• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATA KULIAH POLITIK LUAR NEGERI INDONESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MATA KULIAH POLITIK LUAR NEGERI INDONESI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

0

TUGAS PRESENTASI KELOMPOK

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

PADA KONFLIK SURIAH: DINAMIKA TAHUN 2010-2013

TEMA PRESENTASI:

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

DI KONFLIK TIMUR TENGAH

Dosen Pengampu: Bapak Adde Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A.

Oleh:

KELOMPOK 5

MATA KULIAH POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA KELAS C

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

REGINA MAHARANI

20130510005

GANENDRA WIDIGDYA

20130510007

PANJI LAZUARDI

20130510012

BAIQ RHAMDANI FAJRIANTI

20130510049

DESMAY LOVA MARDA UGI

20130510383

(2)

1

I. Perkembangan Konflik Suriah

Suriah modern atau Suriah dengan sistem pemerintahan yang dapat dikatakan lebih demokratis, berdaulat dan dengan lembaga pemerintahan yang lebih tertata, didirikan atas mandat Perancis pada tahun 1920 dan mencapai kemerdekaannya pada tahun 1946. Namun dalam masa-masa kemerdekaan yang relatif muda, Suriah dilanda ketidakstabilan politik dan serangkaian kudeta dari berbagai kekuatan politik nasional yang ingin berkuasa, hingga pada akhirnya kekuasaan politik di pemerintahan nasional Suriah diambil alih oleh partai Bath (Ba’ath). Walaupun begitu, perebutan kekuasaan berlanjut menjadi konflik internal partai hingga tahun 1970, dan mulai menunjukkan tanda-tanda kestabilan ketika Hafez Al-Assad mengambil alih posisi kepemimpinan dan membentuk pemerintahan otoriter yang berlangsung selama lebih dari 30 tahun.

Tindakan Hafez Al-Assad memerintah dengan pendekatan rezim otoriter pada masa itu, begitu terlembaga hingga dijamin di bawah konstitusi Suriah yang menyatakan bahwa presiden diberikan hak untuk mengendalikan keadaan darurat dengan menangkap dan menahan warga negara yang membangkang dan meniadakan kepemilikan hak konstitusional warga negaranya, sehingga memberikan peluang kepada pemerintahan Hafez Al-Assad mengarah kepada kekuasaan yang tidak terbatas dalam hal keamanan di dalam negeri.

Pada tahun 2001 setelah didahului dengan meninggalnya Hafez Al-Assad, kekuasaan beralih kepada putranya, Bashar Al-Assad, yang dilantik menjadi Presiden dan diharapkan oleh warga negara Suriah untuk dapat menciptakan perubahan dalam kehidupan politik di Suriah dengan mengakhiri rezim otoriter yang telah dibangun oleh pendahulunya tersebut. Namun, pemerintahan Bashar gagal memenuhi harapan ini sehingga lebih kurang selama satu dekade terakhir kepemimpinannya diwarnai oleh berbagai protes dan unjuk rasa.

(3)

2

Situasi demonstrasi di Suriah ini, mulai menunjukkan tanda-tanda memburuk setelah pihak militer Suriah menyerang warga sipil dan mulai melakukan penangkapan pemuda Suriah di kota Deraa Barat. Kejadian ini menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian material. Presiden Bashar Al-Assad, menunjukkan pertentangan yang semakin luas terhadap publik dengan menolak bertanggung jawab atas upaya-upaya penekanan yang dilakukan pemerintah dan menyalahkan semua kekacauan nasional yang terjadi dengan menuduh adanya konspirasi antara kelompok teroris bersenjata dan ekstrimis Islam. Bashar Al-Assad juga menolak akses bantuan kemanusiaan untuk warga sipilnya sendiri, sehingga menjadikan dampak konflik semakin memburuk. Tindakan aparat militer Suriah yang represif ini, kemudian menjadi penyulut pada determinasi rakyat Suriah yang semakin masif dalam melakukan berbagai tindakan unjuk rasa.

