Pra TK dan TK, Serupa Tapi Tak Sama
Dalam rentang usia anak-anak beda usia sebulan pun bisa menyebabkan beda kemampuan yang jauh
Fani, letakkan mainanmu sayang. Tangan dilipat di atas meja. Ayo kakinya rapat, kepala tundukkan., kita mau berdo'a," seorang guru kelompok bermain (play group) mengingatkan salah seorang murid yang masih sibuk dengan kartu-kartu mainan di tangannya. Sementara sebagian besar anak sudah duduk rapi di bangku masing-masing.
"Fani sayang, Bu Guru tidak mulai berdoa kalau kakinya masih keluar dari kursi. Mainannya diletakkan dulu, nanti Allah marah. Lho!" suara bu guru agak meninggi. Tetapi yang
diperingatkan hanya menoleh sebentar kepada bu guru untuk kemudian asik kembali dengan mainan barunya. Bahkan kini teman di samping ldri kanannya pun sudah mulai tertarik dengan nudnannya itu.
Bu guru pun mendekati Fani dan berkata,"Sudah sekolah, tidak boleh main terus. Sekarang kita mau belaiar, mainannya dibawa Bu guru ya," Si kecil Fani merengut ketika lbu guru memaksa mengambil kartu-kartunya. Sebagai tandaprotes, ia pun menendang-nendangkan kakinya kepada teman sebelah. Melihat itu bu guru menimpali, "Kita tidak bisa mulai belajar kalau kaki Fani belum rapat dan rapi di bawah meia.
Akhimya, terlewat hampir lima belas menit hanya untuk menunggu Fani agar bisa duduk rapi untuk mengucap doa. Peristiwa seperti ini, banyak teriadi di berbagai kelas play group yang kini hampir sama banyaknya dengan taman
kanak-kanak di mana-mana.. Meningkatnya minat masyarakat untuk memasukkan putra-putri nya ke sekolah sedini mungkin, ditanggapai dengan antusias para pengelola pendidikan untuk membuka kelas-kelas bermain ini, namun sayangnya kurang diimbangi dengan pengetahuan yang benar tentang dunia pendidikan pra TK tersebut.
Akibatnya, banyak guru play group yang menyama ratakan jenjang ini dengan jenjang TK A, dengan hanya mengurangi sedikit beban kurikulumnya. Guru meminta anak untuk bisa duduk rapi seharian di dalam kelas, diberi pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan, yang belum seharusnya diterima oleh anak-anak usia pra-TK bahkan usia TK
sekalipun yang dunia utamanya adalah bermain.
Kemajuan Besar
Anak-anak usia balita (bawah lima tahun) biasanya selalu mengejutkan para orang tua dengan perkembangan alamiah mereka yang menakiubkan, yang bisa berlangsung dalam waktu singkat dan tak terduga. Perbedaan usia yang hanya satu atau dua bulan saja bisa memberikan perbedaan kemampuan yang cukup besar.
fasih bicara. Dari yang pemalu bisa berubah menjadi pemberani.
Itu sebabnya, kemampuan anak--anak usia in! belum bisa disamakan kemampuan siswa TK A, karena nyatanya usia mereka berbeda - setidaknya dengan rentang waktu satu tahun, atau sama dengan dua belas bulan. Sebuah perbedaan yang amat besar dilihat dari proses perkembangan seorang anak usia balita.
Gerak Motorik Dominan
Masih sangat wajar, jika anak-anak pra TK ini lebih suka bermain ayunan dari pada bermain di kelas. Bagi mereka, benda-benda yang bisa berputar-putar dan
mengayun-ayunkan tubuh mereka itu sangat menggairahkan. Akan lebih baik jika 50-75 % waktu bermain mereka dalam sehari di play group dan di rumah dihabiskan dengan bermain seperti ini. Guru dan orang tua yang kreatif, akan memadukan materi pembelajaran dengan kegiatan motorik ini.
Mengenal konsep hitung, mengenal wama hingga pengenalan doa, semua bisa dilakukan sambil berayun-ayun, berlarian, atau sambil duduk santai di halaman rumput yang luas, bukan?
Sayangnya, lebih banyak play group yang temyata hanya memiliki ruang 'kelas bermain' tak lebih dari 3x3 meter per segi, itupun untuk 10 orang siswa. Halamannya pun
seadanya, sehingga anak harus berdesakan untuk bermain. Kalau mereka ingin berlarian, kerap harus bertabrakan
dengan teman. Akibatnya, guru terpaksa melarang anak untuk berlarian, padahal itu berarti menghambat perkembangan motorik anak itu sendiri.
Jarak Pandang Dekat
Tidak seperti anak TK yang telat. mampu melihat dalam rentang jarak lebih dari 3 meter, maka anak-anak mungil tiga tahun-an ini baru memiliki kemampuan pandang dalam jarak yang relatif dekat, tak lebih dari 2 hingga 3 meter.
Mengingat minimnya kemampuan ini, maka posisi hadap guru dan siswa harus diatur tidak terlalu jauh, dan tidak menyebar. Posisi berhadapan dengan siswa duduk setengah lingkaran di atas karpet adalah posisi yang sangat efektif untuk kegiatan yang banyak membutuhkan komunikasi verbal.
Untuk kegiatan yang memerlukan ruang gerak agak luas untuk mengerjakan sesuatu atau memerlukan meja, barulah anak-anak bisa dikelompokkan satu meja untuk empat hingga lima anak. Posisi duduk kursi yang menyebar akan
Obyek Pandang Besar
Sebuah apel yang digambar ibu guru di papan tulis dengan ukuran diameter 7 cm tak akan menjadi sesuatu yang menarik bagi anak 3 tahun yang harus melihatnya dari kursinya yang berjarak 4 meter dari papan tulis. Lain halnya jika ibu guru membawakan selembar kertas folio dengan gambar apel merah segar berdiameter 10 cm dan ditunjukkan kepada anak-anak dalam jarak dua meter, apalagi jika si apel memiliki mata dan mulut yang sedang tertawa, anak akan berebut melihatnya.
Komunikasi Dua Arah
Memandang lurus dan langsung ke mata anak, adalah kunci sukses komunikasi guru dan siswa.jika tidak ditatap demildan, dapat dipastikan pandangan anak akan segera teralih ke sekitamya hanya dalam hitungan detik.
Celotehan anak kerap terluncur dari bibir mungil mereka, tanpa ada sangkut pautnya sama sekali dengan apa yang sedang dibicarakan guru. Tentu saja, guru harus bijaksana menghentikan sebentar pembicaraannya untuk
mendengarkan celotehan-celotehan mereka dengan penuh perhatian.
Ingat, bahwa untuk usia tiga tahun-an, tak banyak anak yang mampu dan berani menceritakan perasaannya dengan celotehan seperti itu.
Itu sebabnya celotehan-celotehan mereka tak boleh dihentikan. justeru guru harus menanggapi dan
mengembangkan celoteha-n itu dengan beberapa kalimat tanggapan balik. Setelah si anak puas, barulah guru kembali ke topik pembicaraan semula. Cara ini berbeda dengan cara menghadapi anak yang duduk di TK A, dimana mereka yang suka memberi celotehan yang tak sesuai dengan topik pembelajaran harus sudah diarahkan untuk hanya memberikan komentar dan pendapat seputar topik saja.
Merekam, Bukan Mengungkapkan
Semua anak tiga tahun-an, memiliki kemampuan tinggi untuk merekam segala sesuatu yang ia dengar dan ia lihat setiap hari. Anak tiga tahunan yang dua hari sekali membaca doa sebelum makan bersama-sama, umumnya sudah akan
mampu mengucapkannya sendiri dalam beberapa bulan tanpa harus dibantu. Walaupun anak melakukannya setiap hari
M ODEL PEM BEL AJARAN
PRA TK (3 th-an)
§
Pembelajaran sedetik yang diulangulang sudah cukup,
§
jangan bertanya untuk mengetes kemampuan anak
§
50 - 75 % waktu belajamya diserasikan dengan kegiatan dan
permainan motorik
§
Ruang gerak luas, cukup untuk berlarian dan berlompatan
§
jarak pandang dekat, hanya 2 - 3 meter
§
Obyek pandang harus berukuran besar dan mencolok
§
Berkomunikasi dengan menatap langsung mata anak
tanpa perhatian penuh sekalipun. Berdoa sambil menolehkan kepala kanan dan kiri, sambil berlari-lari, sambil tidur-tiduran, atau sambil melamun sekalipun, sesungguhnya memori anak tetap bekeria, merekam hafalan doa tersebut.
Glenn Doman, seorang ahli pendidikan anak, dalam bukunya Metodenya Mengajar Balita Membaca, menyarankan pendidik untuk menunjukkan kartu tulisan kepada anak tak lebih dari satu detik saja. Sebab sesungguhnya memori anak bekeria ekstra hebat, di luar perkiraan orang dewasa, dan sedetik saja ia memandang atau mendengar sesuatu, itu sudah sangat cukup untuk memasukkannya ke dalam memori otak. justru rentang waktu lebih dari sedetik saat menatap, mendengar atau menirukan, bisa membuat anak menjadi bosan dan kehilangan konsentrasinya.
Sebaliknya, pada usia 3 tahunan ini, belum tumbuh keinginan anak untuk menyampaikan pendapatnya, atau menunjukkan kebolehannya. Itu sebabnya banyak dari mereka akan malas menjawab pertanyaan ibu guru. Sebagian besar yang lain tidak menjawab karena belum meiliki keberanian untuk itu.
