• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan pedesaaan dan kemitraan agri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembangunan pedesaaan dan kemitraan agri"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAN KEMITRAAN AGRIBISNIS

Suatu Model Pemberdayaan Masyarakat

untuk Kesejahteraan

Dr. Ir. Ida Bagus Made Agung Dwijatenaya, M.Si

(3)

iii

D a f t a r I s i

KATA PENGANTAR

Membangun Perdesaan tidak pernah surut untuk dilaksanakan. Berbagai program pembangunan Perdesaan telah diluncurkan guna meningkatkan kesejahteran masyarakat.

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugrah-Nya. Buku iniditulis dengan niat penulis untuk ikut berpartisipasi terhadap masalah pembangunan perdesaan. Selainitu, materi yang disampaikan dalam buku ini merupakan sebagian dari materi mata kuliah Kemitraan Agribisnis yang diajarkan pada mahasiswa Agribisnis. Buku ini diharap kan dapat dijadikan salah satu referensi bagi yang belajar tentang kemitraan baik mahasiswa, dosen maupun praktisi.

Dalam penyelesaian penulisan buku ini, penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak, maka untuk itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih kepada Bapak Dr. Sabran SE., M.Si, Mohamad Fadli, SP., SH., MP, Prof. Dr. I Ketut Sudibia, Dr. I.G.W. Murjana Yasa, SE., MSi, Prof Dr. Made Kembar Sri Budhi Drs., MP, saudara Candra Catur Nugroho, SP., M.Si., Nilam Anggar Sari, SE., M.Si., Aswan, SP, Suriansyah kepada rekan-rekan sehabat sekalian serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas masukannya dan diskusinya dalam penulisan buku ini

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam buku ini masih terdapat hal yang perlu diperbaiki. Akhirnya penulis berdo’a semoga tulisan ini bermanfaat.

Tenggarong, Oktober 2016

(4)

D a f t a r I s i iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

iv

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR TABEL

viii

Bagian 1 Pembangunan Perdesaan

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Definisi Pembangunaan 1

1.2 Ciri Masyarakat Desa dan Kota

2

1.3 Permasalahan Pembangunan Desa dan Kota 5

BAB IIPEMBANGUNAN EKONOMI

7

2.1 Teori Pembangunan Ekonomi

12

2.2 Keterkaitan Perdesaan dan Perkotaan

25

2.3 Pembangunan Perdesaan

31

2.3.1 Strategi Pembangunan Perdesaan

32

2.3.2 Akselarasi Pembangunan Perdesaan 35

2.3.3 Program Pembangunan Perdesaan

40

2.3.4 Migrasi Desa-Kota

43

BAB III PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM

PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

47

(5)

D a f t a r I s i v

3.2 Pertanian dan Pembangunan Perdesaan

56

3.3 Profil Kemiskinan di Perdesaan

62

3.3.1 Pengertian Kemiskinan

63

3.3.2 Kemiskinan di Perdesaan

64

Bagian 2 KemitraanAgribisnis

BAB IV PENGERTIAN, PRINSIP, DAN TUJUAN

KEMITRAAN

69

4.1. Pengertian Kemitraan

69

4.2 Prinsip-Prinsip Kemitraan 71

4.3 TujuanKemitraan

73

BAB VKONSEP FORMAL DAN AZAS KEMITRAAN

74

5.1 Konsep Formal Kemitraan

74

5.2 Azas Kemitraan

81

BAB VI BERBAGAI POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS83

6.1 Pola Inti-Plasma

84

6.2 Pola Sub kontrak

85

6.3 Pola Dagang Umum

86

6.4 Pola Keagenan

86

6.5 PolaKerjasamaOperasionalAgribisnis

(KOA)

87

6.6 Modifikasi Kemitraan

(6)

D a f t a r I s i vi

Bagian 3 Pemberdayaan Petani

untuk Kesejahteraan

BAB VIIPENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN

89

7.1 Pemberdayaan Petani Untuk Mencapai

kesejahteraan

89

7.1.1 Pemberdayaan

90

7.1.1.1 Konsep Pemberdayaan

90

7.1.1.2 Dasar-Dasar Pemberdayaan

95

7.1.1.3 Mengukur Pemberdayaan

98

7.1.1.4 Model-Model Pemberdayaan

99

7.1.2 Kesejahteraan

102

7.1.2.1 Pengertian Kesejahteraan

102

7.1.2.2 Kriteria Ekonomi Kesejahteraan 104

7.1.2.3 Pengukuran Kesejahteraan

110

7.2 Pengembangan Kelembagaan(Koperasi)

113

7.2.1 Pengembangan koperasi berorientasi

bisnis

114

7.2.2 Peran koperasi dalam pengembangan

ekonomi kerakyatan

116

7.3 Peran Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi

Kerakyatan

117

BAB VIII

PEMBANGUNAN PERTANIAN

BERKELANJUTAN

120

(7)

D a f t a r I s i D a f t a r I s i

vii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Fungsi Produksi Neo-Klasik

18

2.2 FungsiProduksiHarrod-Domar

21

2.3 Model PertumbuhanRumusan Lewis

24

2.4

Conceptual Framework for Rural-Urban Interaction

30

2.5 Dimensi UtamaDalam Pembangunan

31

2.6 Pendekatan Penyusunan Master plan Percepatan

dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

37

2,7 Model Migrasi Harris-Todaro

46

3.1 Kontribusi Tenaga Kerjadan Modal dari Pertanian terhadap

Pertumbuhan PDB

54

3.2 Kontribusi Pertanian Terhadap Devisa

55

7.1 TigaTahapan Pemberdayaan

91

7.2 Hubungan Antara Demokrasi Ekonomi, Peran

Intelektual, dan Model Demokrasi Ekonomi dalam

Pemberdayaan Masyarakat

101

7.3 KriteriaKaldor-Hicks

107

8.1 Hubungan Antara Tiga Tujuan Pembangunan

Pertanian Berkelanjutan

122

8.2 Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui

Kemitraan Usaha Agribisnis

124

(8)

D a f t a r I s i D a f t a r I s i

viii

DAFTAR TABEL

2.1 DistribusiJumlah Program Pembangunan

PerdesaanBerdasarkan Wilayah

42

3.1 KontribusiSektorPertanianTerhadap PDB dan

LajuPertumbuhanSektorPertanian: 1969-2008

50

3.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di

Indonesia , 2007-2010

65

3.3 Distribusi Kesempatan Kerja Menurut Daerah

di Indonesia, 1990-2003 (%)

66

3.4 Kesempatan Kerja di Perdesaan Menurut Sektor

di Indonesia, 1990-2003 (%)

66

(9)

P e n d a h u l u a n 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses untuk memperbaiki produktivitas dan pencapaian kesejahteraan masyarakat. Dua kata yang tidak pernah lepas di dalam memahami pembangunana yaitu pertumbuhan dan perubahan. Secara nasional pembangunan selalu dilihat dari kemampuan Negara untuk mencapai angka pertumbuhan tertentu. Apakah angka pertumbuhan yang telah ditetapkan telah mampu merubah kesejahteraan, hal inilah yang selalu menjadi perbincangan.

Definisi pembangunan telah dirumuskan oleh para ahli, antara lain (Nawawi, 2009):

1. Menurut Tjokoroamidjoja dan Mustapadijaja (1990), pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan merupakan perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya.

