• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Dasar-Dasar Pendidikan Moral (Aliran Filsafat Moral)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Dasar-Dasar Pendidikan Moral (Aliran Filsafat Moral)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

Tugas Dasar-Dasar Pendidikan Moral

(Aliran Filsafat Moral)

Nama

: Nanik Widiana Sari

NIM

: 14401241038

Jurusan/Prodi

: PKn dan Hukum

Mata Kuliah

: Dasar-Dasar Pendidikan Moral

Semester/Kelas

: 2/A

Dosen

: Dr.Samsuri

(2)

1. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika Sumber :

° http://digilib.uin-suka.ac.id/1276/

° http://mpippsuinmaliki.blogspot.com/2011/04/books-review-aliran-aliran-filsafat-dan.html

Judul : Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika Tahun : 2011

Penulis : Andy Firmansyah Karya : Prof. Dr. Juhaya S. Praja Jenis : Artikel / Book Review

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT DAN ETIKA

Persoalan tentang sumber pengetahuan manusia, yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Menurut Louis Q. Kattsof mengatakan bahwa sumber pengetahuan manusia itu ada lima macam, yaitu :

1. Empiris yang melahirkan aliran empirisme 2. Rasio , melahirkan aliran rasionalism 3. Fenomena, melahirkan aliran fenomenologi 4. Instuisi ,melahirkan aliran instuisme

5. Metode ilmiah,merupakan gabungan antara aliran rasialisme dan empirismei.Prof. Juhaya (2005) juga mengemukakan aliran Kritisisme Immanuel Kant, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup Henri Bergson, dan Sekularisme

Uraian dari aliran-aliranya sebagai berikut :

Aliran Empirisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu adalah pengalaman inderawi. Tokoh aliran ini adalah John Locke (1632-1704),aliran ini menyebutkan bahwa es itu membeku dan dingin,karena secara pengalaman inderawi es itu dapat dilihat bentuknya beku dan rasanya dingin. Dari disinilah dapat disimpulkan bahwa pengetahuan itu didapat dengan perantaraan inderawi/ pengalaman inderawi yang sesuai, tetapi aliran ini mempunyai kelamahan karena sebetulnya inderawi memiliki keterbatasan dan terkadang menipu. Dari kelemahan ini muncul aliran kedua yatiu aliran Rasionalisme.

(3)

persepsi dan epistemologi, karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi inderawi dan meringkas pengertian-pengertian universal.

Aliran Fenomenalisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan didasarkan pada sebab akibat yang merupakan hubungan yang bersifat niscaya dan ditampakan oleh sebuah gejala (Pehenomenon). Tokoh aliran ini adalah Imanuel Kant. analogi dari aliran ini tentang bagaimana memperoleh pengetahuan bahwa kuman itu menyebabkan penyakit tifus, orang yang menderita demam tifus disebabkan oleh kuman yang masuk dalam diri orang tersebut.

Aliran Instuisme, yatiu aliran yang berpendapat lahirnya pengetahuan yang lengkap dan utuh tidak hanya diperoleh melalui indera dan akal tetapi butuh juga instuisi utuk menangkap keseluruhan objek pengetahuan. Tokoh aliran ini adalah Henri Bergson (1859 – 1941), aliran ini mirip dengan aliran Iluminasionesme/Teori Kasyf dalam ajaran Islam yaitu pengetahuan langsung dari Tuhan yang hanya bisa diterima apabila hatinya telah bersih

Metode Ilmiah, Sifat yang menonjol dari metode ini, digunakannya akal dan pengalaman yang disertai dengan sebuah unsur baru, yaitu hipotesis. Bila hipotesis dikukuhkan kebenarannya oleh contoh-contoh yang banyak jumlahnya, maka hipotesis tersebut dapat dipandang sebagai hukum.

Kritisisme Immanuel Kant, filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki kebatasan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Dengan isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika.

2. The Moral Virtues In Aristotele’s Nicoma Chean Etichs Sumber :

http://scholar.google.co.id/scholar?lookup=0&q=THE+MORAL+VIRTUES+IN+ARIST OTLE%E2%80%99S+NICOMA+CHEAN+ETICHS&hl=en&as_sdt=0,5

Nama penulis : Robert C. Bartlett and Susan D. Colling Tahun terbit : 1999

Tempat terbit : State University of New York Press. State University Plaza,Albany,Ny 12246

Judul artikel : Action and Political Thought of Aristotle Moral and Political Thought

of Aristotle (The Moral Virtues in Aristotle‟s Nicoma Chean Ethics)

Volume : 106a21-24, 1107a2-3. For 31

THE MORAL VIRTUES IN ARISTOTLE’S NICOMA CHEAN ETICHS

(4)

jelas menunjukkan bahwa penyelidikan kebajikan moral dalam Etika memiliki praktis sebagai lawan tujuan teoritis: kita belajar kebajikan bukan untuk mengetahui apa itu dalam arti teoritis tetapi untuk menjadi baik.

Dalam memperkenalkan kebajikan tertentu dalam BukunyaAristoteles menunjukkan bahwa itu tidak cukup untuk memberikan definisi umum kebajikan, untuk meninggalkannya dia mengatakan, misalnya, kebajikan yang merupakan karakteristik yang membuat hal mana ia berasal baik dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik, atau kebajikan yang berarti terhadap dua ekstrem,Untuk laporan yang menyangkut kebajikan tertentu mengandung lebih kebenaran daripada rumus umum justru karena tindakan yang berkaitan dengan keterangan. Oleh karena itu kita harus berbicara tentang hal-hal khusus , tindakan tertentu , dan menjelaskan dalam setiap kasus apa artinya untuk mematuhi aturan umum kebajikan bahwa seseorang harus bertindak dengan cara yang seharusnya , ketika salah satu harus , dan sebagainya. Sebuah pemahaman lengkap tentang kebajikan sehingga harus mencakup pembahasan rinci dari kebajikan yang dimiliki oleh orang yang baik .Kisah tentang kebajikan mengidentifikasi karakteristik yang baik dan kejahatan terkait,

Meskipun pengamatan Aristoteles tentang pentingnya investi gating kebajikan tertentu, ulama jarang memberikan perhatian penuh untuk ini bagian dari Etika. Salah satu alasan untuk mengabaikan ini disarankan oleh pengamatan dari Aristoteles yang terkenal bahwa "ini bagian dari Etika menyajikan akun hidup dan sering lucu dari kualitas dikagumi atau tidak disukai oleh orang Yunani dibudidayakan waktu Aristoteles." 3 Sejak Aristoteles menunjukkan bahwa kebajikan moral adalah kebiasaan yang telah dibesarkan dengan baik, ceritanya tentang kebajikan ini dapat dianggap terikat pada konvensi Yunani-nya. Namun pemeriksaan yang cermat pada kenyataannya menunjukkan kebebasan Aristoteles dalam hal ini. Unconventionality Nya yang paling jelas dalam paruh kedua account-nya di mana ia memperkenalkan beberapa kebajikan sampai sekarang tak bernama dan.Hal ini lebih lanjut jelas dalam pemesanan dan peringkat kebajikan ular partic, yang tidak hanya mencerminkan pandangan tradisional Yunaninya. Hal ini tidak untuk mengatakan, bagaimanapun, bahwa Aristoteles mengambil sikapnya dari ple Princi atau prinsip-prinsip ekstrinsik dengan perspektif kebajikan moral. Sebagai elevasi obser sendiri tentang tujuan praktis penyelidikan kami menunjukkan, ia mulai dari asumsi bahwa kebajikan moral merupakan kebaikan kita. Dalam catatannya tentang kebajikan, saya sarankan, ia berusaha tidak untuk kritik eksplisit atau untuk membela langsung asumsi ini.

