• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Bioremediasi Tanah Terkontaminas Id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Potensi Bioremediasi Tanah Terkontaminas Id"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Bioremediasi Tanah Terkontaminasi

Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons

dari Batubara dengan

Composting

Andy Mizwar*, Yulinah Trihadiningrum

Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Sepuluh Nopember Surabaya * andy.mizwar@gmail.com

Abstrak

Tanah terkontaminasi polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) telah menjadi masalah utama lingkungan dalam satu dekade terakhir. Telah banyak literatur yang menjelaskan tentang berbagai sumber dan alternatif teknologi remediasi tanah terkontaminasi PAHs, namun kajian yang sama untuk PAHs-batubara masih sangat jarang dilakukan. Padahal batubara mengandung struktur aromatik yang melebihi bahan bakar lain, dan dapat menghasilkan PAHs hingga 100 kali lebih besar daripada minyak bumi. Dari sejumlah teknologi remediasi tanah terkontaminasi PAHs yang telah dikembangkan, bioremediasi dengan teknologi composting telah terbukti efektif, lebih ekonomis, dan lebih mudah diaplikasikan. Makalah ini menyajikan kajian komprehensif tentang batubara sebagai sumber alami polutan PAHs, biodegradasinya dan composting sebagai alternatif remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara.

Keywords: batubara, biodegradasi, composting, PAHs, remediasi

Abstract

Soil contaminated with polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) has become a major environmental problem in the last decade. Many literatures have described various sources and alternative technologies of PAHs contaminated soil remediation, however similar study on PAHs-coal is still very rare. Coal contains more aromatic structures than other fuels and can produce PAHs up to 100 times greater than petroleum. From numerous PAHs contaminated soil remediation technology that has been developed, bioremediation by composting technology has been proven effective, less expensive and easier to apply. This paper presents a comprehensive review of coal as a natural source of PAHs, PAHs biodegradation and composting as an alternative remediation of soil contaminated with PAHs-coal.

Keywords: coal, biodegradation, composting, PAHs, remediation

1. Pendahuluan

(2)

semakin tinggi berat molekul PAHs, maka semakin hidrofobik, toksik dan resisten PAHs di lingkungan. Selain itu, faktor lingkungan seperti jenis dan struktur tanah, pH, suhu, serta ketersediaan oksigen, nutrisi dan air untuk mikroba pendegradasi polutan organik akan mempengaruhi waktu PAHs bertahan di lingkungan (Gan et al., 2009; Loick et al., 2009).

Tabel 1. Jenis PAHs berbahaya dalam daftar US EPA

Jenis PAHs Formula Struktur Berat

Molekul

Naphthalene C10H8 128

Acenaphthylene C12H8 152

Acenaphthene C12H10 154

Fluorene C13H10 166

Phenanthrene C14H10 178

Anthracene C14H10 178

Pyrene C16H10 202

Fluoranthene C16H10 202

Benzo[a]anthracene C18H20 228

Chrysene C18H20 228

Benzo[b]fluoranthene C20H12 252

Benzo[k]fluoranthene C20H12 252

Benzo[a]pyrene C20H12 252

Dibenzo[a,h]anthracene C22H14 278

Indeno[1,2,3-c,d]pyrene C22H12 276

Benzo[g,h,i]perylene C22H12 276

Sumber : Haritash & Kaushik (2009)

Keberadaan PAHs dalam tanah dan sedimen sering berhubungan dengan pembakaran tidak sempurna bahan organik pada suhu tinggi (500-800ºC) atau pada pembakaran bahan organik pada suhu rendah (100-300ºC) dalam kurun waktu yang lama (Achten & Hofmann, 2009; Haritash & Kaushik, 2009). Selain sumber alami seperti kebakaran hutan dan lahan, rembesan minyak, letusan gunung berapi serta eksudat dari pohon (Gan et al., 2009; Haritash & Kaushik, 2009), PAHs juga berasal dari aktivitas manusia seperti industri minyak dan beberapa produknya (Arbabi et al., 2009; Dike et al., 2013; Edema et al., 2011; Napier et al., 2008; Wyszkowski &

(3)

kokas (Gong et al., 2010; Lee et al., 2001; Lors et al., 2010), industri pengolahan kayu yang menggunakan creosote sebagai bahan pengawet kayu (Gallego et al., 2008; Ghaly et al., 2012), insinerasi sampah (Chen et al., 2013; Wheatley & Sadhra, 2004), peleburan aluminium (Rodriguez et al., 2012; Yunker et al., 2011), peleburan baja (Ciaparra et al., 2009; Ene et al., 2012) dan batubara (Achten & Hofmann, 2009; Ahrens & Morrisey, 2005).

