• Tidak ada hasil yang ditemukan

Majalah Perencanaan Pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Majalah Perencanaan Pembangunan"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Pitts , W. D., & Wise , L. R. (2009). Workforce Diversity in the New Millennium: Prospects for Research. Review of Public Personnel Administration, 44.

Post, C., De Lia, E., Ditomaso, N., Tirpak, T. M., & Borwankar, R. (2009). Capitalizing on Thought Diversity for Innovation. Technology Management, 14.

Serrat, O. (2009). Harnessing Creativity and Innovation in the Workplace. Knowledge Solution. ASian Development Bank.

Söllner, R. (2010, April 27). Human Capital Diversity and Product Innovation: A Micro-Level Analysis.

International Schumpeter Society Conference 2010 on. Aalborg.

Talkea, K., Salomob, S., & Katja, R. (2010). How Top Management Team Diversity Af ects Innovativeness and Performance Via The Strategic Choice to Focus on Innovation Fields. Research Policy, 907.

Van der Vegt , G. S., & Janssen, O. (2003). Joint Impact of Interdependence and Group Diversity on Innovation. Journal of Management , 729.

Wise, L. R., & Tschirhart, M. (2000). Examining Empirical Evidence on Diversity Ef ects: How Useful Is Diversity Research for Public-Sector Managers?

Public Administration Review, 386.

Yang Yang, Alison M. Conrad. (2011). Diversity and Organizational Innovation: The Role of Employee Involvement. Journal of Organizational Behavior, 1062.

88 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Pitts , W. D., & Wise , L. R. (2009). Workforce Diversity in the Talkea, K., Salomob, S., & Katja, R. (2010). How Top

PENGANTAR REDAKSI

1 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Quo Vadiz Pariwisata? Demikian judul yang diangkat dalam Majalah Perencanaan Pembangunan edisi kali ini. Secara sederhana Quo Vadiz Pariwisata dapat di Indonesiakan sebagai Kemanakah arah pembangunan kepariwisataan di Indonesia? Data menunjukkan potensi pariwisata di Indonesia masih belum dioptimalkan, berdasarkan laporan yang dimuat dalam The Travel and Tourism Competitiveness Report 2013, peringkat daya saing pariwisata nasional berada pada rangking ke 70 dari 140 negara. Peringkat ini masih di bawah Singapura (10), Malaysia (34), dan Thailand (43). Rantai sektor pariwisata tidak dapat dilepaskan dari sektor pembangunan lainnya. Penciptaan nilai tambah sektor pariwisata sangat berkaitan erat dengan paradigma pembangunan nasional dimana tujuan akhirnya adalah untuk mensejahterakan rakyat dan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan bermartabat sepanjang zaman. Pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, serta lingkungan yang berkelanjutan merupakan sektor-sektor penting yang mengiringi pencapaian sektor-sektor pariwisata agar dapat dioptimalkan. Tidak kalah penting adalah visi sektor pariwisata agar komersialisasi sumber daya alam tidak menjadikan investor mengambilalih dan menjadi predator bagi masyarakat sekitar yang telah menjaga keindahan alam. Prinsipnya, keindahan alam boleh dijual dan dikomersialisasikan tapi tidak untuk pengambilalihan, karena semua kembali untuk kesejahteraan rakyat.

Beragam tulisan pilihan redaksi menyoroti kinerja sektor pembangunan. Proses pembangunan yang tiada henti tersebut harus didasarkan semangat atau nilai (values) untuk selalu melakukan perbaikan (continous improvement) dan mencapai kinerja yang lebih baik (better performance) dari waktu ke waktu. Kedua semangat ini perlu didukung dengan kegiatan evaluasi yang merupakan salah satu upaya untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan termasuk dalam penyelesaian permasalahan yang muncul dari suatu kebijakan pembangunan.

Edisi III tahun 2013 Majalah Perencanaan Pembangunan ini menampilkan delapan tulisan yang dapat dikategorikan sebagai evaluasi dan pembelajaran dari pelaksananaan kebijakan pembangunan, serta upaya perbaikan ke depan. Substansi kedelapan tulisan tersebut saling terkait, sektor pariwisata yang memiliki potensi luar biasa membutuhkan dukungan dari sektor pembangunan lainnya seperti sektor sosial budaya, ekonomi dan moneter, sumber daya manusia, dan upaya penanganan permasalahan lingkungan termasuk pendidikan tentang penanganan bencana alam.

Sejatinya sudah banyak tulisan tentang permasalahan di atas. Namun, mengingat pembangunan merupakan proses yang terus menerus dan tidak pernah berhenti sepanjang kehidupan manusia, maka diharapkan tulisan-tulisan dalam edisi III dapat memberikan informasi atau hal-hal baru bagi para pembaca, khususnya bagi para perencana pembangunan dalam melaksanakan tugas dan memberikan kontribusi yang terbaik bagi kemajuan Indonesia.

PENGANTAR REDAKSI

MAJALAH.indd Spread 1 of 44 - Pages(88, 1)

(2)

Tantangan di Era Kebangkitan Nasional Kedua

Sunata, Inyoman, Drs., Mpd *)

Email: sunnym_bappeda@yahoo.com

ASPEK SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN

ASPEK SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN

TELUK TRADISIONAL GILIMANUK

TELUK TRADISIONAL GILIMANUK

Abstract

Ketika geliat Pariwisata Provinsi Bali telah menempatkan Pulau Seribu Pura sebagai Primadona Daerah Tujuan Wisata di Dunia; pengembangan kepariwisataan Bali memerlukan kawasan wisata yang memadai, akibatnya penetapan kawasan pariwisata sering merambah tempat-tempat yang semestinya wajib dijaga kelestariannya. Banyak program pemerintah dalam menata kawasan wisata mendapat penolakan dari masyarakat misanya: Penetapan Kawasan Strategis Nasional Besakih, dan Reklamasi Teluk Benua Kabupaten Badung Bali. Salah satu kawasan lindung yang dibuka untuk kawasan Pariwisata adalah Zona Tradisional Teluk Gilimanuk. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : Sk. 143/IV-KK/2010 tanggal 20 September 2010 tentang Zonasi Taman Nasional Bali Barat; Zona Tradisional Teluk Gilimanuk ditetapkan sebagai Zona Pemanfaatan. Masyarakat mendukung kebijakan pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk asal pemerintah memperhatikan kearifan lokal dan

aspek sosial masyarakat. Penolakan beberapa kebijakan pemerintah disebabkan karena pemerintah dalam menetapkan kawasan tidak memeperhatikan aspek sosial berupa peran serta masyarakat; mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya.

Kata Kunci: Aspek Sosial, Penetapan Kawasan, dan Zona

Tradisional Teluk Gilimanuk

Pendahuluan

Bercermin dari penolakan masayarakat tentang Penetapan Kawasan Pura Besakih sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional Pariwisata (KSPN) dan penolokan Reklamasi Teluk Benua Kabupaten Badung Bali, pemerintah pusat maupun daerah semestinya melakukan rel eksi, kenapa konsep yang sangat baik dan strategis ditolak masyarakat. Masyarakat Bali tidak sepenuhnya menolak kebijakan pemerintah pusat maupun kebijakan daerah dalam menata kawasan wisata. Masyarakat Bali menyadari bahwa pariwisata merupakan denyut nadi kehidupan. Masyarakat berharap setiap kegiatan pembangunan agar dilakukan secara transparan dan partisipatif. Mereka ingin dilibatkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun kontrol sosial dalam setiap pembangunan. *) Drs. I Nyoman Sunata,M.Pd

- Perencana Utama pada Bappeda dan PM Kabupaten Jembrana Provinsi Bali

- Anggota Tim Penyusun Buku Kajian Pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk pada Balai Taman Nasional Bali Barat

2 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Christian R. Østergaard, Bram Timmermans, Kari Kristinsson. (2011). Does a dif erent view create something new? The ef ect of employee diversity on innovation. Research Policy, 500.

Corinne Post, m. D. (2009). Capitalizing on Though Diversity for Innovation. Research Technology Management, 14-25.

Dendhardt, R. B., Dendhardt, J. V., & Aristigueta, M. P. (2009). Human Managing Behavior in Public and Non Proi t Organizations. SAGE Publication, Inc.

Ferhan Karabacakoglu, Mustafa Özbilgin. (2010). Ericsson: the Business Case. In Cases in Strategic Management. London: McGraw-Hill.

