• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Csr) Di Lingkungan Perusahaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Csr) Di Lingkungan Perusahaan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

A. Sejarah Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR)

Pada dasarnya, CSR bukanlah merupakan hal baru. Sebelum istilah CSR digunakan, CSR sudah sama tuanya dengan perdagangan dan bisnis itu sendiri. Pemerintah telah lama memperhatikan perusahaan-perusahaan yang hanya mencari untung sebesar-besarnya, namun merugikan langganan dan masyarakat sekitarnya.48 Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan materi yang baru diatur dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas ini. Latar belakang dimasukkannya ketentuan tersebut adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial perseroan terhadap lingkungan dan keadaan masyarakat di sekitar tempat usaha perseroan. ketentuan ini tidak bersifat menyeluruh. Akan tetapi, ketentuan ini memiliki batasan dan keadaan-keadaan tertentu yang peraturan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Selain itu, ketentuan ini juga bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.49

CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman. Buku terlaris di era 1950-1960-an ini menggagas prinsip-prinsip tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga Bowen dinobatkan sebagai Bapak CSR. Ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah mengenai “kewajiban perusahaan menjalankan usahanya, sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi”.50 Sejak saat itu banyak refrensi ilmiah lain yang diterbitkan di berbagai negara yang mengacu pada prinsip-prinsip tanggung jawab dunia usaha kepada masyarakat yang telah dijabarkan oleh Bowen.51

Dalam dekade 1960-an pemikiran Bomen terus dikembangkan oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron Law of Social Responsibility. Keith mengungkapkan bahwa penekanan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki koneksi positif dengan ukuran atau besarnya perusahaan. Studi ilmiah yang dilakukan Keith menemukan bahwa semakin tinggi dampak suatu

perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, maka semakin tinggi pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakat. Dalam periode 1970-1980, definisi CSR lebih diperluas lagi oleh Archi Carrol yang sebelumnya telah merilis bukunya tentang perlunya dunia usaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar

48 Azizah, Ibid, hal. 102.

49 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2007, hal. 93. 50 Azizah, op. Cit, hal. 37.

(2)

menjadi penunjang eksistensi perusahaan.52

Selanjutnya pada tahun 1990-an, cara cara pandang pun berubah dimana CSR suatu perusahaan tidak hanya diarahkan untuk turut mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan, tapi perseroan tersebut juga harus menyokong kegiatan-kegiatan dengan memanfaatkan keahlian dalam bidang pemasaran (marketing expertise), bantuan teksin perseroan (technical assistance), dan sukarelawan dari kalangan pegawai.

Adanya perbaikan kualitas hidup masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan maka akan berdampak baik pula bagi perusahaan tersebut.

53

Ketenaran istilah CSR semakin menjadi ketika buku Cannibals With Forks : The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) terbit dipasaran. Buku ini adalah karangan John Elkington. Didalam buku ini ia mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Comission on Environment and Development (WCED). Dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yang sengaja ia singkat menjadi 3P yaitu singkatan dari profit, planet dan people.54

Di dalam bukunya itu ia menjelaskan bahwa perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Menurut Elkington, sebuah perusahaan tidak akan pernah menjadi besar jika lingkungannya rusak, maka tidak akan terjadi arus komunikasi dan transportasi yang bagus untuk kelancaran usaha perusahaan.55

Di wilayah Asia, konsep CSR berkembang sejak tahun 1998, tetapi pada waktu tersebut belum terdapat suatu pengertian maupun pemahaman yang baik tentang konsep CSR.

56

Jauh sebelum UUPT mewajibklan CSR, perusahaan-perusahaan di Indonesia sudah melaksanakan CSR. Hanya saja pelaksanaannya lebih merupakan tuntutan dalam menjalankan bisnis daripada kewajiban hukum yang dipaksakan.57

Meskipun setiap negara (termasuk Indonesia) sudah mengatur agar tercipta hubungan yang serasi antara kebutuhan pokok manusia untuk memperoleh kesempatan kerja dengan upah yang layak, selalu terbentur pada keadaan yang sebaliknya. Akhirnya undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang kesempatan kerja dan kebutuhan akan tenaga kerja serta tersedianya tenaga kerja semakin “kurang bermanfaat”. Mengingat falsafah negara dan bangsa Indonesia adalah atas dasar Pancasila, tentu saja setiap kegiatan yang akhirnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar anggota