Pendidik tidak boleh terlalu cepat ingin mengetahui hasil dari pendidikan yang ia berikan, sehingga memberi pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui apakah mereka
mendengarkan 'pelajaran' ibu guru hari itu. Dan ketika anak-anak tidak menjawab, bu guru memberi respon positif,
akan merasa dirinya gagal, sehingga dikhawatirkan
merendahkan konsep dirinya. Itu sebabnya, di dunia bermain anak tiga tahunan ini pendidik sebaiknya tak banyak bertanya, tetapi banyak bercerita. Di jenjang usia TK A, barulah anak bisa dimotivasi untuk belajar menjawab lebih banyak.
Buku Dimana-mana
Tips menumbuhkan kecintaan anak pada buku dan
dunia bacaan.
Siapa yang tak senang memiliki anak gemar 45membaca? Anak seperti ini akan lebih sukses dalam mencari
pengetahuan demi masa depannya. Namun kenyatannya, lebih banyak anak yang bend untuk membaca. Lebih sedikit lagi yang kutu buku. Kondisi ini belum terpecahkan karena orang tua tak mengerti duduk permasalahannya. Ikutalah bahasan berikut.
Buku di mana-mana
Buatlah sebuah perpustakaan di rumah, walau hanya satu sudut kecil saja. Kunci utama pengenalan anak kepada buku adalah besamya frekuensi 'pertemuannya yang
menyenangkan' dengan buku.'Syukursyukur jika banyak buku menarik yang anda sediakan khusus untuk anak-anak.
Sebaliknya, anak membutuhkan suasana santai untuk bisa menumbuhkan rasa nikmat kala membca tadi. Tentu saja, akhimya diperlukan -kerja ekstra orang tua untuk merapikan buku-buku itu kembali di saat yang ditentukan.
Akan membantu pula jika mengenalkan keasyikan membaca lewat keaktifan orang tua dalam mendongeng.
Jadilah Orang Tua Pembaca
Ketika melihat orang tuanya begitu serius dan antusias membaca, anak akan penasaran, dan terffmxivasi untuk meniru perbuatan orang tuanya. Bermula dari motivasi inilah maka anak akan mudah untuk menemukan kenikmatan dalam membaca. Sebuah keuntungan bagi orang tua, adalah karena karakter anak yang suka meniru, maka or-ang tua tak perlu repotrepot memberi pengertian. Anak akan meniru dengan sendirinya.
Bermula darl Komik
Sebagai langkah awal, harus dicarikan buku yang paling menarik bagi anak. Untuk usia balita, sekarang banyak
tersedia buku cerita menarik bukan hanya dari segi cerita dan gambamya saia, tetapi juga dari penampilan dan
kreatifitasnya.
menjadi bentuk tiga dimensi, bisa digerak-gerakkan, dan ditutup kembali. Ada buku khusus menemani balita mandi yang tahan air, buku cerita binatang dengan bulu aslinya, buku yang becermin, dan masih banyak buku kreatif lain.
Atau anak. tertarik pada komik ? Bagi kebanyakan orang dewasa, komik anak-anak. seakan bukan bahan bacaan yang balk. Tetapi sesungguhnya komik sangat membantu anak mengawali kecintaannya kepada buku. Banyaknya gambar dengan bahasa yang pendek dan ringan pas dengan kemampuan anak di tahap awal yang belum terbiasa membaca kalimat-kalimat padat dan lengkap. jadi, biarkan anak. anda mencandu komik di usia 6 tahun. Berikutnya, sesuai perkembangan usianya, kembangkanlah emampuan mmbaca mereka pada buku-buku lain yang lebih balk dan lebih sulit bobot bacaannya. Tahapan kemampuan baca anak ini akan diuraikan dalam tulisan berikutnya.
Hindarkan dari TV
banyak menonton televisi sulit untuk bisa menyukai buku-bukunya.
Tumbuhkan Motivasinya
Seseorang akan bangkit moltivasinya untuk melakukan
sesuatu jika ia menemukan keasyikan dan kenikmatan. Begitu pula dalam hal membaca. Tak. ada gunanya memaksa anak untuk membaca bukubukunya dengan maksud agar mereka terbiasa membaca. Yang lebih penting untuk dilakukan adalah mehumbuhkan keasyikan terlebih dahulu.
Untuk menumbuhkan keasyikan, bolehkan anak memilih sendiri buku yang akan ia baca. jangan kecewa jika pilihannya masih sangat jauh dari harapan anda. Dan anda tak boleh memaksanya mengubah pilihannya jika bukan karena keinginannya sendiri. Sabarlah, karena kelak jika keasyikan telah tumbuh, akan lebih mudah untuk menyuruhnya memilih.
Tips M engenalkan Buku pada Anak
Perbanyak pertemuan dengan buku
§
Buat perpustakaan mini di sudut kamar
§
Ciptakan suasana baca
§
Biasakan mendongeng
Dari Komik menuju Buku Pelajaran
Untuk menjadi kutu buku temyata perlu melewati
banyak tahapan dan butuh waktu lama.
Membiasakan anak untuk membaca tidak bisa dicapai hanya dalam waktu beberapa hari, atau satu dua minggu saja. Orang tua harus ekstra sabar karena upaya pembiasan ini bisa
makan waktu berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun. Bagi anak balita, maupun usia sekolah, bisa dilakukan peran aktif orang tua memfasilitasi upaya pembiasaan ini, yang umumnya melalui beberapa tahapan, sepe!-ti ditulis Mary Leonhart dalam bukunya, Parents Who Love Reading, Kids Who Don't.
Tahap Rertama: Membolak-balik Buku dan Majalah
Jangan kecewa, jika anak-anak anda hanya membuka-buka saja buku-buku yang telah anda beli dengan harga tinggi. Mungkin hanya judul-judulnya saja yang mereka baca, dan gambar-gambamya saja yang mereka amati. Bagi mereka yang belum terbiasa membaca, ini adalah sebuah awal yang baik, dan harus segera direspon oleh orang tua.
Tahap Kedua : Membaca Komik, Majalah dan Koran
Bacaan jenis komik adalah jembatan menuju buku selanjutnya yang lebih berkualitas. Karena untuk mencema bacaan bukan hal yang mudah, anak perlu membiasakan mencema kalimat-kalimat pendek dengan banyak gambar terfebih dulu. Selain itu ceritanya yang pendek-pendek tidak membuat bosan atau memberatkan anak yang belum suka membaca.
Keuntungan lain, adalah bahwa komik dan majalah memiliki banyak seri. Sekali anak tertarik pada satu jenis komik, Doraemon misalnya, ia akan sangat ingin mengoleksi semua komik tokoh ini yang selanjutnya. Itu berarti ia akan membaca puluhan komik lagi! Dan biarkan mereka mengoleksi
sebanyak-banyaknya komik dan majalah kesukaan mereka!
Tahap Ketiga : Buku Pertama
Tiba saatnya melangkah menuju sebuah buku. Orang bisa mencarilkan buku teringan dari kemampuan baca
anak. Untuk anak usia. di bawah tujuh tahun, buku dengan banyak gambar cukup banyak tersedia. Untuk usia
selanjutnya, pilihkan buku cerita yang 'ringan', tidak terlalu paniang ceritanya, tetapi tetap tidak terkesan kekanak-kanakan.
Mereka yang suka komik fiksi perlu dicarikan buku cerita fiksi. Yang suka majalah akan lebih tepat jika dibelikan buku
Tahap Keempat : Bacaan Tertentu
Pada tahapan ini, sudah muncul keasyikan tersendiri terhadap jenis bacaan tertentu, dan anak-anak itu bangga terhadap hobi barunya itu. Orang tua kerap
jengkel dengan kefanatikan anak terhadap buku pertamanya itu. Asal tahu saja, sebenamya tahapan ini wajar dan
menggembirakan, sehingga tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Tahap Kellma : Pengembangan
Ketika anak sudah membaca puluhan buku dalam satu seri, atau hanya yang bertema fiksi saja, misainya, tiba saatnya untuk mengembangkan ke arah buku bertema non-fiksi. Tawarkan buku-buku cerita dengan variasi judul baru, dan dengan variasi tema. Upaya ini belum tentu berhasil dengan cepat. Mungkin anak anda masih perlu waktu bertahun-tahun untuk memuaskan keinginannya membaca kisah-kisah fiksa atau khayal. Tetapi yakinlah, satu saat kelak pasti ada juga tumbuh keinginannya untuk mencoba jenis bacaan lain.
Tahap Keenam: Bacaan yang Lebih Was
Akhimya, akan tiba saatnya anak mulai membaca buku jenis lain dari yang biasanya ia baca. jika tiba saat ini, orang tua harus segera 'menangkap' momen ini
Tahap Ketujuh: Mencari Buku Sendiri
Adalah sangat menggembirakan ketika kini anakanak telah berinisiatif untuk mencari sendiri buku-buku yang ingin mereka baca. Motivasi telah tumbuh dan perlu terus didukung. Berilah fasilitas, dengan mengantar mereka ke toko buku dan
perpustakaan untuk memilih bukunya sendiri.
Tahap Kutu Buku Abadi
Segalanya menjadi lebih mudah ketika anak sudah tak
Pro Aktif : Mempercepat Proses Perkembangan Anak
Menunggu waktu, itu budaya lama. Kini semuanya
bisa dipercepat Asal tidak kelewatan saja.
Belasan tahun yang lalu, bay!-bayi di Indonesia dilahirkan sama dengan bayi-bayi sekarang, yaitu belum tahu apa-apa. Belum bisa melihat, hanya menangis dan
menggerak-gerakkan kald tangan tak teratur.
Tetapi selanjutnya nampak ada perbedaan dalam hal pola pertumbuhan dan perkembangannya. Bayi-bayi dulu baru bisa melihat ke arah seseorang dalam usia dua bulan, tetapi bayi-bayi sekarang sudah nampak reaksi penglihatannya sebelum empat pufuh hari.
