• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Kajian Teori 2.1.1 IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "2.1 Kajian Teori 2.1.1 IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8

Pada bab II ini akan membahas tentang kajian teori yang terdiri dari

pengertian belajar, kepemimpinan, pembelajaran IPA dengan metode kooperatif

jigsaw di SD. Pembelajaran jigsaw yang terdiri dari. Pengertian pembelajaran

kooperatif, metode pembelajaran jigsaw, kelebihan dan kelemahan pembelajaran

jigsaw, langkah langkah pembelajaran jigsaw, penerapan pembelajaran jigsaw,

pengertian ilmu IPA, kajian penelitian yang relevan, kerangka berfikir dan

hipotesis tindakan secara lebih rinci akan dijelaskan seperti berikut.

2.1 Kajian Teori 2.1.1 IPA

2.1.1.1Hakekat IPA

Kata IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris

NaturalScience. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau

bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Sedangkan

menurut Segala Syaiful (2004:68), IPA adalah pengetahuan yang rasional dan

obyektif tentang alam semesta dan segala isinya. Sains atau IPA dapat diartikan

ilmu yang mempelajari sebab dan akibat kejadian yang terjadi di alam ini. Kamus

yang dikutip sukama, sains adalah ilmu sistematis dan dirumuskan yang

berhubungan dengan gejala-gejala kebenaran dan didasarkan atas pengamatan dan

induksi.

Menurut Nana Sujana (2013: 25), menyatakan bahwa merupakan ilmu yang di

dalamnya mempelajari gejala alam beserta isinya, manusia yang berusaha mencari

penjelasan tentang berbagai kejadian, penyebab, serta dampak yang ditimbulkan

menggunakan metode ilmiah. Sedangkan menurut, Fowler (dalam Santi,

2006:2.9) Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan tentang

(2)

Definisi lain menyatakan Ilmu Pengetahuan Alam ialah susunan teratur

pengetahuan yang diperoleh manusia, termasuk cara-cara mengambangkan

pengetahuan itu secara kriteria (ukuran). Ada pula yang mendefiniskan Ilmu

Pengetahuan Alam ialah suatu cara atau metode untuk mengamati alam yang

bersifat analisi ,lengkap cermat serta menghubungkan antara fenomena lain

sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek

yang di amati.

Dari beberapa teori pengertian diatas menunjukkan bahwa pengertian IPA

merujuk pada ilmu tentang alam. Jadi, IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang

diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, meliputi:

eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang

satu dengan cara yang lain. Sehingga Ilmu Pengetahuan Alam atau science secara

harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari

peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

2.1.1.2Fungsi Mata Pelajaran IPA

Fungsi Mata Pelajaran IPA dalam Depdiknas (2004) antara lain adalah

sebagai berikut.

1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa.

2. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.

3. Mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang melek IPA dan teknologi.

4. Menguasai konsep IPA untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

2.1.1.3Tujuan Pendidikan IPA di SD

Mata pelajaran IPA secara bertujuan untuk membekali peserta didik untuk

mempelajari diri sendiri dan lingkungan, serta dapat mengembangkan

pengetahuan yang telah diperoleh untuk kesejahteraan umat manusia sendiri.

Menurut Depdiknas (2006:15), pendidikan IPA di SD antara lain adalah sebagai

berikut.

1. Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

(3)

2. Memberikan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, prinsip dan

konsep IPA, serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan

masyarakat.

3. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan

melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah.

4. Meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan

serta sumber daya alam.

5. Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke

jenjang selanjutnya.

6. Lebih jauh diungkapkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam

pendidikan IPA berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari

menentukan “apa yang akan dipelajari” ke “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa”. Pengalaman belajar diperoleh

melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui

interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain.

2.1.1.4Pendidikan IPA di SD

Pendidikan IPA di sekolah khususnya di SD diharapkan dapat menjadi

wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan

IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan

kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga

dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar. Karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan

pendidikan IPA adalah memadukan antara pengalaman proses IPA dan

pemahaman produk serta teknologi IPA dalam bentuk pengalaman langsung yang

berdampak pada sikap siswa yang mempelajari IPA.

IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan

yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat

berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA

(4)

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam

semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat

rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu

pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah

terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi.

Akan tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikn

IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi

tolak ukur kemajuan bangsa.

Untuk memperbaiki pendidikan IPA di SD diperlukan pembenahan

kurikulum dan pengajaran yang tepat dalam pendidikan IPA. Masalah ini juga

yang mendasasri adanya kurikulum yang di sempurnakan (KYD) yang saat ini

sedang di kembangkan di sekolah-sekolah, yaitu KTSP. Diharapkan setelah

adanya penyempurnaan kurikulum maka pendidikan IPA dapat diajarkan sesuai

dengan konsepnya serta dapat dikembangka dalam dunia tekologi. Pendidikan

IPA terpadu yang diterapkan di SD dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas,

yang mampu berpikir logis, kreatif dan kritis dalam menanggapi isu teknologi di

masyarakat.

2.1.2 Metode Pembelajaran Jigsaw

2.1.2.1Hakekat Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson

dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan

teman-teman di Universitas John Hopkins (Richard Arends,. 2008: 13).Teknik

mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative

Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,

mendengarkan, ataupun berbicara.

Melalui metode jigsaw, guru memperhatikan skemata atau latar belakang

pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan

(5)

siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk

mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang

bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu

mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Richard

Arends,.2008: 13).

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model

pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri

dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan positif

danbertanggung jawab terhadap ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus

dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota yang lain (Richard

Arends,. 2008: 13).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan

dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan

demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama

secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Anita Lie,. 2008: 28).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu

untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik

pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali

pada tim/ kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain

tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal

dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang

beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang

beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli

yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang

(6)

tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan

kepada anggota kelompok asal.

Berdasar kajian teori di atas, metode pembelajaran jigsaw adalah tipe

pembelajaran yang menekankan pada kerja kelompok. Dalam jigsaw terdapat

kelompok asal dan kelompok ahli. Siswa dalam kelompok ahli bertugas

menyampaikan materi kepada anggota lainnya.

2.1.2.2Langkah-Langkah Pembelajaran Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik metode pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw (Richard Arends. 2008: 14) adalah sebagai berikut :

1 Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.

Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal

menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari

siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe

jigsaw ini, setiapsiswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi

pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama

belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart

Group/CG). Dalam kelompok ahli,siswa mendiskusikan bagian materi

pembelajaran yang sama,serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan

kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh

Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan

jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan

tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari

40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8

kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan

kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau

dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik

yang ada pada kelompokahli maupun kelompok asal.

2 Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,

(7)

pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok

yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi

pembelajaran yang telah didiskusikan.

Selanjutnya menurut Agus Suprijono (2011:89), langkah-langkah

pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw adalah sebagai berikut:

1. Guru mengenalkan topik yang akan dibahas.

2. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.

Jumlah kelompok tergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik

yang dipelajari. Kelompok-kelompok inidisebut kelompok asal.

3. Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada

tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab

mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru.

4. Sesi berikutnya, guru membuat kelompok ahli.

5. Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka untuk

berdiskusi.

6. Setelah itu mereka kembali ke tim asal untuk menyampaikan hasil diskusi

dengan tim ahli.

7. Selanjutnya guru menutup pembelajaran dengan memberikan kesimpulan.

2.1.2.3Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Jigsaw

Menurut Isjoni (2009: 63), menyatakan bahwa pembelajaran jigsaw

memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan pembelajaran jigsaw

antara lain adalah sebagai berikut.

1. Memacu siswa untuk lebih aktif, kreatif serta bertanggung jawab terhadap

proses belajarnya.

2. Mendorong siswa untuk berfikir kritis.

3. Memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan ide yangdimiliki

untuk menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam

kelompok tersebut.

4. Diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja tetapi semua siswa dituntut

(8)

Disamping kelebihan dari pembelajaran kooperatif Jigsaw juga ada

kekurangannya yaitu:

1. Kegiatan belajar-mengajar membutuhkan lebih banyak waktu dibanding

metode yang lain.

2. Bagi guru metode ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap

kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.