53 Martono Anggusti, Ibid, hal. Ix.

56

(3)

masyarakat haruslah didasarkan atas adanya asas keseimbangan yaitu adanya keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang terkait.58

Di Indonesia, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin popular digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR di dunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Di Indonesia, kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan bertahun-tahun lamanya. Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola piker yang digunakan hampir sama. Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Misalnya, bantuan bencana alam, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR), beasiswa, dll. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, yang dibangun pada tahun 2000-an. Sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Dalam hal ini Departemen Sosial merupakan pelaku awal kegiatan CSR di Indonesia. Selang beberapa waktu setelah itu, pemerintah mengimbau kepada pemilik perusahaan untuk

memperhatikan lingkungan sekitarnya. Namun, ini hanya sebatas imbauan karena belum ada peraturan yang mengikat. Sejatinya pemerintah menegaskan bahwa yang perlu diperhatikan perusahaan bukan hanya sebatas stakeholders atau para pemegang saham. Melainkan stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lingkungan, media massa dan pemerintah. Setelah tahun 2007 tepatnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang kewajiban Perseroan Terbatas keluar, hampir semua perusahaan Indonesia telah melakukan program CSR, meski lagi-lagi kegiatan itu masih berlangsung pada tahap cari popularitas dan keterikatan peraturan pemerintah. Misalnya, masih banyak perusahaan yang jika memberikan bantuan maka sang penerima bantuan harus menempel poster perusahaan ditempatnya sebagai tanda bahwa ia telah menerima bantuan dari perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan membantu masyarakat secara ikhlas maka penempelan poster-poster itu terasa berlebihan.59

58 Sri Redzeki Hartono, KAPITA SELEKTA HUKUM PERUSAHAAN, Mandar Maju, Semarang, 2000, hal. 104.

Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility/CSR) yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

(4)

Sekarang sudah banyak perusahaan yang menerapkan program-program CSR. Mulai dari perusahaan yang terpaksa menjalankan program tanggung jawab sosial-nya karena peraturan yang ada, sampai kepada perusahaan yang benar-benar serius dalam menjalankan program CSR dengan mendirikan yayasan khusus untuk melaksanakan program-program CSR mereka.60

Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan. B. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

61

Definisi CSR sangat menentukan pendekatan audit program CSR. Sayangnya, belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR menurut berbagai organisasi62

60 Martono Anggusti, op. Cit, hal. xiv.

61 Suhandari M.Putri, Schema CSR, Kompas, 4 Agustus 2007. Dikutip dari Hendrik Budi Untung, CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 1.

:

1. World Business Council for Sustainable development:

Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan member kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.

2. International Finance Corporation:

Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.

3. Institute of Chartered Accountants, England and Wales:

Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu member dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.

4. Canadian Government:

Kegiatan usaha yang meningkatkan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang.

5. European Commission:

(5)

Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan. 6. CSR Asia:

Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.

Tanggung jawab sosial adalah kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat.63 Yang dimaksudkan disini dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan tentu bisa diarahkan kepada banyak hal: kepada dirinya sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan lain, dan seterusnya. Jika kita berbicara tentang tanggung jawab sosial, yang disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat di mana perusahaan menjalankan kegiatannya, entah masyarakat dalam arti sempit seperti lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas.64 Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawabnya terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika kita berbicara tentang tanggung jawab sosial perusahaan, kita memaksudkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.65

Secara umum Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas. Atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal (pekerja, shareholders, dan penanam modal) maupun eksternal (kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain).66

Beberapa konsep tentang corporate social responsibility dapat dijelaskan dengan menurut pendapat-pendapat dari beberapa ahli yang didasari oleh beberapa penelitian terhadap kegiatan perusahaan. Salah satu konsep menyebutkan tentang corporate social responsibility adalah komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan

63 Amin Widjaja Tunggal, Corporate Social Responsibility (CSR), Harvarindo, Jakarta, 2007, hal. 1.

64 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Kanisius, Jakarta, 1999, hal. 292. 65 Ibid, hal. 296-297.

(6)

komunitas secara lebih luas menjadi inti dari CSR, dijelaskan bahwa anggota komunitas yang lebih luas termasuk di dalamnya adalah karyawan perusahaan, anggota keluarga karyawan serta komunitas yang menjadi lingkungan sosial dari perusahaan itu sendiri.67

Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dinyatakan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para

karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Dari pernyataan ini, terlihat adanya usaha untuk ikut terlibat dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan sehingga dengan demikian kemandirian sebuah komunitas menjadi tolak ukur

keberhasilan sebuah usaha.