Fernando, Martin-Alcazar; Pedro, M., Romero-Fernandez; Gonzalo, Sanchez-Gardey;. (2010). Ef ects of Diversity on Group Decision-Making Processes: The Moderating Role of Human Resource Management.

Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, 491.

Gassman, O. (2001). Multicultural Teams: Increasing Creativity and Innovation by Diversity. In Creativity & Innovation Management (pp. 88-95). Blackwell Publishers Ltd.

Gebert, D., Boerner, S., & Kearney, E. (2006). Cross-Functionality and Innovation in New Product Development Teams: A Dilemmatic Structure and Its Consequences for the Management of Diversity.

European Journal of Work and, 431.

Gerben S. Van der Vegt, Onne Janssen. (2003). Joint Impact of Interdependence and Group Diversity on Innovation. Journal of Management, 729.

Horwitz, S. K., & Horwitz, I. B. (2007). Team Demography The Ef ects of Team Diversity in Team Outcomes: A Meta-Analytic Review of Team Demography.

Journal of Management, 987.

Johansson, F. (2006). The Medici Ef ect. Boston: Harvard Business School Press.

Justesen, S. (2007, November 8). Diversity As A Building Block For Innovation In Europe. Udine, Italia. King, E., Michelle , H. R., & Beal , D. J. (2009). Conl ict and

Cooperation in Diverse Workgroups. Journal of Social Issues, 261.

Lauretta , P. M., Lobel, S. A., & Cox, H. T. (1996). Ethnic Diversity and reativity in Small Groups Small Group Research 1996 27: 248. Small Group Research , 248. Lauring, J. (2007). Obstacles to Innovative Interaction:

Communication Management in Culturally Diverse Organizations . Journal of Intercultural Communication.

Laursen, K., Mahnke , V., & Vejrup-Hansen, P. (2005). Do Dif erences Make A Dif erence? The Impact Of Human Capital Diversity, Experience And Compensation On Firm Performance In Engineering Consulting. DRUID Working Paper, 1.

Leibinger, D. (2011, November 13). Diversity, Successfully Managing Innovation Through Cultural. Retrieved from http://www.allegra-consulting.com/

López-Fernández, M., & Sánchez-Gardey, G. (2010). Managing the Ef ects of Diversity on Social Capital.

Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, 491.

Lovelace, K., Shapiro , D. L., & Weing, L. R. (2010). Maximizing Cross-Functional New Product Teams’ Innovativeness and Constraint Adherence: A Conl ict Communications Perspective. The Academy of Management Journal, 779.

Nai-Wen Chi, Yin-Mei Huang, Shu-Chi Lin. (2009). Between Organizational Tenure Diversity and Team Innovation: The Moderating Role of Team-Oriented HR Practices. Group & Organization Management, 698.

Niebuhr, A. (2010). Migration and innovation: Does cultural diversity matter for regional R&D activity?

Papers in Regional Science, 563-585.

Orlando , R., Mcmillan, A., Chadwick , K., & Dwyer, S. (2003). Employing an Innovation Strategy in Racially Diverse Workforces Ef ects On Firm Performance.

Group & Organization Management, 107.

Parrotta, P., Pozzoli, D., & Pytlikova, M. (2011). The Nexus Between Labor Diversity And Firm’s Innovation.

ORFACE MIGRATION Discussion Paper, 1.

Peter Nijkamp, C. O. (2011, April). Immigration and Innovation in European Regions. DIscussion Paper Series, pp. 1-30.

87 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Christian R. Østergaard, Bram Timmermans, Kari Lauretta , P. M., Lobel, S. A., & Cox, H. T. (1996). Ethnic

MAJALAH.indd Spread 2 of 44 - Pages(2, 87)

(3)

Conclusion and Policy Implications

The impacts of diversity dimensions are varied on various individual and organizational performances. The pattern of relationship between one diversity variable and certain type of outcome cannot be generalized whether consistently positive, negative, curvilinear, or unrelated. Based on the observation on the several research across countries, diversity in education has positive impacts on organizational outcomes in terms of innovation. Surprisingly enough, there is no evidence related to negative and curvilinear relationship. Moreover, diversity in higher educated/skilled employees has the strongest impact on administrative innovation, not administrative innovation such presented in the case of diversity in banks in the Midwestern U.S. and numbers of patent application in Denmark. Evidences from the observed research convince that educational diversity contributes not only to improve productivity of i rms but also productivity of the regions.

Limited number of available research related to the impact of educational diversity on innovation becomes a possible weakness of the generalizability. The generalizability of the relationship between educational diversity and innovative performance is possibly reviewed when the number of empirical research is higher than present observation. Another weakness is a lack of representation of public organizations in the research. Consequently, public managers may use untested assumption as a basis for diversity policies, strategies, and actions (Wise & Tschirhart, 2000). Dif erent organizational culture between private and public organizations is a possible factor that can result other patterns of relationships.

To improve innovativeness of the organizations, managers face a dilemma. In one side, they can improve the competitive advantages the educational diversity but in another side they have to deal with the negative ef ects of the workforce diversity They can either seek to adopt diversity policies in order to promote creativity and innovation or they can disregard the diversity dimension. However, both positive and negative ef ects of diversity depend on certain conditions that can be directly or indirectly managed by the Human Resources Management function (López-Fernández & Sánchez-Gardey, 2010).

Managers can play signii cant roles to supervise innovative team creation and formulize the best

composition of team members. Since the negative ef ects of diversity on team cooperation can decline overtime, the managers can facilitate and coordinate team to reduce the potential barriers that may disrupt communication among team members at the early age of teams. Team members should be encouraged to learn from each other and to voice divergent opinions. To capitalize on the value of diversity, managers should pay more attention to enhancing collaboration so that team members can learn from each other and mutually educate and encourage their colleagues to accomplish tasks and to promote one another’s success (Post, De Lia, Ditomaso, Tirpak, & Borwankar, 2009).

Works Cited

Karen A. Bantel, Susan E. Jackson. (1989). Top Management and Innovations in Banking: Does The Composition Of The Top Team Make A Dif erence?

Strategic Management Journal, 107.

(2006). Managing Diversity, Measuring Success. London: Chartered Institute of Personnel and Development. (2011, November 13). Global Diversity and Inclusion:

Fostering Innovation Through a Diverse Workforce.

New York: Forbes Insight. Retrieved from http:// www.forbesmedia.com

Adler, N. J. (2002). International Dimensions of Organizational Behavior. Mason: South-Western. Amabile, T. M. (1998 ). How To Kill Creativity. Harvard

Business Review, 77.

Aparna, J., Erhardt , N. L., & Jackson, S. E. (2003). Recent Research on Team and Organizational Diversity: SWOT Analysis and Implications. Journal of Management, 801.

Bassett-Jones, N. (2005). The Paradox of Diversity Management, Creativity and Innovation. Diversity Management, Creativity, and Innovation, 169. Bellini, E., I.P. Ottaviano, G., & Pine, D. (2008). Cultural

Diversity and Economic Performance: Evidence from European Regions. HWWI Research.

Bouncken, R. B. (2009). Cultural Diversity in Innovation Teams: Surface and Deep Level Ef ects. International Journal of Business Research, 17-26.

86 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Conclusion and Policy Implications composition of team members. Since the negative Maksud kajian aspek sosial dalam Pemanfaatan Zona

Tradisional Teluk Gilimanuk di Taman Nasional Bali Barat adalah agar dalam penjabaran Rencana Penegelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bali Barat khususnya

Pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk guna memantapkan fungsi dan manfaat kawasan, sosial dan budaya yang serasi dan seimbang dengan ekologi maupun ekonomi, sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Aspek sosial bermanfaat dalam mengelola potensi kawasan, memformulasikan kebijakan dan strategi operasional, menegaskan/penataan batas zonasi, memberikan arah kegiatan dan jenis kegiatan dan kesempatan masyarakat sekitar melakukan aktivitas ekonomi, rekreasi dan ekowisata, pengawasan dan pengendalian yang dapat dijadikan tools dalam mengembangkan zona tradisional secara partisipatif. Tujuan kajian aspek sosial Pemanfaatan Zona Teluk Tradisional Gilimanuk adalah terakomodasinya peranserta masyarakat dalam penyusunan Dokumen ”Pemanfaatan Zona Teluk Tradisional Gilimanuk” sebagai pengintegrasian perencanaan pemanfaatan ruang zonasi TNBB dengan RTRWP Bali maupun RTRWK Jembrana. Seluruh stakeholders pada kawasan Gilimanuk sebagai Kawasan Strategsis memahami dan memiliki persespsi yang sama dalam pengembangan program kegiatan ekonomi masyarakat dan pengawasan dan pengendalian berdasarkan prinsip-prinsip konservasi yang seimbang, serasi dan selaras untuk mempertahan kelestarian ekosistem perairan secara berkelanjutan

Sesuai dengan hasil Review Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bali Barat periode tanggal 1 April 1997 – 31 Maret 2022; Manajemen pengelolaan Taman Naman Nasional secara umum diharapakan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Nilai Ekonomi: Dapat dikembangkan sebagai kawa-san yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai con-toh potensi terumbu karang merupakan sumber alam yang memiliki produktivitas dan keanekaraga-man yang tinggi sehingga membantu meningkat-kan kwalitas lingkungan dan habitat berbagai jenis ikan jika dimanfaatkan akan dapat meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

2. Nilai Ekologi: Lingkungan biotik dan abiotik di dara-tan maupun perairan apabila dikelola secara arif dan bijaksana akan dapat memperbaiki kualitas dan ke-seimbangan lingkungan.

