• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR DAN TEORI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DASAR DAN TEORI DI INDONESIA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR TEORI

Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas reaksi oksidasi ion permanganat (Wunas,Y : 2011). Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat dapat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day, 1999).

Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga

Wunas, Y dan S, Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua). Makassar : Universitas Hasanuddin

Permanganometri merupakan suatu penetapan kadar atau reduktor dengan jalan dioksidasi dengan larutan baku Kalium Permanganat (KMnO4) dalam lingkungan asam sulfat encer. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini berlangsung dalam suasana asam, netral, dan alkalis, dimana kalium permanganate merupakan oksidator yang kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permangant inilah yang telah digunakan meluas lebih dari 100 tahun. (Shevla, 1995).

Pada teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukkan kadar oksalat atau besi dalam suatu sampel. Kalium Permanganat merupakan peran oksidator yang paling baik untuk menentukan kadar besi yang terdapat dalam sampel dalam suasana asam dengan menggunakan larutan asam sulfat (H2SO4). Permanganometri juga bisa digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya.(Anonim, 2009).

Sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan kholor. Reaksi ini terutama kemungkinan akan terjadi dengan garam – garam besi, kecuali jika tindakan - tindakan pencegahan yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebih, larutan yang sangat encer, temperature yang rendah, dan titrasi yang lambat sambil terus menerus, bahaya dari penyebab ini telah dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium permanganate bukan merupakan larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Pada percobaan ini untuk membakukan kalium permanganate dapat digunakan natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. ( Basset, 1994 ).

Sheva, G. 1995. Vogel Buku Teks Analis Anorganik Kuantitatif. Kalman Media Pustaka : Jakarta

Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing-masing-masing (Syukri, 1999).

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

(2)

Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:

Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)

Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu. Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad, 2001).

Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam dioksidasi dengan reaksi berikut :

Fe Fe2+ +

2e-Dan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :

½ O2 + H2O + 2e-

2OH-Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan, seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg). Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi (pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).

Reaksi-reaksi kimia yang beraneka ragam jenisnya dapat diklasifikasikan berdasarkan aspek tertentu, jika ditinjau dari segi pertukaran energi dikenal dengan reaksi eksoterm. Dan jika ditinjau dari segi reversibelnya dikenal dengan reaksi kesetimbangan dan reaksi berkesudahan. Apabila ditinjau dari adanya perpindahan elektron atau reaksi tanpa adanya perpindahan elektron maka kita dapat menyebutnya reaksi redoks dan bukan redoks (Resenberg, 1992)

Kata redoks adalah singkatan dari reduksi oksidasi, dimana reduksi merupakan peristiwa penangkapan elektron dan oksidasi merupakan peristiwa pelepasan elektron. Dalam pengertian ini, konsep reduksi tidak terbatas pada reaksi yang menyangkut oksigen saja. Semua reaksi penangkapan elektron disebut reaksi reduksi (Arifin, 1995)

Melepas elektron berarti memberikan elektron kepada atom lain. Oleh karena itu,peristiwa pelepasan elektron oleh suatu atom selalu disertai peristiwa oksidasi. Jika suatu zat mengalami oksidasi (melepas elektron), maka zat itu menyebabkan zat lain mengalami reduksi (menangkap elektron). Itulah sebabnya zat yang mengalami oksidasi disebut zat pereduksi (reduktor), karena mereduksi zat lain. Sebaliknya,jika zat mengalami reduksi disebut zat pengoksidasi(oksidator)sebab ia mengoksidasi zat lain (Pudjatmaka, 1994).

(3)

elektron. Perpindahan-perpindahan elektron adalah peristiwa arus listrik antara dua kutub (anoda dan katoda) (Resenberg, 1992).

Dalam titrasi, reaksi elektron terjadi antara dua kutub yang rapat dan berdampingan. Dalam reaksi redoks, berat ekuivalen unsur adalah berat atom dibagi perubahan polaritas. Bila dalam atom dilampaui suatu molekul perubahan dalam polaritas (oksidasi atau reduksi). Maka, berat ekuivalen unsur adalah berat molekul dibagi jumlah keseluruhan perubahan polaritas sebesar 1 (satu) (Day, 1998).