Dengan dijalankannya CSR ini diharapkan agar berdampak baik pada perusahaan dan lingkungan serta masyarakat sekitar.

68

Tanggung jawab sosial menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar terhadap kepentingan perusahaan belaka. Dengan konsep tanggung jawab sosial perusahaan mau dikatakan bahwa kendati secara moral adalah baik bahwa perusahaan mengejar keuntungan, tidak dengan sendirinya perusahaan dibenarkan untuk mencapai keuntungan itu dengan mengorbankan kepentingan pihak-pihak lain. Artinya,

keuntungan dalam bisnis tidak mesti dicapai dengan mengorbankan kepentingan pihak lain, termasuk kepentingan masyarakat luas. Bahkan jangan hanya karena demi

keuntungan, perusahaan bersikap arogan tidak peduli pada kepentingan pihak-pihak lain. Sebaliknya, kendati secara moral dibenarkan bahwa perusahaan memang punya tujuan utama mengejar keuntungan, keuntungan itu harus dicapai dengan tetap mengindahkan kepentingan banyak orang lain.69

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi, “Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p UU 22/2001). Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. C. Pengaturan Hukum Mengenai Corporate Social Responsibility (CSR)

Terdapat beberapa pengaturan hukum mengenai CSR yang terdapat di dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah. Diantaranya yaitu:

70

67 Ibid, hal. 209. 68 loc. Cit.

69 A. Sonny Keraf, ETIKA BISNIS TUNTUTAN DAN RELEVANSINYA, Kanisisus, Yogyakarta, 1998, hal. 122.

(7)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditegaskan amanat bahwa, setiap penanaman modal berkewajiban menerapkan prinsip tata kelola

perusahaan yang baik dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang,dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.71 Selain itu dalam Pasal 16 UU 25/2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari Tanggung Jawab Sosial Lingkungan.72

71 Hendrik Budi Untung, Ibid, hal. 22.

72 http://hukumonline.com/klinik/detail/It52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-corporate-social-responsibility

Berdasarkan Pasal 34 UU 25/2007, penanaman modal dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan usaha;

c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 34 ayat (3) UU 25/2007). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menurut Pasal 1 angka 3 UUPT, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Didalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berdasarkan Pasal 68 UU 32/2009, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:

(8)

b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak berdiri sendiri, Undang-Undang tersebut didukung dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 4 PP 47/2012, dikatakan bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat

persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (‘RUPS”) sesuai dengan anggaran dasar perseroan. rencana kerja tahunan perseroan tersebut memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan. Pelaksanaan tanggung Jawab Sosial Lingkungan tersebut dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS (Pasal 6 PP 47/2012).

Selain itu terdapat juga Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 Tahun 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Badan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Millik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan. Dalam peraturan ini diatur mengenai kewajiban Perusahaan Perseroan (“Persero”), Perusahaan Umum (“Perum”), dan Perusahaan Perseroan Terbuka (“Persero Terbuka”).

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri BUMN 5/2007, Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina

Lingkungan. Sedangkan Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri BUMN 5/2007 yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana BUMN (Pasal 1 anggka 6 Peraturan Menteri BUMN 5/2007). Sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana BUMN (Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri BUMN 5/2007).73

Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) pada dasarnya juga terkait dengan budaya perusahaan (corporate culture) yang ada yang dipengaruhi oleh etika perusahaan yang bersangkutan. Budaya perusahaan terbentuk D. Bentuk-Bentuk Corporate Social Responsibility

(9)

dari para individu sebagai anggota perusahaan yang bersangkutan dan biasanya dibentuk oleh sistem dalam perusahaan. Sistem perusahaan khususnya alur dominasi para pemimpin memegang peranan penting dalam pembentukan budaya perusahaan, pemimpin perusahaan dengan motivasi yang kuat dalam etikanya yang mengarah pada kemanusiaan akian dapat memberikan nuansa budaya perusahaan secara

keseluruhan.74

Pada dasarnya bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dapat beraneka ragam dari yang besifat charity sampai pada kegiatan yang bersifat pengembangan komunitas, dari yang bernuansa abstrak sampai pada bentuk yang konkrit. Akan tetapi dari keseluruhan kegiatan tersebut, pada dasarnya tidak terkait dengan produk dari yang dihasilkan oleh perusahaan, seperti sebuah reklame tetapi tidak berisi produk dari si pembuat reklame. Kegiatan program yang dilakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya dapat dikategorisasi dalam tiga bentuk.75