Dalam mengidentifikasi, memesan, dan peringkat kebajikan, ia mengambil sikapnya dari prinsip-prinsip implisit, jika tidak sepenuhnya dikembangkan, dalam perspektif moral, dan jejak khususnya keterkaitan kompleks dua aspek fundamental dari kebajikan moral: hubungannya dengan bangsawan pada satu tangan dan dengan kebaikan tertinggi .Ia kemudian berusaha untuk menjelaskan baik kepenuhan dan batas-batas pandangan tersirat dalam moral keluar melihat bahwa kebajikan, yang baik dan mulia.

Dengan memperhatikan rincian akunnya kebajikan-mereka tertentu kesempurnaan tertentu, tions rela mereka satu sama lain, dan jenis kegiatan yang melibatkan atau yang mereka menunjuk-kita mengerti lebih jelas hubungan antara kebajikan moral

(5)

3. The Moral Significance Of Merely Possible Person Sumber :

http://link.springer.com/chapter/10.1007/978-90-481-3792-3_2

Nama penulis : Melinda A Roberts Tahun terbit : 2009

Bulan Terbit : June

Judul artikel : Abortion and The Moral Significance of Merely Possible Person (Finding Middle Ground in Hard Cases)

Volume : Philosophy and Medicine 107

THE MORAL SIGNIFICANCE OF MERELY POSSIBLE PERSON

Beberapa teori mungkin tertarik pada Moral Actualism karena mereka tertarik Modal Actualism.Moral Actualism sendiri datang dalam dua bentuk, kuat dan lemah. Tapi hanya satu dari bentuk-bentuk yang ketat actualist. Hanya satu bentuk yang mengambil posisi bahwa orang-orang penting secara moral jika hanya mereka yang melakukan akan ada di dunia unik yang sebenarnya. Yang lain memiliki kita katakan bahwa orang-orang bukan masalah moral jika dan hanya jika mereka akan ada - yaitu, akan menjadi "yang sebenarnya" –maka telah bertindak di bawah pengawasan . Untuk itu, saya akan meninggalkan istilah Moral Actualism ( Kuat dan Lemah) di belakang dan menggunakan hanya Pengecualian (Alpha dan Beta) sebagai gantinya. Independen, maka, metafisika kami, Pengecualian dapat segera menyerang kita sebagai commonsensical.

Seperti antara Inklusi dan Eksklusi, setidaknya, itu adalah Pengecualian yang tampaknya memiliki kemampuan untuk mengenali perbedaan moral penting antara "Michael W. Hoppe sebagai orang yang bahagia" dan "membuat orang bahagia." Inklusi, dengan perbandingan, tampaknya benar-benar fantastis. Menurut Inklusi, kita harus menyertakan bagaimana hanya mungkin terpengaruh, tepat di samping bagaimana kita sendiri dipengaruhi, dalam membuat perhitungan kita tentang apa yang kita haruskan.Caspar Kelinci menunjukkan bahwa Moral Actualism - Pengecualian - sama saja dengan pendekatan berbasis orang, yang meliputi (antara lain) intuisi berbasis orang. Lihat Kelinci (2007). Bahkan, bagaimanapun, Pengecualian adalah salah satu cara untuk mengartikulasikan pendekatan berbasis orang. Variabilism adalah alternatif dan cara yang jauh lebih dipertahankan mengartikulasikan baik intuisi itu sendiri dan pendekatan. Lihat catatan 17 di atas dan bagian bawah .

(6)

menghindari mengemis pertanyaan mendukung Inklusi - atau melawan Inklusi, dengan membuat suara Inklusi seperti ide konyol bahwa kita harus merajut dan panggang kue cokelat bagi seseorang yang tidak akan pernah ada sama sekali - sangat penting untuk tidak membaca posisi moral tertentu substantif dalam cara ini berbicara tentang hanya mungkin. Kita bisa, dengan kata lain, berbicara tentang hanya mungkin karena "memiliki kepentingan" atau "menimbulkan kerugian" - bahkan jika pada akhir hari kita simpulkan, dengan Exclusionists, bahwa mereka kepentingan dan kerugian yang benar-benar tanpa arti moral atau , dengan Variabilists, bahwa beberapa dari mereka kepentingan dan kerugian memiliki arti moral, tetapi beberapa tidak. Singkatnya, tujuan berbicara dengan cara ini adalah untuk mencapai kejelasan tambahan, tidak mengemis pertanyaan.

4. Perdebatan Etis Atas Euthanasia (prespektif aliran filsafat moral) Sumber : http://digilib.uin-suka.ac.id/1276/

Judul : Perdebatan etis atas euthanasia (prespektif aliran filsafat moral) Tahun : 2008

Penulis : Bajang Tukul Jenis : Artikel

Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

PERDEBATAN ETIS ATAS EUTHANASIA (prespektif aliran filsafat moral)

Euthanasia merupakan sebuah permasalahan medis yang aktual dan kompleks.secara umum euthanasia mempunyai arti mengakhiri hidup dengan cara yang mudah dan tanpa rasa sakit,euthanasia juga serinmg disebut sebagai enjoy death (mati dengan tenang).kajian mengenai hal ini sudah seringkali dibahas dalam berbagai bidang seperti agama,medis,agama,hukum,dan psikologi .namun sejauh ini hasilnya masih mengandung berbagai ketidakpuasaan karena memang sulit sekali untuk dijawab secara objektif dan meyakinkan.

Dalam perkembangannya dunia kedokteran senantiasa diikuti oleh berbagai tantangan ,setidaknya dari prespektif etikannya.Dr,Frans Magnis Suseno ,seorang ahli filsafat terkemuka diindonesia,pernah menyatakan bahwa tantangan-tantangan etika kedokteran sering bersifat kontroversial.menurut frans,beberapa tantangan etika kedokteran meliputi penetapan norma-norma etika kedokteran,otonomi pasien,janin manusia dan euthanasia.

(7)

Merujuk pada 2 (dua) aliran besar dalam filsafat moral yang dalam penelitian ini juga dijadikan penulis sebagai alat untuk mengkaji permasalahan euthanasia,yaitu deontologisme dan teleologi utilitarisme.pada dasarnya penilaian deontologisme terletak pada benar tidaknya suatu perbuatan,apakah perbuatan itu baik,wajib atau tidak .bukan pada tujuan akhir atau hasilnya saja.sedangkan penilaian teleologi utilitaris terletak pada kemanfaatan atau hasil akhir yang akan dicapai.jadi bukan perbuatan itu sendiri yang dinilai.

