8
Pada bab II ini akan membahas tentang kajian teori yang terdiri dari
pengertian belajar, kepemimpinan, pembelajaran IPA dengan metode kooperatif
jigsaw di SD. Pembelajaran jigsaw yang terdiri dari. Pengertian pembelajaran
kooperatif, metode pembelajaran jigsaw, kelebihan dan kelemahan pembelajaran
jigsaw, langkah langkah pembelajaran jigsaw, penerapan pembelajaran jigsaw,
pengertian ilmu IPA, kajian penelitian yang relevan, kerangka berfikir dan
hipotesis tindakan secara lebih rinci akan dijelaskan seperti berikut.
2.1 Kajian Teori 2.1.1 IPA
2.1.1.1Hakekat IPA
Kata IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
NaturalScience. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau
bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Sedangkan
menurut Segala Syaiful (2004:68), IPA adalah pengetahuan yang rasional dan
obyektif tentang alam semesta dan segala isinya. Sains atau IPA dapat diartikan
ilmu yang mempelajari sebab dan akibat kejadian yang terjadi di alam ini. Kamus
yang dikutip sukama, sains adalah ilmu sistematis dan dirumuskan yang
berhubungan dengan gejala-gejala kebenaran dan didasarkan atas pengamatan dan
induksi.
Menurut Nana Sujana (2013: 25), menyatakan bahwa merupakan ilmu yang di
dalamnya mempelajari gejala alam beserta isinya, manusia yang berusaha mencari
penjelasan tentang berbagai kejadian, penyebab, serta dampak yang ditimbulkan
menggunakan metode ilmiah. Sedangkan menurut, Fowler (dalam Santi,
2006:2.9) Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan tentang
Definisi lain menyatakan Ilmu Pengetahuan Alam ialah susunan teratur
pengetahuan yang diperoleh manusia, termasuk cara-cara mengambangkan
pengetahuan itu secara kriteria (ukuran). Ada pula yang mendefiniskan Ilmu
Pengetahuan Alam ialah suatu cara atau metode untuk mengamati alam yang
bersifat analisi ,lengkap cermat serta menghubungkan antara fenomena lain
sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek
yang di amati.
Dari beberapa teori pengertian diatas menunjukkan bahwa pengertian IPA
merujuk pada ilmu tentang alam. Jadi, IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang
diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, meliputi:
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang
satu dengan cara yang lain. Sehingga Ilmu Pengetahuan Alam atau science secara
harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
2.1.1.2Fungsi Mata Pelajaran IPA
Fungsi Mata Pelajaran IPA dalam Depdiknas (2004) antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
2. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
3. Mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang melek IPA dan teknologi.
4. Menguasai konsep IPA untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2.1.1.3Tujuan Pendidikan IPA di SD
Mata pelajaran IPA secara bertujuan untuk membekali peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan lingkungan, serta dapat mengembangkan
pengetahuan yang telah diperoleh untuk kesejahteraan umat manusia sendiri.
Menurut Depdiknas (2006:15), pendidikan IPA di SD antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memberikan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, prinsip dan
konsep IPA, serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
3. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan
melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah.
4. Meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan
serta sumber daya alam.
5. Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang selanjutnya.
6. Lebih jauh diungkapkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam
pendidikan IPA berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari
menentukan “apa yang akan dipelajari” ke “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa”. Pengalaman belajar diperoleh
melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui
interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain.
2.1.1.4Pendidikan IPA di SD
Pendidikan IPA di sekolah khususnya di SD diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan
IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga
dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar. Karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan
pendidikan IPA adalah memadukan antara pengalaman proses IPA dan
pemahaman produk serta teknologi IPA dalam bentuk pengalaman langsung yang
berdampak pada sikap siswa yang mempelajari IPA.
IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan
yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat
berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam
semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat
rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu
pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah
terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi.
Akan tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikn
IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi
tolak ukur kemajuan bangsa.
Untuk memperbaiki pendidikan IPA di SD diperlukan pembenahan
kurikulum dan pengajaran yang tepat dalam pendidikan IPA. Masalah ini juga
yang mendasasri adanya kurikulum yang di sempurnakan (KYD) yang saat ini
sedang di kembangkan di sekolah-sekolah, yaitu KTSP. Diharapkan setelah
adanya penyempurnaan kurikulum maka pendidikan IPA dapat diajarkan sesuai
dengan konsepnya serta dapat dikembangka dalam dunia tekologi. Pendidikan
IPA terpadu yang diterapkan di SD dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas,
yang mampu berpikir logis, kreatif dan kritis dalam menanggapi isu teknologi di
masyarakat.
