• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Pidana Terhadap Pencurian Ikan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (Studi Putusan NO: 03 PID. SUS.P 2012 PN.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Pidana Terhadap Pencurian Ikan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (Studi Putusan NO: 03 PID. SUS.P 2012 PN.MDN)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.508 pulau, dan panjang garis

pantai keseluruhan sepanjang 91.181 km. Secara geografis perairan Indonesia berada

pada daerah strategis, di mana kondisi ini menjadi tantangan dan kewajiban bersama

untuk mempertahankan, menjaga dan melestarikan sumberdaya yang dimiliki.1

1 Rokhimin Dahuri, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu,

Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan Pertama, 1996, hlm.1.

Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya ikan yang

sangat besar. Potensi sumber daya alam ini, perlu dikelola dengan tepat dan baik agar

dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kemakmuran bangsa Indonesia. Hal ini tidak

terlepas dari keharusan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan.

Menurut hukum laut dewasa ini, ada beberapa jenis laut yang perlu mendapat

perhatian Indonesia dan yang perlu dikelola baik oleh Indonesia sendiri maupun

bersama Negara-negara tetangga, ataupun dengan memperhatikan

(2)

Dalam mengelola potensi laut Indonesia, kiranya dapat dibedakan tiga jenis laut

yang penting bagi Indonesia yaitu :2

1. Laut yang merupakan Wilayah Indonesia dan yang berada di bawah kedaulatan

Indonesia.

2. Laut yang merupakan kewenangan Indonesia di mana Indonesia mempunyai

hak-hak berdaulat atas kekayaan alamnya serta kewenangan untuk mengatur

hal-hal tertentu.

3. Laut yang merupakan kepentingan Indonesia di mana keterkaitan Indonesia

cukup erat walaupun Indonesia tidak mempunyai kadaulatan kewilayahan

ataupun kewenangan dan hak-hak berdaulat atas laut tersebut.

Masalah penegakan hukum dan peningkatan keamanan di laut Indonesia

(Perairan) Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 tersebut

(3 kali dari luas darat) masih memerlukan perhatian yang besar, termasuk penegakan

hukum dan pengamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan

kemampuan penegakan hukum dan pengamanan ini mencakup suatu kerja sama yang

erat antara kegiatan-kegiatan di darat, laut, dan udara. Usaha-usaha meningkatkan

2 Marhaeni Siombo, Pengaruh Metode Penyuluhan dan Motivasi Nelayan terhadap Pengetahuan tentang Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan (Eksperimence Pada Nelayan di Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) Muara Angke, Jakarta Utara, 2008), Sinopsis Disertasi, Program Pasca Sarjana, Universitas

(3)

monitoring, control, surveillance, serta kegiatan-kegiatan penyelidikan dan proses

pengadilan harus ditata dengan sebaik-baiknya.3

Upaya penegakan memerangi pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, selama ini

Kementerian Kelautan dan Perikanan, instansi penegak hukum, dan Pemerintah

Daerah berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada gerakan serentak dan serius untuk

memeranginya. Bahkan ada instansi tertentu yang ikut bertugas sebagai pengawas dan

penyidik terhadap pencurian ikan sengaja membiarkan praktek ini karena menikmati

setoran dari pelaku pencurian ikan.4

3 Slamet Soebiyanto, “Keamanan Nasional ditinjau dari Prespektif Tugas TNI Angkatan Laut”,

Majalah Patriot, 2007, hlm.10.

4 Begi Hersusanto, Problematika Sinergi dalam Grand Design Nasional Kebijakan Keamanan

Laut, (Jakarta: penerbit CSIS,2007),hlm.1.

Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

sangat terkait dengan peraturan hukum dan institusi penegak hukum, kalau yang

pertama menyangkut peraturan perundang-undangannya, sedangkan yang kedua

menyangkut institusi penggeraknya, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan,

TNI-AL, Kepolisian RI, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Penegak hukum

merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum, sedangkan

pembangunan hukum itu sendiri adalah komponen integral dari pembangunan

(4)

Berbagai lembaga pengawas eksternal juga telah dibentuk untuk melakukan

control terhadap kinerja aparatur penegak hukum dalam menjalankan fungsi dan

wewenangnya secara transparan, seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi

Kepolisian Nasional. Hal ini sebagai wujud dari fungsi pemberdayaan masyarakat

yang diharapkan dapat menjadi mitra yang mampu bersinergi secara dinamis dan

harmonis dengan pengawasan masing-masing internal institusi penegak hukum,

sehingga harapan masyarakat untuk memiliki aparat penegak hukum yang bersih dan

jujur dapat tercapai.