(10)

2

P e n d a h u l u a n 2

mengatakan terdapat tujuh ide pokok dalam pembangunan yaitu, sebagai berikut:

a. Pembangunan merupakan suatu proses.

b. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan.

c. Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka sedang dan jangka pendek.

d. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan

e. Pembangunan mengarah kepada modernitas.

f. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan bersifat multidimensional.

g. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa sehingga negara bangsa yang bersangkutan semakin kokoh pondasinya dan semakin mantap keberadaannya sehingga menjadi negara bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

1.2 Ciri Masyarakat Desa dan Kota

Disadari bahwa lingkungan hidup manusia secara umum dikenal dua lingkungan hidup yang memiliki banyak perbedaan. Kedua lingkungan hidup tersebut adalah desa dan kota. Masing-masing lingkungan berpengaruh terhadap masyarakat yang hidup di dalamnya. Walaupun terdapat perbedaan antar masyarakat desa satu dengan yang lainnya, secara umum masyarakat desa mempunyai ciri khas yang sama yakni (Siagian, 1989):

1. Kehidupan di perdesaan erat hubungannya dengan alam, mata pencaharian tergantung dari alam serta terikat pada alam. 2. Umumnya semua anggota keluarga mengambil bagian dalam

kegiatan bertani, walaupun keterlibatannya berbeda.

3. Orang desa sangat terikat pada desa dan lingkungannya, apa yang ada di desa sukar dilupakan sehingga perasaan rindu akan desanya merupakan ciri yang nampak.

(11)

3

P e n d a h u l u a n 3

5. Corak feodalisme masih nampak walaupun derajadnya sudah mulai berkurang.

6. Hidup di perdesaan banyak bertautan dengan adat istiadat dan kaidah-kaidah yang diwarisi dari satu generasi ke generasi

berikutnya, sehingga sering masyarakat desa dicap ’statis’.

7. Di beberapa daerah jiwa masyarakat terbuka kepada perkara-perkara rohani.

8. Karena keterikatan pada lingkungan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada, mereka mudah curiga terhadap sesuatu yang lain daripada yang biasa, terutama terhadap hal-hal yang lebih menuntut rasionalitas. Mereka lebih tertarik dan lebih suka mengikuti suara mistik, sehingga menimbulkan sikap yang kurang kritis akan lingkungan dan tuntutan zaman.

9. Banyak daerah perdesaan yang penduduknya sangat padat

padahal lapangan kerja dan sumber penghidupan relatif sedikit mengakibatkan kemelaratan sehingga sering mendorong jiwa apatis.

Sementara itu masyarakat perkotaan yang sering disebut dengan urban community memiliki ciri-ciri yang menonjol, yaitu sebagai berikut:

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.

3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.

5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

(12)

4

P e n d a h u l u a n 4

7. Persoalan-persoalan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar (Ahmadi, 1991).

Selanjutnya ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat perdesaan atau masyarakat perkotaan, antara lain ciri tersebut adalah sebagai berikut (Ahmadi, 1991):

1. Jumlah dan kepadatan penduduk 2. Lingkungan hidup

3. Mata pencaharian 4. Corak kehidupan sosial 5. Stratifikasi sosial 6. Mobilitas sosial 7. Pola interaksi sosial 8. Solidaritas sosial dan

9. Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional. Untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik masyarakat perdesaan maupun masyarakat perkotaan telah diupayakan melalui pembangunan. Pembangunan adalah merupakan proses yang berdemensi banyak (multi demensional) mencakup perubahan orientasi dan organisasi dari sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya. Setelah lebih dari tiga dekade upaya-upaya pembangunan perdesaan dan perkotaan di Indonesia dilakukan, ternyata hasil tidak sebagaimana diharapkan. Permasalahan pembangunan yang masih belum terpecahkan dan masih menuntut perhatian adalah masih adanya ketimpangan pembangunan antar daerah, keterkaitan perdesaan-perkotaan yang kurang sinergis, urban yang cukup tinggi, wilayah-wilayah tertinggal dan masalah kemiskinan.

Kesenjangan sistem perdesaan-perkotaan menggambarkan tidak berfungsinya hierarki sistem kota, sehingga menimbulkan

over-concentration pertumbuhan kota-kota tertentu, terutama kota-kota

(13)

5

P e n d a h u l u a n 5

transportasi, energi dan telekomunikasi, d) pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, dsb dan e) akses perbankan.

Tidak mudah mencari berbagai penyebab terjadinya berbagai permasalahan tersebut. Tulisan ini mengkaji permasalahan di perdesaan dalam konteks pembangunan pertanian dan perdesaan umumnya, terutama tentang pemberdayaan masyarakat petani.

1.3 Permasalahan Pembangunan Desa dan Kota

Pembangunan perkotaan maupun perdesaan tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Sebagaimana dikemukakan Rustiadi dan Pranoto (2007) permasalahan yang dijumpai di dalam pembangunan perdesaan dan perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Masalah kemiskinan. Jumlah penduduk miskin baik yang berada

di perdesaan maupun diperkotaan merupakan masalah pokok dalam pembangunan. Penyebab kemiskinan penduduk, baik di kota maupun di desa, adalah rendahnya pendidikan dan keterampilan serta tingkat kesehatan yang menyebabkan rendahnya kemampuan untuk berusaha guna memperoleh pekerjaan dan penghasilan. Penyebab lainnya adalah kurangnya sarana dan prasarana perhubungan yang menghubungkan status kawasan miskin dengan kawasan yang lebih maju.

2. Kapasitas Sumber Daya Manusia yang rendah. Tuntutan akan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku utama dalam kegiatan ekonomi makin tinggi. Sumber daya manusia yang berkualitas rendah berakibat pada rendahnya produktivitas dan rendahnya kesempatan masyarakat daerah dalam pembangunan.

3. Keterbatasan Sumber Daya Alam. Keterbatasan sumber daya alam khususnya air dan tanah merupakan kendala dalam pembangunan. Di satu sisi, dengan semakin meningkatnya pembangunan, sumberdaya alam akan makin banyak dibutuhkan, dan di sisi lain diperlukan pemanfaatan yang lebih hati-hati dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. 4. Keterbatasan Lahan Usaha. Keterbatasan pengetahuan

(14)

6

P e n d a h u l u a n 6

keterbatasan lahan usaha antara lain yang disebabkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan, mengakibatkan terjadinya perambahan hutan dan perusakan kawasan lindung.

5. Ketimpangan Pembangunan Kota dan Desa. Adanya ketimpangan antar wilayah, antar kota, dan antara desa dengan kota, serta antar golongan merupakan hambatan dalam pembangunan perekonomian.

6. Terbatasnya Prasarana dan Sarana. Terbatasnya sarana dan prasarana terkait dengan ketersediaan dana dan teknologi. Hal lainnya yakni adanya keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengelola pelaksanaan pembangunan yang meliputi keterbatasan jumlah, kemampuan serta pemahaman khususnya keterkaitan pembangunan desa dengan kota.

(15)

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 7

BAB II

PEMBANGUNAN EKONOMI

Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Dalam pelaksanaannnya, pembangunan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik dan non fisik dari suatu masyarakat sehingga akselarasi (percepatan) pembangunan di setiap negara tidak sama. Pembangunan merupakan suatu proses yang berdimensi jamak

(multi dimensional), mencakup perubahan orientasi dan organisasi

dari sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya. Sedangkan pembangunan ekonomi merupakan bagian dari proses pembangunan yang mencakup usaha-usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Hal itu berarti pembangunan ekonomi dapat diartikan pula sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan riil per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Selain peningkatan produksi dan pendapatan proses tersebut juga akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi masyarakat.