Khusus di batubara, konsentrasi PAHs dapat mencapai ratusan bahkan dalam kasus luar biasa bisa mencapai ribuan milligram per-kilogram batubara dan konsentrasinya meningkat seiring dengan peningkatan peringkat (rank) batubara (Achten & Hofmann, 2009; Laumann et al., 2011; Stout & Emsbo-Mattingly, 2008). Namun batubara masih kurang diperhatikan dan jarang dianggap sebagai sumber pencemaran PAHs dalam tanah dan sedimen (Ahrens & Morrisey, 2005), bahkan Walker et al. (2005) menggambarkan batubara sebagai sumber PAHs yang tidak terduga. Walaupun jenis dan karakteristik PAHs pada tar dan kokas batubara (burnt coal) hampir sama dengan PAHs-batubara (unburnt coal), konsentrasi PAHs-batubara ternyata lebih tinggi (Ribeiro et al., 2012). Selain itu, potensi sebaran pencemaran PAHs-batubara juga lebih luas daripada sebaran pencemaran PAHs pada tar dan kokas batubara. Ahrens & Morrisey (2005), Pies et al. (2007) dan Wang et al. (2010) mengemukakan bahwa potensi pencemaran PAHs-batubara terutama terjadi pada aktivitas penambangan terbuka, pengolahan batubara, pembuangan limbah pertambangan batubara, penimbunan batubara di stockpile serta tumpahan selama bongkar-muat batubara di pelabuhan dan kecelakaan transportasi pengangkutan batubara. Oleh karena itu, sudah selayaknya remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara menjadi salah satu perhatian utama dalam upaya perbaikan kualitas lingkungan.

Karena potensi risiko yang ditimbulkan oleh PAHs terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, beberapa negara seperti Belanda, Denmark dan Kanada telah menetapkan pedoman remediasi tanah yang terkontaminasi PAHs (Chung et al., 2006). Tujuan dan prioritas yang berkaitan dengan upaya remediasi tanah terkontaminasi PAHs berbeda di setiap negara. Sebagai contoh, di Inggris remediasi tanah terkontaminasi PAHs ditujukan untuk maksud penggunaan tertentu sedangkan di Amerika Serikat dan Belanda ditujukan untuk penggunaan yang multifungsi (Antizar-Ladislao et al., 2004). Lebih lanjut Antizar-Ladislao et al. (2004) menjelaskan bahwa batas optimum kontaminasi tanah oleh PAHs yang di atur oleh perundangan di Inggris adalah sebesar 5 mg/kg pada penggunaan lahan untuk kebun, pertanian dan area bermain, dan 1000 mg/kg pada penggunaan lahan untuk taman, bangunan dan lahan yang dilapisi dengan material padat. Sedangkan perundangan di Amerika Serikat dan Belanda menetapkan konsentrasi PAHs sebesar 1 mg/kg sebagai batas optimum kontaminasi tanah oleh PAHs. Tujuan dan prioritas remediasi tanah serta ketentuan batas optimum kontaminasi PAHs tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi pemilihan teknologi remediasi yang akan diaplikasikan, terutama terkait dengan waktu, biaya dan hasil akhir yang diharapkan (Gan et al., 2009).

(4)

Composting sebagai salah satu metode bioremediasi merupakan teknik untuk menghilangkan polutan berbahaya dari lingkungan dan/atau mengubah polutan berbahaya menjadi kurang berbahaya dengan menggunakan komunitas mikrobiologi setempat (Bamforth & Singleton, 2005). Prinsip utama proses bioremediasi adalah peningkatan aktivitas mikroba melalui optimasi ketersediaan oksigen dan nutrisi, serta pengendalian pH, kelembaban dan suhu (Lors et al., 2012). Loick et al. (2009) menegaskan bahwa pengolahan secara biologi, terutama bioremediasi merupakan upaya yang lebih nyata untuk memecahkan masalah kontaminasi dibanding dengan pengolahan secara fisik maupun kimia yang hanya memindahkan atau mengkonversi kontaminan ke tempat, waktu, bentuk dan formula lain. Beberapa studi tentang remediasi tanah terkontaminasi PAHs (sebagian besar PAHs-tar batubara dari industri gas) dengan metode composting telah ditinjau oleh Loick et al. (2009), namun kajian yang sama untuk PAHs-batubara masih sangat jarang dilakukan.