Krisis di Suriah juga dilatarbelakangi oleh konstruksi sosial mengenai perbedaan identitas dan sekte keagamaan dalam Islam yang ada di Suriah, terutama antara kelompok minoritas Islam Alawit (12%) yang dipeluk oleh suku Kurdi dan kelompok Sunni Ikhwanul Muslimin (70%) yang menjadi mayoritas. Meskipun mayoritas, kelompok Sunni memiliki peran yang sangat terbatas dalam pemerintahan yang dikuasai oleh kelompok Alawit melalui representasi Partai Baath. Kondisi ini pun menjadi pemicu kecemburuan sosial yang sebenarnya sudah berlangsung lama. Tindakan itu diantara lain adalah, melalui kebijakan Pemerintah Suriah yang memberikan kewarganegaraan kepada ribuan suku Kurdi dan menempatkan mereka kepada posisi strategis dalam pemerintahan. Sementara masyarakat Sunni banyak yang tidak diakui kewarganegaraannya dan tidak diberi kesempatan berpolitik. Hal tersebut kemudian menjadi salah satu penyebab alternatif mengapa masyarakat Suriah terus berunjuk rasa di kota Suriah menuntut penggulingan rezim Bashar Al-Assad.

(4)

3

terutama pengungsi politik di Suriah harus menghadapi beban berat dalam upaya bertahan hidup, termasuk masalah-masalah mendasar seperti kekurangan bahan makanan, krisis air bersih, dan ketiadaan pelayanan kesehatan. Berbagai tindakan spesifik pemerintahan Bashar Al-Assad yang menutup akses bagi masuknya bantuan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ataupun organisasi internasional lainnya semakin memperburuk keadaan hingga muncul tekanan masyarakat internasional yang menilai Bashar dan pemerintahannya melakukan pelanggaran kemanusiaan.

Krisis semakin berdampak secara sosial kemasyarakatan dengan tingginya gelombang arus pengungsi yang mencari suaka dengan melarikan diri ke negara-negara tetangga Suriah. Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees; UNHCR) melaporkan bahwa hingga Februari 2014, hampir 642.000 orang telah mengungsi ke Turki, lebih dari 584.000 ke Yordania, 135.000 orang ke Mesir, 226.000 ke Irak, dan 962.000 lainnya ke Lebanon. Situasi ini diperburuk dengan kondisi yang harus dihadapi oleh para pengungsi terutama bagi yang hidup di tengah-tengah kondisi alam dan kehidupan yang ekstrim di tenda-tenda pengungsian. Negara-negara tujuan pengungsi ini juga telah menyatakan ketidaksenangannya dengan arus pengungsi yang tinggi karena diyakini merugikan negara. Di Lebanon, misalnya, kuantitas dan kualitas rumah sakit tidak terpenuhi sementara tarif listrik serta sistem trasnportasi dan harga kebutuhan pokok semakin meningkat akibat konflik yang berkepanjangan di wilayah semenanjung. Masalah pengungsian ini pun kemudian memicu munculnya kembali ketegangan etnis dan agama di Lebanon akibat pandangan yang berbeda ditambah dengan kondisi yang buruk antara kelompok Sunni dan Syiah serta antara pendukung dan penentang rezim Bashar Al-Assad. Akibatnya, banyak pengungsi dari Suriah terlantar tanpa menerima bantuan apapun.

(5)

4

mereka, dapat mengakhiri tindakan-tindakan represif terhadap warga sipil dilakukan secara lebih luas oleh Pemerintahan Suriah.