Dengan melihat dari sudut pandang filsafat moral,Manusia tidak akan berhenti pada satu titik penemuan,melainkan akan berfikir terus menerus untuk mencapai penemuan baru berikutnya.sesuai dengan sifat manusia,apa yang telah dikerjakan akan terus ditingkatkan dan disempurnakan,karena ilmu dan tekhnologi tidak bisa dihentikan,yang bisa dilakukan adalah mengatur dan mengantisipasi langkah apa yang harus diambil untuk menghindari akibat yang diinginkan.

Salah satu masalah moral yang yang terjadi dewasa ini adalah euthanasia ,dimana dibutuhkan penyelesaian yang komprehensif dari berbagai pihak.euthanasia perbuatan atau tindakan dengan cara langsung (aktif) maupun tidak langsung (pasif) ,baik bersifat sukarela maupun tidak sukarela,untuk memperpendek maupun mengurangi hidup pasien berdasarkan suatu alasan yang layak dan rasional,demi kepentingan pasien ataupun keluarganya sendiri,dibawah tanggung jawab tim medis yang menanganinya.

Filsafat moral (dalam hal ini deontologis dan utilitaris) memandang permasalahan euthanasia tidak terlepas dari kehendak atau motivasi para pelaku medis untuk tidak melakukan tindakan euthanasia karena terikat oleh kewajiban untuk melaksanakan kehendak baik (menghargai dan menghormati kehidupan pasien) dengan ditentukan oleh maksim-maksim yang mendasarinya.sedangkan prespektif utilitaris adalah karena adanya sesuatu yang hendak dicapai dari tindakan pelaksanaan euthanasia tersebut.dari prespektif filsafat moral tersebut para pelaku medis mencoba bertahan pada sikap etis dan sikap moral yang tinggi.akan tetapi hal-hal yang sangat dikhawatirkan adalah penyalahgunaan hak,wewenang dan tanggungjawab yang diemban oleh pelaku medis itu sendiri .jika sudah dimasuki oleh kepentingan-kepentingan yang tidak bertanggungjawab dan ada intervensi dari pihak lain,maka tidak mungkin tindakan euthanasia tersebut akan sangat membahayakan harkat,martabat dan integritas kehidupan masyarakat.

5. Analisis filsafat moral Aristoteles terhadap ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian

Sumber :

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=vie w&typ=html&buku_id=31805&obyek_id=4

Kata kunci : Filsafat Moral Aristoteles,Sanghyang Siksakandang Karesian

(8)

Deskripsi : ix, 118 p., bibl., ills., 30 cm

Bahasa : Indonesia

Jenis : Journal

Penerbit : [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2006

Lokasi : Perpustakaan Pusat UGM

File : Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

Penulis : Enoh

Pembimbing : Prof.Dr. Lasiyo, MA.,MM

Analisis filsafat moral Aristoteles terhadap ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian

Di dalam analisis filsafat moral aristoteles terhadap ajaran sanghyang siksakandang karesian ,Objek material dari penelitian filsafat moral aristoteles ini adalah naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, dengan objek formalnya adalah ajaran moral, yang dianalisis berdasarkan filsafat moral Aristoteles. Tujuan penelitian yang dilakukan sanghyang siksakandang karesian ini adalah untuk menginventarisir, mengkritisi, mengaktualisasi dan menginterpretasi nilai-nilai primordial Sunda, yang dilakukan sebagai upaya konservasi dan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal dalam kontek universal, dengan isu sentral kebahagiaan sebagai tujuan hidup, dan hidup yang baik sebagai sarana mencapai kebahagiaan. Karakteristik penelitian ini bersifat kualitatif, menggunakan studi kepustakaan, dengan menggunakan metode historis faktual, dan metode analisis hermeneutis. Pengumpulan data melalui eksplorasi dari buku-buku yang berkaitan dengan filsafat moral. Kemudian penelitian tersebut dituangkan ke dalam catatan-catatan kecil yang dihimpun selama kurang lebih lima bulan, selanjutnya dilakukan identifikasi, dan kemudian dituangkan kedalam sistematika penulisan yang bersifat refleksif analisis . Hasil dari penelitian ini adalah, bahwa tujuan tertinggi moralitas adalah sebuah kebahagiaan, dan sarananya adalah hidup yang baik. Tidak ada perbedaan antara ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian dengan filsafat moral Aristoteles dalam dua aspek di atas. Perbedaan terletak pada landasan moralnya.

(9)

mengharmoniskan rutinitas manusia dengan siklus waktu yang berada di luar kekuatan manusia.

Ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian berdasarkan pada tradisi dan kepercayaan, sedangkan ajaran filsafat moral Aristoteles berdasarkan pada penalaran (rasio), Akibatnya terjadi perbedaan pada pokok-pokok ajarannya. Pokok ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian adalah norma-norma tradisi yang harus ditaati (sudah tersedia), sedangkan pokok ajaran filsafat moral Aristoteles adalah norma - norma logika melalui ajaran “jalan tengah”. Berani itu baik. Berani itu jalan tengah antara dua ekstrem, yaitu nekad dan penakut. Hasil simbiosis mutualistis sebagai upaya konservasi dan revitalisasi dari dua ajaran ini adalah, memperlakukan ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian yang bersifat normatif tradisional dikontrol oleh penalaran yang kritis, refleksif, dan argumentatif. Kata kunci : Moral, kebahagiaan, kewaspadaan, praktis, kontemplatif.

6. Pemikiran tentang hukum dan moral dalam filsafat Cina periode Han awal (206 SM - 6 M)

Sumber :

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view& typ=html&buku_id=7004&obyek_id=4

Penulis Tjahyadi, Sindung

Pembimbing : Prof.Dr. H. Lasiyo, MA.,MM

Pemikiran tentang hukum dan moral dalam filsafat Cina periode Han awal (206 SM - 6 M)

Hubungan antara hukum dan moral merupakan salah satu masalah penting dalam filsafat hukum. tidak ada dan tidak pernah ada pemisahan total hukum dari moralitas. Oleh karenanya hukum yang dipisahkan dari keadilan dan moralitas bukanlah hukum. hukum tanpa moral adalah kezaliman. Moral tanpa hukum adalah anarki dan utopia yang menjurus kepada peri-kebinatangan. Hanya hukum yang dipeluk oleh kesusilaan dan berakar pada kesusilaan yang dapat mendirikan kesusilaan. Dalam banyak literatur dikemukakan bahwa tujuan hukum atau cita hukum tidak lain daripada keadilan. Sistem hukum yang tidak memiliki akar substansial pada keadilan dan moralitas pada

Kata kunci : Moral,Filsafat Cina,Filsafat Cina,Moral,Periode Han Awal (206 SM,6M)

No Inventaris : c.1 (2332/H/2001)

Deskripsi : x, 289 p., bibl., ills., 30 cm

Bahasa : Indonesia

Jenis : jurnal

Penerbit : [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2001

Lokasi : Perpustakaan Pusat UGM

(10)

akhirnya akan terpental. Gustav Radbruch, di antaranya menyatakan bahwa cita hukum tidak lain daripada keadilan.Selanjutnya ia menyatakan “Est autem jus a justitia, sicut a matre sua ergo prius fuit justitia quam jus”, yang diterjemahkan: “Akan tetapi hukum berasal dari keadilan seperti lahir dari kandungan ibunya, oleh karena itu keadilan telah ada sebelum adanya hukum.” Menurut Ulpianus, Justitia est perpetua et constans voluntas jus suum cuique tribuendi, yang diterjemahkan secara bebas, keadilan adalah suatu keinginan yang terus-menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya.