Makalah ini menyajikan kajian komprehensif tentang batubara sebagai sumber alami PAHs, biodegradasinya dan potensi composting sebagai alternatif remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara.

2. Batubara sebagai sumber alami PAHs

Jaffrennou et al. (2007) dan Zhao et al. (2000) menjelaskan bahwa batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang mengalami proses penggambutan (tahap diagenesis) dan pembatubaraan (tahap catagenesis) yang sangat kompleks dalam kurun waktu jutaan tahun. Gambar 1 mengilustrasikan proses pembentukan batubara. Tahap diagenesis terjadi pada saat sisa-sisa tumbuhan purba tertimbun dalam kondisi anaerobik di daerah rawa dan mengalami pembusukan menjadi humus. Selanjutnya humus tersebut diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobik dan fungi. Sedangkan tahap catagenesis merupakan proses perubahan komponen organik dari gambut menjadi batubara akibat pengaruh dari temperatur, tekanan dan waktu. Achten & Hofmann (2009) mengemukakan bahwa pada tahap catagenesis, jumlah cincin aromatik pada biopolimer tumbuhan yang rekalsitran, terutama lignin, menjadi semakin banyak dan secara tidak langsung menentukan tingkat kematangan batubara dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi, yaitu: lignite, sub-bituminous coal, bituminous coal, anthracite dan graphite.

(5)

hingga 100 kali lebih besar daripada minyak bumi (Richter & Howard, 2000). PAHs dalam batubara hadir sebagai campuran kompleks dengan berbagai sifat dan komposisi fisikokimia, sehingga pola dan konsentrasi PAHs dalam batubara sangat bervariasi (Laumann et al., 2011). Secara umum batubara mengandung 16 jenis EPA-PAHs, benzo[e]pyrene, perylene, coronene dan senyawa turunannya, yaitu: retene, hydropicenes, methylated picenes, methylated chrysenes, methylphenanthrenes dan tetrahydrochrysenes (Laumann et al., 2011; Stout & Emsbo-Mattingly, 2008). PAHs di dalam batubara jenis sub-bituminous sebagian besar berupa chrysene, picene dan senyawa turunannya (Puettmann & Schaefer, 1990) dengan total konsentrasi EPA-PAHs bervariasi dari 0.1 sampai 14 mg/kg (Püttmann, 1988; Radke et al., 1990; Stout & Emsbo-Mattingly, 2008). Sedangkan pada batubara jenis bituminous dan anthracite didominasi oleh naphthalene, phenanthrene dan senyawa turunannya (Ahrens & Morrisey, 2005; Chen et al., 2004), dengan total konsentrasi EPA-PAHs bervariasi dari 0.3 sampai 163.90 mg/kg (Pies et al., 2007; Radke et al., 1990; Stout & Emsbo-Mattingly, 2008; Willsch & Radke, 1995; Zhao et al., 2000) dan konsentrasi tertinggi terjadi pada batubara jenis bituminous volatil tinggi (Stout & Emsbo-Mattingly, 2008). 3. Biodegradasi PAHs