Pertempuran intensif dengan pemerintah menggunakan kekuatan militer terus berlangsung. Pada Februari 2012, pemerintah mengerahkan pasukan tank untuk menyerang kota Deraa dan Homs. Kelompok pemberontak kemudian membalas dengan serangan roket dan artileri. Konflik pun kemudian mencapai ibukota Damaskus dan Aleppo dengan korban tewas lebih dari 80.000 orang. Bahkan menurut laporan intelijen Amerika Serikat, pada 21 Agustus 2013, krisis di Suriah memasuki tahapan baru dengan munculnya kemungkinan penggunaan senjata kimia oleh militer pendukung Bashar Al-Ashad dengan korban tewas lebih dari 1.400 orang.

Di dalam negeri, situasi tak kalah buruk. Kondisi ekonomi mengalami degradasi drastis dengan tingkat pengangguran yang tinggi, peningkatan inflasi jauh dari ambang batas, peningkatan angka kemiskinan, dan kenaikan harga kebutuhan pokok secara ekstrim adalah beberapa di antaranya. Dari masyarakat internasional, tak banyak bantuan yang berarti mengalir selain dijatuhkannya sanksi ekonomi dan pemblokiran akses bisnis, terutama pariwisata dan minyak bumi serta pertanian dan perdagangan oleh organisasi internasional seperti Liga Arab dan Uni Eropa serta Amerika Serikat dan Turki di waktu bersamaan untuk menekan pemerintah Suriah agar segera mengakhiri konflik.

(6)

5

II. Internasionalisasi Konflik Suriah

Dengan berbagai dinamika yang berkembang pada konflik yang dialami oleh negara Suriah, konflik Suriah tidak lagi menjadi persoalan domestik Suriah semata, tetapi telah melebar ke negara-negara tetangga dan menjadi ancaman bagi keamanan internasional. Menurut berbagai penelitian, potensi perluasan konflik Suriah sangat terbuka karena posisi negara tersebut di episentrum pertarungan politik kawasan. Saat ini ada tiga konflik bersinggungan dengan krisis Suriah, yakni konflik Arab–Israel, konflik internal Lebanon, dan isu nuklir Iran.

Salah satu upaya negosiasi internasional utama yang dilakukan masyarakat internasional terhadap konflik di Suriah adalah melalui penyelenggaraan Konferensi Jenewa II atas prakarsa AS dan Rusia. Dalam konferensi tersebut kedua pihak bersengketa diharapkan dapat duduk bersama membentuk sebuah pemerintah transisi dengan wewenang eksekutif penuh. Namun, pada Konferensi Jenewa II tersebut masih muncul berbagai perbedaan kepentingan pihak-pihak yang terkait dalam konflik ini. Isu utama yang menghambat proses tersebut adalah pro-kontra pengiriman senjata ke Suriah yang ternyata melibatkan kepentingan banyak negara. Kondisi konflik Suriah juga dirasakan semakin memprihatinkan setelah Pemerintah Suriah diduga menggunakan senjata gas kimia beracun untuk menumpas gerakan oposisi. Penggunaan senjata kimia oleh pasukan Suriah sulit terdeteksi karena relatif tidak meninggalkan jejak seperti bau dan warna serta memerlukan pembuktian yang sangat ilmiah atas tindakan tersebut.

Internasionalisasi konflik Suriah juga didorong oleh sebab kemanusiaan, karena diperkirakan akan ada tiga juta lebih pengungsi Suriah ke negara-negara tetangga seperti Lebanon, Yordania, Turki dan Irak hingga akhir tahun 2013. Badan PBB yang menangani pengungsi -UNHCR- telah meminta negara-negara Eropa untuk menerima penempatan lebih dari satu juta pengungsi Suriah di negaranya, namun belum mendapat tanggapan.

(7)

6

menyeimbangkan kekuatan persenjataan. Pengiriman senjata akan dilakukan UE dengan catatan, yaitu hanya akan dilakukan setelah memberikan kesempatan proses perdamaian yang digagas oleh AS dan Rusia terlaksana terlebih dahulu. Pencabutan embargo senjata terhadap Suriah tidak disertai dengan pencabutan paket sanksi UE kepada rezim Bashar Al-Assad. Sanksi lain di luar embargo senjata, termasuk pembekuan aset keluarga Bashar Al-Assad dan kolega utamanya, serta pembatasan perdagangan dalam transaksi minyak dan keuangan tetap diberlakukan.