Kompleksitas masalah yang muncul tentang pokok soal tersebut menuntut sebuah tinjauan komprehensif menyangkut konsep-konsep tentang manusia, masyarakat, politik, dan etika. Kajian terhadap filsafat Han Awal dengan latar corak filsafat Cina yang selalu terkait dengan filsafat manusia dan etika politik, diharapkan memberi sumbangan bagi kajian sistematis dari filsafat hukum dan filsafat komparatif .Penelitian filsafat ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu :

a. Tahap I,yaitu mengumpulkan dan mengklasifikasi data

b. tahap II analisis data,yaitu upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.

c. tahap III ,yaitu evaluasi dan penulisan akhir.

Penelitian ini menemukan bahwa, berdasarkan pada “kebajikan-kebajikan manusia yang dasariah” dalam rangka “pemenuhan din manusia secara integral”, hubungan antara hukum dan moral adalah koeksistensi dan interdependensi. Hukum dan moral saling mengkualifikasi. Kajian tentang filsafat Han Awal meneguhkan pernyataan tersebut. Secara filsafat Han Awal memandang hukum dan moral secara naturalisits dalam terminologi kosmologi Yin-Yang. Kecuali pada Madzab Huang-Lao, kecenderungan filsafat formal kala itu adalah memberikan status yang rendah terhadap hukum dan menempatkan moralitas sebagai norma sosial yang utama. Namun demikian, Huainan-Tzu dan Madzab Huang-Lao menolak pernbudayaan norma moral ,sedangkan Tiing Chung-shu dan Yang Hsiung mendukung rekayasa sosial melalui konfusianisasi hukum. Gejala penting lain yang terjadi pada Periode Han Awal adalah naturalisasi hukum.dalam naturalisasi hukum tersebut.

7. Melampaui Positivisme Dan Modernitas Sumber :

° https://books.google.co.id/books?isbn...

° https://www.google.co.id/search?tbm=bks&hl=en&q=metodologi+penelitian+aliran++ filsafat+moral&gws_rd=ssl

(11)

Penulis : F.Budi Hardiman

Jenis : jurnal

Penerbit : kanisius (anggota IKAPI) YOGYAKARTA ISBN :978-979-21-0667-1

MELAMPAUI POSITIVISME DAN MODERNITAS

Awal dari filsafat adalah bertanya,bertanya tentang apa saja,atau singkatnya ,mempersoalkan realitas.dua unsur penting dalam berfilsafat adalah “mempersoalkan” dan “realitas”.filsafat yang diharapkan dapat berdiri ditengah-tengah ilmu-ilmu pengetahuan.namun,dalam arti ini filsafat bukan menjadi semacam puncak ekstasis rasional ilmu-ilmu,makhkota ilmu-ilmu atau ratu ilmu-ilmu .filsafat kritis yang dimaksud disini yaitu filsafat yang memiliki fungsi reflektif dan pragmatis,yaitu menempatkan klaim-klaim analitis ilmu-ilmu pengetahuan dalam rangka “proses transformasi abadi “ masyarakat dan umat manusia.misalnya anda melihat tetangga anda yang miskinsejak lama ,belum tentu realitas itu membuat anda mempersoalkannya.bertahuntahun anda hidup sekampung dan memandang keadaannya sebagai hidup yang selayaknya.mungkin anda melihat orang itu malas dan tidak pandai mengatur hidupnya atau ia dilahirkan dari keluarga buruh yang melarat.lantas “kewajaran” membuat keadaan dapat dmengerti.hasil peneropongan kita dari luar itu tentu sangat berguna .dengan itu kita membandingkan,mencari kaitan,mencari sebab,menelusuri sejarah,dan sebagainya dengan hal-hal lahiriyah lainnya.misalnya kita menemukn struktur-struktur yang membuat orang itu miskin ,entah itu struktur sosial,politis atupun budaya.kalau kita menjelaskan struktur-struktur yang bisa diuji secara empiris itu,kita mendapatkan sebuah analisis analisis tentang realitas itu.itulah refleksi tahap pertama yang dilakukan untuk mempersoalkan kewajaran itu.

Sekelompok filsuf dalam sebuah program yang terus berkembang adalah apa yang dikenal dengan mazhab frankfrut ,yang tokohnya sampai saat ini masih aktif mengembangkan program metodologinya adalah jurgen harbermas .mereka melakukan penelitian-penelitian multidisipliner dengan memakai pendekatan-pendekatan yang kritis dari berbagai aliran filsafat.seperti fenomenologi,hermenutik,analisa-bahasa,vitalisme dan sebagainya.semua pendekatan ini diintegrasikan kedalam analisis epistemologis yang kritis dari marx yang dikenal dengan sebutan “teori kritis” .

Pada kritik awal-awalnya para pendahulu harbermas ,seperti horkheimer,Adorno,Marcuse menunjukkan bahwa positivisme bermasalah,karena pandangan tentang penerapan metode ilmu-ilmu alam pada ilmu-ilmu sosial tak lain dari saintisme atau ideologi.pebuktian mereka dapat di sederhanakan sebagi berikut.dengan pengandai-ngandaian hal tersebut diatas (netral,bebas nilai,dan seterusnya).

(12)

mendorong perubahan,hanya menyalin data sosial itu.meskipun sangat tajam kritik mereka,namun masih berbau moralitas ,dan baru alam pemikiran habermas persoalan ini ditunjukkan secara epistemologis.teori kritik habermas ini menghasilkan sebuah prespektif yang berharga bagi kita untuk melihat dua paradigma penelitian.

Riset dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam masyarakat indonesia masih lazim menggunakan pendekatan kuantitatif.pendekatan yang mencrari “objektivitas” dan “kebebasan nilai” ini banyak dipengaruhi oleh metode-metode ilmu alam yang memang terbukti sukses diterapkan dalam bentuk tekhnologi modern.sementara di barat sendiri,tempat asal perkembangan ilmu-ilmu tersebut,sudah sejak abad ke-19 positivisme dalam ilmu – ilmu sosial dianggap tidak memadai untuk memahami manusia dan masyarakat.bahkan,orang mengkritik positivisme sebagai akar dehumanisasi dan dominasi totaliter modern.positivisme adalah jiwa modernitas,karena itu kritik atas modernitas harus dimulai dari kritik atas positivisme dengan upaya-upaya untuk menemukan kekhasan metodologi ilmu sosial-kemanusiaan.