Salah satu penyebab utama pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia ialah lemahnya

pengawasan akibat rendahnya integritas moral serta kurangnya sarana dan prasarana

yang memadai. Keadaan yang kurang menggembirakan ini menyebabkan suburnya

pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Ia

adalah produk dari integritas moral, karena yang dapat berfikir perlunya diperbaiki

sistem ialah yang bermoral. Orang yang tidak bermoral atau bermoral rendah

meskipun tidak mungkin terdorong untuk memperbaiki sistem karena kelemahan

(5)

sudah menjadi salah satu gejala umum yang sulit diberantas, karena terbatasnya akses

ke laut untuk melihat perilaku aparat pengawas perikanan.5

Kompleksitas permasalahan di atas memang menjadi dilematis bagi

pemerintah saat ini. Upaya untuk meminimalis terus dilakukan secara

berkesinambungan, dengan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan sistem hukum

yang meliputi subtansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure),6

dan kultur hukum (legal Culture). Berbagai institusi penegak hukum pun telah

berbenah diri dengan melakukan pembaharuan internal dengan melibatkan

kalangan-kalangan eksternal yang kompeten dan mempunyai kepekaan serta keperdulian yang

tinggi terhadap pembangunan hukum.7

Tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia oleh nelayan asing menurut audit BPK

mencapai 30 trilyun rupiah pertahun. Menarik pula, pelaku tindak pidana pencurian

ikan yang dilakukan nelayan asing di perairan Zona Ekonomi Eksklusif tidak boleh

dijatuhi pidana penjara selama belum ada perjanjian antara Pemerintah Republik

Indonesia dengan pemerintah Negara yang bersangkutan.

5 Kajian white collar crime sendiri mulai dipopulerkan oleh Edwin H. Sutherland pada tahun 1939, saat berbicara di depan pertemuan tahunan Amercan sociological Society ke-34 di Philadelphia tanggal 27 Desember, yang diistilahkan sebagai perbuatan kejahatan oleh orang yang terhormat dan memiliki status tinggi serta berhubungan dengan pekerjanya.

6 Dikutip dari International Encyclopedia of Social and Behavioral Sciences, 2001. Legal

culture adalah bagian dari budaya keseluruhan sebuah masyarakat yang dibutuhkan agar masyarakat

menjadi lebih taat hukum dan taat asas. Legal structure adalah system hukum dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya system tersebut, substansi hukum dalam sebuah system hukum yang menjadi landasan dan syarat-syarat legitimasi huku m.

(6)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat diambil dua

pokok permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Terhadap Pencurian Ikan oleh Nelayan Asing di

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menurut Undang - Undang Nomor : 45

Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang - Undang Nomor : 31 Tahun 2004

tentang Perikanan?

2. Bagaimana Analisis Hukum Terhadap Putusan Nomor : 03/Pid.Sus-P/2012/PN.Mdn

Mengenai Pencurian Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum terhadap pemberantasan

tindak pidana pencurian ikan oleh Nelayan Asing di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis proses penanganan perkara terhadap

(7)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan sejumlah manfaat kepada para pihak, baik

secara teoritis maupun praktis, manfaat tersebut adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir

dalam memahami dan mendalami permasalahan hukum khususnya pemahaman

tentang sejauh mana penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana

pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan

Perikanan Republik Indonesia. Penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan

dan referensi bagi peneliti selanjutnya serta dapat memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan. Penelitian ini juga sebagai kontribusi bagi penyempurnaan

perangkat peraturan mengenai tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi kalangan aparat penegak hukum

khususnya penegakan terhadap tindak pidana pencurian ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, agar dapat lebih mengetahui dan

memahami tentang peranan aparat penegak hukum sebagai institusi yang

diharapkan berada pada garda terdepan dalam penanggulangan dan pemberantasan

(8)

E. Keaslian Penelitian

Pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa , judul penelitian

tentang “Analisis Hukum Pidana Terhadap Pencurian Ikan di Di Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia (Studi Putusan Nomor : 03/Pid.Sus-P/2012/PN-Mdn)” belum

pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Tidak

tertutup kemungkinan bahwa judul yang membahas tentang pencurian ikan sudah ada

atau ada beberapa topik penelitian tentang tindak pidana pencurian ikan tapi jelas

berbeda. Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang

sama, maka sebelumnya peneliti telah melakukan penelitian penelusuran di

perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan di Perpustakaan Program Studi

Magister Ilmu Hukum USU, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya secara ilmiah.