74 Bambang Rudito & Melia Famiola, Ibid, hal. 210. 75 op. Cit, hal. 210-212.

1. Public relations

Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Biasanya berbentuk kampanye yang tidak terkait sama sekali dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Bentuk ini lebih ditekankan pada penanaman persepsi tentang perusahaan dengan si perusahaan membuat suatu kegiatan sosial tertentu dan khusus sehingga tertanam dalam image komunitas bahwa perusahaan tersebut banyak melakukan kegiatan sosial sampai anggota komunitas tidak mengetahui produk apa yang dihasilkan oleh perusahaan, akan tetapi tertanam di benak anggota komunitas bahwa perusahaan yang bersangkutan selalu menyisihkan sebagian keuntungannya untuk kegiatan sosial.

Kegiatan atau usaha ini lebih mengarah pada menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan komunitas, khususnya menanamkan sebuah persepsi yang baik tentang perusahaan terhadap komunitas. Pekerjaan untuk model public relations ini lebih banyak menjadi tugas dari unit kerja hubungan komunitas dalam sebuah perusahaan.

Contoh dalam konteks public relations adalah program “cause related marketing” yang dijalankan oleh sebuah perusahaan pakaian. Disini ditampilkan gambar-gambar tawanan yang dijatuhi hukuman mati, disertai dengan kampanye anti hukuman mati bagi umat manusia di seluruh dunia. Upaya menentang hukuman mati ini tidak ada kaitannya atau hubungannya sama sekali dengan kebijakan korporasi atau produk-produk yang

diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan. Kampanye ini semata-mata ditujukan untuk membuat komunitas mengasosiasikan perusahaan tersebut dengan sebuah perasaan emosional yang bertujuan baik, dan berusaha untuk menanamkan bahwa usaha dari perusahaan yang bersangkutan sebagian keuntungannyauntuk membela kepentingan usaha menghindarkan hukuman mati.

(10)

Usaha yang dilakukan oleh perusahaan guna menangkis anggapan negatif komunitas luas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan terhadap

karyawannya, dan biasanya untuk melawan ‘serangan’ negatif dari anggapan komunitas atau komunitas yang sudah terlanjur berkembang. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan sasaran yang berbeda dengan anggapan yang telah berkembang atau bertolak belakang dengan persepsi-persepsi yang ada di komunitas pada umumnya. Prinsipnya hamper sama dengan bentuk kegiatan public relations, akan tetapi berbeda pada proses kejadiannya.

Pada public relations, pada dasarnya menjalin hubungan yang belum ada, sedangkan pada strategy defensif mengarah pada proses melawan kejadian yang pernah dialami, artinya anggapan komunitas terhadap perusahaan sudah ada sebelumnya dan anggapan ini biasanya bernada negatif yang pada umumnya bicara tentang aktivitas dari

perusahaan yang bersangkutan yang negatif terhadap sesuatu hal. Usaha CSR yang dilakukannya adalah untuk merubah anggapan yang berkembang sebelumnya dengan menggantinya dengan yang baru sebagai suatu anggapan baru yang bersifat positif. Sehingga usaha dari perusahaan yang melakukan kegiatan CSR dari bentuk ini adalah seakan merupakan perlawanan terhadap pandangan orang luar terhadap perusahaan yang bersangkutan. Perlawanan ini tentunya harus ditunjang dengan modal yang tidak sedikit, hal ini berkaitan dengan usaha membersihkan nama baik yang telah beredar secara meluas di dalam kehidupan komunitas, sedangkan untuk mengganti secara menyeluruh seperti mengganti logo tidak memungkinkan dan bahkan menjadi kerugian yang besar.

Contoh kajian PriceWaterhouse Coopers tentang program CSR, ditemukan bahwa sejumlah perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negati dari publisitas yang buruk. Contohnya adalah kasus sebuah perusahaan yang merespon pemberitaan tentang perusahaan tersebut yang melanggar hak-hak pekerjanya dengan melakukan kegiatan sosial lainnya untuk meredam pemberitaan tersebut.