Kafein merupakan alkaloid dengan penamaan kimia 1, 3,7-trimetil xanthina. Dalam aktivitasnya secara faal, kafein berfungsi sebagai stimulat/perangsang. Kadar kafein dalam daun teh labih besar daripada di dalam biji kopi. Kadar kafein di dalam teh adalah sebesar 2-4%, sedangkan di dalam biji kopi hanya mencapai 0,5% (Vogel, 1985).

Kafein terdapat pada teh, kopi, kola, mente dan coklat. Selain itu kafein juga dapat diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada di dalam kopi. Kadar kafein di dalam teh 2-4%, sedangkan di dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan Iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan iodium di analisa dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi reduksi dan oksidasi (Syukri, 1999).

Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)

I2 + 2e-

2I-2S2O32- S4O62- +

2e-I2 + 2S2O32- 2I- +

S4O62-Untuk mengetahui kadar kafein, maka terlebih dahulu teh diekstraksi dengan alkohol. Kemudian larutan yang mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi di titrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein dapat dihitung.

Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan pemakainnya: 1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodimetri tak langsung.

2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai iodimetri langsung dan kadang–kadang dinamakan iodimetri.

3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai ialah: a) KMnO4 b) K2CrO7c) Ce (IV)

4. Reduktor kuat sebagai titran (Haryadi, 1994).

A.Hadyana Pudjatmaka 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. WGC. Jakarta. Arifin.1995. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia. Jakarta.

Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Day, R. A. Jr and A. L. Underwood. 1998. Kimia Analisis Kuantitatif. Erlangga. Jakarta. Dicky. D.P 2013. Titrasi Redoks (Permanganometri)

http://dsikreatif.blogspot.com/2013/11/titrasi-redoks-permanganometri.html

Diakses pada tanggal 06 November 2013

Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung. Haryadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta.

(4)

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung.

Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta. PEMBAHASAN

Pada percobaan permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganate ( KMnO4 ). Kalium permanganate mudah diperoleh dan tidak memerlukan indicator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Kalium permanganate dapat bertindak sebagai indicator, dan titrasi ini

dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya.

Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi oksidasi dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganate dalam larutan encer. Pembakuan larutan KMnO4 dan mendidihkannya selama beberapa jam dan

kemudian didinginkan. Dibakukan dengan menggunakan zat baku utama yaitu, asam oksalat. Pada pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, asam sulfat pekat yang kemudian didihkan terlebih dahulu, kemudian dititrasi dengan KMnO4 sampai larutan berwarna merah rosa ( pink ). Setelah didapat volume titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4.

Setelah melakukan percobaan permanganometri ini didapatkan nilai N ( normalitas ) dari larutan KMnO adalah 0,0929 ek/l serta pembakuan FeSo4 diperoleh hasil % kadar rata – rata dari

FeSO4 yaitu 50,038%.

1. Pembakuan Larutan Kalium Permanganat

Pada percobaan ini larutan kalium permanganat distandarisasi terhadapNa2C2O4 dalam suasana asam (dengan penambahan H2SO4 pekat) karena reaksi

hanya dapat berlangsung dalam suasana asam dan sangat cepat dalam suasana netral. Fungsi dari penambahan H2SO4 sebelum dan sesudah reaksi atau sebelum titrasi

dilakukan agar menambah jumlah ion H+ sehingga menambah keasaman larutan dan

memudahkan untuk mengetahui titrasi sudah mendapati titik ekuivalen (perubahan warna). Reaksi yang terjadi:

2 Na+ + C

2O42- + 2H+ + SO42-  H2C2O4 + 2Na+ + SO4

2-2MnO4 + 5H2C2O4 + 6H+  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

1 mol Na2C2O4 = 2ekuivalen Na2C2O4

Larutan yang dipergunakan adalah larutan KMnO4, yang juga dapat digunakan

sebagai bahan titrasi untuk mengamati perubahan warna dari larutan tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Dalam hal ini KMnO4 juga berfungsi sebagai indikator.