8. Upacara Adat Beati Filsafat Moral

Sumber :

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id= &perpus=1&searchstring=Filsafat%20Moral&self=1&op=review

UPACARA ADAT BEATI FILSAFAT MORAL

Penelitian ini berjudul “Upacara Adat Beati dalam Perspektif Filsafat Moral”. salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia pada masa praaksara dapat kita jumpai pada upacara-upacara adat Upacara adat Beati adalah upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo. Proses penanaman Karakter Nilai Budaya Bersih dan lainnya dilakukan melalui proses belajar baik itu jalur pendidikan formal, informal, dan non formal. Upacara ini adalah sebuah ritual yang dilaksanakan sebagai bentuk perubahan status seorang gadis kecil menjadi gadis remaja. Tujuan penelitian ini adalah menggali berbagai makna etis dalam setiap prosesi dan simbol yang digunakan dalam upacara adat beati. Objek formal penelitian ini adalah etika atau filsafat moral sedangkan objek

berasal dari buku atau penelitian sebelumnya yang membahas tentang upacara adat Beati. Langkah metodis penelitian ini adalah materialnya adalah upacara adat beati.

Kata kunci : Upacara adat,Beati,Filsafat moral

No Inventaris : c.1 (2210-H-2009)

Deskripsi : xiii, 101 p., bibl., ills., 29 cm

Bahasa : Indonesia

Jenis : journal

(13)

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, di mana seluruh data yang digunakan inventarisasi, kategorisasi, dan analisis data dengan menggunakan pendekatan Hermeneutika dengan unsur-unsurnya yang deskripsi, interpretasi dan refleksi kritis. Deskripsi digunakan untuk menggambarkan latar belakang historis, tahapan-tahapan dan tujuan upacara adat beati. Interpretasi digunakan untuk menginterpretasikan seluruh prosesi dan berbagai simbol dalam menemukan makna filosofisnya. Refleksi kritis atau heuristika ditujukan untuk menemukan sesuatu yang baru dari langkah sebelumnya.

Dalam konteks peneltian ini adalah upacara adat beati dalam perspektif Filsafat Moral.Tahapan-tahapan penelitian ini dirangkum dalam tiga pertanyaan berikut: Pertama, mengapa upacara adat beati penting bagi masyarakat Gorontalo? Kedua, apa hakikat nilai-nilai moral yang terkandung dalam upacara adat beati? Ketiga, apa kontribusi upacara adat beati dalam pengembangan moral masyarakat?. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa makna berbagai prosesi upacara adat beati merupakan akulturasi antara nilai-nilai religius dan nilai-nilai budaya yang ditunjukkan dengan: Pertama, prosesi dan simbol yang mendeskripsikan hubungan manusia dengan Tuhan. Kedua, simbol dan prosesi upacara adat beati yang bermakna etika hubungan manusia dengan sesama manusia, ajaran moral untuk saling membantu dan menghargai. Ketiga, mengandung makna etis tentang hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara umum makna etis yang terkandung dalam upacara adat beati adalah agar setiap gadis yang dibeati harus menjalani kehidupannya dengan baik dan benar untuk memperoleh kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.

Upacara adat Beati pun sangat membutuhkan peranan masing-masing individu. Semua akan sulit terciptatanpa adanya persatuan dan kesatuan dari dan antar suku penganut kebudayaan.Perkembangan jaman yang begitu pesat sejatinya bukan menjadi penghambat pelestariankebudayaan bangsa Indonesia. Karna sebagai manapun perkembangan dunia ini terjadi,sejatinya dari kebudayaan warisan leluhur itulah bangsa ini tercipta maka sepatutnya teruskita lestarikan sampai ke generasi-generasi selanjutnya.

9. Konsep kesadaran moral dalam filsafat Konfusianisme Sumber

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view& typ=html&buku_id=4613&obyek_id=4

Kata kunci : Filsafat Konfusius,Moralitas Perbuatan,Filsafat Konfusius

No Inventaris : c.1 (1462/H/99)

Bahasa : Indonesia

Jenis : jurnal

Penerbit : [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 1999

File : Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

Penulis : Herawati, Yunie

(14)

KONSEP KESADARAN MORAL DALAM FILSAFAT KONFUDIANISME

Etika pengembangan diri pribadi Konfusianisme merupakan salah satu metode untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran moral seseorang, yang sangat esensial dalam kehidupan manusia sebagai manusia. Tumbuhnya kesadaran moral, selain sebagai akibat adanya energi „ch‟i‟yang mendorong benih-benih moral bawaan sejak lahir yang inherent dalam kodrat manusia, juga karena benih-benih moral „sprouts‟ yang selalu diolah, dibina dan dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan unsur-unsur dasar kesadaran moral dalam filsafat Konfusianisme, hasil perniluran dari tiga tokoh yang mendominasi Konfusianisme, yakni Konfuzi, Mengzi, dan Xunzi, untuk kemudian dirumuskan ke dalam konsep kesadaran moral. Ketiga tokoh ini memiliki pandangan yang berbeda dalam ajaran moralnya, namun dengan satu kesamaan pandangan dalam tujuan ajaran moralnya, untuk membentuk manusia ideal yakni „manusiajunxi‟.

Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku. Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Bahan material tesis ini adalah filsafat Konfusianisme, dengan konsep kesadaran moral. Cara menganalisis data, menggunakan metode : deskripsi, interpretasi, analisis-sintesis, koherensi intern, d an refleksi filsafati. Deskripsi, digunakan untuk menguraikan ajaran moral Konfusianisme agar dapat dipaharni makna yang terkandung d dalamnya. Koherensi intern, digunakan agar dapat memberikan interpretasi yang tepat tentang perkembangan kesadaran moral. Refleksi, digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baru tentang hakekat perkembangan kesadaran moral yang terdapat dalam kodrat rnanusia. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini, untuk mengungkapkan konsep kesadaran moral dalam filsafat Konfusianisme yang disebut chih p ‟o, a dalah kesadaran dari manusia dengan kemanusiaan sejati yang melandasi tindakannya dalam hubungan antar pribadi dengan nilai-nilai kebajikan atas dorongan kehendak. Tingkat perkembangan kesadaran moral Konfusianisme, pada hakikatnya Secara hierarkhis terjadi tahap demi tahap, berurutan, tidak dapat dibalik-balikkan. Tingkat paling sempurna dari seluruh tingkatan itu adalah adanya kesadaran manusia tidak hanya memandang dirinya sebagai subjek hukum, tetapi sebagai pribadi yang harus dihormati. Hal ini mempunyai relevansi yang sangat penting terhadap pengembangan masyarakat yang berkesadaran kritis, khususnya masyarakat Indonesia.

(15)

hilang tanpa bekas. Jadi, tidak ada salahnya belajar kebajikan sebagai nilai-nilai kemanusiaan yang universal, meskipun itu datangnya dari negeri Cina.