3. Nilai Estetika: Keindahan alam dapat dikelola sebagai obyek ekowisata/wisata alam bila dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam bahari maupun daratan.

4. Nilai Pendidikan dan Penelitian: Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

5. Nilai Jaminan Masa Depan : Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara terbatas bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. Seiring dengan kebijakan penataan kawasan wisata, adanya kebijakan akses pemanfaatan Taman Nasional Bali Barat, khususnya Zona Tradisional Teluk Gilimanuk sebagai Kawasan pariwisata, penulis sebagai salah satu Tim Penyusun Buku ”Pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk” memandang perlu melakukan kajian aspek sosial dalam penetapan ”Pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk”.

Metode Penelitian

Dalam studi pembangunan diperlukan kajian sosial, hal ini dilakukan karena aspek sosial sering menghambat implementasi kebijakan pemerintah di daerah. Untuk menggali aspek sosial dalam pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk dengan memberi akses pada masyarakat, maka strategi yang digunakan adalah penelitian qualititative research. Menurut John W. Creswell, ( dalam Amandus Jong Tallo dan Anselmus Tallo : 2013) pendekatan kualitatif adalah suatu proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan penciptaan gambar holistic yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah. Untuk menunjukan pemanfaat Zona pada Balai Taman Nasional dalam setiap aktivitas masyarakat, pertama-tama dilakukan wawancara semi terstuktur pada orang kunci (key informan) yang mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan tema

dalam pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk. Key informan selanjutnya akan merekomendasikan informan lain yang berkaitan Konsep Tri Hita Karana yaitu hubungan Mnusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam lingkungan.

3 Edisi 03/Tahun XIX/2013

MAJALAH.indd Spread 3 of 44 - Pages(86, 3)

(4)

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, studi pustaka dan wawancara. Wawancara dilakukan dengan Bendesa Desa Pekraman sebagai tokoh yang dituakan dalam Masyarakat Gilimanuk, serta tokoh masyarakat yang mengetahui permasalahan dalam Pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk. Data hasil wawancara yang sudah diperoleh, kemudian di rekap, sehingga menghasilkan pandangan masyarakat tentang pemanfaatan Pemanfaatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk dalam Konsep Tri Hita Karana.

Pengolahan data dilakukan dengan metode diskriptif dan komparatif. Data-data yang telah terkumpul dikelompokan secara sistematis dan disbanding bandingkan satu dengan lainnya sehingga diperoleh kesimpulan.

Kajian Pustaka

Indonesia banyak memiliki Kawasan lindung yang indah menjadi incaran wisatawan untuk sekedar menikmati hingga memanfaatkan sebagai kawasan wisata. Salah satu kawasan wisata yang memanfaatkan kawasan lindung adalah Taman Nasional.Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai fungsi pelestarian sistem penyangga kehidupan, pelestarian sumber daya genetik dan pemanfaatan secara lestari (Menteri Kehutanan :2007). Sementara itu dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/ Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Taman Nasional; Balai Taman Nasional Bali Barat diberi tugas mengelola kawasan Taman Nasional Bali Barat seluas 19.002,89 Ha. terdiri kawasan daratan seluas 15.587,89 Ha dan kawasan perairan seluas 3.415 Ha. Tipe ekosistem asli yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat meliputi wilayah perairan, mangrove, padang lamun dan pesisir, sedangkan ekosistem daratan mulai dari ekonsistem pantai, savana, hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan. Pengelolan Taman Nasional berdasarkan sistem zonasi untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam. Menurut Menteri Kehutanan; Keberadaan Taman Nasional Bali Barat tidak terlepas dari potensi sumber daya genetik yang khas dan endemik Bali yang dilestarikan yaitu Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi). Potensi fauna langka lainnya yang terdapat

didalam kawasan Taman Nasional Bali Barat adalah jenis Banteng (Bos javanicus), Rusa (Cervus timorensis), penyu Rider (Lepidochelys olivaceae). Beraneka ragam jenis l ora dan fauna yang dilindungi Undang-Undang juga terdapat beraneka ragam jenis ekosistem yaitu ekosistem hutan savana, hutan hujan tropika, hutan musim dan hutan mangrove serta ekosistem terumbu karang yang sangat menarik bagi wisatawan dan peneliti untuk melakukan pengkajian, budi daya untuk kesejahteraan bagi manusia.

Salah satu Kawasan wisata di Pulau Bali yang mulai banyak dilirik wisatawan adalah Zona Tradisional Teluk Gilimanuk yang populer dengan sebutan ”Karang Sewu”. Teluk Tradisional Gilimanuk merupakan salah satu lokasi wisata yang berada di Balai Taman Nasional Bali Barat.

Zona tradisional kawasan Perairan Teluk Gilimanuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : Sk. 143/IV-KK/2010 tanggal 20 September 2010 tentang Zonasi Taman Nasional Bali Barat mempunyai luas 259,038 Ha meliputi seluruh perairan Teluk Gilimanuk kecuali 50 M dari pantai Pulau Kalong, Pulau Burung, Pulau gadung, dan 150 m dari pantai daratan utama Teluk lumpur kearah Timur dan kearah Utara hingga pantai Lama, batu Payung dan Teluk Buaya.

Gambar 1. Lokasi Zona Tradisional Teluk Gilimanuk Sumber : Bappeda dan PM Kab Jembrana 2012

Secara administrasi pemerintahan Teluk Tradisional Gilimanuk terletak di wilayah lingkungan Arum Timur Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana sedangkan secara admininstrasi pengelolaan hutan termasuk wilayah kerja Resor Polisi Hutan Ambyarsari, Seksi Pengeloaan Taman nasional Wilayah I Jembrana Balai Taman Nasional Bali Barat. Secara geograi s Teluk Tradisional Gilimanuk terletak pada koordinat :

4 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, studi didalam kawasan Taman Nasional Bali Barat adalah expertise may prevent team members to integrate their

dif erent perspectives through collaborative learning. The impacts of cross functional team diversity on innovation depend on the collaborative contribution of each team member that uses multiple perspectives and knowledge bases (Lovelace, Shapiro, & Weing, 2010). Based on a research conducted a cross-section of Germany regions, Niebuhr (2010) concluded that cultural diversity in terms of nationality has strong relationship with innovation. The i ndings suggest that dif erences in knowledge and capabilities of workers from diverse nationalities enhance performance of regional R&D sectors. However, this research also results that education levels are important. The strongest impact on innovation output is related to diversity among highly qualii ed employees. These results indicate that cultural diversity of highly skilled labor is very important to develop new ideas and products. A broader sample research conducted by Talkea, Salomob, & Katja (2010). They used empirical sample on cross-national and focuses on i rms which operate in only one major business area, of er manufactures goods (no services) and publicly listed. To minimize intra-i rm hetereogenity, they selected only i rms with a dominant or single-product business from manufaturing sectors. They concluded that task-oriented of top management team (TMT) diversity has a signii cant and positive impact on a i rm’s strategic choice to focus on innovation i elds. Task oriented variables used are educational background, functional background, industrial background, organization background, and board tenure. Educational background measures the maximum educational level of each TMT member within the categories high school degree, bachelor’s degree, master’s degree, doctoral degree. Functional background describes which category most closely represents a TMT member’s functional specialization. Using data from 1,775 Danish companies, Østergaard, Timmermans, & Kristinsson (2011) investigated the relation between employee diversity and innovation in terms of gender, age, ethnicity, and education. The statistical model reveals a positive relation between diversity in education and gender on the likelihood of introducing an innovation. They found a negative ef ect of age diversity and no signii cant ef ect of ethnicity on the i rm’s likelihood to innovate. Furthermore, the statistical model presented a positive relationship between an open culture towards diversity and innovative performance. These i ndings did not

show any curvilinear relationship between diversity and innovation. Firms with more balanced gender composition are more likely to innovate compared to i rms with high concentration in one gender. Firms with a higher number of employees with a higher education and diversity in the types of educations have a higher likelihood of innovation. Diversity in age appears to have either negative or neutral ef ect, although average age has no signii cant impact. The study also results no signii cant ef ect of ethnical diversity on innovation. Another related study from Denmark is conducted by Parrotta, Pozzoli, & Pytlikova (2011). They investigated the impacts of racial and educational diversity in 14,000 i rms per year over from 1996 to 2003. They found strong evidence that diversity in education/skills and ethnicity of the labor has positive impacts on the innovation of i rms. The regresion model resulted that a one percent increase in the educational heterogeneity implies a 2.23 percent increase in the number of patent applications. Moreover, this result suggests that educated or skilled foreign labors can contribute to for productivity and economic growth.