Percobaan mengenai titrasi redoks (Permanganometri) ini membahas mengenai tentang pembakuan larutan kalium permanganometri dengan natrium oksalat, yang berada dalam bentuk indikator berbeda warna dari bentuk oksidasi pada penetrasian KMnO4 terhadap

larutan oksalat dalam suasana asam dengan suhu 70-80 oC, perlakuan seperti ini dalam

(5)

satu faktor yang mempengaruhi reaksi sehingga diperoleh perubahan warna dalam suatu larutan tersebut. Hasil percobaan yang telah selesai dilakukan praktikan mengenai materi pembuatan kalium permanganat dengan natrium oksalat dengan beberapa langkah percobaan. Diantaranya adalah penggunaan natrium oksalat sebanyak 0,3 gram dan diencerkan menggunakan air (akuades), air disini digunakan karena merupakan pelarut yang baik dan memiliki karakteristik sendiri. Kemudian larutan natrium ditambahkan dengan12,5 ml H2SO4 pekat. Dapat kita lihat bahwa perubahan yang terlalu lambat pada

penitrasian, disebabkan karena pada waktu penambahan atau pada saat penimbangan bahan terdapat kesalahan. Dalam penitrasian apabila terjadi perubahan warna menjadi merah muda(pink), maka percobaan ini dianggap berhasil.

Nilai volume titrasi yang dihasilkan dari percobaan di atas adalah 1,75 ml. Besarnya volume yang dihasilkan dikarenakan dalam reaksinya menghasilkan CO2dan H2O yang

diperhatikan koefisiennya bernilai besar. Normalitas KMnO4 yang dihasilkan

adalah 1,0914 N lebih besar daripada nilai normalitas Na2C2O4 yaitu sebesar 0,0895 N.

2. Penentuan Kalsium (Ca2+) dalam CaCO 3

Untuk menentukan kadar Ca2+ dalam kalsium karbonat, digunakan dasar penentuan

kalsium pada umumnya. Oksalat yang bereaksi dengan Ca2+ menjadi endapan Ca oksalat,

disaring dan dipisahkan dari filtratnya. Ca oksalat dilarutkan dalam asam sulfat dan asam oksalat yang dibebaskan setelah diasamkan dengan asam sulfat kemudian dititrasi dengan larutan standar KMnO4. Reaksi yang terjadi:

1 mol CaCO3 = 2 ekuivalen CaCO3

Nilai volume titrasi yang dihasilkan pada percobaan ini sebesar 7,3 ml. Massa Ca2+ yang didapat adalah 0,0153 gram, dan kadar Ca2+ yang diperoleh dari percobaan ini

adalah sebesar 7,65%.

Dalam percobaan ini terjadi kesalahan yaitu terletak pada larutan pentiter KMnO4 pada

buret terkena sinar, terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi diperoleh

pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.

A. Pembakuan Larutan Kalium Permanganat dengan Natrium Oksalat

Dalam percobaan ini natrium oksalat merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. Sebelum melakukan pembakuan larutan KMnO4 dengan

NaC2O4 praktikan harus menembahkan H2SO4 ke dalam NaC2O4 pada saat penambahan terjadi reaksi :

2Na+ +C2O42- + 2H+ + SO42- H2C2O4 + 2Na+ + SO4

2-Pengasaman larutan dengan H2SO4 tidak akan menghasilkan reaksi samping, tetapi jika menggunakan HCl maka asam itu tidak akan dapat digunakan karena HCL dapat

teroksidai menjadi klor. Fungsi penambahan H2SO4 adalah sebagai pendonor H+, membuat larutan dalam suasana asam dan juga melepas oksigen dari C2O4 agar bilangan oksidasinya turun, sehingga Na2C2O4 lebih mudah bereaksi dengan KMnO4. Selain itu fungsi

(6)

juga untuk menurunkan energi aktivasinya. Penambahan H2SO4 juga berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi.