Kalau dulu bayi bisa tengkurap di usianya yang kelima bulan, sekarang tak perlu lagi menunggu hingga tiga bulan. Begitu juga duduk, merangkak. berdiri dan berialan, rata-rata bayi sekarang berkembang lebih cepat. Penghematan waktu telah teriadi, dengan perbedaan yang kian lama kian besar.
Dari yang semula bisa berialan dalam satu setengah tahun, kini menjadi sepuluh bulan. Dari yang bisa masuk sekolah di usia 7 atau 8 tahun, kini bisa dimulai usia 6 tahun. Secara umum, memang nampak ada perbedaan dalam hal
perkembangan.
jaman purbakala hingga sekarang. Hanya waktunya yang menjadi lebih pendek. Hingga nampaknya bayi-bayi sekarang makin pandai.
Tidak ada bayi normal yang bisa lebih dahulu bisa melihat dari pada mendengar. Setiap bayi sudah langsung bisa
mendengar ketika dia lahir, atau bahkan sejak masih janin. Dan baru akan bisa melihat sesuatu secara fokus pada usia satu atau dua bulan kehidupannya.
Keuntungan percepatan
Secara teori, kecepatan perkembangan anak antara satu dengan yang lain tak bisa disamakan. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, sehingga ada perbedaan dalam kecepatan tempuhnya. Ada pula ahli yang beranggapan bahwa pertumbuhan fisik yang dipercepat, pun tidak banyak membawa manfaat bagi anak.
Memang benar bahwa anak yang bisa berjalan pada bulan kesepuluh tidak akan secara otomatius lebih pandai dari pada yang lain. Tak ada hubungan langsung antara kemampuan fisik dengan perkembangan otak. Namun kenyat~an
membuktikan bahwa proses &percepatan'ini temyata banyak sekali manfaatnya bagi anak, terutama bila ditinjau dari sisi perkembangan kepribadiannya.
'keunggulan' bayi yang paling cepat dapat dinilai adalah dari sisi perkembangan kemampuan fisik mereka.
Orang akan berdecak kagum, tersenyum dan bertepuk tangan melihat kelucuan bayi sepuluh bulan yang jatuh bangun ketika belajar berjalan. Orang pun senang dan gemas melihat anak yang belum lagi genap dua tahun namun sudah mampu bicara banyak dengan centilnya.
Respon-respon positif ini menyenangkan hati anak, dan memperbesar rasa percaya diri mereka. Akhimya, dari kemapanan rasa percaya diri ini akan berkembang sebuah kepribadian yang sehat dan trengginas.
Sebuah kenyataan pahit yang tak dapat dihindarkan adalah, bahwa temyata masyarakat tidak terlalu memberi respon kepada bayi-bayi yang berkembang secara biasa, yang tidak
Sikap Pro aktif M endidik Anak
§
Jangan terus menerus memberi mainan yang sama
§
K etika anak puas dengan mainan yang satu, segera
berikan mainan baru
§
K etika satu ketrampilan telah mampu dilakukan, segera
ajarkan ketrampilan berikutnya
§
Sediakan fasilitas setingkat di atas kemampuan anak,
supaya terangsang untuk meningkatkan kemampuannya
§
Bangun rasa iri yang positif melihat perkembangan anak
lain dan segera kejar !
terialu nampak lucu dan tidak pula menggemaskan, atau bahkan yang perkembangannya terlambat. Kenyataan ini sebenamya tak sehat dan sangat merugikan bayi dan anak yang kebetulan kurang beruntung ini. Namun, siapa yang mampu mengubah kecenderungan masyarakat yang memang wajar ini?
Jangan Tertinggal Kereta
Dulu, orang cenderung membiarkan anak berkembang apa adanya, tanpa rangsangan dari luar. lbu masih terus
menggendong ke manamana putra-putrinya yang sudah berumur dua tahun. Mereka pun dibebaskan bermain hingga usia 7 hingga 8 tahun untuk kemudian masuk SD. Tidak
semua anak dianggap perlu belaiar hingga lulus SD. Kalaupun lulus, tidak semua juga dianggap perlu meneruskan ke SLTP. Dan akan lebih sedikit lagi yang merasa harus terus masuk SLTA. Tapi kini? Selain sekolah sudah menjadi keharusan dan kebutuhan, bahkan sejak anak usia dua tahun pun telah disediakan sarana pendidikan untuk merangsang
pertumbuhannya. Tumbuh Kelompok Bermain di mana-mana, yang memang sangat berguna untuk mempercepat
perkembangan fisik dan mental anak-anak.
Tak ada yang bisa menghindar dari persaingan global yang pasti akan terjadi.
Dasar-dasar ilmu pasti, berhitung, pengenalan alam hingga, bahasa asing, sudah dirasa perlu untuk anak-anak bahkan semenjak TK. Asalkan disampaikan dengan metoda sesuai kebutuhan perkembangan anak seusianya. Tidak bisa lagi kita menunggu waktu sebab kenyataankenyataan yang baru akan mereka pelaiari di sekolah lanjutan itu sebenamya sudah dihadapi anak-anak semenjak mereka kecil.
Sikap Proaktif
Inilah pola pendidikan modem yang sesuai dengan
tuntutantuntutan kondisi lingkungan dan masyarakat. Tuntutan akan keseimbangan antara kekuatan fisik dan otak itu mesti dipenuhi, karena, di era globalisasi ini begitu banyak
tantangan yang memerlukan kerja otak dari pada kerja fisik.
Pola asuh proaktif adalah sikap orang tua yang mendidik analk dengan mengantisipasi segala perubahan, masalah, dan kebutuhan di masa depan. Di dalam pola ini orang tua dituntut untuk berpikir dan berinisiatif melakukan tindakan. Harus memilih dan menentukan rangsangan terbaik untuk anak, tidak hanya bersifat menunggu dan menerima saia apa yang akan terjadi pada anak.
Ind dari pola asuh proaktif ini adalah upaya membentuk 'percepatan' tadi. Percepatan hanya akan tedadi kalau ada rangsangan dan dorongan kuat dari luar. Bukan hanya
tetapi yang lebih penting justru di bidang perkembangan emosi dan otak anak
Bagaimana cara pemberian rangsangan tersebut? Sebagai contoh, kita tinjau seorang bayi yang suka memegang segala sesuatu, dan mulai belaiar membedakan halus dan kasamya. Walaupun tanpa harus diajari, mereka akhimya akan bisa membedakan perbedaan antara tepung dan beras
berdasarkan halus kasamya. Tetapi seorang ibu yang mendidik proaktif mungkin akan sengaja menyediakan satu mangkok beras dan segelas tepung lengkap dengan sendok garpu dan piring plastik untuk media bermain anak. Saat itulah, sang bayi belajar merasakan halus kasar, lengketnya tepung dan beras pada tangan, tercampumya tepung ke dalam air dan tenggelamnya beras, serta masih banyak lagi. Lewat cara. ini si bayi mulai mengasah kepekaan indera perasa kulit dan logika akalnya lebih cepat dibanding mereka yang dibiarkan menemukan sendiri beberapa bulan
sesudahnya.
Buku-buku ensiklopedi khusus anak-anak kini telah banyak beredar di toko, dan ini sangat baik untuk merangsang perkembangan otak anak. Lewat media cetak ini minat anak akan tergugah lebih dini untuk mendalami ilmu pengetahuan.
Dari sisi perkembangan emosi, egosentrisme yang secara fitrah dibawa semenjak lahir pun bisa dipercepat
menhargai keberadaan temannya sebagai 'sosok' lain selain dirinya.
Peran aktif dan kreatifitas orang tua yang sangat menentukan dalam hal ini. Yaitu dengan cara memberikan fasilitas kepada anak, yang memungkinkan fase-fase pada pola tumbuh kembang bisa segera dilewati.
Tidak Berlebihan
Perlu diingat, agar orang tua tidak salah dan berlebihan dalam menerapkan sikap proaktif ini. Tidak salah, maksudnya
percepatan yang dilakukan harus tetap disesuaikan dengan kemampuan psikologis anak sesuai usianya.
jangan memaksa anak segera masuk TK jika secara psikologis mereka belum mampu. Mengajar berhitung, menulis, juga harus disesuaikan dengan kebutuhan bermain mereka. jangan sampai orang tua mengajar anak TK
berhitung dengan menggunakan sistem yang sebarusnya untuk anak usia SID. jangan pula memadati hari-hari anak dengan berbagai macam les dan kursus sehingga membuat mereka jenuh dan tertekan.
bahkan bisa menumbuhkan perasaan marah dan perasaan diabaikan pada diri anak.
Untuk bisa bersikap proaktif tanpa beriebih-lebihan, orang tua perlu memahami pedoman pendidikan anak yang benar. Tidak lagi cukup mengandalkan naluri dan anggapan'biarlah
Jangan Abaikan Otak Kanan
Cerdas, pintar kaikulasi, memang penting. Apolagi bila ditambah luwes bersosialisasi dan punya rasa seni. Itu bila perkembangan otaknya seimbang
Ibu memperhatikan Vivit yang sedang belajar di meja belajamya. Sudah setengah jam anak sulungnya itu duduk menghadapi PR Matematikanya, tetapi baru dua nomor yang selesai. Kursi yang diduduki Vivit bergoyang-goyang seirama dengan goyangan kakinya ke depan dan belakang. Dari bibimya keluar gumaman senandung lagu kanakkanak yang kini sedang trend. Sesekali pensil yang diapit jari jemarinya pun turut bergoyanggoyang. Begitu juga kepalanya.
