I
KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN KEFAKIRAN
Tesis
Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana
Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar
Magister Agama Islam
Oleh :
Mufti
02.2.00.1.05.01.0048
PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
II
KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN KEFAKIRAN
Tesis
Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana
Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar
Magister Agama Islam
Oleh :
Mufti
02.2.00.1.05.01.0048
Pembimbing:
Dr. Ahzami Sami'un Jazuli
Dr. Abdul Khair
PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
III
KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN KEFAKIRAN
Tesis
Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana
Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar
Magister Agama Islam
Oleh :
Mufti
02.2.00.1.05.01.0048
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ahzami Sami'un Jazuli Dr. Abdul Khair
PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
IV
PERSETUJUAN TIM PENGUJI
Tesis dengan hudul : " KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN
KEFAKIRAN " yang ditulis oleh saudara Mufti NIM: 02.2.00.1.05.01.0048 telaqh
diperbaiki sesuai dengan permintaan tim penguji sidang Munaqasyah tesis yang
dilaksanakan pada tanggal : 27, Desember, 2005
Tim penguji
Penguji I Penguji II
( Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA ) ( DR. Abbas Ghazali)
Pembimbing I Pembimbing II
V
ُ
َ
ِ
ِ
ِ
َ
َ
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
A. KONSONAN
ﺀ
= ' / A
ﺏ
= B
ﺕ
= T
ﺕ
=Ts
ﺝ
= J
ﺡ
= h
ﺥ
= Kh
ﺩ
= D
ﺫ
= Dz
ﺭ
= R
ﺯ
= Z
ﺱ
= S
ﺵ
= Sy
ﺹ
= Sh
ﺽ
= Dh
ﻁ
= Th
ﻅ
= Zh
ﻉ
= ' / '
ﻍ
= Gh
ﻑ
= F
ﻕ
= Q
ﻙ
= K
ﻝ
= L
ﻡ
= M
ﻥ
= N
ﻭ
= W
ﻩ
= H
ﻱ
= Y
ﺓ
= Ah
B. VOKAL PENDEK C. VOKAL PANJANG
______ = A ا ______ = À
______ = I ي ______ = î
______ = U و ______ = û
D. DI POTONG E. PEMBAURAN
ﻮــ = Au
ﻝ
ﺍ = Alﻰــ = Ai
ﺶﻟﺍ
= Al-Syلاو
= Wa alVI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesabaran dan keteguhan hati sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini tanpa halangan yang berarti. Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wassalam sebagai contoh suri
tauladan yang baik dalam setiap aspek kehidupan
Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini, di
antaranya:
1. Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada para
Peserta Program Pasca Sarjana untuk menyelesaikan studinya dengan
baik.
2. Bapak Prof. Dr. H. Said Agil Husain Al-Munawwar, MA. Sebagai
Direktur Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
dengan ketekunannya membimbing serta mengarahkan para mahasiswa
selama berlangsung program ini.
3. Bapak Dr. Ahzami Sami'un Jazuli, MA. Dan Bapak Dr. Abdul Khair.
Keduanya sebagai pembimbing pertama dan pembimbing kedua sekaligus
dosen pada Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
segala nasehat dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis, terutama
VII
4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan
wawasan pengetahuan sehingga penulis dapat memperoleh secercah sinat
ilmu dari para bapak-bapak dan ibu-ibu dosen.
5. Kedua Orang Tua penulis Bapak H. Sanadi dan Ibu Hj. Fatimah Zahra,
dengan cucuran keringatnya telah mendidik, membesarkan penulis dengan
penuh cinta dan kasih sayang. Penulis hanya bisa membalasnya dengan
ucapan terima kasih yang tulus serta panjatan do'a " Ya Allah, Ampunilah
segala dosa hamba-Mu ini, serta Ampunilah segala disa kedua Orang Tua
hamba-Mu ini dan sayangilah keduanya sebagaimana keduanya telah
menyayangi hamba-Mu ini di waktu kecil", Amin.
6. Seluruh handai taulan dan adik-adik penulis terutama Ubaidillah,
Muzayyanah, Fahrurrozi, Masyitoh, Nurul Alim, dan Muhammad Ali
Shalahuddin al-Ayyubi yang telah membantu serta mendo'akan untuk
keberhasilan penulis demi rampungnya tesis ini.
Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu
persatu, semoga karya tulis ini dapat bergunas bagi kita semua, dan penulis do'akan
semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang
berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Amin.
Jakarta; 01, Februari, 2006
Penulis
VIII
DAFTAR ISI
Halaman Cover ... I
Halaman Judul ... II
Persetujuan Pembimbing... III
Persetujuan Tim Penguji ... IV
Pedoman Translitasi Arab Latin ... V
Kata Pengantar... VI
Daftar Isi...VIII
Bab I Pendahuluan ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 8
1- Identifikasi Masalah ... 8
2- Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
D. Kajian kepustakaan ... 10
E. Metodologi Penelitian... 11
1- Sumber Penelitian... 11
2- Metode Penelitian ... 13
3- Metode Pembahasan... 14
F. Sistematika Penyusunan ... 16
Bab II Pengertian Faqr dan terma lain yang berkaitan dengannya ... 21
IX
1- Tinjauan Bahasa ... 21
2- Tinjauan Istilah ... 22
3- Rumus Kefakiran... 25
4- Macam-Macam Kefakiran ... 27
5- Bentuk Pengungkapan kata al-Faqr dalam al-Qur'an... 29
6- Tinjauan Bahasa ... 30
B. Persepsi al-Qur'an terhadap kefaqiran ... 31
1- Al-Qur'an menolak persepsi yang menyakralkan kefakiran ... 31
2- Bahaya-bahaya kefakiran ... 37
a. Bahaya kefakiran terhadap Aqidah ... 37
b. Bahaya kefakiran terhadap Akhlak dan Tingkah Laku... 38
c. Bahaya kefakiran terhadap Keluarga ... 40
d. Bahaya kefakiran terhadap Kemasyarakatan ... 42
e. Bahaya kefakiran terhadap Negara... 44
Bab III Program-Program Al-Qur'ân dalam Mengatasi Kefakiran ... 46
A. Terhadap individu ... 46
1. Umum ( kaya dan fakir ) : bekerja... 46
2. Orang Kaya ... 53
a) Tanggung jawab social dari kaum kerabat yang kaya... 53
b) Shodaqoh... 57
a) Wajib ( zakat )... 57
X
2. Zakat dan pajak... 61
3. Zakat diantara kapitalisme dan sosialisme... 65
4. Zakat produksi dan konsumsi ... 66
5. Makna zakat bagi manusia modern ... 68
6. Ancaman bagi penghindar zakat ... 69
b) Sunnah ... 71
1. Perumpamaan orang yang bersedekah dalam al-Qur'an. ... 71
a. Perumpamaan al-Qur'an terhadap mukmin yang bersedekah 74 b. Perumpamaan al-Qur'an terhadap kafir yang bersedekah ... 74
2. Syarat-syarat bersedekah ... 78
a. Tidak disertai riya' dan niat untuk pamer diri... 79
b. Tidak disertai cercaan dan hinaan ... 81
c. Ikhlas karena Allah Ta'ala ... 83
3. Kriteria barang yang disedekahkan ... 86
a. Barang yang paling disukai ... 86
b. Barang yang baik... 88
c. Tidak berlebih-lebihan ... 90
4. Batasan bersedekah ... 93
B. Terhadap Masyarakat; pemenuhan terhadap hak-hak wajib selain zakat ... 96
1. Hak bertetangga ... 98
XI
3. Melanggar sumpah...103
4. Kifarat sumpah dzihar ...106
5. Kifarat bersenggama pada siang hari di Bulan Ramadhan...109
6. Fidyah kakek-nenek dan orang sakit yang tidak dimungkinkan kesembuhannya...114
7. Al-Hadyu (qurban sembelihan di musim Haji)...117
C. Terhadap Negara...119
1. Harta kekayaan yang terlihat ...119
2. Harta kekayaan yang tidak terlihat ...128
Bab IV Konsekuensi-Konsekuensi Pengentasan Kemiskinan...134
A. Ada aturan Islam dan serta Masyarakat Islam ...134
B. Totalitas...141
1- terhadap individu...141
2- terhadap Negara...145
C. Menjaga Kehormatan orang faqir...147
D. Kemandirian...150
Bab V Penutup ...155
A. Kesimpulan...155
B. Saran-Saran...158
١
ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ
ﻦﲪﺮﻟﺍ
ﷲﺍ
ﻢﺴﺑ
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang.
Dunia nampak semakin tua dengan beban yang semakin berat. Ditambah
lagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang luar biasa
telah mengantar kehidupan manusia pada kemajuan fisik yang semakin canggih.
Ke ad aan sep e rti itu te lah men imb u lkan d amp ak p o s itif d an n eg atif
b eru p a ketimp an gan d alam k eh id u p an man u sia d en gan alamn ya,
s eh in gga d u n ia saat in i b erad a d alam k ead aaan krisis d an
me mp rih atin k an .
Berb agai tragedi dan masalah yang memb ahayakan keh idu pan
manusia seperti bencana kelaparan dan kekeringan yang merupakan salah
satu simbo l kemiskinan dan kefakiran di jagat ini telah di coba untuk
d irenun gkan d an kemu dian dicoba pemecahann ya dituangkan dalam sebuah
karya ilmiyah ini.
Al-Faqr (kefakiran) dan kemiskinan adalah dua kata yang saling
berdekatan maknanya sedekat itu pula dengan realita kehidupan umat
manusia di muka bumi ini. Pemandangan tersebut sering terlihat pada
negara-negara dunia ketiga, negara-negara yang selalu terimage dengan segala bentuk
٢
Di berbagai belahan bumi, sekarang ini terdapat sekurang-kurangnya satu
milyar penduduk yang hidup dalam kondisi yang tidak layak (kemiskinan dan
kefakiran serta kepapaan), kurang sandang, kurang makan, dan kurang papan. Dari
satu milyar penduduk itu, menurut Bank Dunia, 560 sampai 600 juta di antaranya
adalah "gelandangan"1. Mereka hidup di 44 negara miskin di dunia yang hanya
bernaung di bawah kolong jembatan di emper-emper gedung bertingkat, terminal,
pinggir rel kereta api atau gubuk-gubuk kumuh.
Gelandangan adalah fenomena sosial daerah perkotaan di hampir seluruh
dunia. Gelandangan mempunyai dimensi sosial dan psikologis di samping ekonomi.
Secara konseptual, gelandangan ialah lapisan sosial, ekonomi, dan budaya paling
bawah dalam stratifikasi masyarakat kota.
Kemiskinan, dan kepapaan itu tidak mengenakkan. Adapun jika seseorang
melihat jumlah musuh yang sangat banyak adalah hal yang menakutkan, namun
kemiskinan adalah suatu hal yang lebih sangat menakutkan dan mengerikan. Sebab
kefakiran adalah kematian yang terbesar2 sebelum kematian itu sendiri.
Statistik angka di atas menghadirkan sebuah gambaran perbandingan yang
sangat kontras antara the have dan the haven't dilihat dari sisi kuantitas, sebuah
perbandingan yang menyakitkan bahkan sangat memilukan, mengingat bahwa bumi
1
Hemb in g Wija ya Kusu ma, S e la m a tka n M a n u sia d a ri Ke b in a s a a n , ( Ja kar ta : P us ta ka Kar tini, thn . 1 9 9 1 M), h al: 3 9 6 .
2. Geo rg e J or dac , S u a r a K ea d ila n ; S o so k A g u n g A li b in A b i T h a lib , ( Ja kar ta ,
٣
yang di diami oleh manusia sebenarnya sangat kaya dengan segala macam sumber
dayanya untuk mencukupi kebutuhan para penumpangnya berapapun jumlahnya.
Namun ternyata yang terjadi adalah potret kebalikan, sebuah potret
kesenjangan. Dibelahan bumi lain tergambar kemakmuran yang menyertai para
penghuninya namun di belahan bumi yang lain tergambar sebaliknya, tergambar
sebuah potret kemiskinan.
Terbesit sebuah pertanyaan dari hal tersebut, mengenai kebenaran tentang
ketidak-mampuan bumi ini yang dianggap sudah tidak cukup lagi untuk menopang
hajat kehidupan para penumpangnya khususnya manusia. Atau seharusnya bukan itu
bentuk pertanyaannya, karena sudah terbukti dari awal penciptaan bumi berbarengan
dengan kehidupan para makhluk penghuninya itu sangat mampu untuk terpenuhi, tapi
realita malah menyuguhkan fenomena kebalikannya. Atau mungkin sebenarnya
karena faktor alam itu sendiri yang memang sudah tidak mampu mencukupi lagi,
atau mungkin sebetulnya dari sebab faktor makhluk penghuninya itu sendiri, terutama
manusia dengan segala keinginannya (kalau boleh disebut ketamakan).
Mengomentari hal tersebut, bagi kaum muslimin tentu pernah mendengar
apalagi bagi yang sering membaca ayat-ayat suci al-Qur'ân akan menemukan firman
Allah ta'ala:
٤
bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
Wahbah Zuhaily menafsîrkannya adalah bahwa ayat-ayat tersebut
menerangkan bahwa seluruh hajat kehidupan manusia dimuka bumi itu akan tetap
terpenuhi3 mulai dari awal kehidupannya hingga hari kiamat kelak sebagai karunia
atau rezeki dari Allah Ta'ala.
Al-Qur'ân dalam hal ini mengisyaratkan bahwa bumi dengan sumber dayanya
yang begitu banyak akan tetap terus ada dan memperbaharui dirinya sampai kiamat
kelak. Dengan bukti bahwa andaikan sumber daya alam itu sudah habis, maka tidak
perlu menunggu sampai saat sekarang ini (apalagi sampai kiamat kelak), saat dimana
manusia masih menikmati segala kemakmuran yang diberikan bumi, niscaya bangsa
manusia ataupun makhluk hidup lainnya akan mati punah lebih cepat disebabkan
ketiadaan sumber daya alam.
Sebagai seorang muslim (mungkin juga bagi non-muslim) berkeyakinan,
bahwa sangat mustahil bagi segala makhluk hidup itu tercipta tanpa disertai dan
dilengkapi dengan diciptakannya pula segala sesuatu yang menopang hajat
kehidupannya kelak oleh Sang Maha Pencipta, Allah ta'ala berfirman :
ِﻪ
ﱠ
ﻠﻟﺍ
ﻰﹶﻠﻋ
ﺎ
ﱠ
ﻟِﺇ
ِﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍ
ﻲ
ِﻓ
ٍﺔ
ﺑﺍﺩ
ﻦِﻣ
ﺎﻣﻭ
ﺎﻬﹸﻗﺯِﺭ
) .
ﺩﻮ
ﻫ
:
٦
(
Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.
3 .Wa hb a h Z uha ily, T a f sîr M u n îr, ( Beir ut: D âr al- Fik r, T hn 1 4 1 1 H. ), jilid 3 0 , ha l
٥
Ibnu Katsîr menafsîrkannya bahwa seluruh makhluk baik di darat maupun di
laut itu seluruh urusan rezekinya ditanggung dan dijamin adanya oleh Allah ta'ala
Sang Maha Pemberi Rezeki4.
Ini berbeda halnya dengan statement ekonom yang menyatakan bahwa sumber
daya alam itu terbatas, menjawab statement tersebut dengan; pertama: hal tersebut
benar adanya apabila dihadapkan dengan keinginan manusia yang tidak terbatas
(tidak pernah terpuaskan) sebagaimana yang di isyaratkan oleh Umer Chapra5,
sehingga timbul sebuah ungkapan bahwa dunia ini cukup untuk semua orang namun
tidak pernah cukup bagi seorang manusia yang serakah. Dan kedua: apabila yang
dimaksud dengan sumber daya alam adalah sebuah macamnya seperti minyak bumi
yang diperkirakan akan habis dalam beberapa puluh tahun lagi, maka manusia yang
di anugerahi akal dengan segala kecerdasan yang dimilikinya mampu menjawab hal
tersebut dengan penemuan-penemuan baru dalam ipteknya untuk menggantikan
sebuah macam sumber daya alam yang mulai langka tersebut, hal ini di buktikan
dengan ditemukannya teknologi yang menggunakan minyak bumi menggantikan
batubara yang sudah langka, dan sekarang sudah di temukan teknologi yang
menggunakan air serta teknologi yang memanfaatkan sinar matahari menggantikan
minyak bumi yang mulai langka, dan begitu seterusnya daur teknologi yang
menggunakan sumber daya alam.
4
Ib nu Katsîr, T a fs îr a l-Q u r' a n a l- ' A zh îm, (B eirut: D âr al- fikr , tah un:1 4 1 2 H) , J ilid:2 , Ha l:5 3 2 .
5 . U mer Ch ap r a, M a sa d e p a n E k o n o m i; S e b u a h T in ja u a n Is la m , (J ak arta, Gema
٦
Ini adalah gambaran umum manusia yang sebenarnya. Jika dianalogikan,
apabila manusia sudah mempunyai dua ladang emas niscaya akan menginginkan
ladang emas yang ketiga6. Manusia memang tidak akan pernah terpuaskan
keinginannya terhadap materi duniawinya hingga ajal menjemputnya.
Pernyataan bahwa sumber daya alam itu terbatas apabila dihadapkan pada
ketamakan dan keserakahan manusia adalah benar, namun hal itu menjadi tidak benar
bila tertuju pada materi sumber daya alam itu sendiri sebagai penopang makhluk
hidup dimuka bumi ini.
Akibat dari keinginan manusia yang tak terbatas (keserakahan dan
ketamakan), dia akhirnya terjerumus ke dalam kefakiran dan kemiskinan. Kemudian
bersangka-sangka dengan sangkaan yang buruk terhadap Allah ta'ala, bahwa
seakan-akan Dia ta'ala itu pelit, kikir dan bakhil.
Allah ta'ala berfirman
ﲑ
ِ
ﺼ
ـﺑ
ﲑ
ِﺒـ
ﺧ
ِﻩِﺩﺎـﺒِﻌِﺑ
ﻪـﻧِﺇ
ُﺀﺎ
ﺸ
ﻳ
ﺎﻣ
ٍ
ﺭﺪﹶﻘِﺑ
ﹸﻝ
ﺰ
ﻨﻳ
ﻦِ
ﻜ
ﹶﻟﻭ
ِﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍ
ﻲ
ِﻓ
ﺍﻮ
ﻐ
ﺒﹶﻟ
ِﻩِﺩﺎﺒِﻌِﻟ
ﻕﺯ
ﺮﻟﺍ
ﻪ
ﱠ
ﻠﻟﺍ
ﹶ
ﻂ
ﺴﺑ
ﻮﹶﻟﻭ
.
)
ﻯ
ﺭﻮ
ﺸ
ﻟﺍ
:
٢٧
(
Artinya : Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.
6 . Muha mmad b in Is a b in S uwa rah a t- T irmidzi, S u n a n a t- T ir m id zi, CD Maktab ah
٧
Adapun sebab turunnya ayat ini, bahwa Ahli Suffah tatkala melihat materi
duniawi yang begitu memikat, maka timbul keinginan untuk memilikinya seraya
berkata "andaikan ini semua milik kami", maka turun ayat ini7.
Muhammad Hasan al-Hashmy menafsirkannya adalah bahwa Allah telah
menentukan ukuran rezeki tersendiri bagi para hamba-Nya sesuai menurut
hikmah-Nya8 Allah ta'ala berfirman pada lain ayat:
ﹶﻥﻭﺮ
ﱠﻛ
ﹶ
ﺬ
ﺗ
ﻢﹸ
ﻜﱠ
ﻠﻌﹶﻟ
ِﻦﻴ
ﺟ
ﻭﺯ
ﺎﻨﹾﻘﹶﻠ
ﺧ
ٍ
ﺀ
ﻲ
ﺷ
ﱢﻞ
ﹸ
ﻛ
ﻦِﻣﻭ
Artinya : Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.
Muhammad Hasan al-Hashmy menafsîrkannya adalah bahwa tidak ada
satupun di dunia ini yang tidak berpasangan9, termasuk kaya yang berpasangan
dengan miskin, dengan kata lain sebenarnya orang miskin itu sudah diwajibkan
keberadaannya oleh Allah ta'ala. Meskipun begitu, bukan berarti orang miskin itu
tidak diindahkan rezekinya seperti telah diterangkan.
Sebagaimana Islam menunjukkan jalan h idu p kebenaran bagi mereka
٨
Artinya :(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Dari latar belakang yang di kemukakan diatas, penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang cara penanggulangan al-Qur-ân terhadap kefaqiran
yang terulang sebanyak14 kali dalam al-Qur'ân ke dalam bentuk tesis yang berjudul
"Konsep Al-Qur-ân Dalam Mengatasi Kefaqiran".
B. Permasalahan.
Permasalahan yang akan dibahas dalam proposal tesis ini terdiri dari dua
permasalahan yaitu:
1- Identifikasi Masalah
Penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
a- Membahas pengertian al-Faqr, baik secara bahasa maupun istilah.
b- Mengkaji Asbab an-Nuzul ayat-ayat al-Faqr.
c- Menganalisa tentang tafsîr ayat-ayat al-Faqr dalam berbagai bentuknya.
d- Mengkaji tentang aspek- aspek al-Faqr itu sendiri.
e- Menganalisa tentang upaya penanggulangan kemiskinan dan kefakiran
menurut al-Qur'ân .
2- Pembatasan dan Perumusan Masalah
Karena luasnya permasalahan yang akan dibahas, penulis membatasi
٩
a - permasalahan yang berhubungan dengan makna umum al-Faqr dalam
pespekti al-Qur'an
b- Paradigma pandangan al-Qur'an tentang kefakiran.
c- pemaparan mengenai program-program al-Qur'an yang berupaya
menanggulangi kefakiran.
Maka permasalahan pokok yang dibahas dalam tesis ini adalah Bagaimana
konsep al-Qur'ân menanggulangi kefaqiran?”
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang
konsep al-Qur'ân dalam menanggulangi kefaqiran.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
a- untuk memperkaya khazanah Islam dalam bidang Tafsîr al-Qur'ân,
khususnya tentang penanggulangan kefaqiran dalam al-Qur'ân, disamping
itu penelitian ini juga diharapkan berguna sebagai bahan pembantu dan
pembuka jalan bagi penelitian-penelitian lain dalam topik-topik yang
sama.
b- Untuk turut serta berusaha menanggulangi kefakiran dan kemiskinan
walaupun baru hanya sebatas pada taraf wacana.
c- Sebagai salah satu syarat guna meraih gelar megister dalam bidang
agama Islam Konsentrasi Tafsîr dan Hadits pada Program Pasca Sarjana
١٠
D. Kajian kepustakaan.
Sejauh pengetahuan penulis, setelah menelusuri buku-buku yang berkaitan dengan
hal ini, penulis menemukan beberapa buku yang berbicara tentang al-Faqr ini,
diantaranya:
a- Kitab Ihyâ' 'Ulûm al-Dîn karya Imâm al-Ghazâli, didalamnya berisi
tentang pembahasan al-Faqr, pada jilid ketiga dari seperempat hal yang
tercela, pada pembahasan ini berisi tentang celaan terhadap kekayaan
dan pujian terhadap kefakiran.
b- Kitab Al-Isyarah ila mahasin at-tijarah karya Ja'far bin Ali
ad-Dimasyqy, didalamnya berisi tentang masalah macam-macam jenis
pekerjaan.
c- Buku Selamatkan Umat Manusia Dari Kehancuran karya Hembing
Wijayakusuma, didalamnya berisi tentang kemiskinan global.
d- Buku Memahami Bank Syari'ah karya Zainul Arifin, didalamnya ada
tentang mekanisme pemicu kemerosotan ekonomi dan dampaknya, hal
tersebut berguna untuk sebagai salah satu upaya menghindarkan dari
keterjerumusan dalam kefakiran.
e- Buku Teori dan Praktek Ekonomi Islam karya M. Abdul Manan,
didalamnya terdapat perencanaan dan pembangunan ekonomi dalam
Islam.
f- Buku Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf karya Mohammad Daud
١١
ini berkaitan erat dengan upaya penanggulangan kefakiran melalui
sistemnya.
Semua pembahasan dalam kitab-kitab maupun buku-buku diatas itu
kemungkinan lebih banyak mengambil dalil dari hadits Nabi dan sedikit sekali
penjelasannya dari al-Qur'ân tenteng masalah kefakiran secara tersendiri, sedangkan
yang membahas tentang al-Faqr secara menyeluruh menurut al-Qur'ân dalam
pandangan penulis itu belum ada, maka dari itu penulis merasa tertarik untuk
melakukan kajian ini yaitu: "Konsep Al-Qur'ân dalam pengentasan kefaqiran "
E. Metode Penelitian.
1. Sumber Penelitian.
Penelitian ini bersifat kepustakaan (Library) murni, dalam artian, semua sumber
datanya berkaitan dengan bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang
dibahas. Karena studi ini menyangkut Qur'ân secara langsung, maka kitab suci
al-Qur'ân merupakan sumber data primer. Mushhaf yang digunakan sebagai pegangan
adalah al-Qur'ân al-Karîm (mushhaf al-Madînah al-Nabawiyah) yang diteritkan oleh
(Majma' al-Malik Fahd lithiba'ati al-Mushhaf al-Syarif, Madînah,1405 H / 1980 M).
Selain menggunakan kitab suci al-Qur'ân, penulisan tesis ini merujuk
beberapa kitab Tafsîr sebagai sumber data sekunder. Kitab Tafsîr yang penulis
jadikan rujukan, diantaranya:
Pertama : Jâmi' al-Bayân 'an Ta'wîl âyi al-Qur'ân karya Abi Ja'far
١٢
Kedua :Tafsîr Al-Qur'ân al-'Adzîm karya 'Imaduddin Abi al-Fida' Isma'il
Ibnu Katsîr al-Qurasyi al-Dimasyqi.
Ketiga :Tafsîr al-Munîr fî al-'Aqîdah wa al-Syarî'ah wa al-Manhâj karya
Wahbah al-Zuhaily.
Keempat : Rûh al-Ma'âni fi Tafsîr al-Qur'ân al-'Adzîm wa al-Sab 'al-Matsâni
karya Abi Fadhal Syihâb Dîn Sayyid Mahmûd Alûsy
al-Baghdâdy.
Kelima : Al-Mîzân fi Tafsîr al-Qur'ân karya Muhammad Husain
al-Thaba'thaba'i.
Keterangan dan pendapat ulama dalam sejumlah kitab tafsîr tersebut, dijadikan
sebagai informasi awal dan informasi bandingan dalam rangka melakukan analisa dan
interpretasi lebih lanjut.
Penulis juga menggunakan beberapa kitab penting untuk melakukan kajian
kitab Tafsîr , diantaranya:
Pertama : Fath Al-Rahmân karya Al-Husny sebagai pedoman untuk
mempermudah dalam melacak ayat-ayat al-Qur'ân .
Kedua : Mufradât fî Gharîbi al-Qur'ân karya Al-Raghîb al-Ashfahany (w
711 H) sebagai pedoman untuk mencari kosa kata ayat-ayat
al-Qur'ân .
Ketiga : Lisân al-'Arâb karya Ibn Manzhûr (w. 425 H) sebagai pedoman
١٣
sejumlah kitab dan buku lainnya yang dianggap perlu untuk
kepentingan tesis ini.
2. Metode Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yang bersifat
deskriptif-analisis.
Dalam penelitian ini digunakan tekhnik pengumpulan data berupa studi
literatur, hal ini dikarenakan sumber datanya diperoleh dari literatur. Berbagai
literatur yang diteliti merupakan data, baik yang bersifat primer seperti ayat-ayat
al-Qur'ân yang berkenaan dengan al-Faqr, maupun yang sekunder seperti kitab-kitab
Tafsîr dan sejumlah buku penunjang lainnya. Fakta mengenai data yang ada yang
berkaitan dengan penelitian akan dikumpulkan melalui studi kepustakaan atas
berbagai literatur yang diperoleh.
Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, pertama-pertama penulis
membaca dan meneliti berbagai literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan
tesis ini, bahan-bahan yang ditemukan itu dicatat dan dikumpulkan dalam
catatan-catatan khusus, kemudian dipilah-pilah dan disusun sesuai dengan komposisi bab
tesis ini.
Meneliti al-Faqr dalam perspektif al-Qur'ân , berarti penulis menemukan
aspek-aspek, dampak dan obat untuk menanggulangi kemiskinan dan kefakiran yang
terdapat dalam al-Qur'ân al-Karîm, kemudian ayat tersebut penulis teliti dalam
al-١٤
Faqr yang memuat aspek-aspek, dan upaya untuk menanggulangi kemiskinan dan
kefakiran itu sendiri.
Yang menjadi pembahasan inti dalam tesis ini adalah untuk mencari serta
untuk mendapatkan konsep penanggulangan kefaqiran dalam al-Qur'ân. Sebelum
memasuki pembahasan ini, penulis dituntut untuk melakukan inventarisasi terhadap
ayat-ayat al-Faqr tersebut, kemudian ayat-ayat dikelompokkan sesuai dengan
kelompok pembahasannya.
Setiap ayat yang akan dianalisi selalu diikuti dengan terjamahan yang
bersumber dari Al-Qur'ân dan terjemahannya yang disusun oleh Departemen Agama
RI, sesudah terjemahan dikemukakan berbagai uraian dan penafsiran ulama tentang
ayat-ayat itu.
Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, langkah berikutnya adalah
menyusun dan menganalisa data. Penulis melakukan analisa secara sistematis dan
mendalam terhadap makna yang terkandung dalam keseluruhan data yang diperlukan.
3. Metode Pembahasan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang dikenal dengan
nama Tafsîr Maudû'i (tafsîr tematik), yaitu metode Tafsîr yang berusaha mencari
jawaban al-Qur'ân terhadap suatu masalah tertentu dengan menghimpun seluruh ayat
terkait, lalu menganalisanya dengan menggunakan ilmu-ilmu pendukung yang
relevan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan suatu uraian yang
١٥
Adapun langkah-langkah dalam menerapkan metode ini adalah:
1- Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang memuat kata al-Faqr
berdasarkan petunjuk dalam kitab Fath Al-Rahmân.
2- Ayat-ayat tersebut disusun sesuai dengan tertib mushaf. Dalam hal ini,
disertai pula dengan asbab nuzulnya.
3- Selanjutnya ayat-ayat tersebut diklasifikasi berdasarkan pertimbangan
tertentu untuk memberikan gambaran umum tentang pengertiannya.
Klasifikasi yang dimaksud tercermin pada perumusan sub bab dan
penjabarannya.
4- Pada setiap klasifikasi ditetapkan sejumlah ayat yang menjadi
pembahasan pokok, ayat-ayat lain digunakan sebagai keterangan penjelas
atau penguat.
5- Setiap ayat dianalisa dengan menggunakan tekhnik-tekhnik yang lazim
dikenal dalam metodologi tafsîr, seperti memperhatikan asbâb al-nuzûl
ayat, Munâsabat ayat, arti mufradât (kosa kata), uraian konteksnya,
penjelasan ayat dengan ayat, penjelasan ayat dengan hadits dan sejumlah
pengetahuan penunjang lainnya.
6- Cara kerja diatas dipadukan dan dikembangkan lagi dengan pendekatan
lain, terutama pendekatan kebahasaan dan sosio-historis, pendekatan
kebahasaan diterapkan antara lain dengan menelusuri asal kata dan
pengertiannya, penggunaan ayat bentuk kata yang berkenaan dengan
١٦
Sedangkan pendekatan sosio-historis diterapkan dengan memperhatikan
data sejarah tentang kehidupan masyarakat Arab pada masa turunnya
al-Qur'ân untuk memahami makna ayat tertentu.
7- Keterangan yang diperoleh dengan cara kerja diatas, kemudian
diband ingkan den gan pendap at ulama yan g d imuat dalam buku
tafsîr atau karya tulis lainnya. Sesudah itu penulis mengemukakan
pemahaman, pemandangan, atau kesimpulannya.
Analisis tersebut disajikan secara tertulis dengan memperhatikan
hubungan diantara berbagai keterangan yang diperoleh. Pola penyajiannya
dimulai dari hal-hal yang bersifat umum kemudian yang khusus atau
sebaliknya.
F. Sistematika Penyusunan.
Adapun sistematika pembahasan masalah ini sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
G. Latar Belakang.
H. Permasalahan.
1- Identifikasi Masalah
2- Pembatasan dan Perumusan Masalah
I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
١٧
K. Metode Penelitian.
1. Sumber Penelitian.
2. Metode Penelitian.
3. Metode Pembahasan.
L. Sistematika Penyusunan.
Bab II Pengertian Faqr dan terma lain yang berkaitan dengannya
A. Pengertian Umum
1- Tinjauan Bahasa
2- Tinjauan Istilah
3- Rumus Kefakiran
4- Macam Kefakiran
5- Bentuk Pengungkapan kata al-Faqr dalam al-Qur'an
6- Tinjauan Historis.
B. Persepsi al-Qur'an terhadap kefaqiran
1- Al-Qur'an menolak persepsi yang menyakralkan kefakiran
2- Bahaya-bahaya kefakiran
a.Bahaya kefakiran terhadap Aqidah
b.Bahaya kefakiran terhadap Akhlak dan Tingkah Laku
c.Bahaya kefakiran terhadap Keluarga
d.Bahaya kefakiran terhadap Kemasyarakatan
١٨
Bab III Program – program Al-Qur'ân Dalam Mengatasi Kefakiran
A. Terhadap individu
1. Umum ( kaya dan fakir ) : bekerja
2. Kaya
a) Tanggung jawab social dari kaum kerabat yang kaya
b) Shodaqoh
a) Wajib ( zakat )
1. Sepintas kilas tentang zakat
2. Zakat dan pajak
3. Zakat diantara kapitalisme dan sosialisme
4. Zakat produksi dan konsumsi
5. Makna zakat bagi manusia modern
6. Ancaman bagi penghindar zakat
b) Sunnah
1. Perumpamaan orang yang bersedekah dalam al-Qur'an.
a. Perumpamaan al-Qur'an terhadap mukmin yang bersedekah
b. Perumpamaan al-Qur'an terhadap orang kafir yang bersedekah
2. Syarat-syarat bersedekah
a. Tidak disertai riya' dan niat untuk pamer diri.
b. Tidak disertai cercaan dan hinaan.
١٩
3. Kriteria barang yang disedekahkan
a. Barang yang paling disukai
b. Baik
c. Tidak berlebih-lebihan
4. Batasan bersedekah
B. Terhadap masyarakat : pemenuhan terhadap hak-hak wajib selain zakat.
1. Hak bertetangga
2. Qurban di Hari Raya Idul Adha
3. Melanggar sumpah
4. Kifarat sumpah dzihar
5. Kifarat bersenggama pada siang hari di Bulan Ramadhan
6. Fidyah kakek-nenek dan orang sakit yang tidak dimungkinkan
kesembuhannya
7. al-Hadyu (qurban sembelihan di musim Haji)
C. Terhadap Negara.
1. Harta kekayaan yang terlihat
2. Harta kekayaan yang tidak terlihat
Bab IV Konsekuensi-Konsekuensi Pengentasan Kemiskinan
A. Ada aturan Islam dan serta Masyarakat Islam
٢٠
1- Terhadap individu
2- Terhadap Negara
C. Menjaga kehormatan orang faqir
D. Kemandirian
Bab V Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran-Saran.
٢١
Bab II
Pemahaman Tentang Kefakiran
A. Pengertian Umum
1- Tinjauan Bahasa
Kata al-Faqr merupakan dari bahasa arab yang tersusun dari huruf
ﺭ
ﻕ
ﻑ
,secara etimologi, kata al-Faqr berarti lawan dari kaya, lafadz
ﺭ
ﻕ
ﻑ
, apabila dibacaDhommah pada huruf awalnya mempunyai makna kehinaan atau kejelekan, namun
apabila dengan Fathah maka bermakna kebutuhan10, Isim failnya adalah Fakir yang
bermakna : orang yang membutuhkan, dengan sywâhidnya al-Qur'an
ﷲﺍ
ﱃ
ﺍ
ﺀﺍﺮﻘ
ﻔ
ﻟﺍ
ﻢﺘﻧﺃ
)
ﺮﻃﺎﻓ
:
١
٥
(
Artinya: Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
Namun apabila dibaca dengan dhammah pada huruf Fa'nya, maka bermakna
kehinaan, kejelekan, jurang atau lembah.
Hal senada juga diungkapkan oleh Thahir Ahmad Zakki dalam kitabnya
Tartib al-Qâmus al-Muhith11, demikian juga tentang etimologi faqr ini terdapat dalam
Tâj al-'âruts yang dikarang oleh Muhammad Murtadha al-Hanafi12
10
. Ib n u Man z hû r , L i sâ n a l-A r ab , (Be ir u t ; D âr al- Fikr , 1 9 90 ) , ha l. 6 0 .
11
. T hah ir Ahm ad al-Za kk i, T a rtib Q â m u s a l- M u h ith, ( Riyadh ; Dâr A la m al-Kutub , 1 9 9 6 ) , jilid 3 , hal. 5 1 1 .
12 . Muh amma d Mur ta dha al- Hana fi, T â j a l-â ru ts (Be ir ut; Dâr a l- Fikr , tan p a
٢٢
Louis Ma'luf mengartikan al-Faqr sebagai lawan dari kaya, dan hal ini terjadi
apabila seseorang itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu untuk dipenuhi, atau
mempunyainya namun tidak mencukupinya13.
Dari pengertian diatas, bisa dipahami bahwa al-Faqr (dalam bahasa Indonesia
biasa diucapkan dengan kefakiran) itu adalah satu kebutuhan yang harus dipenuhi.
Faqr apabila di isytiqaqkan ke isim fa'ilnya maka berubah menjadi Faqir.
Adapun kata sinonim dengan fakir adalah miskin. Miskin juga berasal dari
bahasa Arab, mashdarnya berasal dari huruf ﻥﻙﺱ yang ditambahkan ﻡ hingga menjadi
ٌﺔﻨﻜﺴﻣ yang bermakna ketertundukan, kehinaan, sedikit harta, dan keadaan yang jelek14.
Ini disyawahidkan dalam al-Qur'an al-Karim.
ﺔ
ﻨ
ﻜ
ﺴ
ﳌ
ﺍﻭ
ﺔﹼ
ﻟ
ﹼﺬ
ﻟﺍ
ﻢﻬﻴﻠﻋ
ﺖ
ﺑﺮ
ﺿ
ﻭ
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
:
١
٥
(
Artinya: Dan ditimpakan atas mereka kehinaan
Disamakan keadaan orang miskin dan fakir menurut arti secara kebahasaan,
karena kedua-duanya sama-sama dipandang rendah, hina-dina dan selalu berada
dalam jurang kesengsaraan.
2- Tinjauan Istilah
Ibnu Katsir mendefinisikan Fakir dengan menukil perkataan sahabat Umar r.a
: "tidaklah disebut fakir orang yang tidak mempunyai harta, tapi orang fakir adalah
yang halus pekerjaannya", kemudian beliau juga mendefinisikan miskin dengan
13
. Lo uis Ma 'luf, M u n jid, (Be ir ut;P er cetak an Katsu likiya h, 1 9 5 2 ), Ce t. 1 5 , hal. 6 2 2 .
14
٢٣
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah r.a
bahwa Rasulullah saw bersada " orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai
kecukupan guna memenuhi kebutuhannya dan tidak mempunyai keteramplan untuk
mencari nafkah hingga diperbolehkan menerima sedekah, serta tidak meminta-minta
kepada orang lain" (mengemis)15.
As-Suyuthi memberikan beberapa macam definisi terhadap fakir dan miskin
dengan menukil dari berbagai sumbernya, di antaranya adalah :
- Dari Qatadah : bahwa fakir adalah orang yang mempunyai kelemahan
(untuk memenuhi kebutuhan hidupnya), sedangkan miskin adalah orang
yang tidak mempunyai kelemahan (untuk memenuhi kebutuhan hidupnya).
- Dari Jabir ibn Zayd : bahwa fakir adalah orang yang bersifat perwira (tidak
meminta-minta), sedangkan miskin adalah para peminta-minta.
- Dari Zuhri : bahwa fakir adalah mereka yang berada dalam rumah mereka
serta tidak meminta-minta, sedangkan miskin adalah mereka yang keluar
dari rumah mereka serta meminta-minta.
- Dari Mujahid: bahwa fakir adalah orang yang berada dalam kaumnya,
keluarga dan kerabatnya, namun tidak mempunyai harta. Sedangkan miskin
adalah orang yang tidak mempunyai keluarga serta sanak kerabat, juga tidak
mempunyai harta16.
15
. Ib nu Katsir , T a f sir a l- Q u r'ân a l-A d zim , (B eirut; al-A'lâm a l- Kutub , tan p a tah un) , jilid 2 , h al. 3 6 4 .
16 . J alalud din a s- S uyuth i, A d -D u rr u a l- M a n tsu r fi a t- T a f sir a l- M a ' tsu r , (Be ir ut;
٢٤
- Dari Yusuf Qardhawi: bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki
sesuatu atau memiliki sesuatu dibawah setengah kadar kebutuhan yang
mencukupi baik untuk dirinya ataupun mereka yang berada dalam
tanggungannya. Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki sesuatu atau
memiliki setengah kadar kebutuhan atau lebih namun tidak mampu
mencukupi secara keseluruhan17.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata fakir berarti :
a. orang yang sangat kekurangan: orang yang terlalu miskin.
b. orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan
untuk mencapai kesempurnaan bathin.
c. aku (bagi pengarang dalam syair dan sebagainya18)
Adapun untuk definisi miskin adalah tidak berharta benda; serba kekurangan
(berpenghasilan sangat rendah). Dan apabila dibarengi dengan kata PAPA maka
mempunyai makna superlatif: sangat miskin19.
Dari beberapa definisi diatas, untuk definisi Fakir yang sangat mendekati
adalah definisi yang diberikan oleh Yusuf Qardhawi, karena dalam pandangan
penulis itu lebih mewakili secara keseluruhan. Dan untuk definisi miskin maka yang
terbaik adalah yang didefinisikan oleh Nabi Muhammad saw.
17
. Y us uf Q ar da wi, M u s yk ila t a l-Fa q r wa Ka if a 'âla ja hâ a l-I sla m , (Be ir ut, Mu as sas ah a l- Risâlah , 1 9 9 4 ) , ha l. 8 7 .
18
. T im P en yu sun D e p ar te men P e ndidika n d an Ke b uda ya an, Ka m u s B e sa r B a h a sa I n d o n e sia , ( Ja kar ta ; Ba la i P us taka , 1 9 8 8 ) h al. 2 3 9 .
19
٢٥
3- Rumus Kefakiran
Sebenarnya kefakiran itu adalah sebuah ungkapan terhadap ketidakmampuan
dan ketidakberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan tanpa harus perlu memandang
kepada harta benda, seseorang bisa dikatakan Fakir apabila ia membutuhkan sesuatu
namun tidak bisa memenuhinya walaupun ia berharta, namun seseorang yang tidak
berharta bisa dikatakan kaya apabila dia tidak dalam keadaan membutuhkan terhadap
sesuatu untuk dipenuhinya.
Dan untuk itu penulis mencoba membuat rumus tersendiri tentang fakir yaitu:
F = K1 + TD
Dimana F = Fakir
K1 = Kebutuhan
TD = tiada daya (tidak ada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan)
Sedangkan untuk rumus sosial sendiri tentang kaya adalah
K = K1 + D
Dimana K = Kaya K1 = Kebutuhan D = Daya
Tidak dimasukkannya unsur harta benda dalam pembuatan rumus diatas
disebabkan oleh sebuah dasar asumsi, bahwa tidak ada jaminan bagi orang-orang
yang termasuk golongan The Have itu tidak membutuhkan sesuatu apapun, bahkan
ternyata bisa jadi mereka lebih membutuhkan dari pada mereka yang penghasilannya
jauh dibawah golongan The Have tersebut. Indikasinya bisa dilihat dari pelaku tindak
٢٦
tersebut. Indikasi ini bisa menjadi tepat apabila diasumsikan bahwa tidak ada
pencurian kecuali karena kebutuhan (untuk memenuhi 'sesuatu' ).
Mungkin rumus diatas menjadi berlawanan apabila dihadapkan pada
ketentuan PBB yang memberikan batas antara mampu dan tidak mampu berdasarkan
pendapatan per kapitanya setiap tahun20. Namun saya melihatnya sebagai sebuah
pengungkungan terhadap jati diri manusia seutuhnya dengan melihat sisi fisiknya saja
sekaligus juga pengingkaran terhadap sisi rohani manusia.
Maka pembuatan rumus diatas lebih melihat pada mentalitas seseorang
terhadap kebutuhannya kepada materinya, bukan untuk Non-Materi, karena bisa saja
seseorang butuh terhadap materi namun tidak peduli terhadap kebutuhan rohaninya
ataupun juga sebaliknya, juga bisa terjadi seseorang butuh kepada keduanya ataupun
malah acuh tak acuh. Oleh karena tidak ada satu makhlukpun di dunia ini yang tidak
membutuhkan kepada sesuatu sehingga bisa dikatakan tidak Fakir.
Maka dari sini, bisa dipahami kebenaran firman Allah Ta'ala :
ﺀﺍﺮﻘ
ﻔ
ﻟﺍ
ﻢﺘﻧﺃﻭ
ﲏﻐ
ﻟﺍ
ﷲﺍﻭ
)
ﺪﻤ
ﳏ
:
٣٨
(
Artinya: dan Allah itu Maha Kaya sedangkan kalian itu adalah fakir
Karena hanya Allah-lah yang tidak membutuhkan sesuatu apapun, justru para
makhkluk-Nya yang sangat bergantung itu menjadikan kefakiran sabagai sebuah sifat
yang sangat permanen bagi para makhluk.
20 . Muha mmad Ab d ul Ma nna n, T e o r i d a n Pr a k te k E ko n o m i I sla m , ( Y og ya kar ta , P T
٢٧
4- Macam-macam Kefakiran
Lawan dari kaya adalah fakir, maksudnya bahwa mafhum mukhalafah dari
pembagian macam kekayaan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
Artinya: Ahmad bin Yunus berkata pada kami bahwa Abu Bakar berkata pada kami bahwa Abu Hashin berkata pada kami dari Abi Shalih dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: kekayaan itu bukan karena mempunyai materi yang banyak, tetapi karena budi pekerti.
Kekayaan dalam sabda Beliau SAW terbagi menjadi dua:
a. kaya materi
b. kaya moral22.
Maka fakir yang merupakan mukhalafah dari kaya juga terbagi menjadi dua:
a. fakir materi
b. fakir moral
Sebagaimana lebih baiknya kekayaan moral dibanding kekayaan materi tanpa
disertai kekayaan moral, maka betapa berbahayanya fakir moral dibanding fakir
materi. Kemiskinan moral membuat seseorang yang sebenarnya kaya materi akan
selalu terus-menerus merasa kekurangan, akibatnya segala cara akan ia tempuh untuk
memenuhi kekurangannya tersebut tanpa peduli halal dan haram.
٢٨
Kemiskinan moral justru akan lebih berbahaya lagi bila menimpa orang yang
fakir secara materi, timbul dari dirinya tidak hanya terbatas pada tindakan criminal
seperti mencuri, merampok, tetapi juga merembet pada tindak kriminal lainnya
seperti pembunuhan guna menutupi jejak perampokannya.
Hidup dalam alam hedonisme pada saat-saat sekarang ini, membuat manusia
sepertinya secara sengaja di miskinkan secara moralitas (mentalitas). Demi
kepentingan industri, seseorang yang sebenarnya tidak membutuhkan suatu barang
atau prodak tertentu seperti shampo misalnya, diiming-imingi dan diyakinkan melalu
iklan atau pamflet atau brosur atau media periklanan lainnya bahwa guna perawatan
rambut tidak cukup hanya dengan ini atau hanya dengan itu, kecuali ditambah dengan
produknya, untuk lebih meyakinkan konsumen ditampilkan peragaan modelnya yang
menggunakan produk tersebut supaya mencontohnya, lalu akhirnya seseorang yang
dulunya tidak membutuhkan produk tersebut, padahal dia sudah cukup sebenarnya
dengan produk yang sudah ada menjadi merasa mempunyai sesuatu yang kurang dari
dirinya, terlebih lagi di perparah dengan rasa persaingan dengan tetangga sebelah
yang sudah lebih dulu menggunakan produk yang sedang ditawarkan kepadanya.
Kemiskinan moral ini dengan gaya hidup hedonismenya membuat orang yang
tipis iman bisa menjadi kafir dalam dua pengertian kufur sekaligus, yakni kufur
ni'mat dan kufur iman. Dan hal tersebut dapat terjadi pada seseorang yang kaya
secara materi tapi miskin moral, lebih mudah lagi terjadi bagi seseorang yang miskin
٢٩
5- Bentuk Pengungkapan kata al-Faqr dalam al-Qur'an
Dalam al-Qur’an, pengungkapan kata kefakiran sebagai istilah general dalam
berbagai bentuk isytiqâqnya terulang sebanyak 14 kali. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada ayat-ayat berikut ini :
٣٠
Yang dimaksud dengan tinjauan historis disini adalah tinjauan terhadap
sebab-sebab turunnya ayat-ayat diatas. Dengan melihat kepada tinjauan historisnya maka
kemungkinan tergelincir dalam kesalahan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an al-Karim
menjadi sedikit walau bukan seratus persen benar, sebab hanya Allah ta’ala yang
mengetahui kebenaran sejati sesuatu.
Dari 14 ayat yang terdapat didalamnya lafadz al-faqr serta yang di
musytaqkan darinya, hanya lima ayat yang mempunyai latar belakang historis; yaitu :
1. Surat al-Baqarah, ayat : 271, Yunus berkata kepadaku bahwa:
٣١
Hubaib berkata: bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai hal bersedekah
pada orang Yahudi dan Nasrani23.
2. Surat al-Baqarah, ayat : 273, ayat tersebut turun berkenaan dengan ahli
suffah yang berjumlah 400 orang dari golongan Muhajirin, dimana mereka
bersiap-siap mempelajari al-Qur'an dan keluar bersama para tahanan24.
3. Surat Ali-Imran ayat 181, Muhammad bin Husain berkata kepada kami
bahwa Ahmad bin Mufaddhal mengatakan kepada kami bahwa Asbath
berkata kepada kami dari as-Saddy yang berkata tentang : turunnya ayat
tersebut mengomentari ucapan yang dilontarkan oleh Fanhash seorang
Yahudi dari klan bani Mursyad tatkala ditemui oleh Abu Bakar ra
kemudian diajak untuk masuk Islam dengan kata-katanya: " wahai
Fanhash, bertaqwalah kepada Allah, berimanlah dan percayalah dengan
kebenaran Islam, serta berikanlah pinjaman yang baik kepada Allah ".
tetapi dijawab oleh Fanhash : "wahai Abu Bakar, kamu menyangka bahwa
Tuhan kami itu fakir, meminta untuk diberi pinjaman oleh kami dari harta
kami, sedangkan tidak seorangpun yang berhutang kepada orang kaya
kecuali keadaannya fakir, jika apa yang kau ucapkan itu benar, maka
berarti Allah ta'ala itu benar-benar fakir ", maka Allah ta'ala menurunkan
ayat ini. Abu Bakar ra mengomentari kejadian ini, bahwa andaikan tidak
23
. Muh ammad J ar ir a t- T ha b ar y, Jâ m i' a l B a yân fi ta ' wil ây a l- Q u r'ân , ( Beiru t, D âr a l- Fikr ,1 9 8 8 ), J uz : III, Hal: 9 3 . .
24.. Wa hb a h a z- Zuh aily, a t-T a fs ir a l- M u n ir, ( Beir ut, D âr al-F ik r, 1 9 9 1 ) , Ju z :III,
٣٢
ada genjatan senjata dengan klan Bani Murtsad, dia sudah pasti
kuperangi25.
4. Surat an-Nisa ayat 6, ayat tersebut diturunkan mengenai hal yang
berkenaan dengan Tsabit bin Rifa'ah serta pamannya. Tatkala Rifa'ah
meninggal dunia serta meninggalkan anak yang bernama Tsabit yang
masih kecil, maka pamannya datang menghadap kepada Rasul dan
berkata: " anak pamanku benar-benar sudah menjadi yatim, maka
beritahukanlah kepadaku apa-apa yang dihalalkan untuk aku berbuat dari
hartanya serta kapan waktunya aku serahkan hartanya tersebut kepadanya?
", maka Allah ta'ala menurunkan ayat ini26.
5. Surat an-Nisa' ayat 135, Muhammad bin Husain berkata kepada kami,
bahwa Ahmad bin Mufaddhal berkata kepada kami bahwa Asbath
mengatakan kepada kami dari as-Saddy mengenai ayat ini: bahwa ayat
tersebut diturunkan mengenai hal yang berkenaan dengan Nabi saw tatkala
ada dua orang: kaya dan miskin sedang berselisih dihadapannya
(mengadukan masalah), sedangkan Nabi saw lebih condong kepada orang
fakir, berpendapat bahwa orang fakir itu tidak mendzalimi orang kaya,
tetapi Allah menolak hal tersebut, maka firman-Nya adalah ayat ini27.
25
. Muh amma d b in J ar ir a t- T h ab a ry, op . c it, ha l:1 9 5 , J uz: IV
26 . Wah b ah a z- Zuh aily, op . c it, Ju z: IV , Ha l: 2 4 7 . 27
٣٣
B. Persepsi al-Qur'an terhadap kefaqiran
1. Al-Qur'an menolak persepsi yang menyakralkan kefakiran
Islam memproklamirkan dirinya kepada seluruh umat manusia sejak ayat
pertama diturunkan, bahwa Islam adalah agama kemanusiaan seluruhnya, agama
yang sesuai fitrah, agama yang membentuk manusia menjadi manusia seutuhnya,
tidak menjadikannya seperti malaikat yang meniadakan sama sekali unsur nafsunya,
terlebih lagi tidak menuntunnya menjadi seperti iblis yang menuntut ketertundukan
kepada hawa nafsu. Sekali manusia maka seterusnya tetap adalah manusia walaupun
berbeda warna kulit dan umur yang harus dipertahankan serta dijaga peri
kemanusiaannya.
Manusia sewaktu-waktu pasti akan mengalami masalah, ibarat sebuah mesin
rusak yang memerlukan buku panduan perbaikannya, maka Islam datang
menawarkan segenap jalan terbaik kepada manusia guna memecahkan masalahnya.
Manusia dalam fitrahnya terdiri dari fisik dan rohani, akal dan nafsu, tidak
terlepas dari kesukaan dan ketergantungan akan materi, dan terhadap hal itu Islam
mengakuinya. Allah ta’ala berfirman:
ِ
ﺔ
ﻣﻮﺴـﻤﹾﻟﺍ
ِ
ﻞ
ﻴﺨﹾﻟﺍﻭ
ِ
ﺔ
ﻀِ
ﻔ
ﹾﻟﺍﻭ
ِ
ﺐ
ﻫﱠﺬ
ﻟﺍ
ﻦِﻣ
ِﺓﺮﹶ
ﻄ
ﻨﹶﻘﻤﹾﻟﺍ
ِ
ﲑ
ِﻃﺎﻨﹶﻘﹾﻟﺍﻭ
ﲔ
ِﻨﺒﹾﻟﺍﻭ
ِﺀﺎﺴ
ﻨﻟﺍ
ﻦِﻣ
ِﺕﺍﻮﻬ
ﺸ
ﻟﺍ
ﺐ
ﺣ
ِﺱﺎﻨﻠِﻟ
ﻦ
ﻳﺯ
ِﺏ
ﺂ
ﻤﹾﻟﺍ
ﻦﺴﺣ
ﻩﺪﻨِﻋ
ﻪ
ﱠ
ﻠﻟﺍﻭ
ﺎﻴﻧ
ﺪﻟﺍ
ِﺓﺎﻴ
ﺤ
ﹾﻟﺍ
ﻉﺎﺘﻣ
ﻚ
ِﻟﹶﺫ
ِ
ﺙ
ﺮ
ﺤ
ﹾﻟﺍﻭ
ِﻡﺎﻌﻧﹶﺄﹾﻟﺍﻭ
.
)
ﻝﺍ
ﻥﺍﺮﻤﻋ
:
١
٤
(
٣٤
Namun Islam juga tidak melarangnya hingga tidak diperbolehkan menikmati
materi atau hiasan dunia, seperti berkeluarga dan berketurunan, menolak secara
totalitas keindahan dunia dan kebaikannya, dari makan, minum, berpakaian yang
indah lagi baik, seperti hanya yang dilakukan oleh Brahmana di Hindu, para Budhis
di China, para Pendeta dalam tradisi Kristen, dan lainnya.
Tidak berarti pula Islam memperbolehkan kesukaan manusia akan hiasan
dunia dengan sebebas-bebasnya, menjadikannya tujuan hidup bahkan
sesembahannya, hingga menjadi budaknya dalam waktu dua puluh empat jam
non-stop bahkan terasa kurang, banting tulang - peras keringat, kalau perlu sikut
kiri-kanan, jilat atas-bawah, sogok sekelilingnya agar lancar urusan bisnisnya, seperti
halnya kaum materialistik disetiap waktu dan tempat, sehingga tidak ada waktu untuk
memikirkan rohaninya atau akhiratnya, dalam fikirannya hanya terdapat cara-cara
mendapatkan materi melulu sebanyak-banyaknya, justru kalau perlu langit dan bumi
bisa menjadi miliknya pribadi, selain dirinya cukup meng"kontrak" saja.
Pandangan Islam terhadap materi adalah pandangan pertengahan yang adil,
tidak condong kepada salah satunya, memperbolehkan kesukaan terhadap materi serta
memberikan kebebasan dalam mendapatkannya sebanyak-banyaknya dengan syarat
tidak menjadikannya sebagai tujuan hidup, tetapi sebagai salah satu jalan menanam
untuk akhirat kelak. Seyogyanya sesuatu yang bernama jalan adalah tidak
bergelombang serta berlobang menjadikannya nyaman dipakai, hingga selamat
٣٥
Sebagian orang terkadang memahami kekayaan sebagai bencana sedangkan
kefakiran sebagi rahmat. Ini tidak mengherankan dengan melihat banyaknya orang
yang tergelincir karena gemerlapnya harta duniawi, hingga menganggap kefakiran
sebagai keharusan bahkan memperkuatnya dengan dalil-dalil agama dalam
pendiriannya sebagai pengabsahan keharusan berfakir diri, padahal yang dimaksud
dalam hal tersebut adalah selalu butuh (sesuai makna etimologinya) kepada Allah
Ta’ala dan terus menerus dalam penghambaan diri kepada-Nya, dan ini sesuai dengan
yang dituju oleh firman Allah Ta’ala dalam surat al-Furqon ayat 15 diatas.
Namun kaum tersebut membantah hal demikian seraya mengajukan dalil-dalil
hadits yang berupa do’a-do’a beliau saw yang berisi memohon perlindungan dari
fitnah kekayaan, padahal yang dimaksud adalah kekayaan yang tercela, yaitu
kekayaan yang didapat dari jalan yang tidak kenal halal-haram28. Namun apabila
demikian adanya maka hal tersebut berkesesuaian dengan apa yang ditetapkan oleh
Allah Ta’ala :
ﺍ
ﲑ
ِﻣﺪ
ﺗ
ﺎ
ﻫ
ﺎﻧﺮﻣﺪﹶﻓ
ﹸﻝﻮﹶﻘﹾﻟﺍ
ﺎﻬﻴﹶﻠﻋ
ﻖ
ﺤ
ﹶﻓ
ﺎﻬﻴِﻓ
ﺍﻮﹸﻘﺴﹶ
ﻔ
ﹶﻓ
ﺎﻬﻴِﻓﺮﺘﻣ
ﺎﻧﺮﻣﹶﺃ
ﹰ
ﺔ
ﻳﺮﹶﻗ
ﻚ
ِﻠﻬﻧ
ﹾﻥﹶﺃ
ﺎﻧﺩﺭﹶﺃ
ﺍﹶﺫِﺇﻭ
.
)
ﻹ
ﺍ
ﺀﺍﺮ
ﺳ
:
١
٦
(
Artinya : Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Sebagian para ahli hikmah berkata mengkomentari hal kefakiran sebagaimana
yang dinukil oleh Abu Bakar bin Abi al-Dunya:
28 . S ya uq i Ab du h S âh y, A l- Mâl wa Tu ruq u I sti ts mâr ih i f i A l-I s lâm, ( M adin a h ,
٣٦
“ berapa banyak hal yang merupakan ujian bagi orang kaya namun menjadi sesuatu yang tercela bagi orang fakir, apabila orang kaya maju kedepan dia disebut pemberani, namun apabila hal tersebut dilakukan oleh orang-orang yang fakir dia disebut frustasi. Apabila orang kaya berbicara fasih dan tajam dia disebut penceramah pencerah, namun apabila hal tersebtu dilakukan oleh orang-ornag fakir dia disebut penjilat. Apabila orang kaya tenang terpercaya dia disebut penyantun, namun apabila hal tersebut dilakukan oleh orang fakir dia disebut orangyang sedang kesusahan. Apabila orang kaya pendiam dia disebut pemikir yang arif, namun apabila hal tersebut dilakukan oleh fakir dia disebut sebagai orang goblok. Maka sebenarnya
kematian itu lebih baik dari kefakiran29".
Pengingkaran akan kesenangan terhadap harta benda dan penolakannya
adalah kemustahilan dan ketidakwajaran, mengingat harta benda (materi) itu sendiri
adalah salah satu pendukung keberlangsungan kehidupan umat manusia yang juga
tersusun oleh materi, sesuatu yang tidak bisa tegak tanpanya dia juga menjadi
keharusan terhadap keberadaannya, dalam hal ini materi bagi manusia.
Allah Ta’ala telah menyandarkan harta kepada Dzat-Nya yang maha mulia
serta menjadikannya keutamaan-Nya dan rezeki dari-Nya. Firman Allah Ta’ala :
...
Artinya : …dan carilah karunia Allah…
Dan juga firman Allah yang lain:
٣٧
Artinya : Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Dan harta itu disifatkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya yang lain dengan
kebaikan, firman Allah Ta’ala:
ﺪﻳِﺪ
ﺸ
ﹶﻟ
ِﺮﻴﺨﹾﻟﺍ
ﺐ
ﺤ
ِﻟ
ﻪﻧِﺇﻭ
)
ﺕﺎﻳﺩﺎﻌﻟﺍ
:
٨
(
Artinya : dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.
Al-Mahalli menafsirkan hubbu al-Khair dengan cinta harta30. Dan
hadits-hadits Rasul saw yang berupa do’a berisikan permohonan perlindungan dari kefakiran
adalah sangat banyak31.
2. Bahaya-bahaya kefakiran
a. Bahaya kefakiran terhadap Aqidah
Persaingan keras dalam lapangan mata pencaharian kehidupan sering
menjadikan gelap mata, gaya kehidupan yang semakin hedonis,
kemewahan-kemewahan yang semakin menjulang, menjadikan manusia tidak memikirkan halal
dan haram dalam menggapainya, kalau perlu dengan cara singkat namun irrasional
seperti mendatangi dukun, kuncen makam keramat, melakukan pesugihan dan lain
sebagainya dari berbagai tindakan kemusyrikan.
Suatu kemustahilan untuk memungkiri kenyataan tersebut, gambaraan
seseorang yang begitu teguh imannya bisa menjadi kafir lantaran tidak tahan hidup
dalam kepapaan, di dorong oleh rongrongan istri yang cemburu melihat kemewahan
30
. Ja la lu ddin as- S uyuthi da n Jalalud din a l- Maha lly, T a f sir J a lâla in , CD Q ur'a n-2 7 5 . .
31
٣٨
tetangganya, kebutuhan anak-anaknya, ataupun keinginan yang sangat terpendam
dalam dirinya sendiri.
Mereka yang melakukan tindakan irrasional pada akhir hayatnya bisa menjadi
beruntung apabila bertaubat kembali pada jalan kebenaran menurut Islam sebelum
ajal menjemputnya, tetapi tidak jarang malah terlanjur terus menerus dalam kesesatan
sampai akhir hayatnya hingga menyisakan kesengsaraan yang kekal abadi di akhirat
kelak. Rasulullah saw mengisyaratkan tentang kefakiran yang hampir-hampir
menyeret orang-orang fakir dalam kekufuran, sabdanya:
ﻝﺎﻗ
ﺲﻧﺍ
ﻦﻋ
ﻰﻘﻬﻴﺒﻟﺍﻭ
ﺔﺒﻴﺷ
ﻲﺑﺍ
ﻦﺑﺇ
ﺝﺮﺧﺍﻭ
:
ﻢﻠﺳﻭ
ﻪﻴﻠﻋ
ﺍ
ﻰﻠﺻ
ﺍ
ﻝﻮﺳﺭ
ﻝﺎﻗ
:
ﺍﺮﻔﻛ
ﻥﻮﻜﻳ
ﻥﺍ
ﺮﻘﻔﻟﺍﺍ
ﺩﺎﻛ
Artinya: Ibnu abi syaibah dan al-Baihaqi mengeluarkan hadist dari Anas yang berkata
bahwa Rasulullah bersabda: “Kefakiran hampr-hampir menyeret pelakunya
kepada kekufuran”32
.
Adapun paling rendah kufur adalah kufur nikmat sedangkan paling parahnya
kufur adalah kufur iman. Terjerumus dalam kekufuran tidak hanya dalam bentuk
jahiliyyah klasik seperti yang telah dicontohkan dengan mendatangi kuburan, tetapi
juga dalam bentuknya yang modern menjelma menjadi isme-isme yang beraneka
ragam namun tetap satu sesembahan dan satu tujuan yang sama yaitu materi.
b. Bahaya kefakiran terhadap Akhlak dan Tingkah Laku
Kerja keras adalah salah satu jalan mendapatkan penghasilan, ketiadaan
pekerjaan berarti ketiadaan penghasilan, ketiadaan penghasilan berarti jatuh miskin,
dan itu sama halnya dengan ketiadaan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak.
32. Ja la lud din a s- S uyuthi, A d - D u rr u a l- M a n ts u r fi a t- T a f sir a l- M a ' tsu r , (Be ir ut;