Peneliti khusus memusatkan penelitian pada mekanisme penanganan perkara

(Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan) dalam pemberantasan tindak pidana

pencurian ikan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (contoh

kasus mengenai pencurian ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

tepatnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia perairan Selat Malaka).

Selanjutnya penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan,

yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat

(9)

kritikan-kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam

penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Sistem peradilan pidana merupakan istilah yang digunakan sebagai padanan

Criminal Justice System. Buku Romli Atmasasmita dalam bukunya “ Sistem Peradilan Pidana Kontemporer”.8

Sistem Peradilan Pidana dalam geraknya akan selalu mengalami interaksi,

interkoneksi dan interpendensi (interface) dengan lingkungannya dalam

peringkat-peringkat, masyarakat, ekonomi, politik, pendidikan, dan teknologi serta

subsistem-subsistem dari sistem peradilan pidana itu sendiri (subsystems of criminal justice

system), salah satu indikator keterpaduan sistem peradilan pidana adalah “sinkronisasi” pelaksanan penegakan hukum. Selanjutnya sistem peradilan pidana

Pengertian itu lebih banyak menekankan pada

suatu pemahaman mengenai jaringan di dalam lembaga peradilan. Pengertian itu juga

menekankan pada fungsi dari jaringan tersebut untuk menegakkan hukum pidana.

Tekanannya bukan semata-mata pada adanya penegakan hukum oleh peradilan pidana,

melainkan lebih jauh lagi dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum tersebut,

peradilan menjalankannya dengan membangun suatu jaringan.

(10)

harus dilihat sebagai sistem terbuka (open system) sebab pengaruh lingkungan sering

kali berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tersebut mencapai tujuannya.9

Defenisi yang lain seperti dikemukakan Remington dan Ohlin sebagaimana

dikutip oleh Romli Atmasasmita, bahwa criminal justice system dapat diartikan

sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan

pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara

peraturan perundang-undangan, praktik administrai dan sikap atau tingkah laku sosial.

Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang

dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu

dengan segala keterbatasannya.10

Terkait dengan pengertian di atas, oleh Hagan seperti dikutip Romli

Atmasasmita, membedakan pengertian antara criminal justice system dan criminal

justice process. Menurut Hagan, criminal justice process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang dihadapkan seorang tersangka ke dalam proses yang membawanya

kepada penentuan pidana baginya. Sedangkan criminal justice system adalah

interkoneksi antara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan Pengertian tersebut memberi pemahaman bahwa

sistem peradilan pidana merupakan proses interaksi secara terpadu antara peraturan

perundang-undangan pidana, praktik administrasi yang dijalankan lembaga peradilan

pidana dan pelaksananya.

9 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro 1995), hal.7.

(11)

pidana.11

Proses peradilan pidana itu adalah suatu sistem dengan kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, serta lembaga pemasyarakatan sebagai sub-sistem. Pelanggar hukum

berasal dari masyarakat dan akan kembali pula ke masyarakat, baik sebagai warga taat

pada hukum (non residivis), maupun mereka yang kemudian akan mengulangi

kembali perbuatannya (residivis).

Peradilan pidana sebagai “proses” menurut pengertian Hagan, di dalamnya

terdapat pentahapan penanganan oleh komponen-komponen terkait yang

masing-masing memberikan suatu keputusan hingga ada penentuan status hukum bagi

tersangka/terdakwa. Peradilan pidana sebagai “sistem” di dalamnya terdapat

keterkaitan hubungan keputusan yang dibuat setiap komponen terkait dalam prosesnya

ke arah suatu tujuan.

12

Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menganut

sistem yang disebut Integrated Criminal Justice Sistem.

13

Dalam sistem tersebut setiap

tahap dari pada proses penyelesaian perkara berkait erat dan saling mendukung satu

sama lain.14

11 Ibid. hlm. 14

12 Mardjono Reksodiputro, “Survei Dan Riset Untuk Sistem Peradilan Pidana Yang Lebih

Rasional”, Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Kedua, (Jakarta:

Universitas Indonesia, 1997), hal 99.