10.Pandangan Franz Magnes Suseno Tentang Etika Moral Sumber :

° http://garuda.dikti.go.id/

°

https://www.google.com/search?q=Aliran-Aliran+Dalam+Filsafat+Musdiani%2C+Musdiani&ie=utf-8&oe=utf-8

Judul : Pandangan Franz Magnis Suseno Tentang Etika/Moral Tahun : 1997

Penulis : Franz Magnis Suseno, Jaya Suprana, dkk Penerbit : Jakarta :Kanisius

Volume : 14 Jenis : Journal

PANDANGAN FRANZ MAGNIS SUSENO TENTANG ETIKA/MORAL

Franz Magnis Suseno, SJ. adalah seorang Rohaniawan, lahir pada tahun 1936 di Eckersdorf, Jerman. Sejak tahun 1961 tinggal di Indonesia. Ia menekuni berbagai bidang keilmuan seperti filsafat, teologi, dan teori politik di Pullach, Yogyakarta, dan Munchen. Franz Magniz Susena sekarang adalah guru besar filsafat di sekolah tinggi filsafat Driyakarya Jakarta. Dia juga mengajar di pascasarjana Universitas Indonesia, dosen tamu pada Gexwister-School-Institut Universitas Munchen, pada Hochshule for Philosophie, Munchen Jerman, dan pada Fakultas Teologi Universitas Insbruch Jerman. Sekitar 18 buku serta lebih dari 200 karangan populer dan ilmiyah sudah ditulisnya, terutama di bidang etika, filsafat politik, dan filsafat Jawa. Antara lain, Berfilsafat Dari Konteks yang diterbitkan oleh Gramedia tahun 1991, didalam buku ini terdapat kedudukan filsafat maupun etika dalam kehidupan masyarakat.

Dalam hal pemikiran tentang etika berpandangan bahwa etika bisa mencapai puncaknya yang luhur dalam humanisme-nya, karena etika secara konsekuen mengakui dan menghendaki kesamaan derajat semua orang. Etika mengajarkan bahwa terhadap siapapun hendaknya bersikap baik hati, dengan tidak memandang warna kulit, suku, budaya, dan agama. Wanita berhak atas perlakuan sama dengan pria, buruh harus dihormati hak-haknya, musuh berhak atas belas kasih dan pengampunan. Dengan kerangka berfikir seperti itu, moralitas manusia menemukan kesadaran akan hak-hak asasi setiap orang sebagai manusia. Dan Franz merumuskan cita-cita negara sedunia dan persaudaraan universal.

(16)

dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya.

Tokoh lain yang mengutarakan tentang pengertian etika adalah Aristoteles. Etika menurutnya adalah ilmu tentang tindakan tepat dalam bidang khas manusia. Objek etika adalah alam yang berubah terutama alam manusia, oleh karena itu etika bukan merupakan episteme atau bukan ilmu pengetahuan. Tujuan etika bukanlah dispisisifikan kepada pengetahuan, melainkan praxis, bukan mengetahui apa itu hidup yang baik, melainkan membuat orang untuk hidup yang lebih baik. Pendapat ini bertentangan dengan Franz yang menganggap bahwa etika merupakan ilmu yang sistematis.

Secara historis etika sebagai usaha dari filsafat, yang lahir dari kerusakan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun lalu. pada zaman ini pandangan-pandangan lama tentang baik dan buruk tidak lagi dipercayai, maka para filosof yang peka terhadap kondisi ini mulai mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi perilaku manusia. Frans berpendapat bahwa etika bukanlah suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiaran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Karena etika yang merupakan pemikiran secara filsafat itu mempunyai lima ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. etika disini yang dimaksudkan adalah merupakan filsafat moral, atau suatu pemikiran secara rasional, kritis, mendasar dan sistematis tentang ajaran-ajaran moral. Etika memberikan pengertian mengapa seseorang mengikuti moralitas tertentu, atau bagaimana seseorang dapat mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan berbagai moralitas.

11.Nilai-Nilai Moral Dalam Lirik Musik Dangdut Rhoma Irama Antara Tahun 1970-1980

Sumber : http://eprints.walisongo.ac.id/122/ Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang Jenis : jurnal

Penulis : M.Mustolehudin Tahun : 2012

NILAI - NILAI MORAL DALAM LIRIK MUSIK DANGDUT RHOMA IRAMA ANTARA TAHUN 1970 -1980

(17)

(as-Ṣiddīq), nilai kejujuran, nilai keadilan(al-„adl), nilai kasih sayang (al-Raḥmah), nilai persaudaraan, nilai persatuan dan nilai toleransi (tasamuh).

Nilai-nilai moral tersebut relevan untuk diimplementasikan dalam segala zaman.hal ini disebabkan yang menjadi rujukan utama dalam lirik-lirik musik dangdut tersebut adalah bersumber dari al-quran dan hadis.nilai-nilai moral yang terkandung dalam lirik-lirik musik dangdut rhoma irama dapat diimplementasikan dalam kehidupan individu,keluarga,kehidupan masyarakat,kehidupan berbangsa dan bernegara,dan dalam kehidupan beragama.

Ulama-ulama pada masa lalu ,dalam menyampaikan pesan-pesan moral (agama) tidak terbatas pada text suci (al-quran),hadis nabi,dan kitab-kitab akhlaq,akan tetapi juga melalui karya sastra.salah satu tokoh islam yang menggunakan media puisi atau syair untuk menyampaikan ajaran agama islam (moral) adalah ibnu miskawaih.sebagaimana ulama‟ dan pujangga,rhoma irama menjadikan rilik musik sebagai media penyampaian nilai-nilai religi.melalui lirik musik,rhoma irama berusaha mengekspresikan karyanya melalui iringan genre musik dangdut.

Jadi,antara moral,etika dan akhlak sama-sama membahas tentang nilai baik dan buruk ,benar salah dari tindakan / perilaku manusia.nilai moral manusia dapat tercermin dalam perilaku ketuhanan.nilai moral adalah ketika seorang dalam perilakunya ,bertindak pada jalan tengah.seseorang dinilai memiliki nilai moral ketika dalam hidupnya memilih jalan hidup sufi,yaitu mereka yang jiwanya senantiasa berada pada jalan kebenaran ,dapat membedakan antara yang hak dan yang batil,sehingga ia akan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.

Terdapat berbagai aliran filsafat moral,antara lain :aliran naturalism,aliran hedonism,aliran utilitarism,aliran teologis,aliran idealisme,aliran vitalisme,aliran pragmatisme,aliran evolusionisme dan lain-lain.

Tujuan dari aliran aliran tersebut pada akhirnya berujung pada bagaimana manusia memperoleh kebahagiaan.kebahagiaan dapat diperoleh melalui nilai-nilai moral .semakin bermoral manusia akan semakin mendapatkan kebahagiaan.moral dapat juga diperoleh melalui musik .jadi moral dan musik saling berhubungan .moral terkait dengan nilai-nilai etika,sedangkan musik terkait dengan nilai-nilai estetika,kehalusan,keselarasan,dan keindahan.

