• Tidak ada hasil yang ditemukan

Critical Review Ekonomi Kota Pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Critical Review Ekonomi Kota Pembangunan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

j

Critical Review :

Pembangunan Rumah Susun Dalam Mendukung

Aktivitas Ekonomi Perkotaan (Studi Kasus Kota

Bandung)

Dian Fajar Novitasari

3613100036

Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg.

Vely Kukinul Siswanto, ST, MT, MSc.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

(2)

i

| Critical Review E k o n o m i K o t a

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penulisan ... 1

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1. Tinjauan Pustaka ... 3

2.2. Metode ... 4

2.2. Review Jurnal ... 5

2.3. Critical Review ... 5

BAB III PENUTUP ... 8

Lesson Learned ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(3)

1

| Critical Review E k o n o m i K o t a

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Pacione (2001) menyebutkan bahwa aktivitas ekonomi perkotaan di negara yang sedang berkembang umumnya berlangsung dalam dua kategori, yaitu sektor formal dan sektor informal. Aktivitas sektor informal pada umumnya tumbuh subur di negara yang sedang berkembang. Dalam banyak hal, aktivitas ekonomi sektor informal berkonstribusi terhadap PDRB kota, dapat menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas, serta dapat memberikan income

bagi keluarga (Macharia, 2007). Perencana perkotaan seharusnya dapat mengakomodasi aktivitas sektor informal tersebut sebagai bagian dari ekonomi perkotaan, karena 64% dari total ketenagakerjaan di Indonesia bergerak dalam sektor informal perkotaan.

Dalam perspektif pembangunan ekonomi perkotaan di Indonesia, kehadiran rumah susun dapat dijadikan sebagai faktor pendukung bergeraknya aktivitas ekonomi perkotaan di Indonesia. Konsep dasar pembangunan rumah susun perkotaan adalah penataan yang menghasilkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat dengan penggunaan lahan yang efisien. Karena pemilihan dan penempatan lokasi rumah-rumah susun yang tepat diantara berbagai pusat-pusat kegiatan ekonomi perkotaan dapat meningkatkan efisiensi terhadap nilai lahan, jaringan transportasi dan infrastruktur perkotaan, juga terhadap biaya pembangunan ekonomi dan sosial.

Namun selama ini pembangunan rumah susun di Indonesia tidak pernah memperhitungkan kelompok-kelompok sasaran secara jelas. Padahal aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan di kota-kota besar Indonesia pada umumnya didukung dan digerakkan oleh berbagai kelompok dan strata sosial ekonomi masyarakat yang beragam. Persoalan tersebut menjadi salah satu isu dalam ekonomi kota di Indonesia. Dalam menangani isu tersebut, sekiranya kita perlu memiliki kompetensi dalam menganalisa dan mengidentifikasi secara detail akar-akar masalah serta memberikan solusi dan rekomendasi dalam menyelesaikan isu tersebut. Oleh karena itu perlu adanya kajian kritis terhadap jurnal, artikel, dan tulisan ilmiah mengenai isu yang terkait. Dalam melakukan kajian kritis, dipilih

jurnal berjudul “Pembangunan Rumah Susun dalam Mendukung Aktivitas Ekonomi

Perkotaan (Studi Kasus Kota Bandung)”.

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini antaralain: 1) Mengetahui berbagai isu terkait ekonomi kota

(4)

2

| Critical Review E k o n o m i K o t a

mendukung aktivitas ekonomi perkotaan (studi kasus Kota Bandung). 2) Mengidentifikasi setiap detail isu dan melakukan kajian kritis terhadap isu

yang dipilih.

(5)

3

| Critical Review E k o n o m i K o t a

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Aktivitas Ekonomi Penduduk Perkotaan

Pacione (2001) menyebutkan bahwa aktivitas ekonomi perkotaan di negara yang sedang berkembang umumnya berlangsung dalam dua kategori, yaitu sektor formal dan sektor informal.