Sementara itu, posisi Amerika Serikat (AS) pada konflik Suriah ditunjukkan dengan dukungan AS terhadap keputusan UE untuk memberikan bantuan senjata kepada oposisi Suriah. Pemerintah AS telah menegaskan penggunaan senjata kimia oleh rezim Bashar Al-Assad kepada terhadap oposisi melanggar garis batas kemanusiaan sehingga dapat menjadi alasan untuk intervensi internasional. Namun posisi AS sebenarnya dalam konflik Suriah cukup dilematis, karena AS selama ini memutuskan untuk tidak mengirimkan bantuan senjata canggih kepada pihak oposisi Suriah karena salah satu kelompok oposisi Suriah yakni Al-Nusra berafiliasi dengan jaringan Al-Qaidah. Namun kebijakan baru Rusia, intervensi milisi Hizbullah dan posisi terdesak oposisi telah mengubah keputusan tersebut dan siap mengirimkan bantuan senjata kepada pihak oposisi Suriah walaupun menurut beberapa sumber peran AS di konflik Suriah tidak semenonjol peran UE.

Rusia yang merupakan sekutu Pemerintahan Bashar Al-Assad menilai pencabutan embargo akan mengganggu prospek perdamaian yang telah dibangun melalui Konferensi Jenewa II. Rusia membuat „aksi tanding‟ dengan berkomitmen mengirimkan sistem rudal antipesawat S-300 kepada Pemerintahan Al-Assad sebagai faktor penyeimbang dan pencegah intervensi asing di Suriah. Sistem rudal anti-pesawat S-300 adalah sistem rudal darat ke udara yang setara dengan rudal Patriot milik AS. Rudal ini dirancang Rusia untuk mencegat pesawat atau rudal-rudal lain yang telah digelar Aliansi Militer NATO di perbatasan Turki-Suriah. Rusia sebenarnya telah memiliki kontrak pembelian senjata dengan Suriah yang disepakati tahun 2010 tersebut dengan nilai US$1 miliar, namun hanya terjadi masalah teknis pengiriman senjata tersebut karena munculnya konflik Suriah.

(8)

7

Terlibatnya dukungan Rusia pada konflik ini, memicu terlibatnya aktor baru yaitu Israel. Israel merasa sangat terancam dengan keputusan Rusia untuk mengirim sistem peluru kendali canggih ke Suriah. Israel menjadi seteru Pemerintahan Bashar Al-Assad yang ditengarai memasok senjata kepada kelompok militan Hizbullah di Lebanon, yang selama ini gencar melakukan perlawanan terhadap Israel. Bahkan dalam berbagai kesempatan, pemerintahan Bashar Al-Assad menegaskan Suriah dan Hizbullah berada dalam satu barisan. Milisi Dukungan Hizbollah dilakukan secara nyata dalam konflik Suriah dengan diperkirakan adanya pengiriman 3000–4000 orang milisi untuk membantu pasukan rezim Bashar Al-Assad untuk melawan oposisi. Sejak meletusnya perang saudara di Suriah Maret 2011, setidaknya telah tiga kali Israel menggempur sejumlah lokasi di Suriah yang dicurigai sebagai lokasi penyimpanan senjata untuk Hizbullah. Keterlibatan Hizbullah dalam konflik ini memperdalam keretakan Suni dan Syiah di wilayah ini dan menimbulkan potensi konflik baru. Keberadaan milisi Hizbullah berada di sepanjang perbatasan Suriah-Libanon juga menjadi sumber masalah baik bagi Libanon maupun Suriah. Perbatasan Libanon–Suriah kerap digunakan kelompok oposisi Suriah untuk menyelundupkan senjata guna melawan Pemerintahan Bashar Al-Assad. Pihak militer Suriah telah mengancam akan memindahkan peperangan Suriah ke Libanon sebagai reaksi kegiatan tersebut jika milis Hizbollah tidak benar-benar mampu secara efektif melakukan pengawalan di perbatasan. Sementara di sisi lain, dalam berbagai laporan intelijen diperkirakan terdapat 100.000 milisi asing diduga masuk ke Suriah atas bantuan Turki (yang telah berganti haluan politik luar negeri dengan kontra terhadap pemerintahan rezim Bashar Al-Assad), Arab Saudi dan Qatar untuk membantu pasukan oposisi.