(18)

12.Studi Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al Isfahani (W. 1108 M)

Sumber :

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=Studi+Pemikiran+Filsafat+Moral+Ra ghib+Al+Isfahani+%28W.+1108+M%29&btnG=

Penulis :Drs. Amril M., M.A

Jenis :Jurnal

Department : Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta Division : Study Islam

Language : Indonesia

Subject : Ilmu Agama Islam Publisher : Pasca Sarjana Published : 2001-07-14

Location : digilibuinsukaacid

City : Yogyakarta – UIN

PEMIKIRAN FILSAFAT MORAL RAGHIB AL ISFAHANI (W.1108 MSTUDI)

Disertasi ini membahas pemikiran filsafat moral Raghibal Isfahani yang mencakup kerangka dasar dan bangunan pemikirannya; makarim shari‟a sebagai wacana etika dan realitas perilaku moral etis par excellence, sebagai wacana etika sangat rnemungkinkan untuk dikembangkan sebagai wacana etika Islam masa kini dan akan datang. Hal ini selain terlihat pada struk'tur dasar dan bangunan pemikirannya yang bergerak pada pengembangan perilaku moral etis yang tetap berada dalam kerangka ajarannya, juga terlihat dari jalinan yang erat antara faplla nafsiya dan faplla tawffqiya yang keduanya ini sangat memungkinkan etika Islam bergerak leluasa seirama dengan dinamika historisitas-faktual manusia dengan tanpa meninggalkan normativitas-transendental agama.

ahkam al shari‟a sebagai dasar makarim shari‟a, fungsi daya jiwa guna meraih khalifah Allah SWT dan sa‟ada serta metode pemikirannya. Selain menganalisis pemikiran Raghib al Isfahani dari telaah dasar filsafat moral modern yang mencakup konsep nilai, motivasi perilaku moral dan keputusan moral, juga dibahas keberadaan pemikirannya untuk masanya dan masa sekarang. Pentingnya kajian terhadap pemikiran Raghib al Isfahani ini, dikarenakan terdapat terobosan baru dalam pemikiran etika untuk masanya, namun yang lebih penting lagi adalah sangat memungkinkan pengembangan fungsionalisasi etika Islam untuk masa sekarang dan masa mendatang.

(19)

ukhrawi sebagai kebahagiaan hakiki. Kecuali itu, struktur dasar pemikirannya yang menempatkan makarim al shari‟a di atas ahkam al shari‟a dengan tetap memberi batasan ontologis yang tegas antara keduanya, pengembangan akal pada jalur naturalnya, adanya paduan relijius dan obyektifitas rasional-empiris melalui pendialogisan pewahyuan dan rasio, teori etikanya yang berbentuk ethical indivudual-social egoism, merupakan di antara unsur-unsur pemikiran filsafat moral Raghib al Isfahani yang secara niscaya layak untuk dikembangkan sebagai model pemikiran etika Islam untuk masa sekarang dan akan datang

Perubahan sosial yang begitu kompleks dan menantang, mertjadikan pemikiran filsafat moral Raghib al-I~fahani belum sepenuhnya dapat mertjawab keseluruhan problema kehidupan sosial, namun pada sisi tertentu filsafat moralnya mampu menjawab persoalan kehidupan sosial masyarakat moderen melalui pembentuk kualitas pribadi yang baik dan bajik.

pemikiran filsafat moral Raghib al-I~faham kurang menampilkan secara eksplisit dimensi sosial kemasyarakatan, namun bukan berarti bentuk pemikirannya ini tidak dapat dikembangkan untuk masa sekarang dan masa datang. Pemikiran-pemikirannya yang layak untuk dikembangkan itu di antaranya, konsep makarim af-harI'a sebagai wacana etika dalam pengembangan perilaku moral etis yang tetap pada kerangka dogma agama, atau konsep pengembangan akal yang tetap berada pada jalur naturialnya, atau pendialogisan yang intensif agama dan akal, atau konsep egoistik-individualistik-sosial pemikiran filsafat moralnya dan konsep keadilan dan mahabba sebagai instnunen tegaknya kehannonisan sosial.

13.Pemikiran Etika Ibnu Miskawaih Dan J.J. Rousseau (Studi Perbandingan Filsafat Moral)

Sumber :

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=Pemikiran+Etika+Ibn+Miskawaih+Dan+J.J .+Rousseau+%28Studi+Perbandingan+Filsafat+Moral%29&btnG

penulis :Dra. Muhmidayeli, M. Ag jenis : jurnal

Language : Indonesia

Subject : Ilmu Agama Islam Published : 2000-05-06

Location : digilibuinsukaacid

penerbit : Yogyakarta – UIN

PEMIKIRAN ETIKA IBNU MISKAWAIH DAN J.J. ROUSSEAU (Studi Perbandingan Filsafat Moral)

(20)

moral, serta kaitan moral individu dan sosial.Studi ini selain menggunakan metode deskriptif, komperatif-kritis dan idealisasi, juga menggunakan metode heuristika dan hermeneutika.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam pemikiran etika mereka. Persamaan ide mereka dapat dilihat selain dalam metodologi dan menjadikan pemikiran metafisika sebagai landasan teori etikanya, juga dalam tujuan etika mereka yang sama-sama mengarahkan perilaku moral pada perwujudan

kebahagiaan individu.

Meskipun dengan menggunakan metode yang sama, yaitu metode analisis-sintesis, tetapi karena cara pandang mereka berbeda, maka banyak melahirkan perbedaan dalam pemikiran etikanya. Perbedaan mendasar ini terlihat dari cara mereka memandang eksistensi manusia dalam menentukan kemanusiaannya.

Kendatipun Ibn Miskawaih dan J.J. Rosseau sama-sama berkeyakinan bahwa manusia bebas menentukan perilaku moral untuk dirinya, namun teori kebebasan dalam moral yang diagungkan oleh Ibn Miskawaih dalam pemikiran etikanya selalu terbentur pada kehendak dan kekuasaan Tuhan sebagai Penguasa, sedangkan J.J. Rosseau yang berpendirian bahwa freedom adalah sesuatu daya yang telah dianugerahkan Tuhan pada manusia dan Tuhan tidak mungkin lagi menarik apa yang telah diberikanNya, karena menurutnya hal ini akan merendahkan martabat manusia dan dapat menjatuhkan kebesaran ketuhanan Tuhan itu sendiri, menjadikan teorinya tentang kebebasan dalam moral ini pun tidak menghadapi kesukaran seperti yang terjadi pada Ibn Miskawaih.

(21)

moral, sosial dan agama, serta menjadikan moral sebagai poros semua kehidupan tetap relevan untuk masa sekarang.

14.Refleksi Filsafat Moral Terhadap Masalah Diskriminasi Gender

Sumber :

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=Refleksi+Filsafat+Moral+Terhadap+Masal ah+Diskriminasi+Gender&btnG=

Penulis : Nugroho, Hastanti Widy, Dr. A. Sudiarja, Sj Jenis : artikel jurnal

Language : Indonesia

Subject : Filsafat Moral,Diskriminasi Gender Publisher : Universitas Gadjah Mada

Published : 2002

Location : Repositori UGM

REFLEKSI FILSAFAT MORAL TERHADAP MASALAH DISKRIMINASI GENDER

MasaIah diskriminasi gender, dengan banyaknya dominasi pria dan subordinasi perempuan ditemukan pada semua masyarakat tanpa mengenal batasan ruang dan waktu. Para ilmuwan seringkaIi menyebut permasalahan tersebut sebagai masalah abadi (perenid). Dan penelitian ini secara khusus berusaha mengungkap masalah diskriminasi gender yang berkaitan dengan moralitas. Muncul sejumlah pertanyaan berkaitan dengan moralitas, apakah moral berkaitan dengan perbedaan gender ?. Jika perbedaan gender berkaitian dengan moditas, norma moral manakah yang sedang berlaku? Bagaimanakah perbedaan gender berpengaruh terhadap pilihan nilai-niiai moral dalam sistem etika?