Table 1 The Impact of Educational Diversity on Innovation in the Observed Research

No. Researchers and Year Sample Relationship

1. Bantel & Jackson (1989)

Top management team in 199 banks in Midwestern region of the United States

Positive

2. Niebuhr (2010) Regional data on patent

applications in 95 regions across Germany

Positive

3 Post, De Lia, Ditomaso, Tirpak, & Borwankar (2009)

28 innovation teams Positive

4. Talkea, Salomob, & Katja (2010).

Cross-national manufacturing i rms, operating in only one major business area,

publicly listed

Positive

5. Østergaard, Timmermans, & Kristinsson (2011)

1,775 Danish companies, Denmark

Indirect positive

6. Parrotta, Pozzoli, & Pytlikova (2011).

Denmark, 14,000 i rms per year over from 1996 to 2003

Positive

85 Edisi 03/Tahun XIX/2013

expertise may prevent team members to integrate their show any curvilinear relationship between diversity

MAJALAH.indd Spread 4 of 44 - Pages(4, 85)

(5)

is associated with high quality idea production, particularly when group members are heterogeneous along dimension to the tasks facing the group. Moreover, Diversity of perspective generates more alternatives and greater critical evaluation (Bassett-Jones, 2005). Diverse teams that actually utilized the variety of perspective present outperformed the homogeneous teams whereas diverse teams that did not utilize the diversity performed worse than the homogeneous teams. The members of functionally diverse teams have less collaborating learning ability since they tend to rely on the expertise of individual members rather than undertaking the more dii cult task of learning from one another (Post, De Lia, Ditomaso, Tirpak, & Borwankar, 2009). Cross functionality does not automatically contribute to positive impacts on team innovation. To avoid negative impatcs, cross functionality teams should separate relationship conl icts and value conl icts from task conl icts (Gebert, Boerner, & Kearney, 2006). Representation of various educational and functional backgrounds may provide a team with more knowledge and expertise. Furthermore, team members from various backgrounds can also connect the team to more sources of ideas because the members collectively possess broader networks than teams that have homogeneous backgrounds. Finally, representation from a variety of organizational functions should also help teams understand a problem’s complexity as well as address the potential impact of a proposed innovation throughout the organization.

The Impact of Educational Diversity on Innovative Performance

Research on the impact of multicultural workforce diversity related to innovation is relatively scarce. On the other hand, demand for promoting innovation related to the impact of diversity has been increasing due to competition in turbulent markets and environmental uncertainty (Horwitz, 2007). Since market changes very quickly, private sectors are in competition to produce goods and services that will lead market share. Human capital of the i rms plays signii cant role to maintain i rm’s competitiveness to produce goods or services creatively. Diverse employees can increase competitive advantages of organizations in terms of organizational l exibility, creativity, and problem solving (Cox & Blake, 1991).

Many claims arise that human capital diversity becomes increasingly important in a business environment that requires competitive advantage coming from innovative activities. Competitive advantage in the industry seems to be based on combining skills, which are more fundamentally dif erent (Laursen, Mahnke , & Vejrup-Hansen, 2005). However, although human capital is an important factor that inl uences i rm’s innovation, the composition of human capital that may af ect innovative performance is still unclear (Söllner, 2010).

Based on a research on Top Management Team (TMT) in Bank located in the midwestern region of the United States, Bantel & Jackson (1989) concluded that innovation is positively correlated with team heterogeneity with respect to age, education, and functional experience. Only tenure heterogeneity is not signii cantly correlated with innovation. Innovation was greater in banks led by more educated managers who came from diverse functional backgrounds. It indicates that more innovative organization should have diverse and highly educated team members. However, dif erent aspects of team composition af ect two types of innovations dif erently. Various educational levels are signii cant for technical innovation that is related to product and services produced and production process, but not for administrative innovation. On the other hand, functional heterogeneity is signii cant for administrative innovations that is associated to changes in the organizational structure and the people within the organization but not for technical innovation. A possible explanation for high association between education and technical innovation, more educated management teams are more proactive in initiating the development of technical innovations.

Based on study of 28 innovation teams, Post, De Lia, Ditomaso, Tirpak, & Borwankar (2009) concluded that the degree of educational diversity among team members had no detectable inl uence on team’s innovative behavior. However, increasing educational diversity on a team increases the degree of connective thinking, so educational diversity appears to have an indirect positive ef ect on innovativeness. Therefore, increasing the educational diversity of team members may foster innovation through the ef ects on the team’s range of problem-solving approaches. This study also suggests that although functional diversity can help produce innovation, it also leads to detrimental team dynamics. Functional diversity provides space to i nd innovative solution for solving complex problem due dif erent expertise of team members. However, the dif erences of

84 Edisi 03/Tahun XIX/2013

is associated with high quality idea production, Many claims arise that human capital diversity becomes Utara : 08o09’32” LS dan 114o26’36,37” BT

Selatan : 08o09’32” LS dan 114o26’39,70” BT

Timur : 08o09’70” LS dan 114o27’57,59” BT

Barat : 08o10’10,73” LS. dan 114o26’26,58” BT

Menurut data Balai Taman Nasional Bali Barat (2012), ekosisitem pada zone Teluk Tradisional Gilimanuk

terdiri dari ekosistem daratan berupa hutan mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem hutan musim, ekosistem hutan hujan dataran rendah, ekosistem evergreen, dan ekosistem savana. Sedangkan tipe ekosistem perairan meliputi ekosistem coral reef, ekosistem padang lamun, ekosistem pantai berpasir, ekosistem perairan laut dangkal, dan ekosistem perairan taut. Iklim kawasan zona pemanfaatan tradisional diperairan Teluk Gilimanuk berdasarkan klasii kasi Schmit & Ferguson termasuk tipe iklim E, dimana bulan hujan hanya berlangsung dari Desember sampai April, curah hujan rata-rata tahunan kurang dari 1.500 mm dengan kelembaban udara dibawah 55 %.

Geologi dan tanah yang membentuk kawasan ini merupakan batuan Andesit termasuk formasi batuan klatakan - merboek sedangkan jenis tanah merupakan endapan aluvial coklat kelabu berpasir mempunya sifat remah dan jerap air yang rendah hal ini mengakibatkan zona ini tidak cocok untuk budi daya dan rehabilitasi kurang berhasil.

Kondisi topograi zona pemanfaatan tradisonal kawasan perairan Taman Nasional Bali Barat secara keseluruhan datar dengan kelerengan 0 - 2 % dan ketinggian tempat antara 0 - 250 m diatas permukaan laut. Hidrologi daerah ini sebagaian besar merupakan daerah perairan yang terletak disekitar Teluk Gilimanuk kondisi sirkulasi air laut sangat cepat mengikuti kondisi peraiaran Selat Bali hal ini berpengaruh pada tipe vegetasi hutan mangrove dan terumbu karang yang ada.

Gambar 2.Rencana Akomodasi Wisata di Teluk Gilimanuk Sumber : Bappeda dan PM Kab Jembrana 2012

Potensi wisata yang memungkinkan untuk dikembangkan dikawasan zona pemanfaatan tradisional ini adalah atraksi wisata alam berupa penyediaan jasa wisata tirta seperti penyewaan kano, berperahu tradisional, lomba perahu tradisional, wisata pendidikan, wisata ke Pulau Burung dan sekitarnya, tour mangrove dan bird wathcing, sedangkan didaratan dapat dilakukan aktii tas rekreasi keluarga, penyewaan tikar, warung makanan dan minuman ringan dengan konsep alamiah dan tidak permanen.