2.1.2 Metode Pembelajaran Jigsaw
2.1.2.1Hakekat Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson
dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas John Hopkins (Richard Arends,. 2008: 13).Teknik
mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative
Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,
mendengarkan, ataupun berbicara.
Melalui metode jigsaw, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Richard
Arends,.2008: 13).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan positif
danbertanggung jawab terhadap ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota yang lain (Richard
Arends,. 2008: 13).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan
demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Anita Lie,. 2008: 28).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali
pada tim/ kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal
dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang
beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli
yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan
kepada anggota kelompok asal.
Berdasar kajian teori di atas, metode pembelajaran jigsaw adalah tipe
pembelajaran yang menekankan pada kerja kelompok. Dalam jigsaw terdapat
kelompok asal dan kelompok ahli. Siswa dalam kelompok ahli bertugas
menyampaikan materi kepada anggota lainnya.
2.1.2.2Langkah-Langkah Pembelajaran Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik metode pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw (Richard Arends. 2008: 14) adalah sebagai berikut :
1 Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.
Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal
menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari
siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe
jigsaw ini, setiapsiswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi
pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama
belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart
Group/CG). Dalam kelompok ahli,siswa mendiskusikan bagian materi
pembelajaran yang sama,serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan
kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh
Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan
jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan
tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari
40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8
kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan
kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau
dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik
yang ada pada kelompokahli maupun kelompok asal.
2 Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
Selanjutnya menurut Agus Suprijono (2011:89), langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Guru mengenalkan topik yang akan dibahas.
2. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.
Jumlah kelompok tergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik
yang dipelajari. Kelompok-kelompok inidisebut kelompok asal.
3. Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada
tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab
mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru.
4. Sesi berikutnya, guru membuat kelompok ahli.
5. Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka untuk
berdiskusi.
6. Setelah itu mereka kembali ke tim asal untuk menyampaikan hasil diskusi
dengan tim ahli.
7. Selanjutnya guru menutup pembelajaran dengan memberikan kesimpulan.
2.1.2.3Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Jigsaw
Menurut Isjoni (2009: 63), menyatakan bahwa pembelajaran jigsaw
memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan pembelajaran jigsaw
antara lain adalah sebagai berikut.
1. Memacu siswa untuk lebih aktif, kreatif serta bertanggung jawab terhadap
proses belajarnya.
2. Mendorong siswa untuk berfikir kritis.
3. Memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan ide yangdimiliki
untuk menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam
kelompok tersebut.
4. Diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja tetapi semua siswa dituntut
Disamping kelebihan dari pembelajaran kooperatif Jigsaw juga ada
kekurangannya yaitu:
1. Kegiatan belajar-mengajar membutuhkan lebih banyak waktu dibanding
metode yang lain.
2. Bagi guru metode ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap
kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.
Berdasarkan kajian teori di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing
metode mempunyai kelemahan dan kelebihan. Begitu juga dengan metode
pembelajaran jigsaw juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu
kelemahan jigsaw adalah membutuhkan waktu yang lama selain itu guru dituntut
mempunyai kemampuan yang lebih. Tetapi disisi lain jigsaw memiliki kelebihan
siswa menjadi lebih aktif dan kritis.
2.1.2.4Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Secara jelas sintaks pembelajaran kooperatif tipe jigsaw nampak pada
tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Fase Kegiatan guru
Fase 1 1. Guru mengenalkan topik yang akan dibahas.
Fase 2 2. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok tergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Kelompok-kelompok ini disebut kelompok asal.
Fase 3 3. Guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap
kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru.
Fase 4 4. Guru membuat kelompok ahli.
Fase 5 5. Diskusi ahli (didampingi guru).
Fase 6 6. Masing masing kembali ke tim asal untuk menyampaikan hasil diskusi dengan tim ahli.
Fase 7 7. Pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan.
Guru menutup pembelajaran dengan memberikan
Tabel 2
Pemetaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
No Fase Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi Penutup
Pendahuluan - Guru mengenalkan topik yang akan dibahas. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta didik. Serta memberikan motivasi dan apersepsi.
- Membagi siswa menjadi kelompok menyampaikan hasil diskusi tentang topik/tema kepada tim asal
- Meminta siswa membuka buku
dalam melakukan diskusi tentang topik/tema dengan bimbingan guru.
- Guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari
Konfirmasi - Diskusi ahli (didampingi guru).
Masing-masing untuk menyampaikan hasil diskusi dengan tim ahli.
Guru menutup
pembelajaran dan memberikan kesimpulan
Penutup - Pembelajaran diakhiri, diskusi
dengan seluruh kelas perlu
dilakukan. Guru menutup
pembelajaran dengan memberikan kesimpulan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
metode jigsaw ini ada beberapa langkah yang harus diperhatikan diantaranya
kegiatan pembagian siswa dalam kelompok ahli dan kelompok asal, selain itu juga
jumlah siswa perlu diperhatikan. Kelompok dibagi sesuai dengan jumlah materi
yang akan didiskusikan. Pada akhir pembelajaran guru tetap memberikan
pengertian-pengertian di atas tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,
dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam metode jigsaw jumlah anggota dibatasi 5
orang saja. Kelima anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan.
Kelima anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya guru akan
mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian pelajaran.
2.1.2.5Penerapan Pembelajaran Jigsaw dalam Proses Belajar Mengajar
Pembelajaran yang baik ialah pembelajaran yang dikemas berdasar
prosedur yang tepat dan sesuai. Prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3
tahapan, Purwoko dalam Akhmad Sudrajat ( 2009 : 2 ) yaitu: (1) kegiatan
pendahuluan; (2) kegiatan inti; (3) kegiatan akhir dan tindak lanjut. Sebelum
kegiatan dilaksanakan, langkah awal ialah membuat perencanaan berupa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD
yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang
penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di
satuan pendidikan (Permendiknas No 41,2007).
(1) Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu
pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran (Permendiknas No 41, 2007).
(2) Kegiatan inti. Sesuai Permendiknas No 41 Tahun 2007 bahwa kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan
pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
(3) Kegiatan Akhir. Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk
rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak
lanjut. (Permendiknas No 41, 2007).
2.1.3 Hasil Belajar 2.1.3.1Pengertian Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagaihasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
(Slameto,2003: 2). Sedangkan menurut Gagne (Slameto, 2003: 13), belajar adalah
proses untuk memperoleh motivasi dalam penggetahuan, keterampilan, kebiasaan,
dan tingkah laku.Menurut Harold (Agus Suprijono. 2011: 2), berpendapat bahwa
belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan
mengikuti arah tertentu.
Selanjutnya Cronbach (Suprijono, A. 2011: 2)mengatakan bahwa belajar
adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengamatan. Sementara menurut
Travers (Suprijono, A. 2011: 2) berpendapa bahwa belajar adalah proses
menghasilkan penyesuaian tingkah laku.Belajar menurut Cronbrach, Suprijono,
Gagne adalah perubahan tingkahlaku. Belajar dipahami sebagai proses dari tidak
tahu menjadi tahu, tidak bias menjadi bisa. Sebagian besar masyarakat
menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu
pengetahuan. Anggapan tersebut tidak salah, karena berdasarkan pendapat
beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mendapatkan
pengetahuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan
2.1.3.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2003: 54), adapun faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yang meliputi:
1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu
(intern), yang meliputi:
a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan.
Jika salah satu faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil
prestasi belajar.
b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat, dan motivasi serta
perhatian ingatan berfikir.
c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan
jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar, dan haus.
2. Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut faktor eksternal, yang
meliputi:
a. Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi
bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.
b. Faktor sekolah Meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru
dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin disekolah.
c. Faktor masyarakat. Meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar
dapatmempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungansiswa adalah
lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong
untuk lebih giat belajar.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat
dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar
siswa memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar,
kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit menangkap mata
pelajaran. Dalam keadaan dimana siswa dapat belajar sebagaimana mestinya,
2.1.3.3Hasil Belajar
Menurut Gagne (Agus Suprijono,. 2011: 5), menyatakan bahwa hasil
belajar itu meliputi:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kohnitifnya sendiri.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik
setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku
tergantung apa yang dipelajari oleh peserta didik. Apabila peserta didik
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka yang diperoleh adalah
penguasaan konsep (Rifa’i, 2009:85).
Hasil belajar tampak dari adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa,
berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diamati dan diukur
tingkat keberhasilannya. Menurut Hamalik (2012:30) perubahan diartikan
dengan terjadinya peningkatan dan pengembangan lebih baik dibandingkan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi
mengerti.