Namun terkait dengan peran negara-negara lain dalam konflik Suriah ternyata memiliki hambatan yang sama seperti penanganan sebuah konflik secara multilateral lainnya, yaitu terkait adanya potensi pembenturan terhadap prinsip penghormatan terhadap kedaulatan Suriah sebagai negara merdeka dalam mengatur dirinya sendiri. Beberapa negara

(9)

8

banyak bukti yang mengarah pada telah terjadinya pelanggaran kemanusiaan oleh pemerintah Assad; di antaranya adalah kekerasan militer terhadap warga sipil, penutupan akses bantuan internasional, serta tidak disediakannya pelayanan kesehatan serta pusat pengungsian yang tidak layak bagi korban konflik dan kekerasan dimana terdapat indikasi bahwa tindakan-tindakan tersebut dengan sengja dan sistematis dilakukan oleh Pemerintahan Suriah untuk menekan perlawanan kelompok oposisi. Bahkan oleh karena alasan kemanusiaan itu, berbagai negara Barat memutuskan untuk memberikan sanksi terhadap Suriah dengan mengusir para diplomat Suriah dari negara mereka. Suriah pun membalas dengan melakukan tindakan yang sama: mengusir duta besar beserta staf kedutaan dari 17 negara yang mayoritas adalah negara Barat. Terlihat bagaimana konflik Suriah telah berekskalasi dari konflik yang bertataran nasional menjadi konflik yang berkapasitas internasional.

III. Perkembangan Hubungan Diplomatik Indonesia-Suriah

Hubungan diplomatik atau diplomatic relations secara umum sering diartikan sebagai hubungan antara dua negara yang mengirimkan perwakilan atau diplomatnya untuk bekerja di negara satu dan negara lainnya Dengan kata lain, antara negara satu dan negara lainnya masing-masing mengirimkan perwakilan negara mereka di negara lainnya untuk dapat memudahkan terjalinnya hubungan kedua negara. Hal yang sama terjadi dengan hubungan diplomatic antara Indonesia dan Suriah. Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Suriah telah berjalan sejak awal diakuinya kemerdekaan Indonesia. Jika dilihat dari segi historis dalam aspek politik, Suriah merupakan salah satu dari beberapa negara Arab yang pertama kali memberikan pengakuan kemerdekaan Indonesia dan melalui perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Suriah juga memperjuangkan penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda dalam permasalahan agresi militer Belanda di Indonesia untuk menjadi pembahasan dalam Dewan Keamanan PBB yang berhasil diselesaikan melalui cara damai yaitu perundingan dan dianggap sebagai kemenangan Indonesia dengan terciptanya Perjanjian New York.

(10)

9

badan-badan internasional. Indonesia dan Suriah juga pernah bersepakat untuk saling mendukung dalam pencalonan kedua negara sebagai anggota tidak tetap Dewan Hak Asasi Manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa; menunjukkan persahabatan yang bukan sekadar normatif semata. Perjanjian utama yang menandai hubungan kedua negara ini adalah Perjanjian Persahabatan antara Republik Indonesia dan Republik Arab Suriah (Treaty of Friendship between the Republic of Indonesia and the Syrian Arab Republic) yang ditandatangani pada tanggal 2 Juli 1947 bertempat di Damaskus, Suriah.