Dalam Perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana 2012-2032 disebutkan Sesuai dengan visi jangka panjang pembangunan Kabupaten Jembrana untuk mewujudkan Jembrana yang Jagadhita berlandaskan Tri Hita Karana membutuhkan penataan ruang wilayah secara terpadu yang hijau, lestari, aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandasarkan kebudayaan Bali; diperlukan kearifan lokal dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah secara terpadu meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk dapat mengarahkan struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten Jembrana yang memberikan manfaat bagi semua kepentingan, yang dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 5 tahun 1990, PP. No. 36 tahun 2010) pengelolaan Taman Nasional dilaksanakan oleh Pemerintah, namun hak mengelolanya dapat diberikan kepada Swasta maupun kelompok secara kolaboratif bekerjasama Masyarakat disekitar kawasan Taman Nasional Bali Barat, hal ini dimaksudkan sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah kepada masyarakat dalam turut serta berpartisipasi aktif dalam pembangunan kehutanan sesuai visi Kementerian Kehutanan ”Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera yang Berkeadilan”.

Adapun sasaran yang hendak diwujudkan sebagai berikut :

1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang

seimbang menunjang sistem penyangga kehidupan bermapaat bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteran masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Bali Barat

2. Pemanfaatan sumber daya alam secara tearah dan

terkendali untuk menjamin kelestarian manfaat dan berkelanjutan.

5 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Utara : 08o09’32” LS dan 114o26’36,37” BT Potensi wisata yang memungkinkan untuk

MAJALAH.indd Spread 5 of 44 - Pages(84, 5)

(6)

3. Terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik

dan tipe-tipe ekosistem sehingga mampu menunjang kehidupan masyarakat, pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan ecotourism, seni dan budaya

Seseuai UU No. 27 tahun 2007 dimana sebagai kawasan Taman Nasional Bali Barat mempunyai potensi perairan sekaligus merupakan bagian Kawasan Konservasi Perairan yang sudah exissting dimana peneglolaannya sudah lebih permanen, dalam pengelolaan kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil dimasukan kedalam Jejaring Kawasan Komservasi Perairan (JKKP Bali) yang dalam progresnya dalam tahun 2012 penyelesaian cetak biru (blue print) pengelolaan Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Bali (JKKP Bali).Landasan hukum kebijakan pengelolaan Taman Nasional Bali Barat yang dituangkan dalan rencana pengelolaan jangka panjang adalah UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP. No. 36 tahun 2010 tentang pengusahan pariwisata di Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya, serta kebijakan Pembangunan Kehutanan Propinsi Bali yang ditindak lanjuti dengan Peraturan menteri Kehutanan No. 48 Tahun 2010 tentang tata cara pengajuan Ijin Pengusahaan pariwisata alam Di Taman Nasional, Taman Wisata alam dan Taman Hutan raya mengatur bahwa pemberian hak pengelolaan/ pengusahaan pariwisata alam dapat diberikan kepa badan usaha, kopersai, kelompok masyarakat maupun lembaga dalam bentuk penyediaan sarana pariwisata alam dan penyediaan jasa wisata alam.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 56 /Menhut-II/2006 bahwa kegiatan masyarakat yang ada ketergantunganya dengan sumber daya alam yang dapat dilakukan pada zona tradisional antara lain :

Perlindungan dan pengamanan

Inventarisasi dan monitoring jenis yang dimanfaat-kan oleh masyarakat

Pembinaan habitat dan populasi Penelitian dan pengembangan

Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang ber-laku

Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengatur jenis usaha yang dapat dikembangkan dalam pembinaan obyek baik dalam bentuk Daerah Tujuan Wisata (DTW) dann penetapan Kawasan Daerah Tujuan Wisata Kabupaten/Kota (KDTWK) maupun sebagai penetapan Obyek Wisata (OW), maka jenis-jenis usaha yang dapat dikembangkan dikawasan perairan teluk Gilimanuk adalah sebagai berikut :

Penyediaan Jasa wisa Tirta

Penyediaan jasa Makanan dan minuman wisata Penyediaan jasa informasi wisata

Penyedian jasa wisata alam

Penyediaan jasa pemandu wisata alam Penyediaan jasa wisata spiritual Dan lain-lain

Untuk menyelaraskan beberapa peraturan perundang-undangan tersebut diatas dengan kebijakan pemerintah daerah terutama dalam penataan ruang sesuai Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 16 tahun 2009 dijadikan acuan pula dalam masukan ini, khusunya pada pasal 49 ayat 5 ditegaskan kawasan Taman Nasional Bali Barat seluas 19.002,89 ha meliputi wilayah daratan dan perairan laut berlokasi di Desa Penginuman, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana dan di Desa Sumberkima dan Desa Sumber klampok Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng menjadi wilayah yang harus dipertahankan. Didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali kawasan Gilimanuk ditetapkan sebagai kawasan strategis dengan fungsi perhubungan, ekonomi dan pariwisata dimana kawasan Taman Nasional Bali Barat termasuk didalamnya. Didalam rencana pengelolaan jangka panjang /rencana karya pengelolaan Taman Nasional Bali Barat fungsi sosial kawasan terhadap masyarakat penyangga telah diatur pula keberadaan masyarakat dan atau lembaga masyarakat, baik untuk kepentingan pengembangan lembaga pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Pembahasan

Perkembangan pemanfaatan ruang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, perkembangan jumlah penduduk,

6 Edisi 03/Tahun XIX/2013

3. Terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang 4. Creativity as a process.

Creativity is a process of generating and testing ideas. The creative process may or may not yield a new product or process and individual can play dif-ferent roles in the process.

5. Integrated view perspective. Creativity is a function of the interaction among people, their environment, as well as their task.

Related to the integrated view perspective, Johansson (2006) concluded that creativity or a large number of extraordinary new ideas can be created from an intersection of i elds, disciplines, or cultures. Innovation requires interactive process that often involves communication and interaction among employees in the organization (Østergaard, Timmermans, Kristinasson, 2011). World changing discoveries come from the interaction of various dimensions of diversity. Mutual interaction and communication across cultural boundaries plays signii cant role to activate innovative potency (Lauring, 2007). For example, the invention of DNA structure was supported not only by diversity of educational background but also diversity of nationality, institutions, and gender.

However, various barriers may prevent i nding intersec-tion or interacintersec-tion. Based on research conducted on 14 Danish companies, insui cient language skills is the primary barrier to interaction (Lauring, 2007). Subse-quently, the communication across cultural boundaries becomes one of the basic preconditions for the devel-opment of an innovative international environment. Un-fortunately, communication in culturally diverse organi-zations is often a complicated matter. Another possible barrier is lack of cohesiveness of team since diversity could cause conl ict among employees. However, when it is ef ectively handled, it can lead to improved creative problem-solving and decision-making. King, Michelle , & Beal (2009) argued that the ef ects of demographic heterogeneity led to group norms emphasizing lower cooperation, but the ef ects weakened over time. They concluded that the negative ef ects of demographic di-versity would be strongest for team newcomers and for newly developed teams, but the ef ects would actually be positive in the long run.

Workforce diversity has broad dimensions but it can be grouped in two common dimensions including demographic diversity and human capital diversity (López-Fernández & Sánchez-Gardey, 2010).

Demographic diversity dimensions is related to age, gender, and race/ethnicity while human capital diversity is ref ered to the set of knowledege, skills, experience, and values possesed by group members. Diversity in human capital plays signii cant role to leverage innovative performance. The human capital is af ected by diversity in the composition of employees and their interaction (Laursen, Mahnke , & Vejrup-Hansen, 2005). For example, racial diversity is positively related to innovation under the condition of high variation in involvement where minority employees are equally or more active in involvement behaviors than their majority counterparts (Yang & Conrad, 2011). However, racial diversity is unrelated to innovation when level of employee involvement is low or under the condition of high level with low variation in involvement. Based on a research in 177 banks, the relationship between racial diversity and performance is conditional and depends on the level of innovativeness in a i rm (Orlando , Mcmillan, Chadwick , & Dwyer, 2003). When racial diversity increases in banks with high in innovativeness, performance is enhanced. In contrast, performance for banks low in innovativeness decreases as racial diversity is increased.