(16)

8

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 8

alokasi serta pendayagunaan secara optimal. Sumber-sumber pembangunan semestinya berasal dari surplus yang diciptakan oleh masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang diwujudkan dalam pembentukan modal untuk merangsang produksi lebih tinggi secara berkesinambungan. Produksi tinggi akan menciptakan pendapatan tinggi pula, yang pada gilirannya akan merangsang peningkatan dan pergeseran pola konsumsi masyarakat. Terpenuhinya kebutuhan pangan, maka peningkatan konsumsi akan mengambil bentuk peningkatan konsumsi non-pangan baik barang olahan maupun jasa-jasa. Proses ini menandai terjadinya alokasi sumber daya dan dana yang relatif besar ke sektor industri manufaktur yang biasanya dibarengi dengan perubahan kuantitas dan kualitas serta komposisi faktor produksi dan pengembangan teknologi. Selain itu akan terjadi pula spesialisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi baik antar sektor dan unit usaha maupun dalam tiap unit usaha. Selanjutnya peningkatan dan pergeseran pola konsumsi masyarakat akan merangsang peningkatan tingkat produksi dan meningkatkan investasi.

(17)

9

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 9

kesejahteraan akan terjadi jika; pertama, semua indikator kesejahteraan dapat diwujudkan dan dapat dibeli dengan pendapatan. Kedua, Setiap anggota masyarakat mempunyai kemampuan yang sama dalam menghasilkan dan menikmati pendapatan yang didistribusikan sesuai dengan mekanisme pasar. Ketiga, setiap anggota masyarakat harus ikut dalam proses menciptakan produksi, memperoleh pendapatan dan menggunakan pendapatan untuk keperluan konsumsi. Sejalan dengan anggapan itu maka pembangunan sesungguhnya adalah proses yang berorientasi pada manusianya. Dengan memberikan perhatian pada unsur manusianya, maka indikator sosial yang dalam hal ini tidak semata diukur dengan tercapainya tingkat produksi rata-rata yang tinggi saja tetapi terciptanya keadaan yang benar-benar dinikmati oleh setiap anggota masyarakat. Pembangunan yang berorientasi pada manusianya (human development orientation) mengutamakan pada paling tidak tiga unsur penting yakni aspek kehidupannya (human life), pengetahuan, dan tingkat hidup yang memadai (Daryanto, 2003).

(18)

10

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 10

modernisasi ke seluruh masyarakat. Sebagai akibatnya struktur dan kebudayaan tradisional yang menguasai daerah perdesaan mulai mengalami transformasi mengantarkan terjadinya tahapan di mana perbedaan-perbedaan struktural dan kultural antara kota dan desa menjadi semakin menyempit. Dalam kondisi itu masyarakat desa berhasil mengembangkan suatu kehidupan ekonomi, politik dan budaya yang semakin rasional. Akhirnya antara desa dan kota terpola suatu hubungan timbal balik yang harmonis dan saling dapat menciptakan surplus bagi pertumbuhan masyarakat keduanya.

(19)

11

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 11

strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni; 1) Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil, 2) Peningkatan permintaan domestik terhadap output

pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan, dan 3) Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.

(20)

12

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 12

2.1 Teori Pembangunan Ekonomi

Kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia kedua didominasi oleh empat aliran pemikiran yang terkadang bersaing satu sama lain. Keempat pendekatan tersebut adalah 1) model pertumbuhan tahapan linear (linear-stage-of-growth

model), 2) teori dan pola perubahan struktural (theories and patterns

of structural change), 3) revolusi ketergantungan-internasional (the

international-dependence revolution) serta 4) kontrarevolusi pasar

bebas neoklasik (the neoclassical, fre-market counterrevolution) (Todaro dan Smith, 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa para teoritisi pada dekade 1950-an dan awal 1960-an cenderung memandang proses pembangunan sebagai serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan, yang akan pasti akan dialami oleh setiap negara yang menjalankan pembangunan. Pada dekade 1970-an, pendekatan tahapan linear tergusur oleh dua aliran pemikiran ekonomi (dan tentunya juga berbau ideologis). Aliran pemikiran yang pertama menitik beratkan pada toeri dan pola perubahan struktural. Aliran pemikiran yang kedua adalah revolusi ketergantungan internasional. Pada dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, yang paling menonjol adalah pendekatan kontrarevolusi pasar bebas neoklasik. Kontrarevolusi neoklasik (sering kali disebut neo-liberal) dalam pemikiran ekonomi ini menekankan pada peranan menguntungkan yang dimainkan oleh pasar-pasar bebas, perekonomian terbuka, dan swastanisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah atau negara yang kebanyakan memang tidak efisien dan boros. Menurut teori ini, kegagalan pembangunan bukan disebabkan oleh kekuatan-kekuatan eksternal maupun internal sebagaimana diyakini oleh para tokoh teoritis ketergantungan, melainkan oleh banyaknya campur tangan dan regulasi pemerintah dalam kehidupan perekonomian nasional.

(21)

13

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 13

1. Mashab Historis

Mashab historis ini melihat pembangunan ekonomi berdasarkan pengalaman sejarah tentang tahapan-tahapan perkembangan ekonomi suatu negara. Teori ini muncul pada abad ke 19. Mashab ini meliputi teori Friedrich List, Bruno Hilderbrand, Karl Bucher dan W.W. Rostow.

a. Friedich List

Menurut List sistem liberalisme yang laisser faire dapat menjamin alokasi sumber daya secara optimal. Perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan. Menurut List, perkembangan ekonomi hanya akan terjadi jika dalam masyarakat ada kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perorangan. Perkembangan ekonomi menurut List, melalui 5 fase yaitu fase primitif, beternak, pertanian, pertanian dan industri pengolahan (manufacturing), dan akhirnya pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Pendekatan List dalam menentukan tahap-tahap perkembangan ekonomi tersebut berdasarkan pada cara produksinya.Untuk perkembangan ekonomi sektor industri pengolahan sangat perlu dikembangkan, walaupun pada awalnya perlu diberikan proteksi.

b. Bruno Hilderbrand

Sebagai kritiknya terhadap List, Hilderbrand mengatakan bahwa perkembangan ekonomi bukan didasarkan pada cara produksi ataupun cara konsumsi, tetapi pada cara distribusi yang digunakan. Oleh karenanya, Hilderbrand mengemukakan 3 (tiga) sistem distribusi yaitu:

1) Perekonomian Barter (natura) 2) Perekonomian Uang

3) Perekonomian Kredit

(22)

14

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 14

c. Karl Bucher

Pendapat Bucher merupakan sintesa dari pendapat List dan Hilderbrand. Menurut Bucher, perkembangan ekonomi melalui 3 tahap yaitu;

1) Produksi untuk kebutuhan sendiri (subsisten)

2) Perekonomian kota dimana pertukaran sudah meluas 3) Perekonomian nasional dimana peran pedagang menjadi

semakin penting. d. W.W. Rostow

Teori pembangunan ekonomi dari Rostow ini sangat popular dan paling banyak mendapat komentar dari para ahli.Menurut klasifikasi Todaro, teori Rostow dikelompokkan ke dalam model pertumbuhan tahapan linear.Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam 5 tahap, yaitu masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk tinggal landas (the precondition for take-off), tinggal landas (the take-off), menuju kedewasaan (the drive to maturity) dan masa konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption). 2. Teori Klasik

a. Adam Smith (1723-1790)

Adam Smith tidak hanya terkenal sebagai pelopor pembangunan ekonomi dan kebijaksanaan laissez-faire, tetapi juga merupakan ekonom pertama yang banyak menumpahkan perhatian kepada masalah pertumbuhan ekonomi. Inti dari proses pertumbuhan menurut Smith, dibedakan ke dalam dua aspek utama pertumbuhan ekonomi, yaitu pertumbuhan output

total dan pertumbuhan penduduk.