Aktivitas sektor formal menurut Macharia (2007) adalah aktivitas-aktivitas ekonomi yang terwujud karena menguasai dan memanfaatkan kemajuan teknologi oleh para pelaku industri dan mampu menyelenggarakan akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara sebagian lainnya tidak dapat memanfaatkan kemajuan tenologi tersebut karena berbagai keterbatasan. Contohnya aktivitas perbankan, perdagangan ekspor-impor, industri modern perkotaan dan transportasi.

Sedangkan aktivitas informal menurut Macharia (2007) masih harus terus diperjuangkan agar memperoleh pengakuan dan perhatian dari pemerintah atas keberadaannya. Aktivitas informal adalah aktivitas yang tidak memerlukan modal tinggi, tidak menggunakan pelayanan jasa modern. Contohnya aktivitas ekonomi skala kecil dilakukan di rumah, menggunakan anggota keluarga, kerabat atau tetangga sekitarnya sebagai tenaga kerja.

Aktivitas sektor informal pada umumnya tumbuh subur di negara yang sedang berkembang. Menurut Rukmana (2004), perencana perkotaan seharusnya dapat mengakomodasi aktivitas sektor informal sebagai bagian dari ekonomi perkotaan, karena sebesar 64% dari total ketenagakerjaan di Indonesia bergerak dalam sektor informal perkotaan.

Pembangunan Rumah Susun di Indonesia

Kehadiran rumah susun di Indonesia sudah sejak lama ada, namun hanya terbatas di kota-kota besar. Sehingga belum dikenal secara merata oleh seluruh masyarakat. Selama ini masyarakat terbiasa membangun hunian secara individual dan mandiri, serta 80% pola hunian merupakan rumah tunggak tidak bertingkat (Statistik Perumahan dan Permukiman, 2004).

Pertama kali dikenalkan pada tahun 1990 pembangunan rumah susun dikenalkan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah melalui program urban renewal.

(6)

4

| Critical Review E k o n o m i K o t a

belum terdapat kepastian hukum, dan menurut calon penghuni secara finansial unit hunian rumah susun dirasa lebih memerlukan biaya tinggi daripada rumah yang biasa dibangun penduduk secara individual.

Muncul kebijakan percepatan perumahan seribu tower yang tertuang pada Kepres No. 22 tahun 2006 mengenai Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun dan disertai dengan lahirnya model konsolidasi lahan perkotaan horizontal menjadi vertical berserifikat, maka pembangunan rumah susun perkotaan dapat diharapkan bukan hanya mampu menciptakan penataan ruang yang menghasilkan kualitas lingkungan yang aman dan sehat, tetapi juga mampu mendukung aktivitas-aktivitas ekonomi perkotaan secara optimal dan terutama menguntungkan bagi semua pihak.

Housing Adjustment Factors

Hartshorn (1992) dan Pacione (2001) menyebutkan tiga faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mampu beradaptasi dengan unit huniannya, yaitu 1) Karakteristik unit hunian yang mampu memenuhi kebutuhan akan fungsi ruang bagi yang bersangkutan; 2) Status kepemilikan, karena secara psikologis dan legalitas dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum untuk menempatinya; 3) Lokasi hunian memiliki nilai aksesibilitas tinggi terhadap pusat kegiatan, seperti akses terhadap tempat kerja, sekolah, pasar, atau pusat kegiatan lainnya yang membantu mempermudah beradaptasi dengan tempat hunian.

Di Jakarta pembangunan rumah susun sudah menjadi kebutuhan, karena ketersediaan lahan perkotaan yang semakin sulit dan mahal. Pembangunan rumah susun atau apartemen sudah dilakukan sejalan dengan perkembangan Kota Jakarta sebagai mega city. Aktivitas ekonomi pada sektor jasa sudah menjadi faktor dominan bagi Jakarta. Segala bentuk sistem pelayanan jasa dituntut untuk berjalan lebih cepat dan efisien.