Sementara itu jika dilihat dalam aspek relasi ekonomi, secara keseluruhan hubungan antara Indonesia-Suriah di berbagai bidang ekonomi baik dalam sektor perdagangan maupun pariwisata juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Tahapan baru hubungan diplomatik pada era terkini antara Indonesia dan Suriah dimulai sejak tahun 1976 dimana Indonesia-Suriah telah menetapkan beberapa perjanjian untuk semakin mengharmoniskan hubungan keduanya, diantaranya:

 Pada 18 Maret 1976, ditandatangani perjanjian dan protokol mengenai pertukaran barang antara kedua negara (Trade Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of theSyrian Arab Republic and Protocol on the Exchange

of Goods);

 Pada 27 Juni 1997, ditandatangani kesepakatan investasi antara kedua negara (Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and Syrian Arab Republic

Concerning the Promotion and Protection ofInvestments);

 Pada 17 September 1997, ditandatangani perjanjian untuk menghindari pajak berganda dan pengelakan pajak antara kedua negara (Agreement between the Governmet of the Repubic Indonesia and Syrian Arab Republic for the Avoidance of Double Taxation and

the Prevention ofFiscal Evasion with the Respect to Taxes on Income); dan

 Paling terakhir pada Februari 2007, ditandatangani perjanjian kerja sama ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknis antara kedua negara (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Syrian Arab Republic on Economic,

Scientific, and TechnicalCooperation).

(11)

10

Di sisi lain, dalam aspek sosial dan budaya hubungan kedua negara dapat dikatakan sangat baik karena keduanya memiliki latar belakang yang sama yaitu termasuk kedalam negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, sehingga memudahkan keduanya untuk melakukan berbagai kesepakatan, diantaranya:

 Pada 8 Juli 1965, deklarasi bersama setelah pertemuan perwakilan kedua negara (Joint Declaration on the Visit the First Deputy Premier and Minister for Foreign Affairs of the

Republic of Indonesia to the SyrianArab Republic);

 Pada 27 Juni 1997, perjanjian pertukaran budaya melalui programprogram pemerintah (Arrangement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Syrian Arab Republic Regarding Cultural Exchange Program for the Years 1997,

1998 and1999);

 Pada 17 Januari 2001, perjanjian pertukaran budaya melalui program-program eksekutif (Arrangement for the Executive Program Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Syrian Arab Republic Regarding Cultural Exchange

Program for theYears 2001, 2002 and 2003);

Di samping pertukaran budaya, antara kedua negara dilakukan melalui bidang pendidikan melalui pertukaran pelajar yang sedang diinisiai berdasarkan DraftMemorandum of Understanding between the Ministry of Higher Education inthe Syrian Arab Republic and

the Ministry of Education in the Republic of Indonesia. Dalam perjanjian tersebut nantinya, Suriah akan memberikan beasiswa untuk program sarjana bagi 2 hingga 4 mahasiswa dan pihak Indonesia memberikan beasiswa untuk program pascasarjana bagi 2 hingga 4 mahasiswa setiap tahunnya.

(12)

