LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I
FARMAKOTERAPI ASCITES, SIROSIS, DAN HEPATITIS B
Disusun Oleh :
1. Adnan Al Thoriq (G1F012021)
2. Siti Rochmah Wargiyanti (G1F012023)
3. Nadial Uzmah (G1F012025)
4. Muhammad Khosyie Abror (G1F012027) 5. Okky Dian Pratiwi (G1F012029) 6. Fajar Mulia Budiman (G1F012031) 7. Winres Gita Aditya (G1F012033) 8. Firda Sani Wijayanti (G1F012035) 9. Vina Hilary Khaterina (G1F012039)
10. Abdul Khalim (G1F012041)
Dosen Pembimbing Praktikum = Laksmi Maharani
Asisten = Garnisha Utamas N
LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2014
A. KASUS
1. Identitas Pasien
Nama Pasien Tn. BS Umur/TTL 42 tahun
No. Rekam
Medik
291XXX BB
-Alamat Rejasari, Pwt Barat TB
-Status Jaminan Umum Jenis Kelamin L
2. Riwayat MRS
Tanggal MRS 06/09/13 Tanggal KRS
Riwayat MRS Datang ke RS dengan keluhan perut membesar ± 1 minggu, Demam naik-turun, BAK seperti teh, Mual (+), Badan lemas
Riwayat Penyakit
Satu tahun yang lalu pernah dirawat karena hepatitis B
Riwayat
Obat/Suppleme n
-Riwayat Lifestyle
-Alergi
-Diagnosa Obs. Ascites Susp. Cirrhosis, Hepatitis B
3. Parameter Penyakit
TTV Tanggal
TD 110/70 100/70 90/60 90/60 90/60
N 92 78 80 80 80
RR 24 16 20 20 20
Suhu 36 36,5 35,5 35,5 35,9
4. Data Laboratorium
Pemeriksaan Satuan Tanggal
06/9/13
Hb g/dl 10,2
Leu u/L 12100
Ht % 29
Erit 106/ul 2,9
Tromb /ul 214000
Ureum mg/dl 27,2
Cr mg/dl 0,79
Tot. Protein mg/dl 6,71
Bil. Total mg/dl 7,87
Bil. Direct mg/dl 4,97
Bil. Indirect mg/dl 2,90
SGOT u/L 312
SGPT u/L 49
Albumin mg/dl 2,3
5. Pemeriksaan Penunjang
Nama Pemeriksaan : Ultrasonografi
Hasil
Tanggal :
06/9/13 Hepar = Ukuran tampak
tepi tajam.
Echostructure tampak turun Ductus Bilier tidak melebar
B. DASAR TEORI 1. Patofisiologi a. Ascites
Ascites merupakan suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan tubuh pada peritoneal, sehingga menyebabkan pembengkakan pada peritoneal. Penyebab terjadinya ascites dapat dikarenakan adanya hipertensi portal yang terjadi pada hati, hipoalbuminemia karena sirosis dan peningkatan kadar aldosteron. Hipertensi portal ini kemudian menyebabkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga perut (Moore and Aithal, 2006).
Pada pasien ascites, penumpukan cairan ini akan memudahkan bakteri untuk tumbuh pada medium cairan yang disebut SBP (spontaneous bacterial peritonitis), sehingga diperlukan pencegahan terhadap infeksi bakter tersebut. Sirosis membuat peningkatan kadar aldosteron dalam cairan tubuh, peningkatan kadar aldoseteron ini sebagai respon dari saraf simpatik untuk mengatasi vasodilatasi sistemik. Peningkatan kadar aldosteron yang terakumuasi pada hepar mengakibatkan hipertensi portal pada hepar dan vasodilatasi sistemik. Hal ini yang menyebabkan pasien dengan sirosis asites merasa lemah dan tekanan darah sistemik menurun. (Moore and Aithal, 2006)
b. Hepatitis B
infeksi ini dibiarkan sejak lama tanpa adanya penanganan lebih lanjut, hepatitis dapat mengakibatkan sirosis hati atau hati mengeras (Anonim, 2014).
c. Sirosis
Setelah terjadinya peradangan dan bengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekas luka atau parut kecil. Parut ini disebut fibrosis yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk dan mulai menyatu dalam tahap berikutnya disebut sirosis. Pada sirosis, area hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi sikatriks. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak dan hati mulai menciut serta menjadi keras (Depkes RI, 2007).