Akan tetapi, belum semua kawasan perkotaan di wilayah DKI Jakarta dapat berkembang seperti yang diharapkan. Hal tersebut bergantung pada profil kotanya masing-masing, karena faktorfaktor seperti keragaman budaya, strata sosial masyarakat yang sangat lebar dan struktur aktivitas ekonomi yang variatif sangat berpengaruh dalam membentuk struktur dan pola ruang kota.

2.2. Metode

Metode yang digunakan dalam jurnal “Pembangunan Rumah Susun dalam

(7)

5

| Critical Review E k o n o m i K o t a

spesifik untuk ditarik suatu kesimpulan yang sifatnya umum dengan menggunakan data statistik Kota Bandung tahun 2005.

2.2. Review Jurnal

Pembangunan rumah susun di Indonesia dapat ditelusuri melalui UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, PP No. 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun, Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh yang Berada di atas Tanah Negara, dan Kepres No. 22 tahun 2006 mengenai Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun. Konsep dasar pembangunan rumah susun perkotaan adalah penataan ruang yang menghasilkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat dengan penggunaan lahan yang efisien.

Sasaran penghuni rumah susun ditujukkan kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau menengah kebawah. Namun selama ini pembangunan rumah susun di Indonesia tidak pernah memperhitungkan kelompok-kelompok sasaran secara jelas. Padahal aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan di kota-kota besar Indonesia pada umumnya didukung dan digerakkan oleh berbagai kelompok dan strata sosial ekonomi masyarakat yang beragam.

Oleh karena itu dilakukan pengkajian dengan mengidentifikasi struktur aktivitas ekonomi penduduk mayoritas dan kecenderungannya dalam membentuk dan membangun pola-pola aktivitas ekonomi perkotaan, serta pembangunan rumah susun yang seperti apa yang dapat mendukung aktivitas ekonomi perkotaan.

Dalam jurnal tersebut pembangunan rumah susun dalam mendukung aktivitas ekonomi perkotaan di Kota Bandung dipilih menjadi studi kasus yang dikaji, karena Bandung merupakan salah satu kota yang diusulkan dapat membangun rumah susun di wilayahnya terkait dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Pengkajian tersebut menggunakan metoda penelitian induktif dengan menggunakan data statistik Kota Bandung tahun 2005.

Hasil dari kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa aktivitas dominan penduduk Kota Bandung bergerak pada sektor perdagangan dan industri pengolahan, terutama industri pengolahan skala rumah tangga sektor informal. Penulis mengusulkan agar pembangunan rumah susun diarahkan secara terintegrasi untuk mendukung dan mengakomodasi kebutuhan ruang sebagai unit hunian dan sebagai ruang ekonomi produktif perkotaan di Kota Bandung.

2.3. Critical Review

(8)

6

| Critical Review E k o n o m i K o t a

Penyediaan rumah merupakan kebutuhan fundamental bagi kehidupan manusia. Rumah berkaitan dengan pengeluaran anggaran rumah tangga, mencapai sekitar seperempat dari pengeluaran konsumsi. Bagi sebagian besar keluarga, pemilikan rumah merupakan investasi tunggal yang terbesar. Rumah bukan barang konsumsi biasa, tetapi merupakan barang konsumsi jangka panjang atau suatu milik investasi. Sehingga pemilikan terhadap rumah yang akan ditinggali merupakan pemilihan yang sangat penting. (H. Rahardjo, 2005)

Di Indonesia rumah susun sudah sejak lama ada, namun hanya terbatas di kota-kota besar dengan jumlah satuan rumah susun yang terbatas, sehingga belum dikenal secara merata oleh seluruh masyarakat. Sementara itu masyarakat selama ini sudah sejak lama terbiasa membangun unit hunian secara individual dan mandiri. Hampir 70% penduduk membangun sendiri rumah yang ditempatinya dengan pola hunian 80% merupakan rumah tunggal tidak bertingkat (Statistik Perumahan dan Permukiman, 2004).