As seen from the above studies, the power of diversity on innovation is belong to the diversity itself, not similarity. The benei ts of diversity to innovation depend on how much collective dif erence as on aggregate ability. Thinking dif erently is required to i nd new and better solutions, and innovation. Large pool of knowledge, skills, life experience, perspectives, and expertise could be available in workplaces that promote diversity. Heterogeneity has positive impact on generating and sharing various ideas but it also prevents the team members to achieve consensus, even more it can cause conl ict among team members.

Cognitive diversity among heterogeneous members promotes creativity, innovation, and problem solving, and thus results in superior performance relative to cognitively homogeneous teams (Horwitz, 2007). Positive ef ects come basically from the cognitive side of group working. Dif erent mental models and ways of perceiving and interpreting information coincide in diverse groups, which are able to generate more alternatives to decide and solve problems (Martin-Alcazar, Romero-Fernandez, Sanchez-Gardey, 2010). Lauretta , Lobel, & Cox (1996) concluded that heterogeneity of team member characteristics is related to various perspectives. Variety in perspectives

83 Edisi 03/Tahun XIX/2013

4. Creativity as a process. Demographic diversity dimensions is related to age,

MAJALAH.indd Spread 6 of 44 - Pages(6, 83)

(7)

1996). Actual productivity of multicultural teams is inl uenced by how well the teams can manage resources they have and minimize faulty process.

In economic perspective, diversity has a positive relationship with regional productivity. In a study of the economic value of cultural diversity in the U.S., Ottaviano and Peri (2006) argue that cultural diversity has positive impacts on the productivity of natives. A more multicultural urban environment makes US-born citizens more productive. The i ndings of this study are consistent with those of Bellini, I.P. Ottaviano, & Pine, (2008) in Europe. Common sense seems to dictate that skills of foreign workers might complement those of native labor force. Another possible explanation, the foreign workers may provide services that are not perfectly substitutable with those of natives. However, higher regional productivity may be also inl uenced by the demographics of regions such as higher education, higher international experience, and higher exposure to culture and news. People who have these characteristics may be more appreciative to diversity. In such regions, productivity is not inl uenced by diversity but tolerant citizens.

A study of the implication of diversity for organizational competitivenss by Cox and Blake (1991) illustrated the cost of diversity where failure to manage women and racio-ethnic minorities is accociated with high turnover and absenteesm. On the other hand, organizational accomodation to diversity such as sponsoring child care and greater l exible work schedulling contributes to reduce absenteeism. Based on the result of the study, these scholars suggest that the organization should invest on managing workforce diversity in order to anticipate the higher costs or to gain more benei ts associated with diversity.

Theoretical Framework

Innovation cannot be separated from creativity as it is an essential part of the process of innovating. According to Serrat (2009), creativity plays a signii cant role in the innovation process and it is a creator and sustainer of performance and change. Moreover, Johansson (2006) claims that creativity consists of new and valuable ideas while innovation come from creative ideas that had become realized. The essence of Johansson’s argument is that not all creative ideas become innovation. With regards to creativity within individual, Amabile (1998) dei nes three elements of creativity.

First is expertise which is associated with knowledge-technical, procedural and intellectual. Second is intrinsic motivation that refers to an inner drive for problem solving which gives an individual satisfaction without rewards. Third element is creative thinking skills which relates to how people approach problems.

Figure 1 Three Components of Creativity Source: Amabile, 1998.

After looking at several studies, it is assumed that there is no single dei nition of creativity because creativity is commonly viewed by dif erent settings or perspectives. In line with the concept of creativity, Dendhardt, & Aristigueta (2009) summarized i ve prespectives of creativity as follows:

1. Creativity as a trait.

People have inborn characteristics that inl uence them to be creative. Some people may have traits that make them naturally creative and they would probably be cre-ative wherever they are situated.

2. Creativity as cognitive skills an abilities.

Creative is based on conceptual skills and abilities such as divergent and abstract thinking. Creative can be en-hanced by learning and improving certain cognitive skills.

3. Creative as behavior.

Creativity is whatever results in the formation of new ides or solutions that are useful. The value of creativity lies in what useful outcomes are produced.

82 Edisi 03/Tahun XIX/2013

1996). Actual productivity of multicultural teams is First is expertise which is associated with knowledge- penyediaan infra struktur dan sarana prasarana

pendidikan, kesehatan sosial keagamaan, lingkungan dan pemukiman maupun fasilitas umum lainnya seperti kawasan pariwisata. Dilihat dari asal muasal penduduk yang bermukim diwilayah kelurahan Gilimanuk sangat beragam mereka berasal dari suku Jawa, Madura, Bali, Bugis, Sunda dan lain-lain, berdasarkan data statistik jumlah penduduk Gilimanuk (Tahun 2012) mencapai 8.626 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 31.118 Jiwa/Km2 . Kondisi kependudukan ini sangat perlu dipertimbangkan dalam aspek sosial penataan

Zona Tradisional Teluk Gilimanuk.

Gambar 3. Peta Citra Kepadatan Penduduk Gilimanuk.

Hasil dari penelusuran di masyarakat, berdasarkan inventarisasi, observasi, dan wawancara dengan narasumber maka diperoleh gambaran sebagai berikut: Menurut masyarakat Gilimanuk, pemanfaatan tradisional saat ini belum diatur secara formal karena belum memilki legalitas baik perijinanannya maupun jenis-jenis kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat karena belum pernah dilakukan kajian disisi lain pihak pengelola Taman Nasional belum memiliki perangkat (tools) untuk mengendalikan aktii tas masyarakat dan adanya kekhawatiran terjadi oven akses dan bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Aktii tas masyarakat disekitar perairan teluk Gilimanuk saat ini lebih banyak dilakukan oleh nelayan atau pokmas, wisata tirta berupa pemanduan, penyewaan perahu tradisional, lomba perahu tradisional, canoing, tour mangrove, bird watching, , pengambilan kerang-kerangan saat air surut secara manual, sedangkan didaratan di sekitar pantai Karangsewu dimanfaatkan untuk wisata keluarga, penjualan makanan ringan dengan warung tidak permanen.

Masyarakat nelayan maupun pokmas wisata sangat peduli akan kelestarian sumber daya alam zona pemanfaatan tradisonal, terutama dalam hal kebersihan dan keamanan dengan ikut berpatroli jika menemukan hal-hal yang mencurigakan cepat berkoordinasi dengan petugas Taman Nasional Bali Barat.

Aktii tas yang kurang tepat dilakukan masyarakat terutama yang tingkat keasadarannya kurang mengerti tentang estetika dan etika adalah pembuangan sampah limbah rumah tangga kedalam kawasan Taman nasional Bali Barat, penggembalaan ternak secara liar dan pengambilan hijauan pakan ternak hal ini bertentangan dengan ketenuan yang berlaku.

Bentuk kelembagaan masyarakat yang beraktii tas di-sekitar perairan teluk Gilimanuk adalah Kelompok Ma-syarakat (Pokmas) di teluk Gilimanuk bergerak dibidang penyediaan jasa wisata alam dan Kelmpok Nelayan Ka-rangsewu yang ditunjuk sebagai sentra penyuluhan ke-hutanan pedesaan (SPKP) yang bergerak dalam peny-uluhan pelestarian sumber daya alam, penyediaan jasa wisata alam dan nelayan. Masing-masing kelompok ini (Pokmas dan SPKP) sudah memiliki peraturan organisa-si dalam bentuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sehingga jelas arah dan dan tujuan masing-ma-sing lembaga ini.

Potensi zone pemanfaatan tradisional diperairan Teluk Gilimanuk yang sudah teridentii kasi dan berkembang adalah wisata alam dan pendidikan lingkungan, se-dangkan potensi l ora fauna adalah sebagai berikut :

Wisata tirta/glas buttum boat

Penyelaman/diving serta selam/snorkeling Pendidikan konservasi/demplot mangrove terma-suk Pengenalan biota laut, jenis burung air, jenis reptil pesisir, mamalia mangrove

Wisata ke Pulau Burung dan sekitarnya menikmati pasir putih

Pendidikan pengenalan mangrove/Tuor mangrove Penjualan Cendramata/souvenir

Penjualan makanan dan minuman ringan Perkemahan singkat/camping

Pendidikan lingkungan/ kebersihan pantai Lain-lain

Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber baik yang berasal dari Instansi teknis, Pemerintah

7 Edisi 03/Tahun XIX/2013

penyediaan infra struktur dan sarana prasarana Masyarakat nelayan maupun pokmas wisata sangat

MAJALAH.indd Spread 7 of 44 - Pages(82, 7)

(8)

Kelurahan Gilimanuk maupun dari Taman Nasional Bali Barat dapat dikumpulkan data sebagai berikut ini :

Perlu adanya penegasan kegiatan terhadap jenis dan bentuk kegiatan yang direkomendasikan kepada masyarakat agar pemanfaatan zonasi sesuai arahan rencana pengelolaan dalam kajian ini

Perlu adanya standar Prosedur dan Operasional Pemanfaatan Kawasan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk

Perlu memperhaikan daya dukung lingkungan dalam pemanfaatan Zona Tradisinal Teluk Gilimanuk sebagaimana amanat pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Perlu adanya paduserasi antara kebijakan pembangunan bidang kehutanan dengan kebijakan pembangunan di daerah (UU Konservasi, PP Pemberdayaan masyarakat,Perda tentang tata ruang baik Provinsi Bali/RUTRWP maupun Kabupaten/ RUTRWK Jembrana).