1) Pertumbuhan output total

Unsur pokok dari sistem produksi suatu Negara menurut Smith adalah:

1. Sumberdaya alam yang tersedia (atau faktor produksi tanah)

(23)

15

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 15

2. Sumberdaya manusia (atau jumlah penduduk)

Sumberdaya manusia (jumlah penduduk) mempunyai peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Artinya, jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari suatu masyarakat.

3. Stok barang modal yang ada

Stok modal, menurut Smith merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Peranannya sangat sentral dalam proses pertumbuhan

output.Jumlah dan tingkat pertumbuhan output

tergantung laju pertumbuhan stok modal sampai batas maksimum dari sumber alam).

2) Pertumbuhan Penduduk

Menurut Adam Smith, jumlah penduduk akan meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah

subsisten yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup.

Jika tingkat upah di atas tingkat subsisten, maka orang-orang akan kawin pada umur muda, tingkat kematian menurun dan jumlah kelahiran meningkat. Sebaliknya jika tingkat upah yang berlaku lebih rendah dari tingkat upah

subsiten, maka jumlah penduduk akan menurun.

Tingkat upah yang berlaku, menurut Adam Smith ditentukan oleh tarik-menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Tingkat upah yang tinggi dan meningkat jika permintaan akan tenaga kerja tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja. Permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh stok modal dan tingkat output

masyarakat. Oleh karena itu, laju pertumbuhan permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan stok modal (akumulasi modal) dan laju pertumbuhan output.

Kritik terhadap teori Adam Smith antara lain:

(24)

16

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 16

2. Alasan menabung. Menurut Smith orang yang dapat menabung adalah para kapitalis, tuan tanah, dan lintah darat. Namun ini adalah alasan tidak adil, sebab itu tidak terpikir olehnya bahwa sumber utama tabungan di dalam masyarakat yang maju adalah para penerima pendapatan, bukan kapitalis atau tuan tanah.

3. Asumsi persaingan sempurna. Kebijakan pasar bebas dan persaingan sempurna ini tidak pernah ditemukan di dalam perekonomian manapun. 4. Pengabaian peranan entrepreneur. Smith agak

mengabaikan peranan entrepreneur dalam pembangunan.

5. Asumsi stasioner. Menurut Smith hasil akhir suatu perekonomian kapitalis adalah keadaan stasioner. Ini berarti bahwa perubahan hanya terjadi di sekitar titik keseimbangan tersebut. Padahal dalam kenyataannya proses pembangunan itu seringkali terjadi teratur dan tidak seragam. Jadi asumsi ini tidak realistis. b. David Ricardo (1772-1823)

Ciri-ciri perekonomian Ricardo sebagai berikut: 1. Jumlah tanah terbatas

2. Tenaga kerja (penduduk) meningkat atau menurun tergantung pada apakah tingkat upah di atas atau di bawah tingkat upah minimal.

3. Akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada di atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan investasi.

4. Kemajuan teknologi terjadi sepanjang waktu 5. Sektor pertanian dominan.

6. Menurut Ricardo, peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi adalah cenderung meningkatkan produktivitas tenaga kerja, artinya bisa memperlambat bekerjanya the law

(25)

17

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 17

memperlambat pula penurunan tingkat hidup kearah tingkat hidup minimal. Inilah inti dari proses pertumbuhan ekonomi (kapitalis) menurut Ricardo.

Kritik terhadap teori Ricardo:

1) Pengabaian pengaruh kemajuan teknologi 2) Pengertian yang salah tentang keadaan stasioner 3) Pengabaian faktor-faktor kelembagaan

4) Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan 5) Pengabaian suku bunga

3. Teori Neoklasik (Solow-Swan)

Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik berkembang sejak tahun 1950-an. Teori in berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi klasik. Ekonom perintisnya adalah Robert Solow (Massachussets Institute of Technology) dan Trevor Swan (Australia National University). Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.

Sifat teori pertumbuhan Neo Klasik digambarkan seperti Gambar 1. Teori pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya didasarkan kepada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, yang sekarang dikenal dengan sebutan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut ditulis dengan cara berikut :

Qt = Tta Kt Ltb

Keterangan;

Qt = tingkat produksi pada tahun t

Tt = tingkat teknologi pada tahun t

Kt = jumlah stok barang modal pada tahun t

Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t

a = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unitModal

(26)

18

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 18

Gambar 2.1 Fungsi Produksi Neo Klasik

Sumber:

Arsyad, 2010

4. Teori Keynesian (Harrod-Domar)

Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan R. F. Harod. Teori ini sebenarnya dikembangkan oleh kedua ekonom secara sendiri-sendiri, tetapi karena inti teori tersebut sama, maka dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena tidak membicarakan masalah-masalah ekonomi jangka panjang. Sedangkan teori Harrod-Domar menganlisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang.

Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi, yatu:

I1 I2

Mo

d

a

l

Tenaga Kerja K3

K1

(27)

19

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 19

1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full

employment) dan barang-barang modal yang terdiri dalam

masyarakat digunakan secara penuh.

2) Terdiri dari 2 sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.

3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatam nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.

4) Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-output ratio = COR) dan ratio pertambahan modal-output (incremental capital-output

ratio= ICOR).

COR dan ICOR yang tetap ini bisa dilihat pada Gambar 2. Dalam teoriHarrod-Domar, fungsi produksinya berbentuk L karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk menghasilkan output sebesar Q1 diperlukan modal K1 dan tenaga

kerja L1, dan apabila kombinasi itu berubah maka tingkat output

berubah.Untuk output sebesar Q2 misalnya hanya dapat

diciptakan jika stok modal sebesar K2.

(28)

20

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 20

tetap dari output total, dan investasi ditentukan oleh tingkat tabungan, maka dapat dapat disusun model pertumbuhan ekonomi seperti berikut;

1) Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari ouput total (Y), diperoleh persamaan :

S = s.Y ……….. (1)

2) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan

dilambangkan dengan ∆K, maka:

) = ∆K ……… (2)

Akan tetapi, karena jumlah stok modal (K) mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output (COR) atau k, maka:

Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (6) dibagi mula-mula dengan Y kemudian dengan k, maka didapat ;

(29)

21

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 21

Keterbatasan teori Harrod-Domar dikemukakan sebagai berikut:

1) MPS dan ICOR tidak konstan

2) Proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak tetap

3) Harga tidak akan tetap konstan 4) Suku bunga berubah

5. Teori Schumpeter

Salah satu pendapat Schumpeter yang penting, yang merupakan landasan teori pembangunannya adalah keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan yang pesat. Namun demikian, Schumpeter meramalkan secara pesimis bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi), pendapat ini sama dengan pendapat kaum Klasik. Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan

Tenaga Kerja

Mo

d

a

l

K1 K2

L1 L2 Q1 Q2

(30)

22

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 22

ekonomi suatu masyarakat hanya bias diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur. Kemajuan ekonomi tersebut diartikan sebagai peningkatan output total masyarakat.

Schumpeter membedakan pengertian pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi produksi itu sendiri. Misalnya kenaikan output yang disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi yang lama. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta.Inovasi disini berarti perbaikan teknologi dalam arti luas, misalnya penemuan produk baru pembukaan pasar baru dan sebagainya.

6. Teori Ketergantungan (Dependencia)

Teori ketergantungan pertama kali dikembangkan di Amerika Latin pada tahun 1960-an.Menurut pengikut teori ini, ketrbelakangan (under development) Negara-negara Amerika Latin terjadi pada saat masyarakt prakapitalis tersebut tergabung

(incorporated) ke dalam sistem ekonomi dunia kapitalis.Dengan

demikian, masyarakat tersebut kehilangan otonominya dan menjadi daerah pinggiran dari daerah-daerah metropolitan yang kapitalis.Daerah-daerah pinggiran dijadikan daera-daerah jajahan dari Negara-negara metropolitan. Mereka hanya berfungsi sebagai produsen-produsen bahan mentah bagi kebutuhan industri Negara-negara metropolitan itu, sebaliknya merupakan konsumen barang-barang jadi yang dihasilkan industri-industri di Negara-negara metropolitan tersebut. Dengan demikian timbul struktur ketergantungan yang merupakan rintangan yang hampir tak dapat diatasi serta merintangi pula pembangunan yang mandiri.