Sedangkan Bloom (dalam Poerwanti, 2008:1-23–1-25) membedakan hasil
belajar menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a) Ranah kognitif
Kognitif adalah ranah yang menekankan pada pengembangan
terwujud dalam aneka kemampuan intelektual murid. Ranah ini mencakup:
mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan
(applying), menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating),
mencipta (creating.)
b) Ranah afektif
Afektif adalah ranah yang berkaitan pengembangan perasaan, sikap,
nilai dan emosi. Ranah ini meliputi lima jenjang kemampuan yaitu
penerimaan (receiving), responsi (responding), acuan nilai (valuing),
organisasi (organization) dan karakterisasi suatu nilai (internalizing
values).
c) Ranah psikomotorik
Psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan atau
keterampilan motorik. Ranah ini meliputi persepsi (perception), kesiapan
(set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism),
gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan
kreativitas (originality).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa
setelah mengalami suatu proses pembelajaran.
2.1.3.4Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Untuk mengukur hasil belajar siswa digunakanlah alat
penilaian/instrumen hasil belajar. Teknik yang digunakan dalam penilaian hasil
belajar siswa dapat menggunakan teknik tes dan non tes. Secara sederhana tes
adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang sifat (trait) yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Pengelompokkan jenis-jenis tes dikemukakan oleh Naniek Sulistya
Wardani dkk (2012:144-145) sebagai berikut:
1. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan, dibedakan menjadi 3 yakni tes
isian, benar salah, dan bentuk menjodohkan dan berbentuk tes uraian); tes
lisan dan tes perbuatan
2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya, dapat dibedakan menjadi 3 yakni
tes esei (essay-type test); tes jawaban pendek; dan tes objektif.
Di samping itu, Naniek Sulistya Wardani dkk (2012:73-74) juga
mengemukakan bentuk instrumen teknik non tes yaitu:
1. Portofolio yaitu penilaian berkelanjutan didasarkan pada kumpulan
informasi yang berupa karya siswa terbaik dalam satu periode tertentu.
2. Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada
peserta didik yang dilakukan secara individu seperti pembuatan kliping,
pembuatan makalah dan yang sejenisnya.
3. Tugas kelompok sama dengan tugas individu, namun dikerjakan secara
kelompok, untuk menilai kompetensi kerja kelompok.
4. Unjuk kerja adalah pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan
aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu seperti kemampuan
memecahkan masalah dalam kelompok; berbicara dan berdiskusi.
5. Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang
mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu
tertentu.
6. Laporan adalah bentuk penilaian yang berbentuk laporan atas tugas seperti
laporan diskusi.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat
kisi-kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah matriks
pemetaan soal yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai materi
berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu.
Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun soal menjadi
perangkat tes.
Hasil dari pengukuran pencapaian kompetensi dasar dipergunakan
sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Naniek Sulistya Wardani dkk, (2010:2.8)
menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau
pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari
proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses
pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut
dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) atau batas keberhasilan. Kriteria yang berupa batas
kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak
disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria
(PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran
dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut
dengan Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa kriteria ketuntasan minimal
(KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan
pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata
pelajaran, selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang
kompetensi.
2.2 Kajian Penelitan yang Relevan
Dini Setyaningrum (2012) yang berjudul “Penggunaan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Ipa Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Tegalsari 08 Kota
Tegal”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I rata-rata nilai hasil
belajar siswa 73,95 dengan ketuntasan belajar klasikal 73,69%, keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran sebesar 74,60% dengan kriteria tinggi, dan nilai
performansi guru 85,21 (A). Pada siklus II rata-rata nilai hasil belajar siswa 81,84
dengan ketuntasan belajar klasikal 78,95%, keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran 81,47% dengan kriteria sangat tinggi, dan nilai performansi guru
92,86 (A). Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus
II.
Mardiana (2013) yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ipa Kelas V
ini pada siklus I observasi terhadap aktivitas guru skor 32 dengan kategori baik,
meningkat pada siklus II menjadi 35 dengan kategori baik, observasi aktivitas
siswa skor 31 dengan kategori baik meningkat pada siklus II menjadi 35 dengan
kategori baik, hasil belajar siswa nilai rata-rata 81,4 dengan ketuntasan 71,4%,
meningkat pada siklus II nilai rata-rata 90,7 dengan ketuntasan 89,2%.