Ketika pandangan kosong Vivit terialu lama menatap gambar dinding di depannya, untuk yang kesekian kali ibu harus memberi teguran, "Ayo, sayang. Jangan banyak melamun. Selesaikan dulu satu pekerjaan, baru kerjakan yang lain."
Belahan Kiri Belahan Kanan
Logis Acak
Sekuensi Tidak Teratur
Linear Intuitif
Rasional Holistik
dan berpikir. Sudah dua kali Vivit meninggalkan kursinya untuk nimbrungi adik yang sedang bermain boneka di belakangnya. Dan tiga kali pula ia bangkit untuk mengambil minum dan camilan di meja makan.
Apa yang dialami Vivit, adalah satu contoh kasus akibat penggunaan otak yang keliru. Tidak seimbang antara pemanfaatan bagian otak kiri dengan bagian otak kanan.
Otak Kanan Butuh Perhatian
Bahwa otak manusia terdiri atas belahan kiri dan kanan, sudah kita ketahui. Kini, saatnya kita mencari-cari, apa maksud Allah dengan penciptaan seperti ini?
Ketika susunan saraf indera menerima informasi, mereka akan meneruskannya ke otak. Selanjutnya otak akan mengolah informasi tersebut, untuk kemudian memberikan perintah kepada organ-organ tubuh yang lain, sebagai reaksi dari informaskinformasi tadi.
Antara kedua jenis belahan otak, masing-masing memiliki spesifikasi keahlian khusus dalam mengolah
informaskinformasi yang masuk.
Kehidupan sehari-hari lebih banyak memunculkan
banyak.sekali orang tua yang ingin anakanaknya bisa berhitung, membaca dan menulis semenjak usia TK. Untuk urusan hafalan-hafalan pengetahuan diprioritaskan, hingga anak-anak baita pun sudha hafal nama-nama negara di dunia.
Sayang, sangat sedikit yang peduli tingkat kreativitas anak mereka di usia TK. Bagaimana pengendalian emosinya, imajinasi, dan keberaniannya, dianggap tak penting. Bisakah anak bersosialisasi dengan baik terhadap teman atau
punyakah kepekaan empati, dianggap hal sepele. Alhasil, otak kanan yang bertugas mengembangkan hal-hal terakhir ini pun sudah digusur semenjak dini.
Di usia SD masih juga belum banyak perbaikan. Masih terlalu banyak SID yang mengandalkan pengajaran teori-teori mata pelajaran semata. Dimulai dengan buku-buku paket yang tidak menarik, metode pembelajaran monoton searah yang
membosankan, guru-guru yang kurang terampil
berkomunikasi, suasana kelas yang pengap, kurang fasilitas, serta tak berubah dari hari ke hari, semuanya tak memberi dukungan berkembangnya otak kanan.
Masih sedikit SD yang lengkap menyediakan laboratorium, perpustakaan, halaman bermain yang asri, hingga tempat ibadah yang nyaman. Padahal penggunaan fasilitas akan merangsang visualisasi, mempertajam imajinasi dan kreasi anak. Perubahan suasana kelas per bulan, variasi
Pelajaran olah raga dan kesenian dianggap mata pelaiaran keterampilan. Padahal melalui KTK (kesenian dan
keterampilan) inilah semestinya anak-anak SID
mengembangkan otak kanannya. Menggambar, mewamai, menganyam hingga menyanyi, akan mengaktifkan otak kanan sebagai penyeimbang dari kerja keras otak kiri dalam mata pelajaran lain, sehingga. tak terjadi kebosanan. Sayang, mata pelajaran penting ini masih belum ditangani dengan baik di sebagian besar sekolah.
Akibatnya sudah banyak didapati sekarang, di mana ada begitu banyak anak usia sekolah yang bosan bersekolah. Belajar menjadi begitu menjemukan dan menyebalkan.
Sekolah pun menjadi tempat yang paling dibenci. Seperti apa yang dialami Vivit, itu pun tak jauh dari lingkaran
permasalahan ini. Ketidakseimbangan perkembangan otak kanan dan kiri.
Berpikir dan belaiar secara rasional, yang menjadi tugas otak kiri, menjadi berat, sulit dan membosankan jika tak diimbangi aktifnya otak kanan. Itu sebabnya mengapa pikiran Vivit
menjadi melayang-layang tak menentu. Karena otak kanannya tak diaktifkan, ia tak bisa membantu otak kiri yang sedang berpikir, tetapi ia sibuk sendiri dengan lamunan serta
Kecerdasan Mental yang Menentukan
Temyata, kecerdasan mental (EQ) menentukan 80%
kesuksesan, sisanya ditentukon oleh kecerdasan intelegensid (IQ).
Agus menangis sesenggukan sambil terus bergelayut di tangan Ayahnya yang sudah hampir kehilangan
kesabarannya. "Hentikan tangismu, Gus! Malu tuh dilihat kawan-kawanmu. Bukan anak Papa kalau cengeng begitu !" Untuk kesekian kalinya sang Ayah memperingatkan dengan nada suara yang semakin tinggi.
Dibentak terus seperti itu sama sekali tidak membuat Agus ingin menghentikan tangisnya. la sudah tak,peduli lagi dengan tatapan mata puluhan teman kelasnya yang memandangnya dengan aneh, juga pandangan gurunya yang penuh
kejengkelan.
Untuk kesekian kalinya siswa kelas 5 Sekolah Dasar (SD) itu membuat suasana gaduh di kelas gara-gara perilakunya yang cengeng dan penakut. Di usianya yang sudah sebelas tahun itu, Agus sering menangis di sekolah hanya karena. sebab-sebab sepele. Diejek teman, kehilangan sepatu, atau terlambat masuk sekolah, seperd kejadian di pagi hari tersebut.
Payahnya, jika terlambat masuk sekolah, Agus tak akan berani mengetuk pintu kelas kecuali jika diantar Ayah dan ditunggui barang lima atau sepuluh menit sampai
tingkahnya yang kekanak-kanakan itu, ia akan mulai menangis, membuat teman-teman, guru serta Ayahnya
semakin jengkel kepadanya. Tangis Agus akan menghentikan pelajaran di kelas selama sepuluh hingga, lima belas menit. Kalaulah tidak karena an-.4~k cengeng ini senantiasa
menyabet rangking satu di kelasnya, bapak guru tentu enggan bersabar menghadapinya.
Banyak orang tak mengerti mengapa si anak pandai ini memiliki sifat begitu cengeng dan penakut. Namun, kisah ini cukup menjadi salah satu bukti, bahwa penilaian rangking di hampir semua sekolah, hanyalah semata berdasar penilaian IQ dan keberuntungan siswa dalam penguasaan mata pelajaran kognitif. Dan temyata bahwa tingginya IQ yang dimiliki seseorang tidak otomatis membuat ia sukses dalam pergaulan bersama teman-temannya, juga dalam menapaki kehidupan yang sebenamya di luar pintu gerbang sekolah.
Kisah anak-anak yang hanya pandai dalam hitungan IQ seperti Agus pun tidak sedikit. Ada anak pemegang rangking satu kelas empat yang begitu takutnya menghadapi dokter, sehingga, ia menangis meraung-raung, meronta-ronta, dan berhasil melarikan diri dari sekolah ketika tiba saatnya suntik imunisasi hepatitis untuk seluruh siswa sekolah dasar.
Seorang mahasiswa yang selalu mendapat nilai A untuk semua mata kuliahnya, menjadi marah ketika salah seorang guru fisika memberi hasil nilai B untuk ulangannya. la
berdebat dan bertengkar hebat dengan sang guru di
telah ia siapkan dan menusuk sang guru hingga jatuh berlumuran darah.
Ciri-Ciri EQ Tinggi
§ Enak diajak bicara
§ Mengerti perasaan orang lain
§ Mendahulukan orang lain
§ Bisakendalikan diri
§ Ulet
§ Sabar
§ Tahan terhadap stress
§ Pandai komunikasi
§ Suka humor
§ Tidakmudah putus asa
§ Bangkit dari kegagalan
§ Percaya diri tinggai
Ciri-Ciri EQ Rendah
§ Tak banyak bicara
§ Cuek
§ “Urusanku masih banyak”
§ Emosional
§ Bkerja apa adanya
§ Cepat naik darah
§ Mudah depresi
§ Tertutup
§ Cenderung serius
§ Mudah putus asa
§ Tenggelam dalam penyesalan
Anak-anak itu menunjukkan gejala ketidakmatangan emosional, ketidakmampuan menghadapi dirinya sendiri. Dalam bahasa ilmiahnya, anak-anak ini memiliki kapasitas EQ yang rendah. Walaupun nilai IQ mereka sangat bagus, tak ada hubungannya sama sekali dengan kapasitas EQ-nya.
Para ahli menjelaskan, bahwa kesuksesan hidup seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh tingginya IQ. Sebaliknya, justru factor EQ memegang peranan lebih besar, dengan
perbandingan EQ dengan IQ sebesar 80: 20.
Manusia tidak bisa hidup sendiri. la harus berinteraksi dengan teman, guru, tetangga, bahkan musuh sekalipun. [a pun harus bisa berinteraksi dengan binatang, alam dan
lingkungannya.Semua jenis hubungan ini dalam kenyatannya akan memenuhi sebagian besar dari hidupnya, dibanding hal-hal keilmuan.