(31)

23

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 23

Vasconi, Ruy Mauro Marini dan F.H. Cardoso. Aliran ini menggunakan karangka analisis dari teori Marx dan Neo-Marxis tentang imperialism.Aliran ini tidak membedakan secara tajam antara struktur intern dan struktur ekstern, karena kedua struktur tersebut pada dasarnya dipandang sebagai faktor yang berasal dari sistem kapitalis dunia itu sendiri. Aliran kedua adalah aliran non-Marxis, dipelopori oleh Celso Furtado, Helio Jaguaribe, Anibal Pinto, dan Osvaldo Sunkel. Aliran Non-Marxis melihat masalah ketergantungan dari perspektif nasional dan regional, yaitu kawasan Amerika Latin.Aliran ini dengan tegas membedakan antara keadaan dalam negeri dan luar negeri.Menurut aliran ini struktur dan kondisi iteren pada umumnya dilihat sebagai faktor yang berasal dari dari sistem itu sendiri.

7.

Teori Pembangunan Lewis

W.Arthur Lewis mengemukakan teoritis pembangunan yang memusatkan perhatian pada tranformasi struktural (structural

transformation) suatu perekonomian subsisten. Lebih lanjut teori

ini dikembangkan oleh John Fei dan Gustav Ranis. Model dua-sektor Lewis ini diakui sebagai teori umum yang membahas proses pembangunan di Negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kelebihan penwaran tenaga kerja selama dekade 1960-an dan awal 1970-an.

Menurut model pembangunan Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni 1) sektor tradisional, yaitu sektor perdesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan nol, dengan kondisi surplus tenaga kerja, 2) sektor industri perkotaan yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.

(32)

24

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 24

daerah-daerah pedesaan. Selanjutnya ilustrasi model pertumbuhan sektor modern dalam perekonomian dua sektor rumusan Lewis sebagaimana Gambar 2.3.

TPM = f(LM,KM,tM)

Kuantitas tenaga kerja (QLM)(ribuan)

a) Sektor Modern (Industri)

Kuantitas tenaga kerja (QLA)(jutaan)

b) Sektor tradisional (pertanian)

(33)

25

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 25

2.2 Keterkaitan Perdesaan dan Perkotaan

Pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya adalah pembangunan yang bertolak dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan sepenuhnya ditujukan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat tersebut dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan dengan senantiasa mewujudkan Wawasan Nusantara yang memperkukuh Ketahanan Nasional. Pembangunan yang bertumpukan pada peran serta rakyat diselenggarakan secara merata di semua lapisan masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air. Dalam penyelenggaraan pembangunan yang berintikan keadilan, setiap warga berhak memperoleh kesempatan untuk berperan serta dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan prestasinya.Dimensi kemanusiaan itu juga menjadi pangkal tolak untuk membangun ekonomi yang kukuh, mandiri dan berkeadilan.

Perdebatan mengenai hubungan antara perdesaan-perkotaan (pertanian-industri) menjadi hal yang mengemuka dalam teori ekonomi pembangunan. Sebelum tahun 1960, teori-teori ekonomi pembangunan dalam literatur-literatur pada umumnya memandang inferior peranan sektor pertanian. Kenyataan ini sangat mengejutkan banyak pihak mengingat begitu dominannya peranan sektor pertanian di hampir semua negara berkembang pada saat itu. Pandangan inferior terhadap sektor ini membuat sektor pertanian tidak berkembang sebagaimana mestinya, dan keadaan seperti ini mengakibatkan adanya kekurangan produksi pangan domestik yang tiada hentinya, yang diikuti dengan krisis neraca pembayaran dan instabilitas politik di banyak negara berkembang.

Menurut Little dalam Daryanto (2003) terdapat beberapa faktor yang melandasi anggapan pengabaian sektor pertanian (the

neglect of agriculture). Pertama, sebagian besar para pengambil

(34)

26

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 26

jasa.Kedua, model-model pembangunan pada waktu itu lebih memprioritaskan pentingnya akumulasi kapital yang identik dengan pembangunan industri.Ketiga, ada persepsi kuat yang memandang pertanian sebagai penyedia surplus tenaga kerja yang dapat ditransfer ke sektor industri tanpa membutuhkan biaya transfer. Alasan terakhir, ada persepsi yang kuat bahwa dalam proses pembangunan pertanian para petani tradisional sering dianggap sangat terikat kepada nilai-nilai tradisi dan tidak responsif terhadap insentif pasar. Alasan-alasan inilah yang mendasari adanya sikap yang meremehkan potensi pembangunan sektor pertanian sebagai sektor yang perlu diprioritaskan penanganannya.

(35)

27

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 27

merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk sektor industri.Sektor pertanian yang tumbuh dan berkembang sehat dapat menstimulasi permintaan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh sektor industri. Dalam hal ini, sektor pertanian menawarkan potensi konsumsi atau permintaan yang besar terhadap produk-produk sektor industri dan juga input-input pertanian yang dihasilkan oleh sektor industri, seperti pupuk, pestisida dan peralatan pertanian.Keempat, transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi.Perekonomian yang tumbuh dengan cepat dapat menstimulasi terjadinya pemindahan tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan kontinyu dari sektor pertanian ke sektor industri yang umumnya berlokasi di daerah perkotaan. Akhirnya, sektor pertanian dapat menyediakan modal bagi pengembangan sektor-sektorlain. Bagi negara-negara yang ingin mengindustrialisasikan perekonomiannya, sektor pertanian dapat berfungsi sebagai sumber utama modal investasi. Oleh karena itu,

industrialisasi yang berhasil memerlukan dukungan yang kuat dari surplus yang dihasilkan oleh sektor pertanian.

(36)

28

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 28

memprioritaskan kepentingan pembangunan sektor industri. Sejalan dengan debat peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi, model peranan perkotaan dalam literatur ekonomi pembangunan diawali dengan model pembangunan ekonomi Lewis dalam Daryanto (2003) yang menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi dan modernisasi bisa mentransfer surplus dari sektor pertanian ke sektor industri perkotaan,

yang sekaligus pula akan

terjadi transfer alokasi sumber-sumber perdesaan, tenaga kerja

dan modal ke perkotaan dalam pembangunan nasional jangka

panjang.

Pada akhir tahun 1950-an kemudian muncul sebuah ide baru dalam wacana perencanaan regional, dengan dibangunnya sebuah model coreperipheryand spatial polarisation, dimana dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan di negara-negara maju pertumbuhan ekonominya selalu datang dari pusat-pusat pertumbuhan pada satu atau beberapa wilayah perkotaan Douglas dalam Daryanto (2003). Dalam model tersebut terungkap bahwa pertumbuhan di beberapa wilayah inti perkotaan akan memberikan keuntungan kepada perkembangan rural-periphery. Setiap perkotaan akan mengatur wilayah-wilayah perdesaan untuk melayani kepentingan kota, sehingga mendatangkan arus perputaran modal,

brain drain, dan transfer sumber-sumber daya dari pertumbuhan

(37)

29

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 29

Pada tahun 1970-an, muncul suatu pandangan baru dengan ide bahwa perkotaan itu lebih dianggap sebagai penyebab dibandingkan sebagai solusi untuk permasalahan perdesaan, sehingga muncullah istilah baru yang disebut urban bias dalam pembangunan perdesaan. Dipersoalkan bahwa kemunduran dalam pembangunan perdesaan disebabkan karena wilayah perdesaan selalu kalah terhadap kekuatan-kekuatan politik, sosial dan ekonomi dari wilayah perkotaan. Perencana pembangunan lebih mengedepankan pembangunan perkotaan, sedangkan pembangunan perdesaan selalu diletakkan paling belakang. Mereka lebih mengintensifkan modal pembangunan untuk kemajuan perkotaan, sedangkan modal yang disertakan untuk perdesaan sangat rendah. Mereka mempunyai pandangan bahwa perdesaan itu hanyalah merupakan urban nodes

dan transportation linkages yang kelihatan di atas peta topografi.

