• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

Dalam pembangunan poleksosbud hankam & reformasi

MAKALAH

Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pancasila Semester I Tahun Akademik 2013-2014

Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen

Akhmad Farroh Hasan, M.Si

Oleh KELOMPOK V

Agus muzakki : 13220184 Maulidah syar’iyah : 13220186 Shofiyatun darojat : 13220205 Latifatus sa’adah yasin : 13220224

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemahan-kelemahan pada teori yang telah ada, dan jikalau demikian maka ilmuan akan kembali pada asumsi-asumsi dasar serta asumsi teoritis sehingga dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan kembali mengkaji paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau dengan lain perkataan ilmu pengetahuan harus mengkaji dasar ontologis dari ilmu itu sendiri.

Dengan demikian secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas s. khun dalam bukunya yang berjudul the structure of scientific revolution ( 1970 : 49 ).

(3)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma pembangunan? 2. Apakah yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma reformasi ?

C. TUJUAN

1. menjelaskan pengertian tentang pancasila sebagai paradigm pembangunan dalam bidang poleksosbud hankam.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PARADIGMA

Istilah paradigm sebagai suatu konsep pertama kali diperkenalkan oleh Thomas khun

(1962) dalam bukunya “ the structure of scientific revolution “. Konsep ini kemudian dipopulerkan dalam teori sosial oleh Robert freidrichs (1970).

Menurut khun nampaknya dia menggunakan istilah paradigm sebagai model pengembangan ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1970 robert fridrichs merumuskan paradigm adalah sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.

Tahun 1975 george ritzer membuat pengertian paradigm adalah merupakan alat bantu bagi ilmuan dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh.

Paradigm adalah suatu jendela dimana seseorang akan menyaksikan fenomena, memahami, dan menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung didalam paradigm tersbut, baik itu konsep, asumsi, dan kategori tertentu.

(5)

1

Istilah ilmiyah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainnya. Dalam masalah yang popular ini istilah paradigm berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka piker, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, Perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam bidang pendidikan.

(6)

B. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.

Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.

Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.

Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.

(7)

a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga

b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial

c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.

Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.

Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik

Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.

(8)

Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:

• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan

ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;

• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:

~ nilai toleransi;

~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;

~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata); ~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

(9)

ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.

Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.

Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.

(10)

Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.

3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.

Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.

(11)

terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).

Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:

(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa;

(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;

(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;

(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan

kepentingan perorangan;

(12)

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).

Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.

Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

(13)

(1) adanya perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.

Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara).

Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:

(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,

(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,

(3) Persatuan Indonesia,

(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(14)

5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.

Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.

Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:

1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).

2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:

a.Bertentangga yang baik

b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama

(15)

d. Saling menasehati

e. Menghormati kebebasan beragama.

Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:

1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;

2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.

Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.

Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.

(16)

Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.

C. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI

Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan main dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik yang dihinggapi penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religious serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.

Dalam kenyataannya gerakan reformasi ini harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia yaitu dampak sosial, politik, ekonomi, terutama kemanusiaan. Para elit politik memanfaatkan gelombang reformasi ini demi meraih kekuasaan, sehingga tidak heran jikalau terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan banyak menelan korban jiwa dari anak-anak bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian ketentraman serta kesejahteraan. Tragedy yang sangat memilukan itu anatara lain peristiwa amuk masa di Jakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan, serta daerah-daerah lainnya. Bahkan terjadi pembersihan etnis ala rezim Serbiyah di Balkan terjadi di beberapa daerah antara lain di Dili, Ambon, Kalimantan barat serta beberapa daerah lainnya.

1. Esensi Reformasi

(17)

dengan cara menata ulang hal-hal yang telah menyimpang dan tidak sesuai lagi dengan kondisi dan struktur ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalm rangka pelaksanaan penyelenggaraan hidup bernegara republik Indonesia termasuk jalannya ketatanegaraan, bangsa Indonesia telah mengalami moment sejarah baru, yaitu reformasi. Tepatnya terhjadi pada sekitar tahun 1998 setelah tumbangnya pemerintahan orde baru yang sebelumnya telah berlangsung selama kurang lebih 32 tahun silang.

2. Tujuan Reformasi

Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk mencapai nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan yang menyimpang dari perjuangan dan cita-cita bangsa.

c. Melakukan perbaikan disegenap bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan.

d. Menghapus dan menghilangkan pola hidup kebiasaan bangsa yang tidak sesuai dengan reformasi.