Untuk bisa menjadi orang yang disukai orang lain, misalnya, seseorang harus bisa menjadi sosok yang menyenangkan, enak diajak bicara, mengerti perasaan orang lain, bahkan bisa meletakkan kepentingan teman di atas kepentingannya
sendiri. Hanya mereka yang mampu mengendalikan dan mengatur keadaan emosionalnyalah yang mampu melakukan hal-hal seperti itu.
keluar masuk daerah demi daerah. Untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan ia harus peka dengan kondisi sosial dan perasaan pembelinya. Untuk memepertahankan kepercayaan pelanggan ia pun harus melayani pembeli sebaik mungkin. Untuk menghadapi persaingan bisnis pun dibutuhj<an
kesabaran dan kekuatan mental. Dan menghadapi ancaman kegagalan pun mereka butuh ketahanan menghadapi stress yang cukup prima. Nah, ada negitu banyak faktor sisi
kehidupan emosional yang temyata lebih berperan
mensukseskan karir seorang pedagang, dibanding hanya sekadar pengetahuan bisnis semata, bukan ?
Demikian juga halnya dengan seorang dosen. Mahasiswa tak menyukai dosen yang pandai tetapi tak memiliki metoda mengajar yang baik. Sebaliknya dosen yang pandai berkomunikasi dengan mahasiswa, yang bisa mengerti perasaan dan kebutuhan mahasiswa, dan mampu menjaga penampilannya sehingga menarik, walau tak tergolong berotak jenius, tetapi paling dicari dan disukai di
almamatemya.
Secara umum, mereka yang hanya memiliki IQ tinggi, tanpa diimbangi EQ yang memadai, akan memiliki minat intelektual yang tinggi, menyukai dunia pemikiran, tetapi kaku dan canggung di dunia pribadi serta hubungan dengan lingkungannya. Mereka cenderung kritis dan mudah
meremehkan, lebih suka sendiri dari pada harus bekerja sama dengan orang lain. Banyak dari mereka mengalami kesulitan dalam menjalin komunikasi , lebih mudah merasa cemas, gelisah dan merasa bersalah, ragu-ragu dan tak bisa mengungkapkan emosinya dengan bebas. Dalam bidang seksual pun cenderung tak bisa menikmati, dan secara emosional cenderung membosankan dan dingin.
Sebaliknya mereka yang memiliki EQ tinggi, tak peduli apakah IQnya tinggi atau rendah, umumnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi, serta mampu memandang dirinya dengan kaca mata positif. Bagi mereka kehidupan sangat bermakna dan mereka pun enjoy menikmatinya. Tantangan dan musibah tidak membuat mereka depresi. Kalaupun sempat down mereka akan mampu bangkit kembali. Dalam menjalin hubungan, mereka hangat dan akrab, mudah memahami perasaan orang lain, dan mudah untuk 6erbuat sesuatu untuk orang lain.
Nah, dengan bekal kondisi emosional dan mental yang seperti ini, sudah barang tentu menjadi pendukung utama
Rumah, Basis Utama Pendidikan
Membangun budaya pendidikan di rumah sangat perlu, untuk tumbuhkan motivasi belajar anak
Tahun ini adalah tahun kedua Rahmi bersekolah di sekolah full day di dekat tempat kerja ibunya. Sejak usia Rahmi menginjak dua tahun, ibunya memang telah mulai merintis karimya di sebuah perusahaan perbankan. Sementara ayah yang seorang insinyur pun harus bekerja penuh dari pagi hingga sore hari.
Semenjak kecil Rahmi jadi terbiasa ditinggal di rumah
bersama baby sitter-nya. Baginya, hal ini tak menjadi.masalah karena ia memiliki bariyak teman di lingkungan rumahnya. Kelincahannya membuat ia betah bermain berlama-lama dengan teman-temannya, dan baru pulang jika tiba saat makan atau tidur.
Tahun demi tahun berlalu dan Rahmi tetap dengan
kebiasaannya. bermain berlama-lama di luar rumah. Ayah dan ibunya menganggap ini sebagai kebiasaan yang waiar-wajar saja karena Rahmi pun tak menunjukkan perilaku yang mengkhawatirkan.
Namun temyata perubahan baru terjadi ketika Rahmi mulai duduk di bangku Sekolah Dasar. Ayah ibunya telah
mengorbankn banyak biaya untuk bisa menyekolahkan Rahmi di sekolah elite Islam di kota mereka. Mereka memang
karena kedua orang tua ini jarang berada di rumah, pilihan sekolah dari pagi hingga. sore dirasa akan sangat membantu dalam menangani pendidikan Rahmi.
Namun temyata perkembangan Rahmi tidaklah seperti yang diharapkan orang tuanya. Gurunya melaporkan bahwa Rahmi berkawan dengan seorang temannya yang memiliki berbagai kebiasaan buruk. Perubahan terjadi demikian cepatnya hingga beberapa bulan kemudian perkembangan Rahmi menjadi kian memburuk. Motivasi belajamya hilang. Perilakunya pun
cenderung memberontak, mengasingkan diri dari teman-teman yang baik, dan berbuat seenaknya sendiri.
Ayah ibunya sangat kecewa dengan perkembangan ini. Anak mereka itu sudah seperti anti dengan nasehat-nasehat orang tuanya. Seakan tak ada keinginan Rahmi untuk berbicara dari had ke had dengan ayah ibunya. Apalagi untuk bicara jujur dan mau mendengar pendapat ayah ibunya itu. la baru kan menunjukkan apa perilaku baik jika telah memperoleh apa yang ia inginkan dari ayah ibunya, seperti uang jajan, mainan dan sebagainya.
Yang lebih penting, mereka sadar bahwa tugas memberi pendidikan memang menjadi tugas utama keluarga, tak bisa dilimpahkan begitu saja kepada pihak sekolah. Dan
pendidikan dasar, ketika anak berusia di bawah lima tahun, sangat penting artinya karena itu akan menetap hingga dewasa. Mereka banyak menimba ilmu tentang cara
mengefektifkan sedikit waktu dalam sehari yang mereka miliki. Salah satu saran yang mereka peroleh adalah dengan
menciptakan rumah sebagai basis pendidikan. Mengenai hal yang satu ini, akan dibahas secara detil berikut
Rumah sebagai Basis Pendidikan
jelas sudah, bahwa orang tua tak bisa menghindarkan diri sebagai pemikul utama penanggung jawab pendidikan. Hal ini adalah tugas keluarga. Lembaga pra sekolah dan sekolah hanya berperan sebagai partner pembantu.
Tugas penting orang tua ini akan sangat terdukung jika mampu menciptakan suasana rumah menjadi tempat tinggal sekaligus basis pendidikan. Tugas berat, memang. Tetapi ada banyak cara untuk melakukannya.
Rumah sebagai basis pendidikan akan dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal berikut ini ;
1. Melengkapi fasilitas pendidlican
utama keluarga ? Yang untuk mencapai keberhasilan, mutlak dibutuhkan dukungan dari lingkungan. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain ;
Tempat Belajar yang menyenangkan
Sama sekali tidak harus mahal. Seperangkat meja kursi sederhana dilengkapi dengan rak buku sudah bisa diciptakan sebagai meja belajar. Untuk menciptakan suasana
menyenangkan, penataannya yang harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Misalkan, anak-anak suka beragam wama dan gambar yang menarik dan lucu. Beri kesempatan mereka memilih atau membuat sendiri hiasan di sekitar tempat belajamya. Alaklah anak untuk kreatif merancang hiasan ini dari bahan-bahan yang tersedia, sehingga tak harus membeli hiasan yang mahal-mahal. Lebih baik lagi jika disediakan tempat khusus untuk memajang hasil karya mereka.
Kalau bisa, harus ada tempat belaiar khusus untuk
masingmasing anak. Dan beri kebebasan serta. tanggung jawab kepada mereka untuk mengurusi meja belajamya masing-masing. Yang perlu diingat, peran orang tua
diperlukan agar tempat belaiar ini tetap menyenangkan bagi anak. Bantulah mereka mengurusnya sesekali untuk
memberikan pengarahan yang benar.
adalah satu hal yang istimewa dalam keluarga. Selanjutnya, ini akan semakin memacu motivasi be(ajamya.
Media Informasi
Ilmu pengetahuan tak bisa dilepaskan kaitannya dengan media informasi. Karena dari sinilah sebagian besar ilmu pengetahuan akan diperoleh. Maka untuk mengakrabkan anak kepada bidang pendidikan, tak bisa tidak harus pula terlebih dahulu mengakrabkan mereka kepada media-media informasi ini.
Media-media ini bisa berupa televisi, radio, computer, buku dan majalah. Seperti layaknya setiap media, informasi yang disediakan tidak semuanya dibutuhkan oleh anak. Bahkan ada yang cenderung merusak anak. Itu sebabnya, tindakan seleksi p!Brlu dilakukan orang tua.
Perpustakaan
Minimal ada buku-buku yang dikoleksi. Karena untuk menumbuhkan motivasi kependidikan anak, buku adalah sarana yang paling tepat. Kecintaan anak terhadap buku mutlak harus ditumbuhkan sedini mungkin. Dan rumah adalah tempat yang paling cocok untuk keperluan itu.
Alhamdulillah jika di dalam rumah bisa disediakan sedikit tempat untuk perpustakaan ini. Kesannya ke dalam hati anak akan jauh lebih mendalam dari pada sekedar
meminjamminjam buku dari teman. Memiliki koleksi buku sendiri, bagi anak akan sangat membanggakan. jika orang tua mampu menyisihkan anggaran rutin bulanan untuk kebutuhan buku anak-anak ini, tentu koleksi anak akan terus bertambah, sehingga untuk mewujudkan perpustakaan mini tak akan kesulitan.