Bagi mereka, dalam integrasi regional perkotaanlah yang merupakan kuncinya. Kebijakan-kebijakan mereka seperti ini secara tegas menunjukkan adanya urban bias. Kemudian di sisi lain, perencana perdesaan cenderung selalu beranggapan bahwa perkotaan itu adalah sebuah parasit dan mahkluk asing dalam pembangunan perdesaan. Mereka selalu hati-hati terhadap perkotaan, dan jarang sekali unsur perkotaan dimasukkan dalam wacana perdesaan. Definisi wilayah perdesaan dalam pembangunan dianggap hanya

agricultural plots, resources areas dan villages. Dari sini kelihatan bahwa mereka itu rural bias, yang sangat sedikit, bahkan tidak tertarik sama sekali untuk mengamati perkembangan perkotaan dalam framework perencanaan perdesaan. Terlepas dari pertentangan antar pro dan kontra di atas, hal sekarang yang perlu diperhatikan adalah bagaimana membawa potensi-potensi pembangunan perkotaan dan perdesaan tersebut dalam proses perencanaan. Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mengenal fungsi dan peranan perkotaan terhadap perdesaan yang akan menghasilkan hubungan saling ketergantungan, bukannya hubungan

one-way urban-to-rural. Sepertinya keterkaitan

perkotaan-perdesaan saat ini, harus dilihat sebagai mutually reinforcing.

(38)

30

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 30

perkotaan terhadap perdesaan tampak jelas bahwa keterkaitan perkotaan-perdesaan selalu membutuhkan pemerintah, dalam gambar tersebut ditunjukkan pada komponen intervensi. Peran pemerintah disini memang tidak bisa dilepas, karena pemerintah bersama swasta dan masyarakat sudah langsung melekat sebagai aktor dari sistem kota-desa. Sehingga dinamika sistem perkotaan-perdesaan yang pada akhirnya bisa menimbulkan masalah perkotaan merupakan masalah bersama bagi aktor-aktor pembangunan perkotaan tersebut.

Gambar 2.4. Conceptual Framework for Rural-Urban Interaction

Sumber : Okali, Okpara, dan Olwoye, 2001 bestride rural and urban areas

 Agriculture (urban agriculture)

 Industry (ruralindustry)

 Trade

 Culture

Groups of factors that affect rural-urban interaction

(39)

31

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 31

2.3 Pembangunan Perdesaan

Pembangunan perdesaan secara mendasar mencakup tiga dimensi utama, yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi politik (Fernando dalam Arsyad, dkk., 2011). Selain itu, dalam implementasinya pembangunan perdesaan perlu mempertimbangkan prinsip, yaitu berorientasi kepada komunitas

(community oriented), berbasiskan pada sumber daya komunitas

(community’s resources-based), dan dikelola komunitas (community

manged).Ketiga dimensi pembangunan tersebut dapat digambarkan

sebagaimana Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Dimensi Utama dalam Pembangunan Sumber : Arsyad, dkk., 2011

Kapasitas dan kesempatan berpartisipasi dan mendapatkan manfaat

proses pembangunan

Pembangunan Perdesaan

Pembangunan Sosial yang Komprehensif

Kapasitas dan Kesempatan berpartisipasi dan mendapatkan manfaat

proses pembangunan

Dimensi Sosial

Dimenisi Ekonomi

(40)

32

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 32

2.3.1 Strategi pembangunan perdesaan

Strategi pembangunan pertanian dan perdesaan di Indonesia secara umum dibagi ke dalam tiga tahap ( Arsyad, 2011). Tahap 25 tahun pertama pasca kemerdekaan pembangunan perdesaan menekankan kepada pendekatan pemenuhan kebutuhan pokok

(basic-needs approach). Pendekatan ini dilakukan melalui berbagai

program seperti pemberantasan buta-aksara, peningkatan pelayanan air bersih, pemenuhan kebutuhan sandang-pangan-papan, dan yang sejenisnya.Pada tahap 25 tahun kedua (1970-195), dikenalkan pendekatan baru yakni strategi pembangunan manusia seutuhnya bersama-sama dengan upaya pembangunan industrialisasi berbasiskan pertanian. Beberapa cirri pendekatan ini, antara lain padat modal, otomatis-mekanisasi, ketergantungan pada modal asing, industry substitusi impor dan produksi missal (

mass-production). Pada tahap ini ditandai oleh infrastruktur-infrastruk

(41)

33

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 33

strategi pemabangunan perdesaan sedikit berubah yakni sejak tahun 1996. Pada tahap ketiga, pembangunan pertanian dan perdesaan lebih banyak menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan politik warganya. Ada dua penyebab perubahan tersebut, yaitu 1) secara eksternal, penguatan ideologi populisme-demokratisme yang menuntut ruang kekuasaan yang lebih luas bagi masyarakat madani

(civil-society) secara signifikan telah mendorong masyarakat desa

untuk lebih berani memperjuangkan hak-haknya, 2) secara internal, kekuasaan otoritas-sentralisme yang bekerjasama dengan kekuatan ekonomi kapitalisme-korporatisme yang semakin menekan masyarakat juga telah memacu resistensi akar rumput (grass-roots). Selain itu, krisis ekonomi tahun 1997 telah mempercepat proses perubahan sosial di Indonesia, yang kita kenal sebagai era Reformasi. Pendekatan pembangunan perdesaan yang baru ini dicirikan oleh penghargaan pada eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan yang sangat tinggi, kemandirian lokalitas, partisipasi, dan basis kekuatan lokal yang kokoh. Ruh demokratisme dan ekologisme tampak sangat menonjol.

Berbicara strategi pembangunan perdesaan, maka aspek regulasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembangunan perdesaan. Secara kronologis aturan-aturan yang ada terkait pembangunan perdesaan adalah (Arsyad, dkk., 2011):

1. UU 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. 2. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 1972 tentang

pelaksanaan Klasifikasi dan Tipologi Desa di Indonesia. 3. UU 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

4. UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan. 5. UU 32 2004 tentang Pemerintah Daerah.

6. Peraturan Presiden Nomor 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009.

7. PP 72/2005 tentang Desa.

8. UU 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional 2005-2025. 9. UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

(42)

34

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 34

11. Permendagri 51 tahun 2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat.

Tidak ada satupun strategi pembangunan ekonomi yang cocok digunakan oleh semua negara berkembang yang ingin meningkatkan kesejahteraan materiil para warganya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi strategi yang digunakan. Faktor-faktor tersebut antara lain (Nawawi, 2009):

1. Persepsi para pengambil keputusan tentang prioritas pembangunan yang berkaitan dengan sifat keterbelakangan yang dihadapi masyarakat.