Studi terbaru menunjukkan bahwa degradasi mikrobiologis adalah proses utama dekontaminasi tanah dan sedimen terkontaminasi PAHs, karena senyawa ini dapat benar-benar terdegradasi atau secara parsial berubah oleh salah satu komunitas mikroorganisme atau oleh mikroorganisme tunggal (Juhasz & Naidu, 2000; Kanaly & Harayama, 2000). Cerniglia (1992), Kanaly & Harayama (2000) dan Chauhan et al. (2008) mengemukakan hal-hal prinsip dalam metabolisme PAHs oleh mikroorganisme adalah: 1) berbagai jenis bakteri, jamur dan ganggang memiliki kemampuan untuk memetabolisme PAHs (Tabel 2), 2) alur utama degradasi PAHs secara umum digambarkan pada Gambar 2, 3) mayoritas bakteri mengoksidasi PAHs sebagai awal untuk pemecahan cincin dan asimilasi karbon, sedangkan hidroksilasi dengan filamen merupakan awal detoksifikasi PAHs oleh jamur, 4) mekanisme biodegradasi prokariotik maupun eukariotik, memerlukan oksigen untuk memulai serangan enzimatik pada cincin PAHs. Sistem enzim lain, seperti methane monooxygenases dan lignin peroxidases juga berperan penting dalam katabolisme PAHs, 5) degradasi toluene, naphthalene, biphenyl dan phenanthrene melibatkan plasmid, 6) secara umum laju degradasi PAHs berbanding terbalik dengan jumlah cincin dalam molekul PAHs (Tabel 3), sehingga PAHs dengan berat molekul rendah seperti naphthalene dan phenanthrene terdegradasi lebih cepat dibanding PAHs dengan berat molekul tinggi seperti benz[a]anthracene, chrysene dan benzo[a]pyrene, dan 7) degradasi PAHs oleh mikroba dalam ekosistem perairan dan terestrial sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik dan biotik, meliputi: suhu, pH, jenis tanah, aerasi, nutrisi, kedalaman, difusi, adaptasi mikroba, bioavailabilitas, paparan bahan kimia sebelumnya, ketersediaan air, toksisitas sedimen, sifat fisiko-kimia PAHs, konsentrasi PAHs dan faktor musim.

Tabel 2. Mikroorganisme pendegradasi PAHs

Jenis PAHs Mikroorganisme

Naphthalene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Alcaligenes denitricans,

(6)

Jenis PAHs Mikroorganisme

Jamur : Absidia glauca, Aspergillus niger, Basidiobolus ranarum, Candida utilis, Choanephora campincta, Circinella sp., Claviceps paspali, Cokeromyces poitrassi, Conidiobolus gonimodes, C. bainieri, C. elegans,C. japonica, Emericellopsis sp., Epicoccum nigrum, Gilbertella persicaria, Gliocladium sp., Helicostylum piriforme, Hyphochytrium catenoides, Linderina pennispora, Mucor hiemalis, Neurospora crassa,Panaeolus cambodginensis, Panaeolus subbalteatus, Penicillium chrysogenum, Pestalotia sp., Phlyctochytrium reinboldtae, Phycomyes blakesleeanus, Phytophthora cinnamomi, Psilocybe cubensis, Psilocybe strictipes, Psilocybe stuntzii, Psilocybe subaeruginascens, Rhizophlyctis harderi, Rhizophlyctis rosea, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, S. cervisiae, Saprolegnia parasitica, Smittium culicis, Smittium culisetae, Smittium simulii, Sordaria micola, Syncephalastrum racemosum, Thamnidium anomalum, Zygorhynchus moelleri.

Acenaphthene Bakteri : Alcaligenes eutrophus, Alcaligenes paradoxus, Beijerinckia sp., P. putida, Cycloclasticus sp., Bu. cepacia, Pseudomonas sp., Neptunomonas naphthovorans, P. fluorescens,

Jamur : Cunninghamella elegans, T. versicolor.

Fluorene Jamur : Cunninghamella elegans, Phanerochaete chrysosporium,

Pleurotus ostreatus.

Phenanthrene Bakteri : Acidovorax delaeldii, Acinetobacter calcoaceticus, Aci. sp., Aeromonas sp., A. faecalis, A. denitricans, Agrobacterium sp., Arthrobacter polychromogenes, Bacillus sp., Beijerinckia sp., Burkholderia sp., Comamonas testosteroni, Cycloclasticus pugetii, Cycloclasticus sp., Flavobacterium gondwanense, Flavobacterium sp., Halomonas meridiana, Micrococcus sp., Mycobacterium sp., Nocardia sp., Nocardioides sp., P. aeruginosa, P. fluorescens, P. putida, P. saccharophila, P. stutzeri, Rhodococcus sp., Rhodotorula glutinis, Sp. paucimobilis, Streptomyces sp., S. griseus, Stenotrophomonas maltophilia, Gordona sp., Sphingomonas sp., Sp. yanoikuyae, Sphingomonas sp., Pseudomonas sp., Vibrio sp.