Sirosis hati dapat terjadi karena virus hepatitis B dan C yang berkelanjutan, alkohol, perlemakan hati atau penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakuakn untuk mengobati komplikasi yang terjadi seperti muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning serta koma hepatikum Pemeriksaan yang dilakuakan untuk mendeteksi adanya sirosis hati adalah pemeriksaan enzim SGOT-SGPT, waktu protrombin dan protein(albumin-globulin) elektroforesis (rasio albumin-globulin terbalik (Depkes RI, 2007)
2. Guideline Terapi
Pada algoritma diatas dijelaskan bahwa pada pengecekan ALT yang dialami pasien mengalami peningkatan. Pada peningkatan ALT dijelaskan bahwa pengobatan yang disarankan adalah Adefovir, entecavir atau PEG IFN. Tetapi pengobatan yang kita berikan adalah entecavir.
Gambar diatas merupakan guideline untuk terapi sirosis hati. Pasien mengalami komplikasi dari sirosis, yaitu ascites yang ditandai dengan keluhan perut yang membesar ± 1 minggu dan rendahnya kadar albumin (Nicoll, et al., 2001). Berdasarkan guideline tersebut, adanya ascites ditangani dengan pengurangan konsumsi garam, pemberian diuretik atau bila perlu dilakukan parasintesis. Antibiotik juga diperlukan untuk mencegah adanya Spontaneus Becterial Peritonitis (SBP) (Starr & Daniel, 2011).
C. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN 1. Subjective
Nama : Tn.BS
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Alamat :Rejasari.Purwokerto Barat
Riwayat MRS : Perut membesar + 1 minggu, demam naik turun, BAK seperti teh, mual (+), badan
lemas
Riwayat Penyakit: 1 tahun lalu MRS karena Hepatitis B Riwayat Obat :
Riwayat Lifestyle:
-Alergi :
-Diagnosa : Obs. Ascites Susp, Sirosis, dan Hepatitis B Tanggal MRS : 06 September 2013
TTV 06/09 07/09 08/09 09/09 10/09 Normal Ket TD 110/70 100/70 90/60 90/60 90/60 120/70 Rendah
Nadi 92 78 80 80 80 70-80 Normal
RR 24 16 20 20 20 18-20 Normal
Suhu 36 36,5 35,5 35,5 35,5 36-37 Rendah (Kemenkes RI, 2011) DATA LABORATORIUM
Pemeri ksaan
Satu
an 06-09-2013 Normal
Keterang
an Interpretasi
Hb g/dL 10,2 13-18 Rendah Anemia
Leu /µL 12100
3200-10000
Meningkat Indikator anemia, sirosis
Ht % 29 40-50 Rendah Anemia
Eritrosit 106/ µL
2,9 4,4-5,6 Rendah -
Thromb mg/d L
214000 - Normal -
Ureum mg/d l
27,2 10-50 Normal -
Cr mg/d
l
0,79 0,6-1,2 Normal -
Tot-protein
mg/d L
6,71 6,8 Normal -
Bil.Tota l
mg/d L
7,87 - Meningkat Hepatitis
kronis,sirosis
Bil.Direct mg/dL 4,97 - Meningkat Hepatitis kronis,sirosis
Bil.Indire ct
mg/dL 2,9 - Meningkat Hepatitis kronis,sirosis
SGOT µL 312 5-35 Meningkat Penyakit hati
SGPT µL 49 5-35 Meningkat Sirosis aktif,hepatitis
Albumin g/dL 2,3 3,4-4,7 Rendah Gangguan fungsi hati,ascites,sirosis
3. Assessment
Subjective Objective Assesment
Keluhan perut membesar ± 1
minggu
Kadar Albumin rendah
Ascites
Perut buncit, riwayat penyakit B 1 tahun
lalu, badan lemas, mual (+)
Direct Bil. Meningkat Indirect Bil.
Meningkat Albumin rendah ALT dan AST tinggi
Hepatitis B
Perut Buncit ALT meningkat Kadar ALT > AST Ukuran hati mengecil
Tepi-tepi hati tajam Albumin rendah
Sirosis
(Nicole et al, 2001) Hubungan Data Klinik& Data LaboratoriumdenganDiagnosa 1. Ascites
Salah satu fungsi hati adalah memproduksi protein - protein darah salah satunya adalah albumin, jika Albumin menurun dapat disebabkan oleh kurangnya fungsi hati karena diakibatkan oleh kerusakan hati seperti sirosis. Kekurangan albumin juga dapat menyebabkan asites, karena fungsi albumin itu sendiri adalah mengikat cairan di dalam darah, jadi jika kekurang albumin dan di tambah dengan hirpertensi portal akibat sirosis hati, air dapat keluar ke rongga peritoneal dan mengakibatkan asites. Ascites merupakan penumpukkan cairan di antara organ perut dan perut (Medlineplus, 2013).