2. Luasnya kekuasaan negara. 3. Jumlah penduduk.

4. Tingkat pendidikan masyarakat.

5. Topografi wilayah kekuasaan negara-apakah negara kepulauan atau daratan.

6. Jenis dan jumlah kekayaan alam yang dimiliki.

7. Sistempolitik yang berlaku di negara yang bersangkutan.

(43)

35

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 35

apabila mereka hidup terpencil atau tidak dapat memanfaatkan secara optimal sumber daya yang ada di wilayahnya. Untuk itu, diperlukan prasarana pendukung perdesaan yang memadai. Prasarana tersebut diantaranya prasarana perhubuingan yang memadai, penerangan, jaringan telekomunikasi dan sebagainya. Keempat, pembangunan kelembagaan. Lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan desa perlu diperkuat agar pembangunan perdesaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar pada pemerintah desa dan masyarakat desa itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembangunan perdesaan tidak bisa bersifat umum (grand stategy) yang bisa diterapkan dimana saja dan kapan saja. Tetapi, harus bersifat spesifik dan konstektual yang sesuai dengan kondisi desa yang bersangkutan.

2.3.2 Akselarasi pembangunan perdesaan

Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan wilayah termasuk perdesaan. Sebagaimana diketahui rapat kerja pemerintah pusat dan daerah yang berlangsung 21-22 Februari 2011 di Istana Bogor, Presiden SBY memaparkan masterplan yang diberi nama MP3EI 2011-2025, dalam hal ini koridor ekonomi Indonesia dibagi menjadi enam koridor yaitu Koridor Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Papua dan Maluku. Lebih lanjut dikatakan penyusunan MP3EI tidak bermaksud untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang ada seperti RPJPN dan RPJMN (Kuncoro, 2012). Pendekatan Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE), MP3EI memberikan tema bagi pembangunan wilayah sebagai berikut:

1. MP3EI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan ekspor SDA, tetapi lebih pada penciptaan nilai tambah.

2. MP3EI tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi ekonomi pada daerah tertentu.

(44)

36

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 36

4. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan transportasi darat saja, tetapi pada pembangunan transportasi yang seimbang antara darat, laut dan udara.

5. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan infrastruktur yang mengandalkan anggaran pemerintah semata, tetapi juga pembangunan infrastruktur yang menekankan kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS).

Akselerasi pembangunan dengan MP3EI, sebagaimana Gambar 2.6 mensyaratkan pembiayaan yang memadai. Masalahnya, daerah masih mengandalkan pembiayaan pembangunannnya dari dana perimbangan yang dikucurkan oleh pemerintah pusat. Transfer dana ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Otonomi Khusus (DOK) ternyata belum mampu menurunkan kesenjangan pembangunan antara daerah secara signifikan. Sebaliknya, kesenjangan antar daerah masih melebar dan meningkat.

(45)

sosial-37

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 37

ekonomi keseharian masyarakat, meningkatkan kualitas SDM dan mendorong pembangunan kawasan perdesaan.

Gambar 2.6. Pendekatan Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Sumber : Alisjahbana dalam Kuncoro (2012)

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi

Pembangunan Nasional (RPJMN, RPJMD,Dunia

Usaha)

Pembangunan Sistem Logistik Nasional

Kebijakan Sektoral (Sistranas Roadmap ICT, dsb)

Rencana Induk Pembangunan Koridor

Ekonomi Nasional

Rencana Aksi Penguatan Konektivitas Nasional KEBIJAKAN

SEKTORAL (Sistranas, IPTEK,dsb)

Penguatan Konektivitas

Nasional PENGEMB

ANGAN KORIDOR EKONOMI Sektoral

(46)

38

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 38

Selain ketersedian infrastruktur, faktor lain yang perlu dikaji dalam mempercepat proses pembangunan perdesaan adalah analisis mengenai kondisi perdesaan yang difokuskan ke dalam indikator-indikator pengukur keberhasilan pembangunan perdesaan. Indikator-indikator tersebut adalah infrastruktur (fisik, ekonomi, pendidikan, kesehatan), kondisi pendidikan, kondisi kesehatan, pembangunan pertanian, tingkat industrialisasi, perkembangan usaha non-pertanian, tingkat rawan bencana, aspek kelembagaan&modal sosial dan aspek sosial budaya.

1. Infrastruktur, meliputi : 1) kapasitas infrastruktur fisik yang terdiri dari infrastruktur transportasi, infrastruktur komunikasi, infrastruktur listrik. 2) Infrastruktur ekonomi. Kapasitas infrastruktur ekonomi sebagai salah satu prasarana penunjang kegiatan ekonomi di perdesaan sangat mutlak diperlukan dalam rangka mempercepat terjadi proses pembangunan perdesaan. Minimnya keberadaan infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi, merupakan masalah klasik yang dihadapi perdesaan, lebih-lebih Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Kapasitas infrastruktur ekonomi ini seperti usahatani berbadan hukum, kios sarana produksi, ketersediaan pasar dan jarak ke pusat pertokoan, keberadaan lembaga keuangan (bank dan bukan bank) dan akses pada kredit. 3) Infrastruktur kesehatan. Faktor kesehatan adalah merupakan salah satu yang menentukan kulaitas SDM. Maka dalam hal ini, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mempercepat proses pembangunan perdesaan adalah a) ketersediaan fasilitas kesehatan publik, b) jarak desa ke fasilitas kesehatan publik, c) aksebilitas desa ke fasilitas kesehatan publik, d) jumlah tenaga medis dan paramedis di perdesaan, kapasitasserta tingkat jangkauan layanan per tenaga pelayan kesehatan, e) fasilitas penunjang kesehatan di perdesaan. 4) Infrastruktur pendidikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah a) ketersediaan fasilitas pendidikan, b) jarak ke fasilitas Pendidikan Dasar.

(47)

39

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 39

pertanian. Oleh sebab itu, dalam rangka mempercepat pembangunan perdesaan, maka harus memperhatikan kondisi; a) usahatani subsisten, b) penggunaan lahan pertanian di perdesaan, c) komoditas pertanian utama.

3. Tingkat Industrialisasi di Perdesaan. Dalam proses transisi menuju masyarakat modern, industrialisasi cukup memegang peranan penting. Dengan demikian upaya Kabupaten Kutai Kartanegara dalam mempercepat pembangunan perdesaan untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya tidaklah salah kalau tetap meningkatkan usaha perkebunan kelapa sawit. Hal-hal yang perlu dianalisis adalah a) ketersediaan prasarana penunjang industrialisasi, b) jumlah industri berdasarkan skala usaha, c) industri kecil menurut bidang usaha.

4.

Perkembangan Usaha Non Pertanian. Untuk Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat ketimpangan antara sektor ekstraktif (pertambangan) dan sektor produktif (manufaktur). Ini menjadi perhatian bagi semua pihak, walaupun sektor pertambangan nampak mempercepat pembangunan perdesaan, namun disisi lain banyak yang lepas dari perhatian, terlebih-lebih program CSR oleh perusahaan tidak pernah berjalan optimal. Kerusakan lingkungan yang semakin parah, dan masalah sosial lainnya, cermati eks pertambangan emas yang terjadi di Long Iram Kutai (Sekarang Kutai Barat) dan beberapa daerah yang batubaranya telah habis ditambang.

5. Pendidikan dan Kesehatan. Bagian awal telah disebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan penentu bagi maju tidaknya, cepat tidaknya proses pembangunan perdesaan. Hal-hal yang perlu dikaji adalah a) tingkat melek huruf, b) tingkat partisipasi sekolah, c) morbiditas.

6. Tingkat Rawan Bencana. Kerentanan sebuah desa terhadap bencana alam mempengaruhi efektivitas dan percepatan proses pembangunan perdesaan. Pada daerah rawan bencana juga sering dijumpai masalah-masalah pendidikan dan kesehatan. 7. Aspek Kelembagaan dan Modal Sosial. Selama ini dalam rangka

(48)

40

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 40

hampir tidak ada. Hal yang perlu diperhatikan dalam akselerasi pembangunan perdesaan pada aspek ini adalah ketersediaan organisasi sosial kemasyarakatan, stabilitas politik dan keamanan, modal sosial.

8. Aspek sosial budaya. Penyebaran masyarakat dari berbagai etnis di sebuah wilayah perdesaan tentu saja turut memperkaya nilai-nilai budaya dari masyarakat setempat. Proporsi desa multi etnis di Kalimantan tergolong tinggi yaitu mencapai 77 persen (Arsyad, dkk., 2011). Adanya multi etnis ini juga mempengaruhi cepat tidaknya pembangunan sebuah desa. Sebagaimana sebagian besar perdesaan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang masyarakatnya multi etnis menunjukkan proses pembangunan perdesaan lebih cepat terjadi, sebagaimana pengamatan penulis untuk di Desa Jembayan Kecamatan Loa Kulu (sekarang dimekarkan menjadi Desa Jembayan, Desa Jembayan Tengah dan Desa Jembayan Dalam). Percepatan pembangunan perdesaan pada dasarnya tidak terdapatnya rencana dan strategi pembangunan yang konsisten dan berkelanjutan. Sebagaimana Jamal (2008) menyimpulkan bahwa kelemahan mendasar pembangunan perdesaan di Indonesia adalah belum adanya suatu grand strategy yang menjadi acuan semua pihak yang bergerak pada upaya ini.

2.3.3 Program pembangunan perdesaan

(49)

41

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 41

perbaikan khusus seperti program Pengembangan Wilayah Terpadu Swadana Kampung, dan Program Kawasan Terpadu (PKT).

Pembangunan Indonesia melalui PELITA secara jujur harus diakui tentang keberhasilannya namun di sisi lain masih banyak kegagalannya. Kajian empiris Jamal (2008) menyimpulkan walaupun hampir semua instansi pemerintah dan pihak lain yang peduli dengan pembangunan perdesaan dengan menjadikan desa sebagai kegiatan utamanya namun masing-masing pihak bekerja sendiri-sendiri bahkan sering terjadi pengulangan kegiatan yang sama dengan program yang berbeda, dengan demikian kegagalan program yang sering dijumpai. Adanya sejumlah faktor yang membantu berhasilnya program pembangunan, yaitu 1) adanya perencanaan yang realistis disesuaikan dengan kondisi nasional dan sosial, 2) adanya kesungguhan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan sesuai dengan yang direncanakan, 3) adanya kepemimpinan yang konsekuen dan konsisten mengelola upaya pembangunan dari satu tahap ke tahap berikutnya sesuai dengan rencana. Adapun kendala-kendala yang menghambat tidak tercapainya program adalah 1) kendala perencanaan, 2) kendala pelaksanaan, kendala koordinasi, dan 3) kendala monitoring dan evaluasi.

(50)

42

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 42

tingkat rawan bencana 2 persen. Program pembangunan perdesaan berdasarkan wilayah cenderung tidak merata. Secara regional, program pembangunan perdesaan lebih terkonsentrasi di tiga wilayah, terutama di wilayah Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Program pembangunan perdesaan paling banyak dilakukan di wilayah Sumatera sebesar 19 persen. Kemudian diikuti Nusa Tenggara dan Sulawesi masing-masing 18 persen. Untuk wilayah Jawa dan Bali sebesar 16 persen. Wilayah Maluku dan Papua berada pada posisi paling bawah dalam hal jumlah program pembangunan perdesaan, yaitu sebesar 9 persen dan 8 persen. Selengkapnya sebagaimana nampak pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Distribusi Jumlah Program Pembangunan Perdesaan Berdasarkan Wiliayah

D = Perkembangan Usaha non Pertanian E = Pendidikan dan Kesehatan

F = Tingkat Rawan Bencana G = Kelembagaan

(51)

43

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 43

2.3.4. Migrasi Desa-Kota

Tidak disangkal lagi bahwa pemahaman masyarakat umum tentang kota adalah sebagai pusat surganya dunia dan sumber kesejahteraan hidup manusia. Sedangkan desa adalah sumber kemelaratan. Pemahaman masyarakat yang keliru ini tidak menutup kemungkinan semakin numpuknya masalah yang dihadapi baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dorongan dari perdesaan dan tarikan dari wilayah perkotaan seringkali dibedakan dalam diskusi tentang migrasi. Acuan pada dorongan dan tarikan tersebut berfungsi menekan pentingnya motif khusus dalam memutuskan bermigrasi (Gilbert dan Gugler, 1996).

Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan utama menetap dari satu tempat ke tempat lain melampau batas politik/negara ataupun batas administratif/batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau dalam menelaah migrasi, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah. Untuk dimensi waktu, ukuran yang pasti tidak ada karena sulit menentukan beberapa lama seseorang pindah tempat tinggal untuk dapat dianggap sebagai seorang migrasi, tetpai biasanya digunakan definisi yang ditentukan dalam sensus penduduk (Munir, 2007).

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor-faktor pendorong migrasi misalnya:

1. Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian.

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya di perdesaan) akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive).

(52)

44

P e m b a n g u n a n E k o n o m i 44

4. Tidak cocok lagi dengan adat/budaya/kepercayaan di tempat asal.

5. Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi.

6. Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik migrasi antara lain :

1) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.

2) Kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih baik. 3) Kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.

4) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya iklim, perumahan, sekolah, dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.

5) Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang desa atau kota kecil.

Masa yang besar di perdesaan secara potensial aktif. Mereka juga memahami adanya kesenjangan standar hidup antara di desa dan di kota. Banyak diantara mereka yang bersiap-siap untuk pindah ke kota jika mereka yakin akan kehidupan di kota, walaupun pekerjaan untuk kaum migran kota semakin sulit, bahkan jumlah mereka yang menganggur dan setengah menganggur semakin meningkat. Sebagian migran datang ke kota dengan kualifikasi tertentu atau memiliki koneksi-koneksi yang tepat, sehingga mampu mendapatkan pendapatan yang memuaskan di kota. Banyak juga yang tidak begitu beruntung.

Gambar

Gambar 2.1  Fungsi Produksi Neo Klasik Sumber:  Arsyad, 2010
Gambar 2.3.  Model Pertumbuhan Rumusan Lewis Sumber:  Todaro dan Smith (2006)
Gambar 2.4.  Conceptual Framework for Rural-Urban Interaction Sumber :   Okali, Okpara, dan  Olwoye, 2001
Gambar 2.5.  Dimensi Utama dalam Pembangunan Sumber :   Arsyad, dkk., 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekonomi makro yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi saat ini, salah satu pertumbuhan ekonomi itu dapat dilihat dengan permintaan domestik

It means that the standard score requirement of reading comprehension achievement in this action research has been achieved since there is an improvement of

Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ansietas dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada mahasiswa kedokteran Universitas Andalas

pengutusan para qari Al- Qur’an kelima kawasan besar Islam. Kekhalifa-han

Saya hanya berusaha memberikan jawaban bagaimana meminimalisir kerugian anda dalam jualan dengan sistem dropship dan meminimalisir kebutuhan waktu anda dalam mengurus toko

Rangkaian otomatis-elektriknya akan mengatur suatu pola mekanik yang akan menggerakkan tempat komposternya untuk dapat membalik-balikkan materialnya, dengan sumber

Faktor paritas pada penelitian ini baik di rumah sakit pendidikan maupun rumah sakit non pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kecemasan ibu

Return ISSI dipengaruhi oleh besarnya return IHSG, hal ini dikarenakan IHSG muncul terlebih dahulu dibandingkan ISSI dan IHSG merupakan indikator dari pergerakan