Penataan dan perawatan yang baik terhadap buku-buku ini akan menunjang keberadaan fasilitas ini. Buku sederhana ataupun bekas pun akan menarik jika disampul yang rapi dan bersih. Dan semakin istimewa orang tua memberikan
perhatian terhadap koleksi buku anak ini, semakin anak-anak akan menghargai pula keberadaan perpustakaan mini mereka. Bagi keluarga yang mampu, menyediakan buku-buku referensi dan ensidopedia anak akan semakin
2. Budaya Ilmiah
Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya. adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota-anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut 172
§Budaya Islami
Satu-satunya cara terbaik untuk memberikan pendidikan keimanan, nilai-nilai moral, adalah dengan teladan langsung. Ajaran tentang dzikir kalimat thayyibah, shalat, kejujuran hingga mencintai Al Qur'an sangat mudah diajarkan jika orang tua langsung mempraktekkannya. Maka tanpa harus banyak memberi nasehat dan mengingatkan, anak akan secara langsung mencontoh.
Menanamkan kebiasaan shalat dan mengaji Al Qur'an, kebiasan membaca doa sehari-hari maupun hafalan surat-surat pendek, tak lagi memerlukan satu waktu yang
dialokasikan khusus untuk itu. Tetapi sudah langsung
§Budaya Belajar
Yang harus belajar bukan hanya anak-anak. Justru orang tua dan anggota keluarga lain perlu memberikan teladan. Setiap harinya, orang-orang inipun harus belajar sebagaimana mereka mengharapkan anak-anak mereka mau belajar tiap hari pula.
Orang dewasa harus menunjukkan kepada anak-anak, bahwa mereka pun gemar belajar. Materi apa yang dipelajari,
tergantung kebutuhan masing-masing. Ayah mempelajari bukubuku ekonomi, ibu mempelajari buku fiqih Islam, misaInya. Harus diluangkan waktu walaupun hanya
seperermpat jam bagi orang tua untuk mencontohkan budaya belajar ini.
Gairah orang tua untuk terus belajar inilah yang akan dicontoh anak. Sehingga, tanpa disuruh pun, anak akan senang
mencontoh mereka belajar. Sebaliknya, jika orang tua tak pemah menunjukkan aktifitas belajar, tetapi -senantiasa menasehati anak untuk rajin belaiar, itu hanyalah omong kosong, tak akan mendapat perhatian dari anak-anak.
* Jam Baca
Membudayakan jam baca pun sangat baik untuk dilakukan. Bisa diseragamkan waktunya untuk seluruh anggota keluarga. Misalkan ba'da Isya, ditetapkan jam baca selama 15 hingga 30 menit, dimana setiap anggota keluarga akan mengambil buku masing-masing untuk membaca bersama-sama.
harus bersamasama, hanya ditentukan durasi waktunya setiap harinya.
Konsekwensinya, harus ada fasilitas buku-buku yang
memadai untuk dibaca. Jangan sampai anak menjadi bosan dan terpaksa membaca apa yang tak ia butuhkan dan tak ia sukai. Untuk keperluan ini baik sekali jika mengajak anak rutin berkunjung ke perpustakaan untuk meminjam buku, sehingga koleksi bahan bacaan pun menjadi beragam dan menarik.
Tujuan penetapan jam baca ini bukan untuk memaksa anak belajar, tetapi untuk menumbuhkan minat baca mereka. Itu sebabnya harus dihindari pemaksaan. Beri kesempatan mereka untuk memilih buku apa yang akan mereka baca. Jangan paksa untuk harus membaca buku pelaiaran sekolah. Dan bagi anak yang belum lancar membaca, kegiatan ini bisa dipandu oleh orang tua. Bentuknya tidak harus pelajaran membaca, tetapi sekedar'membaca gambar' dari buku-buku yang ada.
* Gairah Cerita
Kalau pada kegiatan jam baca anak diberi kebebasan memilih sendiri buku-buku bacaannya, maka saat berceeita ini orang tualah yang berkesempatan memasukkan nilai apa yang ia inginkan. Untuk sarana pendidikan keimanan, budaya bercerita ini akan sangat tepat sekali. Jika anak menjadi gelisah ketika suatu malam orang tua tak sempat bercerita, itu menandakan keberhasilan menumbuhkan gairah mereka mendengarkan cerita.
Gairah Rasa Ingin Tahu
Bukankah pendidikan identik dengan pemenuhan kebutuhan rasa ingin tahu anak ? jika anak sudah tak memiliki gairah rasa ingin tahu lagi, mereka akan cenderung menolak
menerima pendidikan itu. Maka, menumbuhkan budaya ingin tahu di dalam rumah adalah penting sekali.
Rasa ingin tahu anak akan terpancing jika mereka menerima informasi yang menarik. Orang tua bisa mengupayakan hal ini
Gelar Budaya Pendidikan di Rumah
1.
L engkapi Fasilitas Pendidikan
a.
Tempat belajar ‘fun’
b.
M edia informasi
c.
Perpustakaan
2.
Budaya ilmiah
a.
Budaya islami
b.
Budaya belajar
c.
Jam baca
d.
Gairah cerita
menggunakan sarana media informasi. Bisa diperkuat lagi lewat pancingan-pancingan yang diberikan orang tua.
Sebenamya, setiap bayi terlahir dengan berbekal rasa ingin tahu yang amat besar. Selanjutnya mereka berkembang menjadi anakanak yang selalu serba ingin tahu. Pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu yang mereka temui seakan tak pemah berhenti mengalir. Fitrah ini penting untuk dipelihara dan diarahkan. Dengan kesabaran orang tua untuk terus menjawab pertanyan anak, memancingnya dengan pertanyaan baru, inilah yang akan mempertinggi gairah rasa ingin tahu anak.
Khatimah
Maka, di dalam rumah yang telah berhasil menjadi basis pendidikan, akan tercipta suasana kependidikan yang khas di dalamnya. Dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan akan diistimewakan dan dihargai tinggi. Walaupun ini memedukan dana besar, sungguh ini merupakan investasi yang sangat berharga untuk masa depan anak-anak.
Tugas pendidikan anak yang utama tetap dipegang oleh keluarga. Berat, memang, terutama bagi mereka yang termasuk keluarga sibuk. Tetapi Insya Allah, dengan upaya maksimal menciptakan kondisi rumah sebagai basis
Mencermati Kesiapan Anak Masuk Sekolah
Yang menentukon anak siap masuk sekolah bukan semata kepandaian baca-tulis dan berhitungnya saja.
Menjelang tahun ajaran baru saatnya orang tua sibuk memilihkan sekolah untuk putraputrinya. Suatu kesibukan penting, karena sangat banyak menentukan keberhasilan perkembangan anak selanjutnya. jangan sampai salah langkah. Cari informasi sebanyak banyaknya, agar memperoleh data valid untuk bahan pertimbangan.
Sebelum memilih, jangan lupa untuk menjawab terfebih dahulu pertanyaan ini, "Sudah siapkah anak Anda mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi?" Hal ini penting, karena masih banyak kasus, anak terpaksa harus duduk di bangku TK maupun SID hanya karena memenuhi keinginan orang tuanya, walau sebenamya secara. psikis mereka belum mampu. Akibatnya, mereka gagal dan menjadi korban.
Kapan anak siap mengawali TK dan SD ?
Kapan siap masuk TK, jawabannya bisa beragam untuk
masingmasing anak. Umumnya, usia empat tahun cukup ideal untuk mengawali TK, atau bisa ditoleransi hingga lima bulan sebelumnya, dengan catatan telah memenuhi kriteria
jauh. Anak berusia tiga tahun enam bulan bisa berbeda jauh dengan usia tiga tahun tujuh bulan.
Namun demikian, untuk mengawali TK tidak bisa diterapkan patokan kemampuan terIalu kaku, karena pada usia ini kemajuan anak masih sangat ditentukan oleh dorongan motivasi dari orang tua dan gurunya. jika usia telah cukup tetapi anak masih memiliki perkembangan yang belum memenuhi syarat, itu semua bisa dipacu dengan bantuan kerja sama orang tua dan guru nantinya di TK. Sebaliknya, fase perkembangan tak bisa terlalu dipercepat, sehingga. anak yang berusia tiga, tahun enam bulan terlalu sulit untuk dipaksa mengikuti perkembangan kakak-kakaknya kelak di TK.
Sementam untuk duduk di bangku kelas satu SD, idealnya
anak sudah berumur enam tahun
Secara umum, proses tumbuh kembang anak akan melewati tahapan-tahapan pasti yang bisa dipelajari oleh orang tua. Hal ini sangat penting, agar orang tua dapat membayangkan apa yang akan dialami kelak oleh anak-anak ini, dan bagaimana mengarahkan serta menyelesaikan masalah yang
menghadang. Berikut ini akan kita ulas fase tumbuh kembang dari berbagai segi yang perlu dijadikan pertimbangan bagi kenaikan jenjang sekolah anak-anak.
Kemampuan berbahasa
perkembangan bahasanya akan mengalami banyak hambatan komunikasi. la akan cepat frustrasi karena tak bisa
mengungkapkan keinginannya.
Anak-anak kecil ini sering kali tiba-tiba menangis tanpa sebab, dan orang tua bingung karena tak mengerti keinginannya. Menangis, marah, atau juga berdiam diri, adalah beberapa reaksi yang ditunjukkan anak ketika ada keinginan mereka yang tak mampu mereka ungkap. Karena tak mampu membahasakan keinginannya secara verbal, maka mereka hanya mampu meluapkan kejengkelannya dalam bentuk perilaku negatif
Ada pula anak yang melampiaskan ketidakmampuan
berbahasanya dalam bentuk kekerasan fisik. Ketika merasa terganggu, dengan ringan tangan ia memukul temannya. Begitu juga saat ia kecewa, kesal maupun marah,
dilampiaskannya dengan mencubit, menendang, bahkan menggigit teman.