11

IV. Kontribusi Indonesia Dalam Konflik Suriah

Indonesia, sebagai negara yang mengkategorikan dirinya aktif dalam menjaga perdamaian dunia, dalam berbagai kesempatan mengecam kekerasan yang dilakukan pada masyarakat sipil dan mendukung upaya PBB untuk mencari solusi damai di Suriah. Sehingga Indonesia pada awalnya menarik duta besar Indonesia di Suriah dengan tujuan sebagai bentuk kecaman terhadap aksi kekerasan yang terus berlangsung di negara tersebut. Akan tetapi, dengan didasarkan pada hubungan baik yang dimiliki kedua negara sebelum terjadi konflik ini, Indonesia kembali mengirim duta besar ke Suriah dengan pemikiran bahwa ketika situasi terus memburuk maka satu-satunya jalan untuk mencoba mencari solusi damai untuk Suriah adalah dengan tetap menjalin komunikasi antara kedua negara, serta dengan dilandasi hubungan bersahabat dan rasa persaudaraan yang selama ini terjalin Indonesia ingin menunjukkan keprihatinannya atas konflik yang terjadi di Suriah. Keprihatinan Indonesia ini ditunjukkan dengan memanggil Kuasa Usaha Suriah untuk Indonesia, Basam Al-Khatib. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan diplomatik Indonesia dan Suriah tetap dipertahankan dengan baik, karena walaupun Suriah tengah mengalami konflik yang mendapat kecaman dari dunia internasional, Indonesia tetap menjalin hubungan diplomatik dengan Suriah. Indonesia, sebagai negara yang memiliki kedekatan hubungan dengan Suriah, dapat menjembatani penyelesaian konflik yang terjadi melalui berbagai cara-cara diplomasi dan rekonsiliasi damai.

Perlu diingat fakta bahwa, Indonesia merupakan negara mayoritas muslim terbesar yang posisinya tersebut menyebabkan Indonesia memiliki posisi yang unik dalam berbagai konflik internasional yang terkait dengan agama Islam. Sebagai negara yang memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan semua pihak yang terkait dalam masalah ini, Indonesia semestinya bisa berperan dan lebih bisa diterima dalam mengupayakan perdamaian di Suriah. Pada dasarnya dalam berbagai pernyataan politik Menteri Luar Negeri terhadap konflik Suriah, Indonesia berprinsip kekerasaan dan tragedi kemanusiaan harus segera dihentikan, diikuti transisi politik sesuai dengan keinginan masyarakat Suriah sendiri. Dengan prinsip tersebut, Indonesia abstain dalam resolusi PBB yang mengakui pembentukan

National Coalition di Suriah. Selain itu, Indonesia menunjukan kepedulian dalam konflik Suriah dengan menjadi bagian dari misi pemantau PBB dalam konflik Suriah.

(13)

12

dengan menghasilkan beberapa kebijakan luar negeri yang dapat dibagi ke dalam empat garis besar, yaitu:

 Pertama, Indonesia memilih untuk abstain dalam dalam resolusi PBB yang mengakui pembentukan koalisi nasional (National Coalition) sebagai sebuah bentuk pemerintahan transisi, dikarenakan Indonesia percaya bahwa penentuan nasib masyarakat di Suriah harus dilakukan oleh rakyat Suriah sendiri dan bukan oleh masyarakat internasional;

 Kedua, Indonesia membantu penghentian kekerasan di Suriah melalui PBB. Indonesia menjadi salah satu dari sejumlah negara yang diminta PBB untuk mengirimkan tim pemantau ke Suriah. Saat ini ada 16 perwira Indonesia baik dari kepolisian dan TNI yang bertugas sebagai tim pemantau di Suriah.

 Ketiga, Indonesia pernah memanggil duta besar Indonesia untuk Suriah agar pulang ke Jakarta. Hal tersebut dilakukan sebagai sikap kecaman Indonesia terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Tetapi, kemudian Indonesia mengirim kembali duta besarnya beserta pengiriman 16 orang tim pemantau Indonesia. Indonesia juga memanggil kuasa usaha Suriah untuk Indonesia, Basam al-Khatib terkait tragedi kemanusiaan di Houla.

 Keempat, Indonesia mempertahankan hubungan diplomasi dengan Suriah, dengan mempertimbangkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang mencapai 80.000 orang yang berdomisili di Suriah.

Di samping itu, dalam pernyataan resminya di Konferensi Internasional Jenewa II, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Marty Natalegawa menegaskan kembali posisi dan determinasi Indonesia bahwa:

 Konflik Suriah tidak dapat diselesaikan secara kekerasan oleh militer, namun melalui jalan damai dengan mengadakan perundingan untuk menghasilkan kesepakatan berupa solusi politik yang komprehensif dan inklusif bagi seluruh pihak yang berkonflik.