2. Hepatitis B
direct bilirubin meningkat, indirect bilirubin meningkat, albumin rendah, ALT dan AST tinggi (Nicoll et al, 2001).
3. Sirosis
Pada keadaan AST dan ALT meningkat dapat terjadi pada keadaan sirosis dengan kadar AST > ALT (Nicoll et al, 2001). Perut buncit terjadi karena sirosis tersebut mengakibatkan asites.
4. Plan
a. Tujuan Terapi
Mobilisasi cairan asites
Mencegah komplikasi ( peritonitisbakteri, hernia, efusi pleura, sindrom hepato renal dan distress pernafasan)
Memperbaiki hati dan mencegah keparahan Menghilangkan penyebab sirosis hati
(Moore, et al, 2003) b. Terapi Non Farmakologi
Pembatasan sodium untuk meningkatkan mobilisasi asites “Retensi natrium merupakan inti dari pembentukan ascites, maka diet rendah natrium sangat dianjurkan bagi semua penderita ascites” (Yeung et al, 2002).
Menghindari minuman beralkohol.
“Alkohol dapat menyebabkan 40% kematian pada kasus sirosis di Amerika Serikat (1997) dan pengurangan alkohol membantu meningkatkan efektivitas pengobatan ascites karena dapat menurunkan hipertensi portal” (Yeung et al, 2002).
Diet kalori
“Kalori yang berlebih dapat menyebabkan penimbunan lemak di hati sehingga menambah kerja hati dan akhirnya menyebabkan disfungsi hati” (Depkes RI,2007).
Bedrest untuk meningkatkan stamina karena pasien merasa lemas
”Selain itu, bedrest dapat meningkatkan pengeluaran natrium dalam tubuh sebab posisi tegak dapat meningkatkan kadar aldosteron yang berhubungan dengan proses retensi natrium” (Yeung et al, 2002).
c. Terapi Farmakologi 1) Diuretik
adalah obat pilihan dalam pengobatan awal asites karena sirosis (Santos, et al., 2003). Selain itu spironolakton memiliki efek natriuresis yang lebih baik daripada obat diuretik golongan loop diuretik seperti furosemide (Moore and Aithal, 2006). Selain itu, penderita sirosis sering resisten terhadap penggunaan loop diuretik (katzung, 2010).
Namun pada penggunaan diuretik perlu dilakukan monitoring terhadap kadar natrium pada 3 hari pertama penggunaan. Ketika kadar natrium 121-125 mmol/l maka penggunaan diuretik sebaiknya dihentikan (Moore and Aithal, 2006). Karena pada terapi diuretik yang berlebihan dapat menyebabkan sindrom hepatorenal dan ensefalopati hepatik (katzung, 2010). Untuk menurunkan ascites, dosis awal 100mg/hari dan bisa ditingkatkan hingga 400 mg/hari untuk menacapai efek nartiuresis yang memadai (Moore and Aithal, 2006).
2) Antiviral/ Anti HBV
(Bristol-Myers Squibb Comp., 2014) 3) Antibiotik
(Chairman, et. al, 2010) Penggunaan siprofloksasin dilakukan selama 7 hari, 2 hari pertama diberikan secara injeksi intravena kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama 5 hari (chairman et. al, 2010). Dosis yang diberikan pada pemberian iv 200 mg 2x sehari dan 500 mg 2x sehari pada pemberian oral. Alasan sebuah studi mengevaluasi penggunaan antibiotic siprofloksasin dengan pemberian jalur IV (200 mg 2x sehari) dan dilanjutkan dengan pemberian oral (500 mg 2x sehari) dibandingkan dengan pemberian ceftazidime (2 g 2x sehari) pada 116 pasien. Hasilnya 80% pasien terinfeksi bakteri dapat diobati dengan menggunakan siprofloksasin dan meningkat menjadi 82 % setelah 5 hari. Sedangkan pada pemberian ceftadizime 84% pasien terobati (Alaniz, 2009). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa efektifitas siprofloksasin sama dengan ceftadizime namun dengan dosis yang relative kecil. Dosis : IV 200 mg dan Oral 500 mg Cara pemakaian :
IV : Pagi dan malam
Oral : Pagi dan malam 1 tablet 1 jam sebelum makan. (Siprofloksasin sediaan tablet bila diberikan bersama makanan, akan mengalami terjadi keterlambatan absorpsi, sehingga konsentrasi puncak baru akan dicapai 2 jam setelah pemberian (FDA, 2007).)