Reaksi permanganat dengan NaC2O4 berjalan lambat dalam suhu ruangan sehingga

biasanya harus dipanaskan pada suhu 70-80oC agar reaksi yang terjadi dapat bejalan dengan cepat. Walaupun dengan temperatur yang dipertinggi reaksi mulai dengan

perlahanm, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Ion ini dapat memberikan efek ketitiknya dengan cara bereaksi cepat dengan permangannat untuk memberikan mangan. Reaksi yang terjadi antara oksalat dengan permanganat adalah :

5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Pada saat titrasi larutan mengalami perubahan warna yang semula bening menjadi

warna pink. Hal ini menunjukan bahwa larutan tersebut telah mencapai titik ekivalen dan berakhirnya titrasi dimana larutan KMnO4 sebagai titran jumlah molnya sama dengan jumlah mol pada titrat. Terjadinya perubahan warna karena Mn2+ ( larutan bening) dan

MnO4- tereduksi oleh Na2C2O4 menjadi Mn2+ (merah muda). Volume rata-rata titrannya adalah 2,6 mL dan berdasarkan perhitungan normalitas KMnO4 sebesar 0.057 N.

B. Penentuan Kadar Nitrit

Untuk menentukan suatu kadar nitrit, sampel nitrit diencerkan dan dimasukan

kedalam buret. Kadar nitrit dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi redoks dan menggunakan larutan baku KMnO4. KMnO4bertindak sebagai titrat yang ditambahkan

H2SO4 agar larutan bersuasana asam, H2SO4 juga menurunkan bilangan oksidasi dengan cara melepaskan oksigen dari MnO4 sehingga KMnO4 lebih mudah bereaksi dengan NaNO2. Larutan yang ditambahkan H2SO4 reaksinya lebih cepat karena H2SO4 bertindak sebagai

katalisator. Larutan yang dititrasi dengan nitrit mencapai titik ekivalen dengan berubahnya warna dari ungu menjadi bening. Perubahan warna ini disebabkan karena jumlah KMnO4

telah berkurang dan jumlah NaNO2 sebagai titrat telah sedikit berlebih dan telah mencapai titik ekivalen dimana jumlah mol titrat sama dengan jumlah mol titrannya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

NaNO2 + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H+ + NO2 -2MnO4- + 6H+ + 5NO2-→ 2Mn2+ + 3H2O + 5NO3

-Dari hasil titrasi titik ekivalen dicapai dengan volume sebesar 1,2 mL. Berdasarkan hitungan, kadar nitrit dalam NaNO2 sebesar 6,5%.

Hal yang pertama dilakukan adalah standardisasi KMnO 4

menggunakan

asam oksalat. Asam oksalat yang digunakan sebesar 50 mg, sebenarnya ukuran ini relatif bisa diubah, asalkan kita mengetahui beratnya dengan pasti. 50 mg merupakan batas minimal penimbangan menggunakan timbangan analitik. Titrasi dilakukan dengan titrat 50 mg asam oksalat dalam 50 ml aquadest yang ditambahkan H

2 SO 4

(7)

4.

Sebelum itu, larutan analit dipanaskan dahulu hingga suhu 60°C. Titrasi

dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda

(pink). Bila sebelum mencapai titik akhir titrasi larutan menjadi dingin, titrasi dihentikan sejenak untuk dilakukan pemanasan ulang hingga suhu 60°C, setelah itu titrasi dilanjutkan kembali.