13 Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) adalah system dalam masyarakat untuk menanggulangi maslah kejahatan. Menanggulangi maksudnya disini yaitu usaha untuk menanggulangi kejahatan. Penegakan hukum pidana khususnya di bidang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun pelaksanaan putusan.

14 Harun M. Husein, Surat Dakwaan, Teknik Penyusunan, Fungsi, dan Permasalahannya

(Jakarta: Rineke Cipta, 2005), hal. 39.

Tahap dalam proses penyelesaian yang dimaksud adalah suatu proses

(12)

Lembaga Pemasyarakatan. Penanganan suatu perkara pidana yang terjadi, seorang

tersangka akan diperiksa melalui tahap-tahap; penyidikan oleh Polisi, Penuntutan oleh

Jaksa Penuntut Umum, Sidang Pengadilan oleh Hakim, dan Pembinaan oleh Lembaga

Pemasyarakatan.15

Ke empat subsistem peradilan pidana yaitu subsistem penyidikan, subsistem

penuntutan, subsistem pengadilan dan subsistem pelaksanaan putusan sebagaimana

tersebut di atas, merupakan suatu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang

integral atau yang sering dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana Terpadu

(Integrated Criminal Justice System).16

Di samping teori Sistem Peradilan Pidana di atas, juga digunakan teori Sistem

Pembuktian. Adapun prinsip teori Sistem Pembuktian adalah:17

1. Pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara Positif (Positive Wettelijk

Bewijstheorie).

Pembuktian menurut undang-undang secara positif, “keyakinan hakim tidak

ikut ambil bagian” dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Sistem ini

berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan

undang-undang. Pembuktian salah atau tidaknya terdakwa tergantung kepada

alat-alat bukti yang sah. Terpenuhinya syarat-syarat dan ketentuan pembuktian

15 Hukum acara yang berlaku di peradilan pidana Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

16 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana

Terpadu, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2006), hal.19.

17 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Pemeriksaan Sidang

(13)

menurut undang-undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa

mempersoalkan keyakinan hakim. Hakim yakin atau tidak tentang kesalahan

terdakwa, bukan menjadi masalah. Setelah terpenuhi cara-cara pembuktian

dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang, hakim tidak lagi

menanyakan hati nuraninya akan kesalahan terdakwa. Sistem ini membuat

hakim seolah-olah robot pelaksana undang-undang yang tidak memiliki hati

nurani. Hati nuraninya tidak ikut hadir dalam menentukan salah atau tidaknya

terdakwa.

2. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu (Conviction in Time).

Sistem pembuktian conviction in time menentukan salah tidaknya seorang

terdakwa, ditentukan oleh penilayan keyakinan hakim. Keyakinan hakim yang

menentukan terbuktinya kesalahan terdakwa. Hakim dalam menyimpulkan

keyakinannya tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh

diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam

sidang pengadilan dan boleh juga dari hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu

diabaikan hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau

pengakuan terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan hukuman pada seorang

terdakwa semata-mata atas dasar keyakinan belaka tanpa di dukung oleh alat

bukti yang cukup. Sebaliknya hakim leluasa membebaskan terdakwa dari

(14)

terbukti dengan alat-alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak yakin atas

kesalahan terdakwa.

3. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis

(Conviction Raisonnee).

Pembuktian ini menunjukkan keyakinan hakim tetap memegang peranan

penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Sistem pembuktian ini

faktor keyakinan hakim dibatasi yaitu harus didukung dengan alasa-alasan

yang jelas. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang

mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa. Keyakinan hakim harus

mempunyai dasar-dasar alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima akal.

4. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk

Bewijsleer).

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori

antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem

pembuktian menurut keyakinan atau conviction in time.

Pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif merupakan keseimbangan

antara ke dua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrem.

Keseimbangan tersebut, dalam sistem pembuktian menurut undang-undang

secara negatif menggabungkan sistem pembuktian menurut keyakinan dengan

(15)

penggabungan ke dua sistem yang saling bertolak belakang tersebut,

terwujudlah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif.

Rumusannya berbunyi, salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh

keyakinan hakim yang didasarkan dari alat-alat bukti yang sah menurut

undang-undang.