3. Syarat-syarat Reformasi

Ketentuan atau syarat-syarat yang dapat menyatakan kondisi reformasi adalah sebagai berikut :

a. Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan dalam kehidupan ketatanegaraan, undang-undang dan hukum.

b. Penyelenggara Negara sewenang-wenang atau otoriter melalui tindakan-tindakan yang merugikan dan menekan rakyat.

c. Melemahnya kondisi ekonomi bangsa akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan. d. Perlunya langkah-langkah penyelamat kehidupan bangsa, terutama terkait hajat hidup

(18)

e. Reformasi berlandaskan kerohanian berupa falsafah Negara pancasila. 2

4. Dampak-dampak Reformasi

a. Dampak Positif

Dapat kita rasakan dampak positif reformasi dengan munculnya suasana baru yang diantara lain terdapatnya kebebasan pers, kebebasan akademis, kebebasan berorganisasi, dan hal-hal yang sebelumnya belum pernah ada seperti kebebasan pemikiran dalam memperjuangkan pembebasan tahanan politik maupun narapidana politik.

Hal ini bisa di nilai sebagai lambing dari suatu era kebebasan berpolitik di Indonesia dengan timbulnya kesadaran baru bahwa masyarakat bisa bertindak dan berbuat untuk melakukan perubahan-perubahan yang diantaranya mendobrak ketakutan berpolitik, proses pembodohan yang berlangsung kurang lebih 30 tahun. Dampak positif reformasi bagi bangsa Indonesia.

1. Masyarakat yang sebelumnya dikekang kebebasannya dalm menyampaikan aspirasi apalagi mengkritik kini dapat tersampaikan aspirasi dan kritiknya dengan bebas. 2. Derajat bangsa Indonesia semakin terangkat di mata dunia dikarenakan

keberhasilannya terlepas dari pemerintahan yang kurang demokratis. 3. Indonesia menjadi lebih terbuka pada dunia internasional.

b. Dampak Negatif

Menurut Muhammadgie reformasi 1998 memiliki dampak negatif :

1. Iklim politik tidak teratur dikarenakansalah mengartikan makna demokrasi. 2. Kebebasan menyampaikan aspirasi tidak beretika.

3. Banyak demonstrasi justru malah mengganggu kenyamanan masyarakat.

(19)

4. Meningkatnya kerusuhan di masyarakat di karenakan pemerintah masih belum mampu melaksanakan undang-undang sehingga belum dapat mengangkat kehidupan bangsa dalam berbagai aspek.

4. Hasil Reformasi

Hasil reformasi sampai saat ini masih bergulir tanpa kejelasan, tentunya hasil positif meskipun belum menyeluruh hal itu sangat dinanti-nanti.

Reformasi memang telah membawa perubahan bagi bangsa Indonesia yang berdampak kebebasan dalam menyampaikan aspirasi yang sebelumnya di kekang. Namun perlu diingat, kebebasan tersebut harus tetap mengikuti norma-norma yang berlaku, harus berguna bagi kemajuan bangsa tidak memecah belah persatuan bangsa. Reformasi harus bisa menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang demokratis, sebagaimana cita-cita reformasi itu sendiri.

3

(20)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Paradigma adalah suatu jendela dimana seseorang akan menyaksikan fenomena, memahami, dan menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung didalam paradigma tersbut, baik itu konsep, asumsi, dan kategori tertentu.

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi yang menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya :

a) bidang politik, b) bidang ekonomi, c) bidang social budaya, d) bidang hukum,

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Fiqih Syasah, Pustaka Setia, 2007. Margono (editor), Pendidikan Pancasila, Umpres, 2012.

Muhammad Takdir Ilahi, Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa, Ar-Ruzz Media, 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data serta mempertimbangkan kondisi dinamika atmosfer di wilayah Indonesia dan sekitarnya, maka hasil prakiraan sifat dan curah hujan Kalimantan

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk lain yang dibayarkan dan

Untuk mengukur tingkat akurasi dan error dari pemetaan beban trafo distribusi dengan menggunakan Self Organizing Map dilakukan dengan cara membandingkan hasil clustering masing-

Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah bahan beracun dan berbahaya semua zat kimia dan bahan lain serta jasadrenik dan virus yang

Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi 1) inovasi; 2) saluran komunikasi; 3) kurun waktu tertentu; dan 4) sistem sosial. Dalam Prima Tani inovasi

Sejak Indonesia mengambil alih hutan Jawa dari perusahaan kolonial Belanda, Bosch Wezen, Perum Perhutani mengelola hampir seluruh hutan di Jawa. Lebih dari 90 persen hutan negara

Keadaan umum wilayah pengamatan adalah Kecamatan Muara Wis merupakan salah satu kecamatan yang berada pada wilayah zona hulu Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki kelompok

Demikian permohonan ini saya buat, atas perhatian dan terkabulnya kami ucapkan terima kasih. Yogyakarta,