Volume titran yang digunakan saat pembakuan KMnO 4

adalah 7,8 ml; 7,6

ml; 7,5 ml. Data tersebut tidak langsung digunakan untuk menghitung kadar KMnO

4

, tapi dilakukan uji Q terlebih dahulu untuk mengetahui data tersebut dapat digunakan atau tidak. Setelah dilakukan uji Q dengan tingkat kepercayaan 90%, ternyata ketiga data tersebut dapat digunakan dan didapatkan rata-rata sebesar 7,63 ml. Kemudian dilakukan menghitungan kadar KMnO

4

dan didapatkan hasil sebesar 0,1 N. Hasil ini sesuai dengan normalitas KMnO

4

yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh piket.

Terakhir adalah penentuan kadar sampel (asam oksalat) dengan prosedur yang sama dengan standardisasi KMnO

4

. Perbedaannya, sampel yang digunakan

sudah berbentuk larutan. Sampel yang didapat nomor 40, digunakan 10 ml dengan

menggunakan pipet volume, untuk meminimalisir kesalahan dalam pengukuran. Setelah dilakukan titrasi, volume KMnO

4

berkurang sebesar 7,8 ml; 7,9 ml; 7,9 ml.

(8)

Kemudian dilakukan menghitungan kadar sampel

dan didapatkan hasil sebesar

0,0786 N. Persentase kesalahan dalam praktikum sebesar 2,5 %.

Sesuai dengan namanya, yaitu permanganometri, titran yang digunakannya adalah KMnO

4.

Akan tetapi, KMnO 4

bukan merupakan larutan baku primer,

karena sifatnya yang tidak stabil. Oleh karena itu, KMnO 4

harus distandarisasi

atau dibakukan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan baku primer, dalam

hal ini asam oksalat.

Pada titrasi permanganometri, tidak digunakan indikator tambahan, tapi bukan berarti tidak menggunakan indikator. Selain titran, KMnO

4

bertindak pula

sebagai indikator. Dengan kata lain, KMnO 4

menjadi indikator untuk reaksinya

sendiri (auto indikator). Hal ini karena bentuk teroksidasi dan tereduksi dari kalium permanganat memiliki warna yang berbeda

Titrasi permanganometri lebih baik dalam suasana asam, karena jika dalam suasana basa, kalium permanganat tidak memiliki daya oksidasi, melainkan malah

mengendap menjadi Mn(OH) 2

yang nantinya akan membentuk MnO 2

yang

mengendap juga, sehingga sulit menentukan titik akhir titrasi. Supaya suasana asam, maka ditambakan asam sulfat (H

(9)

4

). Asam sulfat merupakan asam yang

paling cocok digunakan sebagai pelarutnya, karena jika digunakan asam klorida (HCl), sebagian permanganat akan membentuk klorin sehingga akan

mengganggu

dalam penentuan titik akhir titrasi.

Sebelum dilakukan titrasi, titrat atau sampel dipanaskan dahulu sampai suhu 60C-70C. Hal ini berfungsi agar KMnO

4

dapat mengoksidasi H

2 C 2 O 4

(asam oksalat) karena apabila suhu larutan dibawah 60°C-70°C maka reaksi akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO

4

menjadi MnO 2

yang

berupa endapan cokelat sehingga titik akhir titrasi susah untuk dilihat. Sedangkan

apabila suhu larutan di atas 60°C-70°C maka akan merusak asam oksalat, dan terurai menjadi CO

2 dan H 2

O sehingga hasil akhir akan lebih kecil. Pemanasan

dalam praktikum adalah sampai 60°C, merupakan minimal suhu yang diperlukan untuk permanganometri.

Selain itu, KMnO 4

(10)

oleh cahaya, sehingga

buret yang digunakan adalah buret coklat, dan penyimpanannya dalam botol coklat atau botol yang dilapisi penutup, seperti aluminium foil, sehingga menjadi kedap cahaya.

Hasil yang didapatkan tidak sesuai keadaannya, sehingga persentase kesalahan tidak 0 %. Kesalahan tersebut, terjadi karena beberapa faktor, seperti kesalahan dalam takaran, pemanasan yang kurang dari 60C, ataupun karena kesalahan menentukan titik akhir titrasi.

