Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;

j) Anak korban kejahatan seksual; k) Anak korban jaringan terorisme; l) Anak Penyandang Disabilitas;

m) Anak korban perlakuan salah dan penelantaran; n) Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan

51

(34)

o) Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.

Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 59 diatas, meliputi kekerasan fisik, mental, dan seksual, dilakukan

melalui upaya :

1) Penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan

perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan ; dan

2) Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

Perlindungan khusus ini juga berlaku bagi setiap orang yang

menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Pengadaan Jasa Outsourching Pengemudi, Teknisi dan Tenaga Fungsional Lainnya TA 2015 dari Pokja Pengadaan Jasa Outsourching

Siswa lebih senang belajar dengan media yang menunjukkan cara kerja, gambar- gambar atau materi secara lebih mendetail (real) dibandingkan belajar dengan hanya menggunakan buku

Dengan melihat kondisi angin yang seperti ini bisa dikatakan pada tanggal 9 November 2017 hujan berpotensi turun dalam waktu yang cukup lama sebab pergerakan angin seperti mendapat

Hal ini jugalah yang menyebabkan rendahnya nilai modulus young pada formulasi pati:gelatin 10:0 (g/g) dan konsentrasi gliserol 25% yang diimbangi dengan

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu..

Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri atas dua, yakni : instrumen tes hasil belajar matematika khususnya pada pokok bahasan pecahan dan

Laba adalah pendapatan dan keuntungan setelah dikurangi beban dan kerugian. Laba merupakan pengukuran aktivitas operasi dan ditentukan menggunakan dasar akuntansi akrual. Dalam hal

The stages of the lesson and its activities reveal the essence and practical execution of CL’s five key components: positive interdependence, collaborative skills,