Hambatan dalam pembangunan rumah susun adalah masalah status kepemilikan dan gaya hidup masyarakat untuk beradaptasi dengan ruang vertikal yang ruang geraknya serba terbatas. Oleh karena itu perlu adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mampu beradaptasi dengan unit huniannya. Hartshorn (1992) dan Pacione (2001) menyebutkan tiga faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mampu beradaptasi dengan unit huniannya, yaitu 1) Karakteristik unit hunian yang mampu memenuhi kebutuhan akan fungsi ruang bagi yang bersangkutan; 2) Status kepemilikan, karena secara psikologis dan legalitas dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum untuk menempatinya; 3) Lokasi hunian memiliki nilai aksesibilitas tinggi terhadap pusat kegiatan, seperti akses terhadap tempat kerja, sekolah, pasar, atau pusat kegiatan lainnya yang membantu mempermudah beradaptasi dengan tempat hunian.

(9)

7

| Critical Review E k o n o m i K o t a

Dalam menentukan preverensi masyarakat terhadap ruang kota perlu adanya kajian terhadap profil demografis dan non-demografis, profil sosiologis, serta profil psikologis (Amiranti, 2002)

Sumber : slide

presentasi mata kuliah Sosiologi Pekotaan oleh Sri Amiranti, pada 17 Maret 2015

(10)

8

| Critical Review E k o n o m i K o t a

BAB III

PENUTUP

Lesson Learned

Adapun pembelajaran penting yang dapat kita ambil dari kajian kritis terhadap jurnal “Pembangunan Rumah Susun dalam Mendukung Aktivitas Ekonomi Perkotaan (Studi

Kasus Kota Bandung)” antara lain:

 Aktivitas ekonomi penduduk perkotaan yang melahirkan ribuan tenaga kerja formal dan informal perlu diwadahi kebutuhan ruangnya dalam skala bangunan dan kawasan. Sehingga aktivitas ekonomi masyarakat dan kota berjalan optimal.

(11)

9

| Critical Review E k o n o m i K o t a

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Presiden (Kepres) nomor 22 tahun 2006 mengenai Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun.

Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 1988tentang Rumah Susun.

Macharia, K. (2007). Tension Created by the Formal and Informal Use of Urban Space. The Case Of Nairobi, Kenya, Journal Of Third World Studies. http://findarticle s.com .

Pacione, M. (2001), Urban Geography a Global Perspective, Routledge, London.

Adisasmita, H. Rahardjo. (2005). Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu Amiranti, Sri. (2001). Preferensi Terhadap Tatanan Ruang Kota. Pada slide matakuliah

(12)

10

| Critical Review E k o n o m i K o t a

Referensi

Dokumen terkait

Seperti telah diketahui, unsur pertama dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu adalah hij, yang lazim diterjemahkan orang kedalam bahasa

Kisi-kisi instrument untuk mengukur kelompok teman sebaya merupakan kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel kelompok teman sebaya dan juga

Masyarakat kelurahan Pakal mendapat pengetahuan baru tentang pemanfaatan limbah tempe sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair, hal ini juga didukung dengan banyaknya

Data tabel 4 tersebut menunjukan bahwa keenam narasumber yang peneliti wawancarai memiliki kerisauan yang sama dalam jawaban mereka terkait dengan adanya

menggunakan 3 tahap karena terbatas oleh waktu. LKS yang dikembangkan memiliki beberapa ciri khas yang membedakan dengan bahan ajar yang lainnya. Adapun ciri khas dari

Dengan kantor terbuka setiap pegawai akan lebih efektif dalam bekerja, karena antara pegawai satu dengan pegawai lainnya bisa saling berkoordinasi, mengawasi satu

Pihak Pertama menyediakan dana untuk modal Usaha Pembiayaan Karyawan berupa uang tunai sebagaimana yang diatur pada Pasal 1.. Pihak Pertama Bersedia mencairkan dana tersebut di

D. Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian,