• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Kara pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Kara pdf"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Karakter dalam Upaya Rekonstruksi dan Reaktualisasi Patriotisme Warga Negara *)

Oleh Sarbaini FKIP UNLAM**)

Abstrak Abstrak Abstrak Abstrak Kata

KataKataKata Kunci:Kunci:Kunci:Kunci: Rekonstruksi,Rekonstruksi,Rekonstruksi,Rekonstruksi, Reaktualisasi,Reaktualisasi,Reaktualisasi,Reaktualisasi, Patriotisme,Patriotisme,Patriotisme,Patriotisme, Kesadaran,Kesadaran,Kesadaran,Kesadaran, WargaWargaWargaWarga negara,negara,negara,negara, PKn,PKn,PKn,PKn, Karakter

KarakterKarakterKarakter

Warga negara yang baik terbentuk pada sistem yang tepat dan aktif dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berbasis karakter yang mengajarkan kepada individu warga negara mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Kecendrungannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hak-hak warga negara meningkat, tanpa selaras dengan kewajiban-kewajiban warga negara. Ditenggarai salah satu indikasinya adalah merosotnya nilai patriotisme, yang merupakan perasaan cinta kepada tanah air dan bangsa, dan lebih mengaktual sebagai kewajiban ketimbang hak. Sekaitan dengan upaya menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, salah satunya adalah kewajiban untuk membela tanah air dan bangsa, yakni patriotisme, maka diperlukan upaya rekontruksi dan reaktualisasi nilai patriotisme yang mewujudkan dalam bentuk sikap kesadaran warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan layanan kepada masyarakat di berbagai tingkatan.

A. Latar Belakang

Warga negara adalah orang yang memberikan kesetiaan secara khusus terhadap pemerintah, menerima perlindungan dari pemerintah dan menikmati hak-hak tertentu. Warga negara yang efektif terletak pada sistem yang tepat dan aktif dari PKn yang mengajarkan kepada individu warga negara mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Kecendrungannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hak-hak warga negara meningkat, tanpa selaras dengan kewajiban-kewajiban warga negara. Ditenggarai salah satu indikasinya adalah merosotnya patriotisme sebagai perasaan cinta kepada tanah air dan bangsa, dan yang lebih mengaktual sebagai kewajiban ketimbang hak.

(2)

Sekaitan dengan upaya menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, salah satunya adalah kewajiban untuk membela tanah air dan bangsa, yakni patriotisme, maka diperlukan upaya rekontruksi dan reaktualisasi patriotisme yang mewujud dalam bentuk sikap kesadaran warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan layanan kepada masyarakat di berbagai tingkatan. Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas adalah apakah yang dimaksud warga negara yang baik, patriotisme dan kesadaran warga negara dalam perspektif pendidikan kewarganegaraan, dan bagaimanakah rekontruksi dan reaktualisasi patriotisme agar berkembang menjadi sikap kesadaran warga negara untuk berperanserta dalam kegiatan layanan kemasyarakatan?

C. Orang yang Baik dan Warga Negara yang Baik menurut Perspektif PKn

PKn, kapanpun dan bagaimanapun berusaha menyiapkan orang dalam negara, khususnya generasi muda guna menerima peran-peran mereka sebagai warga negara (Jack Crittenden, 2007). Secara umum tujuan yang benar dari pendidikan adalah menghasilkan warga-warga negara yang baik melalui sekolah (Eleanor Roosevelt, 1930). Berbagai hubungan-hubungan di sekolah, seperti aktivitas-aktivitas sosial, atletik, mengembangkan tim bermain, kerja sama, pemikiran dan pertimbangan terhadap orang lain adalah hal-hal yang esensial bagi warga negara yang baik.

PKn secara formal adalah pengertian yang diberikan terhadap sistem organisasi persekolahan, yang salah satu tujuannya adalah menyiapkan warga negara masa depan yang berpartisipasi dalam kehidupan publik. Dalam negara-negara demokrasi menyiapkan orang-orang baik sama seperti warga-warga negara yang baik, dan untuk pendidikan demokrasi, dalam konteks ini menekankan peranan PKn.

(3)

Kelompok kedua tidak melihat partisipasi demokratis sebagai inti, tetapi malahan melihat partisipasi demokratis sebagai satu aspek penting dari keseluruhan PKn sebagai pendidikan karakter. Inti dari misi sekolah-sekolah umum, menurut pandangan ini, adalah membentuk ciri-ciri karakter yang penting untuk perilaku individu (menjadi orang yang baik) dan untuk mengembangkan demokrasi (menjadi warga negara yang baik). Para pemimpin kelompok ini adalah praktisi pendidikan seperti Thomas Lickona, William Bennet dan Patricia White (Jack Crittenden, 2007).

D. Warga Negara yang Baik

1. Pengertian Warga Negara yang Baik

Warga negara adalah orang yang memberikan kesetiaan secara khusus terhadap pemerintah dan menerima perlindungan dari pemerintah dan menikmati hak-hak tertentu (Janowitz, 1983). Warga negara yang baik (good citizen) disebut juga sebagai warga negara yang efektif (effective citizen) yaitu seseorang yang menggunakan waktu jauh dari “pengejaran kebahagiaan-kebahagian “ mereka dalam melakukan sesuatu yang menyokong kebebasan kita dan menjaga keamanan negara (www.goodcitizen.org). Menurut Huitt (2005), warga negara yang baik adalah cara-cara berperilaku untuk diri sendiri yang sesuai dengan hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan hak-hak istimewa dari penduduk dalam lokasi suatu wilayah negara.

Sementara warga negara yang baik menurut Ryan, V (2006) adalah seseorang yang respek terhadap orang lain dan hak milik mereka, penolong dan baik budi, bersedia mendahulukan orang lain, mendengarkan pandangan orang lain, dan berpikir mengenai apa yang mereka katakan, membantu orang yang tidak dalam posisi untuk menolong diri mereka sendiri, respek terhadap lingkungan dan tidak merusak dengan berbagai cara, pekerja keras, berkelakuan baik dan menyenangkan, dan berkeinginan untuk belajar.

Dengan demikian warga negara yang baik adalah cara-cara warga negara yang berperilaku sesuai dengan hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan hak-hak istimewa dari penduduk dalam lokasi suatu wilayah negara, dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat baik berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di negaranya maupun norma-norma agama, budaya dan sosial di masyarakat.

(4)

kondisi-kondisi dan problem-problem dari masyarakat yang lebih luas adalah lebih mudah direproduksi, dihadapkan dan dipecahkan. Untuk mewujudkan hal itu, mengisyaratkan kadar yang tinggi dalam mengajar, yakni guru tidak hanya mengajarkan mata pelajaran, tetapi selalu sadar bahwa semua mata pelajaran berhubungan dengan tujuan yang lebih luas, yaitu belajar untuk hidup. Belajar menjadi warga negara yang baik adalah belajar untuk hidup dengan memaksimalkan kemampuan-kemampuan dan peluang-peluang seseorang, dan setiap mata pelajaran akan mengajar setiap anak dengan sudut pandang itu.

2. Ciri-ciri Warga Negara yang Baik

Warga negara yang baik memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat, lingkungan dan hukum. Dapat dilihat dilihat perbedaan antara warga negara yang baik dan buruk dari ciri-cirinya dalam tabel berikut (Ryan, V, 2006).

Tabel 1

Ciri-Ciri Warga Negara yang Baik dan Warga Negara yang Buruk Warga Negara yang Baik Warga Negara yang Buruk 1. Menjadi tetangga yang baik dengan peduli

terhadap orang lain 1. Melihat keluar hanya untuk diri sendiri 2. Membagi waktu dan keterampilan-keterampilan

dengan masyarakat untuk membuatnya lebih baik, lebih bersih dan lebih aman.

2. Mengotori dan menyia-nyiakan sumber-sumber

3. Melestarikan sumber-sumber dengan melaksakanakan Tiga R, yaitu Reduce (mengurangi),Re-use(Menggunakan kembali) dan Recyle(Mendaurulang)

3. Menyerahkan semua persoalan-persoalan politik ada seseorang yang disebut “ahli”

4. Tetap memberitahukan terhadap isu-isu dan menyuarakan pendapatmu melalui pemungutan suara.

5. Menjalankan peran positif sebagai model kewarganegaraan dengan :

a) Memperlihatkan kepedulian terhadap keberhasilan dan keamanan orang lain

b) Menggunakan bahasa yang tidak mengadili yang tidak menyakitkan atau merendahkan. c) Melakukan sesuatu yang benar, khususnya

ketika dalam keadaan sulit

d) Melakukan sesuatu yang benar, bahkan ketika tidak ada seorangpun yang melihat.

e) Bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan kamu.

f) Bercermin pada bagaimana tindakan-tindakan kamu mempengaruhi kesejahteraan orang lain.

(5)

Manusia di jaman dahulu untuk hidup, mereka mematuhi hukum-hukum dan pola-pola yang telah ditentukan oleh masyarakat, tetapi mengikuti pola-pola seperti itu tidak membuat seseorang pasti menjadi warga-warga negara yang baik. Untuk menjadi warga negara yang baik, maka orang hendaknya menjadi orang baik. Maksudnya seseorang memiliki secara penuh nilai-nilai, prinsip-prinsip, etika-etika, dan lain-lain. (www.elsbee.com).

Satu aspek penting untuk menjadi warga negara yang baik adalah membantu orang di lingkungan sekitar, bahwa orang selalu membutuhkan pertolongan. Pekerjaan sebagai warga negara yang baik adalah untuk menolong berbagai macam orang. Ketika membicarakan tentang orang yang membutuhkan pertolongan, tidak hanya membicarakan tentang seseorang yang miskin, tetapi juga wanita hamil yang tidak dapat membawa bungkusan berat, atau orng tua yang tidak dapat menyeberang jalan. Aspek penting lain yang perlu diingat untuk menjadi warga negara yang baik adalah partisipasi aktif dalam masyarakat. Sebenarnya banyak cara-cara yang dapat dikerjakan, seperti ketika pemilihan umum datang untuk pemberian suara, kita berada di dalam barisan yang siap memberikan suara. Ketika bersama para tetangga untuk memutuskan tentang pemeliharaan jalan-jalan, kita berada di sana untuk memberikan pandangan.

Rekomendasi terakhir untuk menjadi warga negara yang baik adalah respek terhadap orang yang hidup di lingkungan sekitar. Harus diingat bahwa kita mempunyai hak-hak, mereka mempunyai hak-hak juga. Respek adalah satu basis yang sangat penting ketika hidup dalam masyarakat. Kita semua memiliki kebebasan, tetapi itu terbatas pada aspek-aspek tertentu. Kita tidak dapat mempertimbangkan pembunuh atau pencuri warga-warga negara yang baik seperti mereka melanggar batasan itu. Nilai-nilai sebaiknya ditanamkan kepada orang seperti mereka tumbuh dewasa, adalah bentuk informasi yang akan membangun mereka untuk menjadi warga-warga negara yang baik.

E. Patriotisme

1. Pengertian Patriotisme

(6)

bersifat analisis dalam menyelidiki hal terbaik yang dapat dilakukan untuk negaranya (http://en.wikipedia. org). Dalam abad ke 18 Masa Pencerahan, gagasan patriotisme berlanjut dengan pemisahan dari nasionalisme. Malahan patriotisme diartikan sebagai kesetiaan kepada kemanusiaan dan kemurahan hati. Banyak gagasan kontemporer terhadap patriotisme pada abad ke 19 dipengaruhi oleh nasionalisme, sehingga selama abad ke 19, “keberadaan patriotik” menjadi makin meningkat melekat dengan nasionalisme, dan bahkan dengan jingoisme. Namun demikian, beberapa gagasan dari patriotisme kontemporer menolak nasionalisme lebih baik dari versi yang lebih klasik untuk cita-cita patriotisme yang memasukkan tanggung jawab sosial.

Patriotisme adalah sikap berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme berasal dari kata "patriot" dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau "heroism" dan "patriotism" dalam bahasa Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga (http://id.wikipedia.org). Staub (1997) menyatakan patriotisme sebagai sebuah keterikatan (attachment) seseorang pada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik, dan sebagainya). Keterikatan ini meliputi kerelaan seseorang dalam mengidentifikasikan dirinya pada suatu kelompok sosial (attachment) untuk selanjutnya menjadi loyal. Patriotisme lebih berbicara tentang cinta dan loyalitas.

Yanovsky (2003:2) mengemukakan bahwa patriotisme adalah sistem nilai-nilai dari kehidupan moral, menyatakan respek ide-ide dari keadilan sosial, kebebasan dan kehidupan nyata dari orang. Ini adalah perasaan yang dalam dari cinta terhadap tanah air, kejujuran melayani keluarga dan negara, cinta terhadap bahasa ibu, kebudayaan, dan menghargai kebudayaan-kebudayaan lain. Kovaleva (2008) menambahkan bahwa patriotisme berarti partisipasi yang dalam, dan kesetiaan kepada komunitas; berarti komitmen dan kesiapan untuk melayani publik dan institusi-institusi dari publik.

2. Dimensi Patriotisme

(7)

dalam dua bagian yakni blind dan constructive patriotism (patriotisme buta dan patriotisme konstruktif). Sementara Bar-Tal (1997) menyisipkanconventional patriotismdi antaranya.

Patriotisme buta didefinisikan sebagai sebuah kerikatan kepada negara dengan ciri khas tidak mempertanyakan segala sesuatu, loyal dan tidak toleran terhadap kritik (Staub: 1997). Ciri khas patriotisme buta adalah menuntut tidak adanya evaluasi positif dan tidak toleran terhadap kritik, seperti pernyataan yang sangat populer: "Right or wrong is my country!". Pernyataan ini tanpa perlu dipertanyakan lagi memberikan implikasi bahwa apapun yang dilakukan kelompok (bangsa) saya, haruslah didukung sepenuhnya, terlepas dari benar atau salah. Hal ini telah disadari Bar-Tal sebagai pemicu awal totalitarisme atau chauvinisme. Sementara sejarah telah mencatat konsekuensi buruk yang dihasilkan, sebut saja Nazi-Jerman, Mussolini-Itali. Pembantaian orang tak berdosa, namun berseberangan dengan pandangan politik pemimpin menjadi legal atas nama patriotisme, nasionalisme pun ikut diseret di dalamnya sehingga bangsa lain pun bisa menjadi sasaran. Staub juga menyatakan bahwa blind patriotism tidak saja berakibat buruk bagi kelompok luar, namun juga membahayakan kelompoknya sendiri. Tidak adanya kritik maupun evaluasi sama saja dengan membiarkan kelompok berjalan tanpa peta, hingga bisa terpeleset dan masuk jurang.

(8)

Patriotisme sebagai sayang dan cinta pada satu negara, mengarah kepada berbagai bentuk keyakinan dan perilaku. Sementara patriotisme dapat menghasilkan penampilan yang mempertinggi nilai moral bagi negara-nasional, ia juga dapat mempersempit pikiran berupa kebencian terhadap barang atau orang asing (minded-xenophobia), atau menyumbang secara luas terhadap saling ketergantungan terhadap masyarakat dunia. Bentuk dan muatan yang “terbaru” dari patriotisme dikehendaki berkontribusi terhadap tujuan-tujuan nasional dan dunia yang lebih teratur (Janowitz.1983).

F. Kesadaran Warga Negara

Kesadaran warga negara (civic consciousness) adalah perasaan kasih sayang atau cinta yang positif dan penuh makna dari seseorang yang berkembang terhadap negaranya (Janowitz, 1983). Sementara dukungan komitmen yang kuat adalah bukan tanpa komponen oto-kritik. Oleh karena itu kesadaran warga negara dilihat sebagai versi oto-kritik terhadap patriotisme. Kesadaran warga negara melibatkan elemen substansial dari penalaran, sama seperti komitmen pribadi, dan berkembang dari refleksi, pengalaman pragmatis dan kepemimpinan politik demokratis yang efektif. Dengan demikian PKn hendaknya melibatkan penyampaian bingkai-bingkai alternatif berupa referensi yang membantu para siswa dalam mengembangkan pemahaman terhadap realitas-realitas sosial dan politik.

Kesadaran warga negara dalam perspektif Islam, dapat dilihat dari hadist bahwa Rasulullah mengatakan bahwa tingkat iman yang paling rendah adalah membuang rintangan dari jalan. Rasulullah mengatakan sendiri jalan yang terbuka lebar bagi para warga untuk bekerja ke arah perbaikan masyarakat dan sekitar mereka adalah kata lain untuk mengembangkan kesadaran warga negara (Rafiudeen, 2009). Kesadaran seperti yang ditunjukkan hadist itu menunjukkan demi menjamin orang-orang yang hidup adalah dibuat mudah, dan mereka tidak mengalami kesulitan-kesulitan, dengan implikasi, bahwa upaya-upaya yang dilakukan adalah untuk kenyaman dan keamanan mereka.

(9)

secara aktif meringankan nasib mereka, mengakui bahwa setiap orang mempunyai hak untuk bebas, kualitas pendidikan dan kesehatan yang memadai, untuk mengakui hak setiap orang untuk bermartabat melalui pekerjaan dan perumahan yang layak, dan untuk berjuang untuk ekonomi yang menjamin kesejahteraan engarayang menguntungkan bagi seluruh penduduk.

Tingkat kesadaran warga negara yang lain, dan sering di bawah radar adalah menjadi penting dan menanyakan terhadap tipe dari informasi yang diterima. Media, para aktivis dari semua jenis dan semua politisi yang mempunyai agenda-agenda sendiri dalam jenis informasi yang mereka tempatkan dan dalam perangkat tipe-tipe debat yang mereka inginkan publik terlibat di dalamnya.Saat-saat itu dilakukan dengan maksud-maksud yang baik dan mencari perhatian publik terhadap problem-problem nyata yang dihadapi negara. Tetapi sering mereka sungguh manipulatif dan mencoba secara langsung menjauhkan publik dari problem-problem itu, atau mereka membungkusnya dengan kepentingan khusus yang mereka nyatakan dalam bentuk gambaran yang lebih luas. Warga negara yang kritis menerima informasi secara tidak diskriminasi, tetapi melihat isu-isu secara individual dan memutuskannya berdasarkan keuntungan-keuntungan mereka sendiri.

G. Rekontruksi dan Reaktualisasi Patriotisme

Pengertian patriotisme berbasis tradisional yang masih dianut oleh beberapa kalangan hendaknya direkontruksi kepada pengertian patriotisme yang lebih sesuai dengan kebutuhan era milineum, yaitu dalam dunia yang saling ketergantungan dan menghendaki kerjasama saling menguntungkan, serta prioritas problem yang dihadapi oleh negara di mana warga negara itu berada.

Patriotisme dalam pengertian tradisional menurut Janowitz (1983) adalah perasan cinta dan sayang kepada negara, mengarah kepada berbagai bentuk keyakinan dan perilaku, selain dapat menghasilkan penampilan yang mempertinggi nilai bagi bagi negara, juga dapat mempersempit pikiran berupa kebencian terhadap barang atau orang asing (minded-xenophobia). Dilihat dari dimensi patriotisme, aspek negatif dari pengertian tradisional patriotisme dapat kiranya dikaitkan dengan patriotisme buta (blind patriotism), yaitu sebuah kerikatan kepada negara dengan ciri khas tidak mempertanyakan segala sesuatu, loyal dan tidak toleran terhadap kritik (Staub: 1997).

(10)

kewarganegaraan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam bentuk dan muatan yang “terbaru” secara luas luas terhadap tujuan-tujuan nasional dan dunia yang saling ketergantungan dan yang lebih teratur, sehingga memunculkan pengertian patriotisme ke dalam bentuk kesadaran warga negara sebagai bentuk kewajiban dari warga negara untuk ikut serta dalam kegiatan layanan-layanan nasional, baik dalam dimensi sipil maupun militer. Bagi Janowitz (1983) kesadaran warga negara (civic consciousness) adalah perasaan kasih sayang atau cinta yang positif dan penuh dengan arti dari seseorang yang berkembang terhadap negaranya. Kesadaran warga negara dilihat sebagai versi oto-kritik terhadap patriotisme.

Bar-ta mempopulerkan patriotisme yang semestinya lebih patut, yaitu constructive patriotism sebagai reaksi terhadap blind-patriotism, karena berbagai dimensi negatif dari blind-patriotism, dan serupa pada pengertian tradisional. Patriotisme konstruktif adalah sebuah keterikatan kepada bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya kritik dan pertanyaan dari anggotanya terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan, sehingga diperoleh suatu perubahan positif guna mencapai kesejahteraan bersama. (Schatz, Staub, Lavine,1999). Sementara patriotisme konstruktif juga tetap menuntut kesetiaan dan kecintaan anggota (rakyat) dan kelompoknya (bangsa), namun tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.

Rekonstruksi pengertian patriotisme demikian, menghendaki bahwa perasaan kasih sayang atau cinta dan penuh dengan arti, tidak hanya berbasis nilai-nilai religi, spiritual dan moral, tetapi juga ditumbuh-kembangkan dan ditujukan kepada perbaikan kualitas individu, masyarakat, negara dan umat manusia serta nilai-nilai kemanusiaan. Dengan rekontruksi pengertian patriotisme demikian menghendaki pula reaktualisasi dari tindakan patriotisme. Aktualisasi tindakan patroitisme tidak lagi hanya diwujudkan dalam bentuk mencintai produk dalam negeri, reaksi emosional terhadap bangsa lain yang dianggap mencuri sesuatu dari negara kita, atau siap berperang dengan negara lain, dalam membantu bangsa, warga negara lain yang dizalimi, atau dengan kata lain siap “berperang” dalam bentuk dan dalam kadar apapun dengan bangsa atau negara lain.

(11)

dalam bentuk peduli dan melakukan tindakan bekerja ke arah perbaikan masyarakat, terhadap isu-isu nasional seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan, perumahan dan ekonomi, dan kritis terhadap serbuan informasi yang bersifat melumpuhkan patriotisme dan kesadaran warga negara, dan berpartisipasi aktif, baik merintis, menjadi sponsor dan penggerak untuk melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang insindental, mendesak dan darurat dalam bentuk layanan-layanan kemasyarakatan.

H. Kesadaran Warga Negara Berperanserta dalam Kegiatan Layanan-Layanan Kemasyarakatan sebagai Aktualisasi Patriotisme melalui kegiatan Belajar Melayani (Service Learning) dalam PKn Berbasis Karakter

Dalam PKn terdapat beragam pendekatan, salah satunya satunya adalah pendekatan belajar melayani (service learning approach). Pendekatan belajar melayani merupakan wahana sekaligus peluang bagi PKn untuk menumbuhkembangkan kesadaran warga negara bagi siswa untuk berperanserta dalam kegiatan layanan-layanan kemasyarakatan sebagai aktualisasi patriotisme. Sebagaimana dikatakan oleh Elyer, Giles dan Braxton, (1997), pelayanan dipadukan dengan belajar mempunyai nilai tambah dan mentranformasikan keduanya. Jadi pelaksanaan pendekatan service learning adalah mempunyai nilai tambah untuk PKn, terutama patriotisme dan menstranformasikan nilai-nilainya ke dalam bentuk praktek-praktek kewarganegaraan yang patriotisme (patriotism citizenhsip). Selanjutnya Michigan Learn and Serve Study, Meyer, Hofschire, and Billing, 2004), mengemukakan bahwa belajar melayani adalah teknik pendidikan yang terbukti telah memfasilitasi pertumbuhan akademis, kematangan sosial, berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi dan keterampilan-keterampilan kepemimpinan.

(12)

mempromosikan tidak hanya pentingnya pengetahuan dalam kelas, juga penting bagi PKn dan masyarakat dilibatkan dengan baik melalui belajar melayani (service leaning).

Beberapa kegiatan yang dilakukan melalui belajar melayani antara lain pengembangan masyarakat miskin pedesaan, penduduk miskin di pemukiman kumuh perkotaan, penduduk buta huruf di desa nelayan, pertolongan kepada masyarakat yang mengalami bencana alam, peningkatan kemampuan membaca dalam mata pelajaran bahasa, kemampuan pemahaman dalam matetimatika, atau memecahkan maupun memenuhi kebutuhan masyarakat,seperti tuna wisma, kelaparan, buta huruf, perusakan lingkungan, bencana penyakit, kejahatan, kekerasan rumah tangga, perilaku antisosial pararemaja. Selain itu terdapat beberapa dari kegiatan belajar pelayanan, baik untuk SD, SMP maupun SMA, misalnya :

1. Mentor dan tutor dari teman sebaya ke teman sebaya; satu minggu siswa-siswa lebih tua berhadapan satu demi satu para siswa yang lebih muda untuk membantu mereka dengan membaca, menulis, matematika, dan mata-mata pelajaran yang lain.

2. Para siswa mewawancarai para warga negara tua tentang sejarah masyarakat mereka dan tentang kehidupan mereka. Para siswa kemudian membuatnya ke dalam desain yang bagus, baik dalam bentuk buku, video atau rekaman suara mengenai sejarah yang telah disampaikan oleh para warga negara itu, yang berikutnya dapat membagikan kepada anak-anak dan cucu mereka dan melalui keluarga-keluarga mereka.

3. Menguji air yang diminum masyarakat melalui laboratorium universitas lokal atau laboratorium kesehatan dan meneliti cara-cara meningkatkan kualitas air. Menjaga catatan tahunan dari hasil-hasil pengujian itu dan membandingkan hasil-hasilnya dari tahun yang lalu dengan tahun-tahun sekarang untuk mengevaluasi perubahan dalam kualitas air. Siswa melaporkan temuan-temuan mereka pada media lokal.

4. Berperanserta dalam penumpulan dana solidaritas pada aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya dalam kasus Prita.

(13)

I. Simpulan

1. Warga negara yang baik memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap negara, bangsa, masyarakat, lingkungan dan hukum.

2. Pengertian dan dimensi patriotisme mempunyai ciri sebagai bentukan dari nilai-nilai spiritual dan moral, melayani terhadap tanah air dan umat manusia, inti perasaan terhadap ketaatan terhadap tugas-tugas publik. Aktualisasi patriotisme lebih mengarah kepada perilaku kesadaran warga negara dalam bentuk peduli dan melakukan tindakan bekerja ke arah perbaikan masyarakat dan terhadap isu-isu nasional.

3. Kesadaran warga negara (civic consciousness) adalah perasaan kasih sayang atau cinta yang positif dan penuh dengan arti dari seseorang yang berkembang terhadap negaranya. 4. Rekonstruksi patriotisme menghendaki bahwa perasaan kasih sayang atau cinta dan

penuh dengan arti, tidak hanya berbasis nilai-nilai religi, spiritual dan moral, tetapi juga ditumbuh-kembangkan dan ditujukan kepada perbaikan kualitas individu, masyarakat, negara dan umat manusia serta nilai-nilai kemanusiaan.

5. PKn berbasis karakter tidak hanya berhubungan dengan aspek politik saja, tetapi merambah lahan ke bidang yang lebih luas, sebagai implementasi dari kewajiban warga negara, baik sebagai sukarelawan militer, sukarelawan sipil dalam kegiatan pelayanan nasional maupun bidang kehidupan lainnya dengan tetap berbasis sebagai orang yang baik dan warga negara yang baik.

6. Pendekatan belajar melayani (service learning approach) merupakan wahana sekaligus peluang bagi PKn berbasis karakter untuk menumbuhkembangkan hak kesadaran warga negara bagi peserta didik untuk berperanserta dalam kegiatan layanan-layanan kemasyarakatan sebagai aktualisasi patriotisme.

J. Sumber Rujukan

(14)

Conrad, Dan, and Diane Hedin.(1991). "School Based Community Service: What We Know From Research and Theory". Phi Delta Kappan 72 (June 1991)

Crittenden, Jack. (2007). Civic Education. www.plato.stanford.edu. 27 Desember 2009.

Hersh, R.H, Miller, J.P, and Fielding, G.D. (1980). Model of Moral Education: an Appraisal. New York: Longman.Inc

Huitt. William. (2005). Good Citizenship. www.teach.valdosta.edu. 20 Desember 2009

Janowitz, Morris. (1983). The Reconstruction of Patriotism: Education for Civic Consciousness. Chicago: The University of Chicago Press.

Kovaleva, Marina. (2008). Patriotism and Citizenship as Values of Civil Society’s Formation in Modern Russia. Middlesex University Papers in Education & Lifelong Learning. Vol.2, No.1, 2008. p63-74.

Niemi, Richard G and Chapman, Chris, (1999). The Civic Development of Ninth Through Twelfth Grade Students in The United States. Washington, DC: U.S. Department of Education, 1999.

Rafiudeen, Auwais.(2009). Civic Consciousness and the Muslim. www.ipsauniversity.com. 21 Desember 2009.

Roosevelt, Eleanor. (1930). Good Citizenship: The Purpose of Education. Pictorial Review, April 1930: 4, 94,97

Ryan, V. (2006). What is Good Citizen. www.technologystudent.com. 22 Desember 2009.

Schatz,R.T; Staub,E.; Lavine,H. (1999) On the Varieties of National Attachment Constructive Patriotism. Artikel.Journal of Political Psychology,vol 20 no.1,1999

Staub, E. And Schatz, R.T.(1997). Manifestations of Blind and Constructive Patriotism: Personality Correlates and Individual-group Relations. Dalam Bar-Tal, Daniel & Staub, Ervin (ed) Patriotism-in the lives of individuals and nations. Chicago; Nelson - Hall Publisher.

Yanovsky, R.G.(2003). Culture of Patrioitism in the Conditions of Globalization. Safety of Eurasia. Vol.4. October-December, p75-103

www.goodcitizen.org 11 Desember 2009

www.elsbee.com. 15 Desember 2009

(15)

Gambar

Tabel 1Ciri-Ciri Warga Negara yang Baik dan Warga Negara yang Buruk

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen tetap produk perusahaan, maka member yang berada pada level pertama, kedua dan seterusnya akan

Seluruh petugas Rumah Sakit yang melayani pasien dan tenaga khusus promosi kesehatan.. Kapan menurut saudara saat yang tepat dalam melaksanakan

Sebagai contoh, tanggal revisi yang tidak terulis dalam halaman dari dokumen laboratorium (ketidaksesuaian dalam pengendalian dokumen) dapat dipandang sama dengan hasil outlier

Upaya-upaya yang dilakukan pendidik untuk mengatasi permasalahan dalam penyusunan perangkat pembelajaran yaitu mencari informasi dari internet, melakukan diskusi dengan rekan

2019, Ketua Tim Peneliti, “Inovasi Teknologi Digital Kultur Berbasis Web sebagai Aplikasi Penyelenggaraan Festival Budaya”, Program Penelitian, Pengabdian Kepada

6.1.4 Tambahkan pada contoh tanah yang lolos ayakan 4,75 mm (No.4) air secukupnyasehingga kadar air campuran tanah-semen total yang diuraikan sesuai6.1.2mencapai kadar air optimum

Sudah banyak kajian-kajian dijalankan untuk dipegang hasilnya demi kebaikan dalam kehidupan. Oleh itu berdasarkan kepada latar belakang masalah, pengkaji ingin mengkaji apakah

Proses pengujian TOTAL PLATE COUNT (TPC) di PT.Sorini Agro Asia Corporindo – CARGILL Incorporated dibagi menjadi dua SWAB test, yaitu sampling SWAB test basah dan sampling SWAB