Mereka yang masih menunjukkan sikap kekanak-kanakan seperti ini nampaknya belum siap untuk masuk TK. Di bangku TK, analk sudah tak bisa berharap mendapat perhatian penuh dari orang tua. Dia harus berbagi dengan sekitar sepuluh anak lain untuk memperoleh perhatian ibu guru. Untuk itu ia harus sudah mampu mengekspresikan keinginan dan kebutuhannya dalam komunikasi verbal.
penyelesaian selanjutnya bisa ditempuh melalui pendekatan mental. jika permasalahan kepribadiannya terselesaikan, maka hilanglah hambatan komunikasi verbalnya.
Secara umum, anak berusia sekitar empat tahun sudah memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk mengikuti pendidikan di TK. jika pun kemampuan ini belum dimiliki, insya Allah bisa dipacu ketika duduk di bangku TK. Asalkan, usianya sudah cukup dan tak ada permasalahan dalam
kepribadiannya.
Bagi anak-anak TK yang hendak masuk kelas I SD,'umumnya kemampuan berbahasa mereka sudah mapan sehingga tidak terlalu banyak mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
Kematangan emosi
Untuk mereka yang hendak masuk SID, minimal sudah mulai tumbuh rasa percaya diri terhadap kemampuannya sendiri. Bisa melindungi diri sendiri dan membela diri dari ejekan teman. Ini penting, karena di bangku SID setiap anak diharapkan sudah tidak memiliki permasalahan dalam
mengatur diri sendiri, sehingga bisa berkonsentrasi menerima pelajaran. Kemandirian juga sudah mulai dituntut, setidaknya
Banyak TK , yang terlalu memfokuskan kegiatan belajamya
dengan mentargetkan Emurid-muridnya untuk bisa
membaca, menulis, bahkan berhitung penjumlahan dan
pengurangan hingga angka 20. U ntuk mengejar target itu,
banyak proses sosialisasi pembelajaran mental serta
pembentukan perilaku yang tak sempat dikembangkan
Sehari-harinya murid TK itu disibukkan latihan menulis
hingga. menghabiskan banyak buku tulis. j uga menghafal
angka-angka, penjumlahan dan pengurangannya, tanpa,
memahami konsep dasamya.
Awalnya anak-anak ini nampak seperti murid cerdas ketika
duduk di kelas satu. Bagaimana tidak, karena semua
pelajaran sudah mereka hafal di TK , namun berikutnya,
mereka tersusul oleh t emantemannya, dan akhimya bahkan
tertinggal jauh. Hal ini dikarenakan sebenamya mental
mereka belum cukup matang sehingga kerap kali tidak
mampu bertahan dari masalah keseharian yang dihadapi.
Otak mereka pun kurang berkembang optimal karena kurang
dirangsang dengan kreatifitas serta. imajinasi ketika di TK .
mereka sudah mandiri mengurusi kebutuhankebutuhan kecil diri mereka sendiri, seperti bangun pagi, mandi dan
mengenakan baju sendiri. Makan sendiri dan mengatur buku sekolahnya sendiri.
Keberanian merupakan satu aspek yang diperlukan anak di SID. Mereka yang memiliki keberanian akan mudah
mengembangkan berbagai aspek lain seperti kemampuan bahasa, emosional, sosialisasi, kreativitas, intelektual, juga motoriknya. Mereka yang berani cenderung lebih mudah memiliki kepercayaan diri yang kuat.
Penting juga, bahwa anak-anak ini harus sudah memiliki motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk belajar. Walaupun kemampuan baca tulis mereka belum lancar, namun sudah harus ada motivasi mereka untuk mempelajarinya. Perhatian mereka kepada permainanpermainan sudah mulai beralih ke kegiatan bermain sambil belajar yang lebih serius.
Perkembangan sosial
Menjelang usia empat tahun, anak yang sudah . siap masuk TK sudah akan menunjukkan kesenangan untuk bergaul dengan teman. Mungkin ada yang masih malu-malu dan takut, tetapi keinginan untuk bergaul tetap ada.
jika suatu kali mereka merugikan orang lain, maka dengan diberi pengertian mereka sudah mau untuk diajak kerja sama. Dengan kemampuan ini, maka di TK akan dimulai proses untuk saling menghargai perasaan sesama teman. jika diberi pengertian, anak sudah mau berbagi dengan
teman-temannya. Berbagi mainan, berbagi kue, atau alat-alat peraga.
Sementara mereka yang belum siap bersosialisasi, masih selalu mementingkan dirinya sendiri, tak mau mencoba bergaul, tak mau mengerti perasaan teman, sehingga. perilakunya tak disukai teman, bahkan mengganggu berlangsungnya kegiatan di kelas.
Untuk mereka yang hendak ke SID, harus sudah mampu bersosialisasi dengan baik. Sudah memiliki keinginan untuk mematuhi perintah di lingkungannya. Bahkan mereka sudah menikmati pola permainan yang terikat pada berbagai
peraturan bersama antar pemain, sebagai wujud keinginan untuk berdisiplin itu.
Perkembangan Intelektual
anak TK B mengurut bilangan dari satu hingga seratus, menambah angka dari satu hingga sembilan, juga
kemampuan membaca, belum bisa dijadikan ukuran kesiapan anak masuk SID.
Yang dimaksud sebagai ker-nampuan intelektual di sini lebih pada kemampuan daya tangkap anak, daya cema terhadap informasi yang diberikan, dan kemampuan memahami konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan. Seperti konsep sebab akibat, konsep penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus menuju ke umum atau sebaliknya dari hal-hal umum menuju ke khusus.
Jjangan terkecoh dengan terlalu dini mengajarkan pelajaran berhitung dan membaca kepada anak hanya supaya terlihat pandai, tetapi pengasahan daya nalamya justru terabaikan. Anak-anak ini hanya akan menonjol di kelas satu (tentu saja, karena sudah memperoleh pelaiarannya di masa TK) tetapi karena dasar intelektualnya lemah, pelan-pelan akan menurun pada tingkatan berikutnya.
Perkembanpn Jasmani / motorik
karena tidak bisa mengimbangi keaktifan permainan temantemannya.
Masa Peka Belajar, Datanglah !
Maso peka belajar akan datang juga sesuai fase perkembangan anak. Orang tua tak bisa memaksa
kedatangannya, tetapi hanya bisa merangsang sebanyak mungkin untuk mempercepat kedatangannya.
Lina memainkan tirai jendela yang terjuntai di ad hadapannya. Dia hanya menolehkan kepala tanpa ekspresi ketika Bu Ita memanggiinya untuk yang ketiga, kali agar ia mau duduk kembali di bangku dan mengerjakan tugas mewamanya.
Lina kembali asyik memainkan tirai berbentuk gambar-gambar kuda, gajah, kupu-kupu dan jerapah terbuat dari kertas wama-wami buatan teman-temannya. Tirai itu adalah hasil. karya teman-teman sekelasnya di TK, namun Lina sendiri tak memiliki hasil karya tersebut, karena seperti biasanya ia lebih suka bermain sendiri daripada bergabung bersama untuk mehgerjakan sesuatu.
Dari kejauhan, di tempat para penunggu berkumpul, ibu Lina memandang tingkah anaknya dengan kecewa. Cawu ketiga sudah akan berakhir 2 bulan lagi, namun perilaku Lina di kelas masih begitu mania dan seenaknya sendiri. Pihak BP di TK Lina pun sudah mengkhawatirkan kesiapan Lina secara sosial emosi untuk masuk ke SD beberapa bulan lagi.
Sebenamya dilihat dari perkembangan secara umum, anak gadis yang suka wama merah ini tidak mengalami masalah. Hanya saia ia belum tertarik untuk belajar dengan lebih
kuat. la belum menyukai kegiatankegiatan yang membutuhkan pemusatan perhatian maupun konsentrasi.
Bu Ita, guru Lina yang bijaksana tidak memaksa muridnya yang memang paling muda ini untuk mengikuti kegiatan pelajaran yang tak diingininya. Namun perlahan tapi pasti, ia bekerja sama dengan ibu Lina untuk terus memotivasi Lina agar keinginannya untuk belajar cepat tumbuh. Menurut ibu guru yang sudah berpengalaman ini, Lina sebenamya pandai dan memiliki daya tangkap yang bagus, hanya saja belum tiba masanya untuk peka belajar.
Masa Peka Belajar
Benar, bahwa anak tak bisa dipaksa untuk belajar maupun mengikuti kegiatan iika mereka tidak mengingininya. Kalaupun dipaksa mungkin mereka mau melakukannya, tetapi hasilnya tidak akan seoptimal yang diharapkan.
Sesungguhnya, pada diri setiap anak ada satu masa, di mana mereka menjadi tertarik untuk mempelajari segala sesuatu yang dilakukan orang dewasa, yang mereka belum bisa. Saat itu mereka menjadi mudah diberi pengertian, mudah
menerima informasi apa yang diberikan kepadanya. Semangat untuk mengetahui segala sesuatu .meniadi berkembang luas.
Mereka akan senang menerima dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, tanpa harus diperintah maupun dipaksa.
Ketika anak masuk bangku SD kelas satu, mereka sudah harus melewati masa ini. Rata-rata, masa peka belajar ini datang sewaktu anak duduk di bangku TK B. Namun banyak juga yang telah tumbuh semasa TK A. Namun bagi mereka yang masuk SD dalam keadaan belum melewati masa ini, sudah jelas akan mengalami ketertinggalan dibandingkan teman-temannya.
Kasus terakhir ini sekarang semakin banyak terjadi, karena semakin tingginya tingkat kecenderungan orang tua untuk semakin dini menyekolahkan anak-anaknya. Kalau usia ideal untuk masuk SD itu semestinya sekitar tujuh tahun, sekarang banyak anak berumur enam, bahkan lima tahun yang sudah duduk di SD. Banyak dari anakanak seperti ini yang memang sudah bersemangat masuk SD, namun temyata belum
dibekali kesiapan kepekaan belajar, sehingga menyebabkan perkembangan mereka tidak optimal di SD.