 Prioritas kunci adalah menghentikan kekerasan bersenjata terhadap warga sipil karena telah menjadi tragedi yang melukai nilai-nilai kemanusiaan di Suriah.

(14)

13

REFERENSI

Antara (2012) Indonesia Urges All Parties in Syria to End Violence. Antara News. Tersedia di: http://antaranews.com/en/news/80134/indonesiaurges-all-parties-in-syria-to-end violence (diakses 3 November 2014).

Armandhanu, Denny (2014) Rusia: Peran Indonesia Penting Bagi Perdamaian Suriah. Viva News. Tersedia di: http://dunia.news.viva.co.id/news/read/480112-rusia--peran indonesia penting-bagi-perdamaian-suriah (diakses 3 November 2014).

Dockal, Ondrej (2012) Current Crisis in Syiria. NATO Background Report. New York: Association for International Affairs for the XVIII Year of Prague Student Summit. Euronews (2013) Syrian Conflict: The Background and the Current Situation on the Ground.

Euronews. Tersedia di: http://www.euronews.com/2013/06/13/all-you-need-to-know about the-syrian-conflict (diakses 3 November 2014).

Kementerian Luar Negeri (2008) Suriah. Kementerian Luar Negeri Indonesia. Tersedia di: http://www.kemlu.go.id/Daftar%20Perjanjian%20Internasional/suriah.htm (diakses 3 November 2014).

Kementerian Luar Negeri (2009a) Politik. Kementerian Luar Negeri Indonesia. Tersedia di: http://www.kemlu.go.id/damascus/Pages/Divisions.aspx?IDP=1&l=id (diakses 3 November 2014).

Kementerian Luar Negeri (2009b). Ekonomi. Kementerian Luar Negeri Indonesia. Tersedia di: http://www.kemlu.go.id/damascus/Pages/Divisions.aspx?IDP=2&l=id (diakses 3 November 2014).

Kementerian Luar Negeri (2009c) Penerangan, Sosial dan Budaya. Kementerian Luar Negeri Indonesia. Tersedia di:http://kemlu.go.id/damascus/pages/divisions.aspx?IDP=4&l=id (diakses 3 November 2014).

Lunes (2011) Middle East: The Crisis in Syria. Consejo Dominicano de Relaciones Internacionales. Tersedia di: http://cdri.funglode.org.do/index.php?option=com _content&view=article&id=403:middle-east-syriacrisis&catid=231:observatorio-de-crisis-internacionales&Itemid=104 (diakses 3 November 2014).

Pujayanti, Adirini (2013) Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam Krisis Suriah. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi, Vol. IV (11).

Pujayanti, Adirini (2013) Internasionalisasi Konflik Suriah dan Peran Indonesia. Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi, Vol. V (2).

(15)

14

Protect. Tersedia di: http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in syria (diakses 3 November 2014).

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai pendapat para ahli (Chaer 2010:142) mengemukakan pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau

Predictors: (Constant), panjang rangkaian, jarak alat, kecepatan kereta api,

gerak lurus, momentum dan impuls. Jadi, kemampuan dasar mekanika セ@ siswa memiliki kontri busi yang cukup signifikan bagi keterampilan セ@ menembak: stswa Diktuk

Sedangkan pada pasien rawat inap dengan lama hari rawat tidak ideal sebagian besar memiliki asupan lemak yang deisit pula yaitu sebanyak 10 orang (76,9 %).. Asupan

sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga. dimensi tersebut

003 (2017) Nur Fitri Syam 6 pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan

Dalam penelitian supramono dan Suyanto (2012) menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tindakan pajak agresif. Hal

Banyak metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan optimasi diantaranya adalah algoritma Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path Method (CPM).