Berdasarkan rumusan di atas, untuk menyatakan salah atau tidak seorang

terdakwa, tidak cukup berdasarkan keyakinan hakim semata-mata.

Berdasarkan atas keterbuktian menurut ketentuan dan cara pembuktian dengan

alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang. Seorang terdakwa baru dapat

dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat

dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut

undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu dibarengi dengan kayakinan

hakim.

2. Kerangka Konsepsi

a) Hukum Pidana

Salah satu pendapat pakar hukum mengenai Hukum Pidana, yaitu :

1. Moeljatno, mengatakan bahwa Hukum Pidana adalah bagian dari pada

keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan

(16)

a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,

yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang

siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana

sebagaimana telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan

tersebut.

b) Tindak Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan penjelasan

secara rinci mengenai perkataan strafbaar feit tersebut. Istilah strafbaar feit

diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda.

Ada yang memakai istilah delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana,

pelanggaran pidana,18

18 CST Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal.106.

perbuatan yang melawan hukum atau bertentangan dengan tata

hukum dan diancam pidana apabila perbuatan yang dilarang itu dilakukan oleh orang

yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah

(17)

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan

tersebut.19

Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fhising) adalah keseluruhan perbuatan

yang dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam

Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas

Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan

(18)

e. Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan

laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang

berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air

di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut

wilayah Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian yang

menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisis peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan Analisis Hukum Pidana terhadap tindak

pidana pencurian ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

(WWP-RI) studi putusan No. 03/Pid.Sus.P/2012/PN.Mdn.

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang

merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan

logika keilmuan hukum dari sisi normatif.22

22

Lihat, Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 51, bahwa penelitian hukum normative terbagi atas penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap singkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, penelitian perbandingan hukum.

Logika keilmuan yang juga dalam

penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja

(19)

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang

dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.23

a) Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No.45 Tahun 2009 tentang

perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan, Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor.PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, Undang-Undang No.5 Tahun 1983

Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Putusan Pengadilan yang berkaitan

dengan kasus pencurian ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia dan lain sebagainya.

Pendekatan ini, akan berpijak pada kasus penegakan hukum terhadap tindak pidana

pencurian ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WWP-RI)

khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Pendekatan kasus dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kasus tindak pidana

pencurian ikan yang dilakukan nelayan asing di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia khusus di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri

dari :

(20)

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum, jurnal hukum, karya tulis

hukum atau pendapat pakar hukum.

c) Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus

(hukum), ensiklopedia dan internet.24

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dengan cara

menginventarisasi, menelusuri, mempelajari, dan mencatat teori hukum, konsep

hukum, asas hukum, norma-norma hukum yang menajadi objek penelitian. Data

penunjang dilakukan dengan metode wawancara.25

Data yang diperoleh peneliti akan diolah dan dianalisis secara kualitatif yakni

pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam

undang-undang yang relevan dengan permasalahan. Kemudian membuat sistematika

dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan

permasalahan yang dibahas. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan

(21)

berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan

secara deduktif, untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang

ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.26

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu, melalui pemikiran yang disandarkan pada kajian teori dan fenomena dalam dunia seni, dan dibumbui dengan interpretasi, maka didapat hasil bahwa dengan

Oleh karena zeolit dapat melakukan adsorpsi pada logam berat dengan diaktivasi dengan asam yang bertujuan mengurangi ataupun menghilangkan kation, anion, dan

Berdasarkan pengolahan dan analisis nilai resistivitas rendah ( ρ < 20,9 Ωm ) pada lintasan 1, 2, dan 3 yang memotong perlapisan antara batuan yang memiliki nilai resistivitas

Tidak maksimalnya kepemimpinan Kepala Bagian dan Subbagian di Lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Kayong Utara dalam pengawasan disiplin pegawai, memberikan pembinaan dan

pada tahap awal yang di lakukan ketika akan membuat sebuah film documenter adalah mempelajari isu atau permasalahan yang ingin kita angkat dengan cara meriset,

Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh aplikasi ini adalah mengolah data siswa, mengolah data mata pelajaran, mengolah data guru mata pelajaran, mengolah data guru wali

Naviri Syafril mata kuliah Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif yang penulis peroleh pada Ny “E” yaitu kehamilan normal dengan nyeri punggung, persalinan dengan persalinan fisiologis,