3. Keinginan tulus untuk melakukan kegiatan yang baik yang benar-benar berasal dari visi perusahaan itu

Melakukan program untuk kebutuhan komunitas atau komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri. Kegiatan perusahaan dalam konteks ini adalah sama sekali tidak mengambil suatu keuntungan secar materil tetapi berusaha untuk menanamkan kesan baik terhadap komunitas atau komunitas berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Biasanya bentuk keinginan tulus suatu perusahaan dalam kegiatan tanggung jawab sosialnya adalah berkaitan erat dengan kebudayaan perusahaan yang berlaku (corporate culture). Kegiatan CSR dari perusahaan yang bersangkutan didorong oleh kebudayaan yang berlaku di perusahaan, sehingga secara otomatis dalam kegiatan CSR perusahaan yang bersangkutan sudah tersirat etika dari perusahaan tersebut.

(11)

minuman kopi membayar petani kopi dengan harga yang layak serta membangun infrastruktur pendidikan dan kesehatan pada komunitas petani-petani itu; Langkah sebuah perusahaan komputer yang membangun sistem komunikasi yang unggul, dapat diandalkan, dan terjangkau kepada komunitas yang digabungkan dengan kontribusi terhadap proyek-proyek komunitas; atau program dari perusahaan rokok untuk membangun klinik-klinik kesehatan di pedesaan.

Pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh Perusahaan memiliki banyak bentuk, tetapi dari keseluruhan bentuk, hanya ada dua pelaksanaan CSR yang dominan, yaitu meletakkan CSR sebagai kegiatan yang menyatu dengan inti bisnis (core bisnis/inline) dan melakukan CSR diluar inti bisnis atau yang sering disebut charity, karikatif, philanthropy dan lain-lain. CSR yang diletakkan dalam inti bisnis, merupakan suatu kumpulan kebijakan, praktek dan program yang secara komperhensif terintegrasi dalam operasi sehari-hari dengan demikian dampak sosial dan lingkungan ikut

dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini paling tepat, CSR dijadikan sebagai manajemen resiko, manajemen resiko ini dapat dilakukan apabila perusahaan mampu mendapatkan informasi yang akurat terkait kepentingan stakeholder.76

Menurut Goyder, Corporate Social Responsibility (CSR) terbagi menjadi dua bentuk, yaitu :77

Menurut Budimanta, bentuk program CSR memiliki dua orientasi yaitu:

1. Membentuk tindakan atas program yang diberikan terhadap komunitas dan nilai yang menjadi acuan dalam Corporate Social Responsibility (CSR). Pembagian ini

merupakan tindakan terhadap luar perusahaan atau kaitannya terhadap lingkungan di luar perusahaan, seperti komunitas dan lingkungan alam.

2. Mengarah ke tipe ideal yang berupa nilai dalam perusahaan yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya. Interpretasi yang benar dari CSR adalah ekspresi dari tujuan perusahaan dan nilai-nilai dalam seluruh hubungan yang dibangun. Nilai-nilai yang ada diartikan berbeda dengan norma yang ada dalam perusahaan.

78

76 Anonim, menuju praktek CSR, makalah disampaikan oleh Aris Bintoro dalam seminar “kewajiban bagi bisnis mempraktekkan CSR pasca Undang-Undang PT” yang diadakan oleh BWI, Hotel Sahid Raya Solo, 29 September 2007. Dikutip dari

https://breath4justice.wordpress.com/2011/04/17/bentukimplementasi-csr-corporate-social-responsibility/

77 download.portalgaruda.org/article=346721&val=6466&title= KEWAJIBAN HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSISBILITY) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

78 download.portalgaruda.org/article=346721&val=6466&title= KEWAJIBAN HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSISBILITY) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

(12)

2. Eksternal, yaitu CSR yang mengarah pada tipe ideal yang berupa nilai dalam perusahaan yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan yang sesuai keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya.

Kotler dan Lee menyebutkan enam kategori kegiatan CSR, yaitu : cause promotions, cause related marketing, corporate social marketing, corporate

philanthropy, community volunteering, dan socially responsible business practice (Dwi Kartini. 2009:63)79

1. Cause Promotions (Promosi Kegiatan Sosial) adalah perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kegiatan sosial untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu.