Kasih,Sri (2012) yang berjudul : “Peningkatan Motivasi Belajar Ipa
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw Pada Siswa Kelas V Sd Negeri
Purworejo Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2012/2013”.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar siswa. Adapun
peningkatan hasil pembelajaran dapat dilihat dari perolehan peningkatan motivasi
siswa dalam pembeljaran IPA yang meningkat dari siklus I dan siklus II. Pada
siklus I persentase motivasi belajar siswa sebesar 74% atau 20 siswa dan Pada
siklus II sebesar 81% atau 22 siswa.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Karena melalui metode jigsaw siswa dituntut untuk aktif dalam proses diskusi
secara kelompok dengan pokok bahasan atau materi yang berbeda. Siswa dituntut
untuk menguasai materi yang ditugaskan dengan baik sehingga dapat menjelaskan
dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
2.3 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori di atas, peneliti menyusun kerangka berfikir
untuk menentukan tuuan dan maksud penelitian. Permasalahan pembelajaran yang
nampak di kelas V SDN 1 Tawangharjo Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati
adalah suasana belajar yang cenderung membosankan. Kondisi ini nampak pada
pengelolaan kelas yang masih menggunakan metode klasikal yaitu pengaturan
tempat duduk siswa yang berjajar berderet ke belakang. Hal ini berakibat terhadap
komunikasi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya hanya bersifat searah.
Selain itu, metode yang digunakan guru juga masih didominasi dengan ceramah
dan pemberian tugas. Motivasi dan minat siswa untuk ingin tahu dan memahami
materi pelajaran kurang. Pemanfaatan media dan sumber belajar pun belum
pelajaran dan LKS. Meskipun guru sudah melakukan variasi pembelajaran dengan
menggunakan metode diskusi, tetapi kenyataannya masih belum cukup signifikan
untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Hal ini dikarenakan dalam
pembentukan kelompok diskusi masih bersifat homogin dengan cara siswa
menentukan kelompok diskusi sesuai denga teman sebangku dan kedekatan
hubungan antar siswa. Guru belum melakukan kegiatan diskusi dengan
membentuk kelompok diskusi berdasarkan kemampuan akademik dan sosial yang
hiterogen. Seharusnya dalam proses pembelajaran hendaknya siswa lebih aktif
selama kegiatan belajar mengajar dengan arahan, bimbingan dan pantauan guru
yang berperan sebagai motor penggerak dan motivator pembelajaran.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti
akan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran IPA
dengan KD 4.2. Mengumpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda,
baik sementara maupun tetap. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,
siswa akan lebih dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Karena dalam metode
jigsaw siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.
Kondisi ini akan berdampak positif terhadap kemampuan siswa baik secara
kognitif maupun sosial. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran jigsaw
merupakan salah satu model pembelajaraan yang dilandasi oleh teori belajar
humanistic, yang menjelaskan bahwa hakekatnya setiap manusia adalah unik yang
memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan
menentukan perilakunya.
Pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dilaksanakan
melalui tahapan-tahapan yang sistematis dan berurutan. Pembelajaran dimulai
dengan membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 4 – 6 siswa, kemudian
masing-masing anggota kelompok disajikan materi/topik permasalahan yang
berbeda. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing
dan menetapkan salah satu anggota kelompok sebagai ahli yang akan bergabung
anggota ahli dari masing-masing kelompok tersebut kemudian berkumpul dan
berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk
menguasai topik tersebut. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan
kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan
kelompoknya. Pada akhir kegiatan diskusi, setiap kelompok diberikan kesempatan
untuk memperesentasikan hasil diskusi dan siswa yang lain diminta untuk
memberikan tanggapan. Guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang
materi yang masih sulit dan melakukan refleksi serta penyimpulan materi
pelajaran. Dalam kegiatan akhir guru memberikan tes formatif untuk mengukur
keberhasilan pembelajaran dan mengetahui dampak positif dari penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Secara rinci kerangka berfikir yang dikemukakan peneliti disajikan dalam
bagan sebagai berikut.
Gambar 1
Kerangka Pikir Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Tindakan Siklus I
Kondisi Akhir : Hasil belajar Meningkat
Kondisi Awal: Pembelajaran secara
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis
penelitian tindakan kelas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA
melalui langkah-langkahsebagai berikut:
1) Pengenalan topik yang akan dibahas
2) Membagi kelas menjadi kelompok kecil
3) Pembagian materi tekstual tiap kelompok
4) Membuat kelompok ahli
5) Kegiatan diskusi kelompok ahli
6) Masing-masing kembali ke tim asal untuk menyampaikan materi yang
dipelajari bersama tim ahli
7) Guru menutup pembelajaran dan memberikan kesimpulan
2. Diduga, melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Tawangharjo Kecamatan