Kapan datangnya?
Tidak bisa dipastikan kapan masa ini datang pada seorang anak, karena begitu banyak faktor yang mempengaruhinya. Namun secara umum dapat dilakukan upaya untuk
mempercepat datangnya masa ini, dalam batas-batas yang wajar. Karena jika terlalu dini juga bertentangan dengan perkembangan psikologis anak sehingga, justru berakibat tak baik.
Cukup puas masa bermainnya
Dalam perkembangannya, seorang anak mengalami proses pematangan kepribadian lewat kegiatan bermainnya sehari-hari.
Yang dimaksud'bermain'di sini adalah segala kegiatan yang bersifat menghibur dan menyenangkan hati anak.
Sekadar kegiatan melamun, maupun bermain peran yang tanpa menggunakan alat permainan pun bisa dikatagorikan bermain. Berlari-lari, ngobrol dengan teman, bahkan hanya diam menonton teman yang sedang bermain pun, jika itu sudah menimbulkan kesenangan bagi diri anak, sudah bisa disebut bermain.
egosentrisme mereka masih cukup tinggi, sehingga. mereka belum siap dengan terlalu banyak aturan yang mengikat.
Setelah usia tiga tahun, umumnya anak sudah mulai siap menerima sedikit aturan. Permainan di rentang usia ini sudah mulai berkembang menjadi permainan kelompok, berdua, bertiga, dst. Di usia empat tahun pun anak masih banyak menghabiskan waktu untuk bermain. Padahal biasanya di usia ini anak sudah mulai duduk di TK A. Itu sebabnya, guru TK A masih harus lebih banyak memberikan pelajaran dengan- menggunakan metode bermain.
Menginjak usia lima tahun, umumnya anak duduk di TK B, kebutuhan bermain sudah akan mulai berkurang. Anak semakin menyenangi model permainan yang menggunakan aturan-aturan tertentu bersama kelompoknya. Saat ini pun anak sudah mulai tertarik untuk mengenal disiplin.
Seiring dengan berkurangnya kebutuhan bermain, maka tibalah saatnya akan muncul masa peka belajar anak. Di masa ini anak mulai senang untuk berlatih konsentrasi, dan suka mengerjakan tugas. Nilai tanggung jawab telah mulai mereka kembangkan. Dan, gairah mereka untuk menerima informasi dari luar pun meningkat tinggi.
sebaliknya kedatangan masa peka belajar menjadi terlambat, karena anak terlalu dibebas'kan terus bermain tanpa
pengarahan dan bimbingan. Masih banyak lagi faktor X yang mempengaruhi cepat lambatnya kedatangan masa ini, yang beberapa di antaranya dibahas berikut.
2. Kepribadlan dasamya cukup
Perkembangan kepribadian seseorang memang tak pemah berhenti hingga dewasa, namun perkembangan tercepat adalah di masa lima tahun pertama. Dalam rentang waktu ini, sebagian besar kepribadian dasar telah terbentuk.
Ind dari kepribadian dasar ini adalah perkembangan
egosentrisme yang menurun, tumbuhnya konsep diri positif dan munculnya kepercayaan diri. Di saat ini, anak seakan sudah'rampung'dengan sebagian besar urusan dirinya sendiri, sehingga mereka telah siap menerima sesuatu dari luar. Mereka mulai siap untuk belajar. Sementara penyempumaan perkembangan kepribadian selanjutnya akan terus terjadi.
Sebaliknya jika egosentrisme masih terlalu kuat, sosialisme belum lancar, konsep diri belum terbentuk, dan kepercayaan diri masih kurang, maka walaupun dipaksa belajar, materi tak akan masuk ke dalam otak anak dengan baik. Anak seperti ini masih sibuk 'mencari-cari' dirinya sendiri.
kemandirian dan sikap kritisnya, mengembangkan sosialisme serta kepekaannya terhadap lingkungan hingga melatihkan disiplin dengan sebaikbaiknya sesuai usia anak.
3. Sering dirangsang
Rangsangan untuk belajar pun perlu diberikan untuk
mempercepat datangnya masa peka belajar. Rangsangan ini bisa melalui pembiasaan cinta buku sejak kecil. Kebiasaan membacakan cerita, memberikan fasilitas buku-buku bacaan menarik untuk anak akan menumbuhkan rasa ingin tahu anak dengan subur. Selanjutnya mereka menjadi tak asing lagi dengan buku, bahkan merasa mencintainya.
Fasilitas lain seperti komputer, media audio visual, alat permainan edukatif pun dapat dimanfaatkan untuk merangsang keinginan belajar anak. Walaupun semua fasilitas ini masih diberikan dalam bentuk permainan-permainan, akan tetapi sangat baik untuk meningkatkan gairah keingintahuan mereka. Bentuk permainan dipilih yang menuniang, antara lain yang melatih konsentrasi, daya ingat dan pendengaran, melatih motorik halus, hingga yang melatih otak untuk bekerja.
Yang lebih penting lagi, adalah diberikannya motivasi dari orang tua kepada anak. Pengertian akan pentingnya belaiar ilmu pengetahuan bisa disampaikan kepada anak di sela-sela kegiatan bermainnya, atau di kala membacakan cerita
4. Kondisi khas keluarganya
Kondisi khas setiap individu yang berlainan merupakan faktor dari dalam diri anak. Mereka yang memiliki cacat fisik, atau yang kesehatannya secara umum agak buruk, kemungkinan akan lebih lambat mengalami kedatangan masa peka belajar. Begitu pula mereka yang berkarakter hiperaktif mungkin akan lebih lambat mencapai masa peka belaiar dibanding mereka yang pendiam. Perbedaan kegemaran pun menyebabkan adanya perbedaan, misalkan yang terjadi antara anak yang menyukai olahraga dengan anak yang suka mewama.
Selanjutnya keadaan latar belakang keluarga juga turut memberikan pengaruhnya. Anak sulung yang menjadi pusat perhatian mungkin akan lebih sulit mengendalikan
Ungkungan pun tak ketinggalan memberikan pengaruh. Anak yang sering melihat teman di sekitar berangkat sekolah, mengaji, akan lebih cepat ingin belajar. Semakin banyak orang yang memberi motivasi pun akan semakin merangsang keinginannya. Sebaliknya jika lingkungan tak peduli pada pendidikan, anak pun berkembang seperti itu pula.
Seperd hainya Una, ia memilild masalah yang cukup kompleks. Gadis ini adalah putri tunggal yang tak memiliki teman bermain seusia di lingkungan rumahnya. la pun sangat dimanja oleh neneknya. Sementara ayah dan ibunya sibuk bekeria, sehingga. kurang bisa memberikan motivasi
untuknya. Kebutuhan bermainnya seakan belum terpuaskan hingga. usia lima tahun, karena ia baru mulai memperoleh teman bermain setahun sebelumnya.
Kondisi-kondisi khas seperti ini mungkin juga dihadapi oleh banyak anak lain yang mengalami keterlambatan datangnya kepekaan belajar. Yang penting dilakukan pendidik adalah melakukan upaya mempercepat datangnya masa ini lewat perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
M erangsang Datnagnya M inat Belajar
•
Biasakan membacakan cerita
•
Sediakan beragam buku aktifitas untuk dikerjakan
•
Buat perpusatkaan mini dan sederhana di sudut
kamar
•
Sediakan mainan-mainan edukatif
Penting diingat untuk tidak memaksakan anak belaiar sebelum datang kepekaan mereka. Selain tidak bermanfaat,
Ragam Kecerdasan yang Luas
Salah, jika menganggap anak bodoh bodoh dan tak mampu. la pasti memiliki kelebihan datam bidang tertentu yang betum diketahui orang tua.
Pada tahun 1983, Gardner menulis buku yang membahas mengenai kecerdasan emosional, yang berjudul Frames of Mind Di dalam buku ini ia menolak pemahaman bahwa hanya ada satu macam kecerdasan, yaitu IQ, yang menentukan kesuksesan hidup manusia. Dikatakannya bahwa ada spektrum kecerdasan yang lebar, yang bisa dibagi menjadi tujuh varietas utama. Dengan mengetahui beragam jenis kecerdasan ini, orang tua bisa menentukan, di sisi yang manakah anak-anaknya lebih banyak memiliki kelebihan. Hal ini berguna agar untuk memupuk bakat ini selanjutnya
Dimanakah Bakat Anak Anda ?
Kecakapan Verbal Matematika Logika
Pemahaman Ruang Kinestetik
Seni Musik Kecakapan Antar Pribadi
1. Kecakapan Verbal
Kepandaian mengkomunikasikan segala sesuatu melalui bahasa adalah termasuk salah satu bobot dari kecakapan verbal ini. Seorang Profesor yang lulus dengan predikat cum laude tetapi tak memiliki kecakapan ini akan mengalami kesulitan untuk mentransfer ilmunya kepada orang lain.
Sementara mereka yang mampu membina kecakapan verbalnya akan mudah berkomunikasi dalam beragam
bahasa, mudah menyampaikan gagasan-gagasannya dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh banyak orang, dan memiliki kemampuan besar untuk serius dalam bidang sastra.
2. Matematika Logika
Kecerdasan ini berada dalam wilayah logika rasional. Segala sesuatu di alam ini memiliki sunnatullah yang telah jelas hukum logikanya. jadi, kecerdasan logika ini bukan hanya berlaku dalam bidang perhitungan dan ilmu pasti saja, tetapi juga dalam seluruh sisi kehidupan manusia.