Perlu adanya penyamaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat dalam implementasi pembangunan disekitar perairan teluk Gilimanuk dengan berlandaskan fungsi lingkungan, sosial, ekonomi berdasarkan prinsip Tri Hitta Karana maupun kerifan lokal lainnya.

Pemanfaatan zona tradisional ini merupakan satu langkah berani pihak pengengelolan TNBB dalam akselerasi pengembangan wilayah persisir melalui pemberdayaan masyarakat tanpa mengorbankan ekosistem perairan dan lingkungan Teluk Gilimanuk. Agar masyarakat disekitar kawasan diberi kesempatan memanfaatkan sumber daya alam menunjang budidaya dan ekowisata sebagai wujud nyata keberpihakan pemerintah pada masyarakat lokal.

Perlu adanya pertemuan secara berkala antara pihak Taman Nasional Bali Barat,Tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pokmas, SPKP dan masyarakat sekitar untuk sosialisasi dan koordinasi Permasalahan yang dihadapi pengelola kawasan teluk Gilimanuk sebagai zona pemanfaatan tradisional sangat beragam dan komplek mulai dari masalah sosial, pencemaran, lingkungan dan hukum maupun pergeseran nilai pemenfatan sesuai arahan rencana pengelolaan. Beberapa permasalahan tersebut ada yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab pengelola

Taman Nasional Bali Barat ada yang terkait dengan Pemerintah Daerah (Pemkab Jembrana, Pemerintah Kecamatan Melaya dan Kelurahan Gilimanuk) maupun koordinasi dengan stakehoder lain seperti Majelis Alit dan Desa Pakraman maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas ditempuh melalui Strategi Pengelolaaan Taman Nasional Bali Barat. Strategi Pengelolaaan Taman Nasional Bali Barat dari aspek sosial adalah sebagai berikut ;

a) Peningkatan peran serta Stakeholders, dimaksudkan untuk memberi akses kepentingan masyarakat sekitar dalam berpartisipasi aaktif pemanfaatan kawasan seperti Pemerintah Kabupaten Jembrana, LSM, Koperasi, dan Kelompok Masyarakat terus dikembangkan.

b) Integrasi dan Koordinasi; memaduserasikan antara pembangunan konservasi dan pengembangan wilayah serta tata ruang secara terintegrasi sebagai modal kekuatan dalam pembangunan secara lokal, regeional maupun nasional..

c) Dukungan dan perhatian dunia Internasional; konsekuensi logis dari Pemerintah Indonesia ikut meratii kasi konvensi keanekaragaman hayati maka perhatian dunia terhadap kawasan Taman Nasional Bali Barat dalam bentuk bantuan tenaga ahli, pelatihan, pendidikan dan penenelitian, maupun dukungan terhadap pemberdayan masyarakat dalam penyelesaian kasus-kasus kawasan.

Penutup

1. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :

1). Zona Tradisional Teluk Gilimanuk yang populer dengan sebutan ”Karang Sewu”, merupakan salah satu kawasan Balai Taman Nasional Bali Barat dibuka sebagai kawasan wisata berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : Sk. 143/IV-KK/2010 tanggal 20 September 2010 tentang Zonasi Taman Nasional Bali Barat.

2). Dalam pemanfatan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk masyarakat tidak menolak, asal dilibatkan sejak perencanaan hingga pelaksanaan.

8 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Kelurahan Gilimanuk maupun dari Taman Nasional Bali Taman Nasional Bali Barat ada yang terkait dengan The patterns of relationship are varied between various dimensions of diversity on the individual or organizational performance. There were limited evidences from empirical research to generalize the impacts of diversity dimensions (Wise & Tschirhart, 2000). Aparna, Erhardt, & Jackson (2003) found a few obvious patterns of the impact of the dimensions of diversity on the outcomes of organization. The impacts are sometimes positive, sometimes negative, and sometimes not signii cant. They summarized mixed i ndings in Big Five personality dimensions, sex diversity, age diversity, and international diversity. Two of Big Five personalities, extraversion and emotional stability, have positive impacts on performance but the other three of Big Five personality was unrelated to performance. Sex/gender diversity inl uenced the performance (ratings) of woman, but not the performance (ratings) of men. Sex composition on student working on a simulation inl uenced some measure of performance but not others. A study in sport teams showed that age diversity has negative impact to less interdependence team (baseball) while it has unrelated relationship to more interdependence team (basketball). International diversity may af ect the performance but it was detrimental to the performance in the long run.

Another type of relationships that is commonly found is curvilinear, more complicated that linear relationship. Nai-Wen, Yin-Mei, Shu-Chi (2009) found curvilinear or U-shape relationship between organizational tenure and team innovation. They conducted the research in sixty-seven R&D teams (with 321 team members) from 35 Taiwanese high-technology companies. Organizational diversity is initially positively associated with team innovation, whereas the relationship turns negative as the level of diversity further increases. Furthermore, the downside of curvilinear relationship was moderated by team-oriented HR practices. At moderate levels of diversity, organizational tenure diversity is most strongly associated with team innovation. In contrast, teams with too much or too little tenure diversity impede the development of team innovation. Curvilinear relationship also could be found in the relationship between expertise diversity and learning behaviors (Van der Vegt and Bunderson, 2005) as well as in the relationship between educational diversity and team information use (Dahlin, 2005). 1

Apart from contradictive i nding issue in the previous research, this paper focuses on examining the relationship between innovation and educational

1 (Nai-Wen, Yin-Mei, Shu-Chi, 2009, p. 714)

diversity. This paper also would elaborate conditions that contribute to various patterns of relationship whether positive, negative, unrelated, or curvilinear. This research is expected can eliminate external validity issue since the observed research use data sample from various countries such as Germany, USA, Denmark, as well as data from cross nation.

Cost and Benei t of Workforce Diversity

Diversity within an organization may have negative ef ects as well as positive ones. Diversity may simultaneously of er opportunity to gain more benei ts but could be costly for individual and organizational performance. On the other hand, it may also cause misunderstanding among workers within an organization due to language barriers and socio-cultural dif erences. For example, an experience from Hitachi Europe shows a positive result in which the company combines Japanese and western mentalities in workforce and attains high quality results (Gassman, 2001). Another experience from Ericsson Company presents that workforce diversity can improve team performances at all levels and positively impacts on customer success (Ferhan Karabacakoglu, Mustafa Özbilgin, 2010). The impact of cultural diversity on team’s productivity was formulated by Adler (2002) as follows:

(↑↓) Actual productivity = (↑)Potential productivity – (↑) Losses due to faulty process

The formula indicates that the productivity of multicultural teams would be possible higher, lower or same as homogeneous teams. Bassett-Jones (2005) argued that diversity looks like “a double edged sword”. Diversity is a recognizable source of creativity and innovation that can provide a basis for competitive advantage. On the other hand, diversity also could be a disruptive factor for the organization. Diversity could be a source of misunderstanding, suspicion and conl ict in the workplace and it can result in absenteeism, poor quality, low morale and loss of competitiveness. Organizations face a paradoxical situation to gain competitive advantages from the workforce diversity. If they promote diversity, they have to deal with workplace conl ict, and if they avoid diversity, they risk loss of competitiveness. Heterogeneous teams have more potential performance advantage than homogeneous teams but the members of heterogeneous teams may have more negative af ective reactions to their groups than did heterogeneous teams (Lauretta , Lobel, & Cox,

81 Edisi 03/Tahun XIX/2013

The patterns of relationship are varied between diversity. This paper also would elaborate conditions

MAJALAH.indd Spread 8 of 44 - Pages(8, 81)

(9)

Managing Diversity: The Impact of Educational

Managing Diversity: The Impact of Educational

Diversity on Innovative Performance

Diversity on Innovative Performance

Nurul Wajar Mujahid

Abstract

Although the relationship between diversity and innovation has become an emerging issue, research on the impacts of educational diversity on individual and organizational outcomes in terms of innovation is scarce. This research uses limited available resources to investigate the impacts of educational diversity on innovative performance. The evidences from the six research conducted in the various countries presents that educational diversity has a positive linear relationship on the innovation. This common relationship provides justii cation for the managers to promote educational diversity within their organizations in order to gain competitive advantages from the innovative performances. However, since diversity also has negative impacts on team cohesiveness and cooperation, the managers should manage the diversity appropriately. Lack of representation of public organizations in the observed research possibly becomes a weakness toward generalizability of the patterns of relationship. Misrepresentation of public organizations may remind public managers to adjust diversity management based on the nature of public organization.