2. Cause Related Marketing (Pemasaran Terkait Dengan Kegiatan Sosial). Dalam kegiatan ini, perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan kepada penjualan tertentu, untuk jangka waktu tertentu.

3. Corporate Social Marketing (Pemasaran Kemasyarakatan Korporat), dalam kegiatan ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4. Corporate Philanthropy (Kegiatan Filantropi Perusahaan), dalam kegiatan ini

perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, bingkisan/paket bantuan atau pelayanan secara cuma-cuma.

5. Community Volunteering (Pekerja Sosial Kemasyarakatan Secara Sukarela), dalam hal ini, perusahaan mendukung dan mendorong karyawan, rekan pedagang eceran atau para pemegang franchise agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.

6. Socially Responsible Business Practice (Praktik Bisnis Yang Memiliki Tanggung Jawab Sosial), dalam kegiatan ini, perusahaan melakukan kegiatan bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup.

Bentuk-bentuk program CSR yang dilakukan pada tiap-tiap perusahaan biasanya berbeda-beda, disesuaikan dengan lingkungan termasuk alam dan komuniti dan juga tergantung dengan kepentingan stakeholdernya.

(13)

Program pengembangan masyarakat di Indonesia dapat dibagi tiga kategori, yaitu:80

Program-program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untukmenunjang kemandiriannya, seperti pembentukan usaha industry kecil lainnya yang secara alami anggota masyarakat sudah mempunyai pranata pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial a. Community Realition

Kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. b. Community Service

Pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Inti dari kategori ini adalah memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut.

c. Community Empowering

81

Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih komprehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. Paling kurang sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan:

yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Dalam kategori ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas.

82

Pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral perusahaan disini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat.

Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial ini secara tradisional dianggap sebagai wujud paling pokok, bahkan satu-satunya, dari apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan dalam hal ini diharapkan untuk tidak hanya melakukan kegiatan bisnis demi mencari keuntungan, melainkan juga ikut

memikirkan kebaikan, kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat, dengan ikut melakukan berbagai kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat. Kegiatan sosial tersebut sangat

80 Adrian Sutedi, BUKU PINTAR HUKUM PERSEROAN TERBATAS, Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup), Jakarta, 2015, hal. 64-65.

81 Pranata Sosial adalah suatu system tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhyan khusus dalam masyarakat.

(14)

beragam, misalnya menyumbangkan dana untuk membangun rumah ibadat,

membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat (listrik, air, jalan, tempat rekreasi, dan sebagainya), melakukan penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran atau ikut membersihkan sungai dari polusi, melakukan pelatihan cuma-cuma bagi pemuda yang tinggal di sekitar suatu perusahaan, memberikan beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu ekonominya, dan seterusnya.

Diantara semua wujud keterlibatan sosial perusahaan tersebut, salah satu yang paling banyak mendapat sorotan adalah keterlibatan sosial perusahaan dalam ikut memecahkan masalah ketimpangan sosial dan ekonomi. Ada kesadaran yang semakin besar baik dari masyarakat maupun dari para pelaku bisnis bahwa perusahaan ikut bertanggung jawab menegakkan keadilan sosial, khususnya keadilan distributif. Caranya adalah dengan melakukan berbagai kegiatan sosial yang pada akhirnya ikut menciptakan keadaan sosial dan ekonomi yang lebih seimbang, yang lebih adil. Misalnya, dengan menjalin kerja sama kemitraan antara pengusaha besar dan kecil, dengan membina koperasi di lingkungan perusahaan tersebut, dengan menyerap produksi perusahaan-perusahaan kecil yang dimiliki masyarakat kecil, dan seterusnya. Semuanya ini pada akhirnya ikut menciptakan kondisi sosial dan ekonomi yang lebih adil, kendati tidak harus berarti merata.

Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi keterlibatan perusahaaan dalam berbagai kegiatan sosial tersebut. Pertama, karena perusahaan dan seluruh karyawannya adalah bagian integral dari masyarakat setempat. Karena itu, wajar bahwa mereka pun harus ikut bertanggung jawab atas kemajuan dan kebaikan masyarakat tersebut. Keterlibatan sosial lalu merupakan wujud nyata dari tanggung jawab sosial dan kepedulian perusahaan sebagai bagian integral dari masyarakat atas kemjuan

masyarakat tersebut.