E. KESIMPULAN

Standarisai larutan KMnO 4

dilakukan menggunakan larutan standar primer

asam oksalat tanpa penambahan indikator lain, tetapi KMnO 4

yang bertindak

sebagai indikator (auto indikator). Didapatkan kadar KMnO 4

sebesar 0,1 N.

Penentuan kadar asam oksalat dalam sampel nomor 40 didapatkan sebesar 0,0786

N dengan persentase kesalahan 2,5 %. F. REFERENSI

Ganjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analisis Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Keenan, Charles W. 1986. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Petrucci, R.H. 1999. Kimia Dasar 3. Jakarta: Erlangga

R.A. Day, JR dan AL Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangg

(11)

Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan kali ini, jadi dapat diambil suatu kesimpulan yaitu :

1. Perubahan warna pada penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO

3 seharusnya adalah dari

warna kuning menjadi warna merah muda 2. Penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO

3 menghasilkan perubahan warna kuning menjadi

warna coklat.

3. Perubahan warna pada penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO

3 seharusnya adalah dari

warna kuning menjadi warna merah muda

4. Rata-rata hasil perhitungan pembakuan larutan kalium dengan natrium oksalatNa2C2O4 yaitu sebesar 0,0895 N dan Normalitas KMnO4 yang dihasilkan

adalah1,0914 N.

5. Rata-rata hasil perhitungan perubahan kalsium Massa Ca2+ yang didapat

adalah0,0153 gram, dan kadar Ca2+ yang diperoleh adalah sebesar 7,65%.

6. - Dari percobaan dan didapatkan melalui perhitungan konsentrasi KMnO4 dengan menggunakan asam oksalat 0,1 N yaitu 0,11765 N

7. - Dari percobaan penentuan kadar besi yang dilakukan secara permnganometri didapatkan kadar Fe2+ adalah 0,035 N.

8. - Fungsi pemanasan 60°C–70°C adalah karena suhu tersebut merupakan suhu optimum KMnO4 untuk mengoksidasi H2C2O4 (asam oksalat). Jika dibawah 60°C–70°C maka reaksi akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO4- menjadi Mn2+ yang berupa endapan cokelat sehingga TAT susah untuk dilihat. Sedangkan jika di atas 60°C-70°C maka akan merusak asam oksalat, mengubah asam oksalat (H2C2O4) menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil akhir akan lebih sedikit.

9. Permanganometri merupakan titrasi reduksi oksidasi dengan menggunakan larutan baku permanganat.

10.Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan dapat dipakai tanpa penambahan indikator, karena ia dapat bertindak sebagai indikator (autoindikator).

Normalitas KMnO4 yang diperoleh sebesar 0,057 N. Kadar nitrit yang diperoleh adalah sebesar 6,5 %.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini membahas mengenai transaksi penjualan barang dan prakiraan penjualan barang selanjutnya, selain itu proses yang ada dalam sistem yaitu proses

“Analisis dan Perancangan Wireless Hotspot Area dengan Sistem Roaming WDS Menggunakan Mikrotik (Studi kasus : PT Global Prima Utama)” yang didalamnya akan membahas mengenai

yang membahas mengenai alat tempat sampah pintar yang bisa memantau tempat penampungan sampah sudah terisi penuh atau belum dengan menggunakan sensor ultrasonik dan memberikan

Sistem Informasi yang dibuat dalam penelitian ini mengacu pada beberapa karya ilmiah yaitu penelitian yang dilakukan Yovi (2015), pada sistem ini membahas mengenai

Penelitian dari Ramya (2015) yang membahas mengenai visual merchandising menyatakan bahwa planogram merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menolong pihak

Daftar buku yang membahas teori belajar dan pembelajaran di sekolah

Makalah ini membahas tentang Filosofi Pendidikan Indonesia dan implementasinya di Sekolah

Dokumen ini membahas efektivitas hukum, khususnya mengenai sanksi-sanksi hukum di Indonesia dan pengaruhnya terhadap perilaku