4) Albumin
Albumin dapat meningkatkan respons terhadap diuretik pada pasien sirosis dengan komplikasi asites. Untuk seminggu awal diberi infuse albumin 25% dengan kecepatan infus 4 ml/menit sampai 50 ml tiap hari. Untuk perawatan rawat jalan pada minggu ke-2 diberi albumin 25 mg perminggu selama 1 tahun dengan sediaan kapsul. Untuk tahun ke-2 diberi albumin 25 mg/2 minggu selama 2 tahun (Hasan, 2008).
5) Hepatoproktektor
mengurangi jumlah dari HBV dan mengurangi tingkat keparahan dari infeksi HBV (Retchman, 2010). Dosis pemberian sehari 3 x 1 tablet 20 mg.
(Retchman, 2010)
6) Antianemia
kasus berbeda dan penting untuk diterapi dengan tepat(Gisbert, 2009). Berdasarkan data laboratorium pasien kemungkinan mengalami malnutrisi dan sindrom absorbsi (kemenkes, 2011) dan berdasarkan Gisbert (2009) defisiensi asam folat dan vitamin B12 digunakan pada pasien sirosis, oleh karena itu terapi yang digunakan adalah suplemen Vitamin B-122,4 mcg dan asam folat 400 mcg perhari.
Beberapa keluhan pasien yang tidak diberikan terapi farmakologis :
Terapi diet tinggi karbohidrat
Terapi diet tinggi karbohidrat tidak perlu dilakukan karena kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat dapat menambah disfungsi hati dan menyebabkan penimbunan lemak pada hati (Depkes RI, 2007).
Terapi antiemetic
Obat yang digunakan adalah ondansentron. Hal ini perlu dilakukan jika keadaan sangat parah, gejala seperti muntah atau diare yang hadir, orang yang terkena mungkin memerlukan pengobatan untuk mengembalikan cairan dan elektrolit (Nettleman and Bhupinder, 2014).
d. KIE
Untuk tenaga kesehatan lain:
Pengecekan albumin untuk memastikan keberhasilan bahwa pemberian albumin itu berhasil
Pengecekan ALT untuk memastikan bahwa fungsi hati mengalami pemulihan
Menginformasikan untuk menjaga kalori pasien agar kalori yang dikonsumsi tidak berlebih karena akan dapat menyebabkan penimbunan lemak pada hati
KIE untuk pasien :
Menjaga kebugaran pasien agar tidak lemas Cara minum obat dan frekuensinya
Motivasi untuk melakukan diet kalori
Nama Obat Jadwal Jumlah Manfaat Hal yang
Spironolakton Pagi dan sore setelah makan
1 tablet 100 mg
Mobilisasi cairan di rongga perut
monitoring natrium pada 3 hari pertama penggunaan Entecavir Pagi sebelum
sarapan 1 tablet 0,5 mg Menekan virus HBV Ciprofloksasin Pagi dan
malam (tiap 12 jam) (2 ml/menit)
200 mg/100
ml infus Pencegahan SBP
Albumin Infus Siang hari (4ml/menit) Infus albumin25 % Mengatasi hipoalbuminemia dan membantu mobilisasi cairan oleh diuretik Monitoring kadar albumin
Curcumin Sehari 3 x 1 tablet
1 tablet 20 mg
hepatoprotektor
Vitamin B12 & Asam Folat
Sehari sekali 122,4 mg vitamin B, 400 mcg asam folat
Mengatasi anemia Kadar eritrosit dan Hb
e. Monitoring
Monitoring Umum
Monitoring ukuran perut pasien, mengecil atau tidak. Monitoring kadar albumin, bilirubin total, bilirubin direct,
bilirubin indirect, SGOT dan SGPT
Monitoring kadar Na, terkait dengan penggunaan spironolakton
(Medscape, 2014) Monitoring obat
1. Spironolakton
Keberhasilan : meningkatnya ekskresi natrium melalui urin
ESO : terkait dengan aktivitas antiandrogenik, seperti ginekomastia pada pria dan ketidakteraturan menstruasi pada wanita dan hiperkalemia (Moore and Aithal, 2006).