Kedua, perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan

keuntungan bagi perusahaan tersebut. Demikian pula, sampai tingkat tertentu,

masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga professional bagi perusahaan yang sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut. Karena itu, keterlibatan sosial

merupakan semacam balas jasa terhadap masyarakat.

Ketiga, dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab, terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.

(15)

iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan meguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti keterlibatan perusahaan dalam berbagai kagiatan sosial juga akhirnya punya dampak yang positif dan menguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial juga akhirnya punya dampak yang positif dan menguntungkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut di tengah masyarakat tersebut.

Lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang kedua adalah keuntungan ekonomis. Seperti telah disinggung di atas, bagi Milton Friedman, ini merupakan lingkup utana dari tanggung jawab sosial dan moral dari suatu perusahaan, kalau benar diterima bahwa perusahaan punya tanggung jawab sosial dan moral. Bagi Friedman ,

satu-satunya tanggung jawab sosial perusahaan adalah mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan. Karena itu, berhasil tidaknya suatu perusahaan, secara ekonomis dan moral, dinilai berdasarkan lingkup tanggung jawab sosial ini. Keuntungan ekonomi dilihat sebagai sebuah lingkup tanggung jawab moral dan sosial untuk

mengejar keuntungan ekonomi karena hanya dengan itu perusahaan itu dapat dipertahankan dan juga hanya dengan itu semua karyawan dan semua pihak lain yang terkait bisa dipenuhi hak dan kepentingannya.

Ketiga, lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak kalah pentingnya adalah memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, baik yang menyangkut kegiatan bisnis maupun yang menyangkut kehidupan sosial pada umumnya. Ini merupakan salah satu lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang semakin dirasakan penting dan urgensinya. Perusahaan punya tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga agar bisnis berjalan secara baik dan teratur. Salah satu cara terbaik untuk itu adalah dengan mematuhi aturan bisnis yang ada. Tanpa itu, kegiatan bisnis dan iklim bisnis akan kacau. Jadi, perusahaan punya tanggung jawab sosial dan moral untuk taat pada aturan bisnis yang ada, tidak hanya demi kelangsungan bisnis, melainkan juga demi menjaga ketertiban dan keteraturan baik dalam iklim bisnis maupun keadaan sosial pada umumnya.

Keempat, hormat pada hak dan kepentingan stakeholders atau pihak-pihak terkait yang punya kepentingan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan. Ini sutu lingkup tanggung jawab yang semakin mendapat perhatian tidak hanya di kalangan praktisi bisnis melainkan juga para ahli etika bisnis. Bersama dengan ketiga lingkup diatas, lingkup ini memperlihatkan bahwa yang disebut tanggung jawab sosial perusahaan adalah hal yang sangat konkret. Maka, kalau dikatakan bahwa suatu perusahaan punya tanggung jawab moral dan sosial, itu berarti perusahaan tersebut secara moral dituntut dan menuntut diri untuk bertanggung jawab atas hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang punya kepentingan. Artinya, dalam kegiatan bisnisnya suatu perusahaan perlu memperhatikan hak dan kepentingan pihak-pihak tersebut; konsumen, buruh, investor, kreditor, pemasok, penyalur, masyarakat

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Klenik : merupakan pemahaman terhadap suatu kejadian yang dihubungkan dengan hukum sebab akibat yang berkaitan dengan kekuatan gaib (metafisik) yang tidak lain bersumber dari

PAKAIAN ADAT BATAK KARO... RUMAH ADAT

Anda sepertinya menyamakan semua agama-agama dunia dengan mitologi-mitologi buatan manusia. Tapi sains sejati tentang Tuhan berada diluar ciptaan umat manusia dan

Dari sisi sistem yang dibutuhkan adalah database karena semua aplikasi web yang akan dibuat semua terhubung ke database dan akan melakukan tiga tahap yaitu input,

Penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Indikator Jingle Iklan Mizone terhadap Brand Awareness (Studi Iklan Mizone Versi Great DJ pada Mahasiswa Program Studi Manajemen

Adsorpsi asam humat pada permukaan padatan merupakan proses yang kompleks yang tergantung pada sifat permukaan zeolit alam dan sifat larutan asam humat itu

Hasil identifikasi (Lampiran 5) menggunakan Vitek 2 Compact menunjukkan bahwa bakteri yang didapat yaitu jenis bakteri Kocuria kristinae dan Stenotrophomonas maltophilia