Introduction

Promoting workforce diversity management is inevitable since demographic and market are more diverse locally and globally. Managing workforce diversity is not only related to meet social justice and equity but also to be associated with organizational performance. Relationship between various dimensions of diversity and organizational performance has been explored by many scholars. However, the majority of research is dominated by relationship between work outcome and three demographic aspects including sex, race/ethnicity, and age. Less research on work outcome were related to education, work experience, functional background, as well as team and organizational tenure (Wise & Tschirhart, 2000). This i nding has not signii cantly changed such presented in the recent meta analysis research (Aparna, Erhardt , & Jackson, 2003; Pitts & Wise , 2009). Based on research publication from 2000 to 2008, Wise and Pitts found that research on diversity dimension has been remainly dominated by sex/gender (49.4 %), race/ethnicity (37.1 %), and age (10.1 %).

80 Edisi 03/Tahun XIX/2013

3). Pelibatan masyarakat sangat penting untuk kebelanjutan penataan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk sesuai dengan konsep Tri Hita Karana yaitu keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungan.

2. Rekomendasi

Untuk menjamin konsep keberlanjutan dan keseimbangan dalam penataan hubungan manusia dengan maka direkomendasikan :

1). Penataan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk dilakukan dengan memperhatikanpasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 32 Th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana dalam penataan kawasan agar merperhatikan daya dukung lingkungan termasuk aspek sosial bukan aspek spasial saja.

2).Jenis kegiatan yang diberi akses dalam Penataan Zona Tradisional Teluk Gilimanuk disesuaikan dengan

Surat Keputusan Direktur Jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : Sk. 143/ IV-KK/2010 tanggal 20 September 2010 tentang Zonasi Taman Nasional Bali Barat, sehingga konsep pelestarian tetap terjaga..

Daftar Pustaka

1. UU. No. : 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya.

2. UU. No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan

3. UU. No. 27 tahun 2007 tetang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

4. UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan 5. UU No. 32 Th 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

6. Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat

7. Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di KPA dan KSA 8. Permenhut 48 tahun 2010 tentang Prosedur dan

Tata Cara Permohonan Pengusahan Pariwisata di KPA dan KSA

9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.8/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Rencana Strategik Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014;

10. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor SK.128/ IV‐Sek/HO/2006 tentang Taman Nasional Bali Barat sebagai Taman Nasional Model.

9 Edisi 03/Tahun XIX/2013

3). Pelibatan masyarakat sangat penting untuk Daftar Pustaka

MAJALAH.indd Spread 9 of 44 - Pages(80, 9)

(10)

Konsumsi Energi Listrik dan

Konsumsi Energi Listrik dan

Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia:

Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia:

Aplikasi dan Model

Aplikasi dan Model

Yusuf Suryanto

Bappenas, Indonesia

Email: ysfsrynt@gmail.com; yusuf.suryanto@bappenas.go.id

Abstract

The purpose of this study is to investigate causal relationships between economic growth and electricity consumption in Indonesia. It uses time-series data spanning from 1971 to 2010. Vector autoregressive (VAR) model is used to understand the relationships. Using ADF and PP tests, it i nds that the investigated variables are non stationary integrated order one or I(1). Engle-Granger cointegration as well as Johansen cointegration tests fail to reject not-cointegrated hypothesis. Finally, Granger non-causality methodology is employed and the results indicate that no causality between selected variables. Therefore, it can be concluded that economic growth does not support electricity consumption and vice versa. It implies that Indonesian government may impose conservation and economic growth polices simultaneously.

Tujuan dari studi ini adalah untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat/kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi listrik di Indonesia. Studi ini

menggunakan data time-series dari tahun 1971 sampai tahun 2010. Vector autoregressive (VAR) model digunakan untuk memahami hubungan dimaksud. Dengan menggunakan uji augmented dickey fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP), dan Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPSS), studi ini menemukan bahwa variabel yang diselidiki adalah variabel non-stasioner terintegrasi orde 1 atau I(1). Uji Engle-Granger cointegration dan Johansen cointegration tidak dapat menolak not-cointegrated hypothesis. Terakhir, metode Granger non-causality digunakan dan hasilnya mengindikasikan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara variabel terpilih. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mendukung konsumsi energi listrik dan sebaliknya. Hal ini berimplikasi bahwa pemerintah dapat menempuh kebijakan conservation and economic growth secara simultan.

Keywords: konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi, vector autoregressive (VAR), kausalitas.

10 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Sachs, Jef rey, and Felipe Larrain, “Macroeconomics in the Global Economy”, Harverter Wheatsheaf, New York, 1993.

Salvatore, D., Twin dei cits in the G-7 countries and global structural imbalances. Elsevier Journal of Policy Modeling, 2007.

Sri Adiningsih dan Laksmi Yustika Devi, Dinamika Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter di Indonesia, Yogyakarta: Kanisus, 2012.

Stanley Fischer and William Easterly, The Eeconomics of the Government Budget Constraint, The Worlbank Reserach Observer, Vol 2 No., 5, Juli 1990.

Tulus Tambunan, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris, Jakarta: Putaka LP3ES, 2001.

Wijayanto Samirin, Dei sit Kembar: Lingkaran Setan Yang Menjerumuskan Availabel at: http:// beritamoneter.com/dei sit-kembar-lingkaran-setan-yang-menjerumuskan/

World Bank, Country Page and Key Indicators:Vietnam. World Bank East Asia and Pasii c Economic Update 2012, Volume 1, 2012.

World Economic Outlook (http://world-economic-outlook.i ndthedata.org/compare/2583-2584/ Indonesia-vs-Indonesia#/)

79 Edisi 03/Tahun XIX/2013

Sachs, Jef rey, and Felipe Larrain, “Macroeconomics in Tulus Tambunan, Perdagangan Internasional dan

MAJALAH.indd Spread 10 of 44 - Pages(10, 79)

Gambar

Table 1 The Impact of Educational Diversity on Innovation in the Observed Research
Gambar 3. Peta Citra Kepadatan Penduduk Gilimanuk.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil studi Tabel 1. Rekapitulasi hasil studi
Tabel 3. Deskripsi Statistik dan Grai k
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran individual berbantuan modul dan siswa.. yang diajar dengan

Grafik waktu rata-rata pencarian bubu modifikasi berdasarkan daerah pengoperasiannya memberikan perbedaan satu sama lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 32.. membutuhkan

Pada usia yang relatif baru, Kecamatan Kedaton Peninjauan Raya perlu dikembangkan dalam sarana dan prasarana dalam pembangunan yang telah disediakan oleh pemerintah dan peluang

Hubungan interpersonal yang baik dan sehat ditandai dengan keseimbangan dalam melakukan keterbukaan diri yang baik yaitu sama-sama memberikan data biografi,

Keyakinan masyarakat Muyu tentang ìptèm persalinan yang mewujud menjadi “asal persalinan tidak di dalam rumah” merupakan sebuah peluang yang harus bisa ditangkap. Hal

Terkait ICPEN Guidelines ini, CMA pada tanggal 23 Januari 2019 menerbitkan Guidance mengenai Social Media Endorsements: Being Transparent with Your Followers

Pasien merasa rendah diri yaitu merasa dirinya adalah orang yang paling bodoh dan tidak berguna hidup di dunia ini, hal inilah yang membuat pasien sering memaki paling bodoh dan

Keluara n yang d iharapk a n dari pene lit ia n ini ada la h berupa informasi tentang jenis -jenis moluska dari kelas bivalvia dan gastropoda dan bakteri simbionnya