(22)

Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan, yang dilakukan Berdasarkan bahan dari buku-buku, majalah, jurnal dan internet. Kajian kepustakaan tersebut dilakukan untuk menemukan pandangan para fiisuf sepanjang sejarah keberadaan diskriminasi gender tersebut, terutama dalam kaitannya dengan moralitas, sejak Masa Yunani hingga sampai Masa Kontemporer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik dengan tahap-tahap antara lain deskrispsi, komparasi dan refleksi untuk mendapatkan pandangan holistik dan komprehensif dan pnelitian ini antara Iain membuktikan bahwa masalah moditas memang terkait persoalan gender. Terdapat tiga kelompok filsuf yang memiliki pandangan berkaitan dengan diskriminasi gendernya. Fiisuf yang berpandangan bahwa dalam tataran ideal serta pada tataran sosio-kultural hanya terdapat satu sistem moral yang tidak mengenal perbedaan jenis kelamin sama gender.

Filsuf yang berpandangan bahwa pada dataran ideal, sistem moral hanya satu yang berIaku bagi manusia secara umum. Tetapi ketika dimanifestasikan dalam kehidupan sosiai, sistem moral tersebut melahirkan nilai-nilai modalitas berbeda bagi laki -laki dan perempuan. Filsuf yang berpendapat bahwa moralitas dalam tataran ideal serta pada manifestasi kehidupan sehari-hari berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Biasa nya gender dalam moralitas terlihat pada niiai-nilai moral maskulin yang mendominasi nilai-nilai feminin dalam norma moral. Dominasi nilai-niiai maskulin teriihat pada pandangan Aristoteles, Agustinus, john iocke dan J .J.Rousseau. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dominasi nilai-niIai maskulin diakhiri dengan cara mengembangkan keadilan gender. Terdapat dua langkah yang pertama, memunculkan nilai-nilai feminin pada posisi setara dan pentingnya dengan niiai-niiai maskulin. Dalam hal ini dengan mengembangkan perasaan moral dan prinsip- prinsip etika keutamaan. Kedua, mengusahakan pengembangan moralitas androgen yaitu sistem moral yang memuat nilai feminin dan maskuiin sekaligus.

15.RESPON AGAMA-AGAMA TERHADAP SPIRITUALISME Sumber :

° https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=RESPON+AGAMA-AGAMA+TERHADAP+SPIRITUALISME&btnG=

° http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/view/473

Penulis : Ramli Nur

Judul : respon agama-agama terhadap spiritualisme

Tahun : 2013

Jenis : jurnal

(23)

RESPON AGAMA-AGAMA TERHADAP SPIRITUALISME

Spritualisme adalah aliran filsafat moral yang mengutamakan kerohanian. Sedang spritualisme dari pandangan agama ditafsirkan dengan makna yang beragam oleh banyak orang. Namun spritualitas merupakan potensi manusia yang tidak mungkin hilang dalam kondisi dan situasi apapun. Spritualitas akan terus berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia, yang berada di puncak rasionalitas, dan berada di sebuah “era” disebut globalisasi dan era postmodern.

Pada dasarnya, manusia adalah mahluk spritual karena selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan “mendasar” atau “pokok”. Mengapa saya dilahirkan? Apakah makna hidup saya? Buat apa saya melanjutkan hidup saat lelah, depresi atau merasa terkalahkan? Kata spritualitas agama berarti berkenaan dengan mental (kesadaran), perasaan, moralitas dan nilai-nilai luhur lainnya yang bersumber dari ajaran agama. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan respon agama-agama, dikhususkan pada agama Kristen dan gama Islam terhadap spritualisme.

Gerakan spritual merupakan reaksi dari dosa-dosa kapitalisme dan imperialisme serata eksploitasi terhadap lingkungan dan masyarakat.Sebuah gerakan yang memiliki visi yang berkaitan erat dengan penghayatan akan makna hidup dan penghayatan terhadap kesadaran kosmis. Kesadaran yang disebut New Age ini telah membawa penghayatan baru, bahwa “kembali kepada ke pusat” ,pada hakekatnya berkaitan dengan keperluan akan tumbuhnya kesadaran kosmis. Dalam banyak ajarannya dikatakan bahwa pusat diri manusia itu bersifat transenden, jadi ada dalam kesadaran rohani, soul consciousness. Sehingga apa yang disebut “kembali ke pusat”, adalah proses kembalinya diri kepada keadaan yang awal secara rohani yaitu yang sempurna secara spiritual, atau sebagaimana yang kutip oleh Ruslani sebuah istilah Frithjof Schuon dalam bukunya Understanding Islam, 1979, disebut sebagai man as such, manusia sebagaimana adanya, manusia yang masih berada dalam fitrah-nya .

Spiritualisme dari pandangan filsafat memberi pengertian bahwa yang hakekatnya adalah roh (immateri), bukan benda. Aliran ini dibangun oleh Plato (SM). Lawannya ialah materialisme, bahwa yang hakekat ialah materi, karena roh adalah perwujudan dari materi. Sedang spiritualisme dari pandangan agama ditafsirkan dengan makna yang beragam oleh banyak orang. Namun spiritualitas merupakan potensi kemanusiaan yang tidak mungkin hilang dalam kondisi dan situasi apapun. Spiritualitas akan terus berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia, yang berada di puncak rasionalitas, dan berada di sebuah “era” disebut globalisasi dan era postmodern.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa lalu, jika seseorang merupakan orang yang berpendidikan, maka pendidikan yang pertama diterimanya adalah dalam bidang filsafat..

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi

Mengutip apa yang dikatakan oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya adalah sama-sama berbicara dan mencari kebenaran, dan karena pengetahuan tentang kebenaran

6 Sehingga tinjauan filsafat moral menjadi penting dalam mengkaji nilai-nilai yang ada dalam kode etik gerakan pramuka dan melihat apakah kode etik gerakan pramuka sudah

Defenisi di atas merngkum dua cabang ilmu pendidikan yaitu, filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya merupakan ilmu yang mempelajari adalah

Studi-studi ini, yang Piaget dan Kohlberg adalah contoh penting, tidak termasuk dalam bidang filsafat moral atau filsafat pendidikan, tetapi mereka masuk ke dalam teori

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apa saja Etika dan nilai-nilai profesi kependidikan sebagai filsafat yang ruang lingkupnya adalah masalah nilai baik

Pertimbangan atas dasar tanggung jawab mencakup suatu unsur “aretaic”, yaitu suatupertimbangan tentang apa yang menurut moral itu baik, buruk, dapat dipertanggungjawabkan atau