Berdasarkan kajian teori di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing

metode mempunyai kelemahan dan kelebihan. Begitu juga dengan metode

pembelajaran jigsaw juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu

kelemahan jigsaw adalah membutuhkan waktu yang lama selain itu guru dituntut

mempunyai kemampuan yang lebih. Tetapi disisi lain jigsaw memiliki kelebihan

siswa menjadi lebih aktif dan kritis.

2.1.2.4Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Secara jelas sintaks pembelajaran kooperatif tipe jigsaw nampak pada

tabel 1 berikut ini.

Tabel 1

Sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Fase Kegiatan guru

Fase 1 1. Guru mengenalkan topik yang akan dibahas.

Fase 2 2. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok tergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Kelompok-kelompok ini disebut kelompok asal.

Fase 3 3. Guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap

kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru.

Fase 4 4. Guru membuat kelompok ahli.

Fase 5 5. Diskusi ahli (didampingi guru).

Fase 6 6. Masing masing kembali ke tim asal untuk menyampaikan hasil diskusi dengan tim ahli.

Fase 7 7. Pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan.

Guru menutup pembelajaran dengan memberikan

(9)

Tabel 2

Pemetaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

No Fase Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi Penutup

Pendahuluan - Guru mengenalkan topik yang akan dibahas. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta didik. Serta memberikan motivasi dan apersepsi.

(10)

- Membagi siswa menjadi kelompok menyampaikan hasil diskusi tentang topik/tema kepada tim asal

- Meminta siswa membuka buku

dalam melakukan diskusi tentang topik/tema dengan bimbingan guru.

- Guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari

Konfirmasi - Diskusi ahli (didampingi guru).

Masing-masing untuk menyampaikan hasil diskusi dengan tim ahli.

Guru menutup

pembelajaran dan memberikan kesimpulan

Penutup - Pembelajaran diakhiri, diskusi

dengan seluruh kelas perlu

dilakukan. Guru menutup

pembelajaran dengan memberikan kesimpulan.

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan

metode jigsaw ini ada beberapa langkah yang harus diperhatikan diantaranya

kegiatan pembagian siswa dalam kelompok ahli dan kelompok asal, selain itu juga

jumlah siswa perlu diperhatikan. Kelompok dibagi sesuai dengan jumlah materi

yang akan didiskusikan. Pada akhir pembelajaran guru tetap memberikan

(11)

pengertian-pengertian di atas tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,

dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam metode jigsaw jumlah anggota dibatasi 5

orang saja. Kelima anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan.

Kelima anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya guru akan

mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian pelajaran.

2.1.2.5Penerapan Pembelajaran Jigsaw dalam Proses Belajar Mengajar

Pembelajaran yang baik ialah pembelajaran yang dikemas berdasar

prosedur yang tepat dan sesuai. Prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3

tahapan, Purwoko dalam Akhmad Sudrajat ( 2009 : 2 ) yaitu: (1) kegiatan

pendahuluan; (2) kegiatan inti; (3) kegiatan akhir dan tindak lanjut. Sebelum

kegiatan dilaksanakan, langkah awal ialah membuat perencanaan berupa Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Setiap guru pada satuan pendidikan

berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran

berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi

peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD

yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang

penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di

satuan pendidikan (Permendiknas No 41,2007).

(1) Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu

pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan

memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam

proses pembelajaran (Permendiknas No 41, 2007).

(2) Kegiatan inti. Sesuai Permendiknas No 41 Tahun 2007 bahwa kegiatan inti

merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan

pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

(12)

didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

(3) Kegiatan Akhir. Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk

rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak

lanjut. (Permendiknas No 41, 2007).

2.1.3 Hasil Belajar 2.1.3.1Pengertian Belajar

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagaihasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

(Slameto,2003: 2). Sedangkan menurut Gagne (Slameto, 2003: 13), belajar adalah

proses untuk memperoleh motivasi dalam penggetahuan, keterampilan, kebiasaan,

dan tingkah laku.Menurut Harold (Agus Suprijono. 2011: 2), berpendapat bahwa

belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan

mengikuti arah tertentu.

Selanjutnya Cronbach (Suprijono, A. 2011: 2)mengatakan bahwa belajar

adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengamatan. Sementara menurut

Travers (Suprijono, A. 2011: 2) berpendapa bahwa belajar adalah proses

menghasilkan penyesuaian tingkah laku.Belajar menurut Cronbrach, Suprijono,

Gagne adalah perubahan tingkahlaku. Belajar dipahami sebagai proses dari tidak

tahu menjadi tahu, tidak bias menjadi bisa. Sebagian besar masyarakat

menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu

pengetahuan. Anggapan tersebut tidak salah, karena berdasarkan pendapat

beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mendapatkan

pengetahuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan

(13)

2.1.3.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2003: 54), adapun faktor yang mempengaruhi hasil

belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yang meliputi:

1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu

(intern), yang meliputi:

a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan.

Jika salah satu faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil

prestasi belajar.

b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat, dan motivasi serta

perhatian ingatan berfikir.

c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan

jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar, dan haus.

2. Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut faktor eksternal, yang

meliputi:

a. Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan

terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi

bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.

b. Faktor sekolah Meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru

dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin disekolah.

c. Faktor masyarakat. Meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar

dapatmempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungansiswa adalah

lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong

untuk lebih giat belajar.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat

dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar

siswa memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar,

kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit menangkap mata

pelajaran. Dalam keadaan dimana siswa dapat belajar sebagaimana mestinya,

(14)

2.1.3.3Hasil Belajar

Menurut Gagne (Agus Suprijono,. 2011: 5), menyatakan bahwa hasil

belajar itu meliputi:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kohnitifnya sendiri.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik

setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku

tergantung apa yang dipelajari oleh peserta didik. Apabila peserta didik

mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka yang diperoleh adalah

penguasaan konsep (Rifa’i, 2009:85).

Hasil belajar tampak dari adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa,

berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diamati dan diukur

tingkat keberhasilannya. Menurut Hamalik (2012:30) perubahan diartikan

dengan terjadinya peningkatan dan pengembangan lebih baik dibandingkan

sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi

mengerti.

Sedangkan Bloom (dalam Poerwanti, 2008:1-23–1-25) membedakan hasil

belajar menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

a) Ranah kognitif

Kognitif adalah ranah yang menekankan pada pengembangan

(15)

terwujud dalam aneka kemampuan intelektual murid. Ranah ini mencakup:

mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan

(applying), menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating),

mencipta (creating.)

b) Ranah afektif

Afektif adalah ranah yang berkaitan pengembangan perasaan, sikap,

nilai dan emosi. Ranah ini meliputi lima jenjang kemampuan yaitu

penerimaan (receiving), responsi (responding), acuan nilai (valuing),

organisasi (organization) dan karakterisasi suatu nilai (internalizing

values).

c) Ranah psikomotorik

Psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan atau

keterampilan motorik. Ranah ini meliputi persepsi (perception), kesiapan

(set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism),

gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan

kreativitas (originality).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa

setelah mengalami suatu proses pembelajaran.

2.1.3.4Penilaian Hasil Belajar

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Untuk mengukur hasil belajar siswa digunakanlah alat

penilaian/instrumen hasil belajar. Teknik yang digunakan dalam penilaian hasil

belajar siswa dapat menggunakan teknik tes dan non tes. Secara sederhana tes

adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh

informasi tentang sifat (trait) yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai

jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

Pengelompokkan jenis-jenis tes dikemukakan oleh Naniek Sulistya

Wardani dkk (2012:144-145) sebagai berikut:

1. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan, dibedakan menjadi 3 yakni tes

(16)

isian, benar salah, dan bentuk menjodohkan dan berbentuk tes uraian); tes

lisan dan tes perbuatan

2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya, dapat dibedakan menjadi 3 yakni

tes esei (essay-type test); tes jawaban pendek; dan tes objektif.

Di samping itu, Naniek Sulistya Wardani dkk (2012:73-74) juga

mengemukakan bentuk instrumen teknik non tes yaitu:

1. Portofolio yaitu penilaian berkelanjutan didasarkan pada kumpulan

informasi yang berupa karya siswa terbaik dalam satu periode tertentu.

2. Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada

peserta didik yang dilakukan secara individu seperti pembuatan kliping,

pembuatan makalah dan yang sejenisnya.

3. Tugas kelompok sama dengan tugas individu, namun dikerjakan secara

kelompok, untuk menilai kompetensi kerja kelompok.

4. Unjuk kerja adalah pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan

aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu seperti kemampuan

memecahkan masalah dalam kelompok; berbicara dan berdiskusi.

5. Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang

mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu

tertentu.

6. Laporan adalah bentuk penilaian yang berbentuk laporan atas tugas seperti

laporan diskusi.

Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat

kisi-kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah matriks

pemetaan soal yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai materi

berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu.

Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun soal menjadi

perangkat tes.

Hasil dari pengukuran pencapaian kompetensi dasar dipergunakan

sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Naniek Sulistya Wardani dkk, (2010:2.8)

menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau

(17)

pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari

proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses

pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut

dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal) atau batas keberhasilan. Kriteria yang berupa batas

kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak

disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria

(PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran

dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut

dengan Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang

Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa kriteria ketuntasan minimal

(KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan

pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata

pelajaran, selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang

kompetensi.

2.2 Kajian Penelitan yang Relevan

Dini Setyaningrum (2012) yang berjudul “Penggunaan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Kualitas

Pembelajaran Ipa Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Tegalsari 08 Kota

Tegal”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I rata-rata nilai hasil

belajar siswa 73,95 dengan ketuntasan belajar klasikal 73,69%, keaktifan siswa

dalam proses pembelajaran sebesar 74,60% dengan kriteria tinggi, dan nilai

performansi guru 85,21 (A). Pada siklus II rata-rata nilai hasil belajar siswa 81,84

dengan ketuntasan belajar klasikal 78,95%, keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran 81,47% dengan kriteria sangat tinggi, dan nilai performansi guru

92,86 (A). Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus

II.

Mardiana (2013) yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ipa Kelas V

(18)

ini pada siklus I observasi terhadap aktivitas guru skor 32 dengan kategori baik,

meningkat pada siklus II menjadi 35 dengan kategori baik, observasi aktivitas

siswa skor 31 dengan kategori baik meningkat pada siklus II menjadi 35 dengan

kategori baik, hasil belajar siswa nilai rata-rata 81,4 dengan ketuntasan 71,4%,

meningkat pada siklus II nilai rata-rata 90,7 dengan ketuntasan 89,2%.

Kasih,Sri (2012) yang berjudul : “Peningkatan Motivasi Belajar Ipa

Melalui Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw Pada Siswa Kelas V Sd Negeri

Purworejo Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2012/2013”.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar siswa. Adapun

peningkatan hasil pembelajaran dapat dilihat dari perolehan peningkatan motivasi

siswa dalam pembeljaran IPA yang meningkat dari siklus I dan siklus II. Pada

siklus I persentase motivasi belajar siswa sebesar 74% atau 20 siswa dan Pada

siklus II sebesar 81% atau 22 siswa.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Karena melalui metode jigsaw siswa dituntut untuk aktif dalam proses diskusi

secara kelompok dengan pokok bahasan atau materi yang berbeda. Siswa dituntut

untuk menguasai materi yang ditugaskan dengan baik sehingga dapat menjelaskan

dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

2.3 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori di atas, peneliti menyusun kerangka berfikir

untuk menentukan tuuan dan maksud penelitian. Permasalahan pembelajaran yang

nampak di kelas V SDN 1 Tawangharjo Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati

adalah suasana belajar yang cenderung membosankan. Kondisi ini nampak pada

pengelolaan kelas yang masih menggunakan metode klasikal yaitu pengaturan

tempat duduk siswa yang berjajar berderet ke belakang. Hal ini berakibat terhadap

komunikasi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya hanya bersifat searah.