Target : cairan yan terakumilasi pada bagian abdominal terekskresi.
2. Entecavir
Keberhasilan : penurunan resiko karsinoma hepatoseluler dan sirosis
Target : menurunnya resiko karsinoma hepatoseluler dan sirosis
3. Infus albumin
Keberhasilan : meningkatnya kadar albumin
ESO : Anafilaksis, edema, hipertensi / hipotensi, hipervolemia, Takikardia, Penurunan kontraktilitas miokard, Bronkospasme, edema paru, Garam dan retensi air, menggigil, demam, Sakit kepala, Mual / muntah, Pruritus, ruam, urticaria (Medscape, 2014).
Target : kadar albumin normal. D. KESIMPULAN
1. Pasien menderita hepatitis B kronis (radang hati karena HBV) yang telah menyebabkan terjadinya sirosis hati (pengerasan organ hati) dan ascites (penumpukan cairan di abdomen) yang mengindikasi telah terjadi komplikasi.
2. Terapi farmakologi yang diberikan adalah pemberian diuretik, antivirus, hepatoprotektor, albumin, antibiotik, dan antianemia.
DAFTAR PUSTAKA
Alaniz, C., Regal R.E., 2004, Spontaneous Bacterial Peritonitis, A Review of Treatment Option, vol. 34:(4).
Anonim, 2014, Pathophysiology, diakses dari
http://bestpractice.bmj.com/bestPractice/monograph/127/basics/pat hophysiology.html, diakses tanggal 8 oktober 2014.
Bristol-Myers Squibb Company, 2014, Highlights Of Prescribing Information, U.S. Food and Drug Administration, USA.
Chariman, 2010. EASL Clinical Practice Guidelenes on the Management of Ascites, Spontaneus Bacterial Peritonitis, and Hepatorenal Syndrome in Cirrhosis. Journal of Hepatology. Vol. 53 397-417. Depkes RI, 2007, Asuhan Kefarmasian untuk Penyakit Hati, depkes RI,
jakarta
Dipiro, J. T.,et all.2008. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approch 7th Edition. Mc. Graw Hil.
Gisbert, Javier P, 2009, Spectrum of anemia associated with chronic liver disease, World Journal of Gastroenterology, October 7; 15(37): 4653-4658
Hasan, Irsan, Tities Anggraeni Indra, 2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Scientific Journal Of Pharmaceutical And Medical Application, Vol. 21, No.2
Katzung, B.G., 2010, Farmakologi Dasar dan Klinik, EGC, Jakarta
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Medlineplus, 2013, Ascites, diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000286.htm, diakses tanggal 09 Oktober 2014.
Medscape, 2014, Albumin IV,
http://reference.medscape.com/drug/albuminar-alba-albumin-iv-342425#4, diakses pada tanggal 12 Oktober 2014.
Moore K. P et al, 2003, The management of ascites in cirrhosis: report on the consensus conference of the International Ascites Club,
Hepatology; 38:258.
Moore K. P. and Aithal, G. P., 2006, Guidelines on the management of
ascites in cirrhosis,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1860002/ diakses pada tanggal 9 oktober 2014.
Nettleman, Mary and Bhupinder Anand, 2014, Hepatitis B, diakses dari http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_b/page6_em.htm#hepati tis_b_treatment, diakses pada tanggal 12 Oktober 2014.
Nicoll et al, 2001, Packet Guide to Diagnostic Tests, The McGraw-Hill Companies, New York
Oktaviani, I.R., 2011, Aspek Farmakokinetik Klinik Obat-Obat yang Digunakan pada Pasien Sirosis Hati di Bangsal Interne RSUP DR.
M. Djamil Padang Periode Oktober 2011-Januari 2012.
Retcman,M.M Et al.2010. Curcumin inhibits hepatitis B virus via down-regulation of the metabolic coactivator PGC-1α, FEBS Letter. Vol 584:11
the treatment of moderate ascites in nonazotemic cirrhosis. A randomized comparative study of efficacy and safety, Journal of Hepatology 39 : 187-192
Starr, S. P and Daniel R, 2011, American Family Physician, Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention, Louisiana State University Health Sciences Center School of Medicine at New Orleans, New Orleans, Louisiana, 84(12):1353-1359.