Selain itu, metode yang digunakan guru juga masih didominasi dengan ceramah

dan pemberian tugas. Motivasi dan minat siswa untuk ingin tahu dan memahami

materi pelajaran kurang. Pemanfaatan media dan sumber belajar pun belum

(19)

pelajaran dan LKS. Meskipun guru sudah melakukan variasi pembelajaran dengan

menggunakan metode diskusi, tetapi kenyataannya masih belum cukup signifikan

untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Hal ini dikarenakan dalam

pembentukan kelompok diskusi masih bersifat homogin dengan cara siswa

menentukan kelompok diskusi sesuai denga teman sebangku dan kedekatan

hubungan antar siswa. Guru belum melakukan kegiatan diskusi dengan

membentuk kelompok diskusi berdasarkan kemampuan akademik dan sosial yang

hiterogen. Seharusnya dalam proses pembelajaran hendaknya siswa lebih aktif

selama kegiatan belajar mengajar dengan arahan, bimbingan dan pantauan guru

yang berperan sebagai motor penggerak dan motivator pembelajaran.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti

akan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran IPA

dengan KD 4.2. Mengumpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda,

baik sementara maupun tetap. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,

siswa akan lebih dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Karena dalam metode

jigsaw siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga

harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.

Kondisi ini akan berdampak positif terhadap kemampuan siswa baik secara

kognitif maupun sosial. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran jigsaw

merupakan salah satu model pembelajaraan yang dilandasi oleh teori belajar

humanistic, yang menjelaskan bahwa hakekatnya setiap manusia adalah unik yang

memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan

menentukan perilakunya.

Pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dilaksanakan

melalui tahapan-tahapan yang sistematis dan berurutan. Pembelajaran dimulai

dengan membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 4 – 6 siswa, kemudian

masing-masing anggota kelompok disajikan materi/topik permasalahan yang

berbeda. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing

dan menetapkan salah satu anggota kelompok sebagai ahli yang akan bergabung

(20)

anggota ahli dari masing-masing kelompok tersebut kemudian berkumpul dan

berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk

menguasai topik tersebut. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan

kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan

kelompoknya. Pada akhir kegiatan diskusi, setiap kelompok diberikan kesempatan

untuk memperesentasikan hasil diskusi dan siswa yang lain diminta untuk

memberikan tanggapan. Guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang

materi yang masih sulit dan melakukan refleksi serta penyimpulan materi

pelajaran. Dalam kegiatan akhir guru memberikan tes formatif untuk mengukur

keberhasilan pembelajaran dan mengetahui dampak positif dari penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

Secara rinci kerangka berfikir yang dikemukakan peneliti disajikan dalam

bagan sebagai berikut.

Gambar 1

Kerangka Pikir Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Tindakan Siklus I

Kondisi Akhir : Hasil belajar Meningkat

Kondisi Awal: Pembelajaran secara

(21)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis

penelitian tindakan kelas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA

melalui langkah-langkahsebagai berikut:

1) Pengenalan topik yang akan dibahas

2) Membagi kelas menjadi kelompok kecil

3) Pembagian materi tekstual tiap kelompok

4) Membuat kelompok ahli

5) Kegiatan diskusi kelompok ahli

6) Masing-masing kembali ke tim asal untuk menyampaikan materi yang

dipelajari bersama tim ahli

7) Guru menutup pembelajaran dan memberikan kesimpulan

2. Diduga, melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan

hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Tawangharjo Kecamatan

Gambar

tabel 1 berikut ini.
Kerangka Pikir Pembelajaran Kooperatif Tipe Gambar 1 Jigsaw

Referensi

Dokumen terkait

Discussion on the administration of zakat will include the current rate of zakat, the power to collect it and contemporary issues including zakat on income and its method

Wahai kaum guru semua Bangunkan rakyat dari gulita Kita lah penyuluh bangsa. Pembimbing melangkah

[r]

Likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan

mengenai keyakinan atas kemampuannya untuk mengontrol peristiwa atau situasi yang ia hadapi, pada aspek ini dapat dijelaskan dengan teori sosiometer oleh Leary, dkk.,

Hasil Klarifikasi : administrasi dan teknis dokumen penawaran telah memenuhi syarat7. Unsur-unsur yang dievaluasi : administrasi, teknis

Program aplikasi untuk pengolahan data maupun untuk kegiatan yang menyangkut transaksi penjualan barang merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan, karena informasi yang

Strategi optimalisasi penggunaan air irigasi di DI Berambai Makmur yaitu dengan Penyimpanan air irigasi saat musim hujan sekaligus sebagai cadangan saat musim kemarau,