Jamur : Agrocybe aegerita, Aspergillus niger, Bjerkandera adjusta, Curvularia lunata, Curvularia tuberculata, Cylindrocladium simplex, C. elegans, Daedaela quercina, Flamulina velutipes, Kuehneromyces mutabilis, Laetiporus sulphureus, marasmiellus sp., Monosporium olivaceum, P. chrysosporium, P. laevis, Penicullium sp., Pleurotus ostreatus, Syncephalastrum racemosum, Trametes versicolor.

Anthracene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp., Beijerinckia sp., Bu. cepacia, Comamonas testosteroni, Cycloclasticus pugetii, Cycloclasticus sp., Flavobacterium sp., Gordona sp., Mycobacterium sp., P. fluorescens, P. marginalis, P. putida, Rhodococcus sp., Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Sp. Yanoikuyae.

(7)

Jenis PAHs Mikroorganisme

Pleurotus ostreatus, P. chrysosporium, P. laevis, Ramaria sp., Rhizopus arrizus, R. solani, Trametes versicolor, Verticillium lecanii.

Pyrene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Alcaligenes denitrificans,

Burkholderia cepacia, Flavobacterium sp., Gordona sp., Mycobacterium sp., P. putida, P. saccharophilia, Rhodococcus sp., Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Stenotrophomonas maltophilia.

Jamur : Agrocybe aegerita, Bjerkandera adjusta, C. elegans, Dichomitus squalens, Flammulina velutipe, Kuehneromyces mutabilis, Laetiporus sulphureus, Phanerochaete chrysosporium, Penicillium sp., P. janthinellum, P. glabrum, Pleurotus ostreatus, Pleurotus sp., Syncephalastrum racemosum, Trammetes versicolor.

Fluoranthene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Acidovorax delaeldii, Alcaligenes denitrificans, Burkholderia cepacia, Flavobacterium sp., Gordona sp., Mycobacterium sp., Pseudomonas sp., P. putida, Rhodococcus sp., Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Stenotrophomonas maltophilia, P. saccharophilia, Pasteurella sp.

Jamur : Aspergillus terreus, Beauveria alba, Bjerkandera adjusta, Cryptococcus albidus, Cicinobolus cesatii, C. elegans, C. blackesleeana, C. echinulata, Daedaela quercina, Flamulina velutipes, Laetiporus sulphureus, Marasmiellus sp., Mortierella ramanniana, Penicullium sp., Pestalotia palmarum, Pleurotus ostreatus, Rhizopus arrhizus, Sporormiella australis

Benzo[a]anthracene Bakteri : Agrobacterium sp., Alcaligenes denitrificans, Bacillus sp., Beijerinckia sp., Burkholderia cepacia, Burkholderia sp., Pseudomonas sp., P. putida, P. Saccharophilia, Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Sp. yanoikuyae, Stenotrophomonas maltophilia.

Jamur : C. elegans, P. laevis, P. janthinellum, Trametes versicolor.

Chrysene Bakteri : Acinetobacter calcoaceticus, Agrobacterium sp., Bacillus sp., Burkholderia sp., Pseudomonas sp., P. marginalis, P. saccharophilia, Rhodococcus sp., Sphingomonas sp., Sp. paucimobilis, Stenotrophomonas maltophilia

Jamur : Penicillium sp., P. janthinellum, Syncephalastrum racemosus

Benzo[b]fluoranthene Bakteri : Alcaligenes denitrificans, Sp. paucimobilis

Benzo[a]pyrene Bakteri : Beijerinckia sp., Mycobacterium sp., Pseudomonas, Sphingomonas paucimobilis

Jamur : Chrysosporium pannorum, Cunninghamella elegans, Phanerochaete chrysosporium, Stropharia coronilla

Dibenzo[a,h]anthracene Bakteri : Sp. paucimobilis, Stenotrophomonas maltophilia.

Jamur : Trametes versicolor, P. janthinellum.

Sumber : Cerniglia (1992), Cerniglia (1997), Juhasz & Naidu (2000) dan Kanaly & Harayama (2000)

Tabel 3. Tingkat degradasi PAHs pada berbagai kondisi alami

Jenis PAHs t1/2 di tanah t1/2 di air tanah t1/2 aerobik t1/2 anaerobik

Naphthalene 16.6 - 48 hari 1 - 258 hari 2 jam - 20 hari 25 - 258 hari

Anthracene 50 hari - 1.26 thn. 100 hari - 2.52 thn. 50 hari - 1.26 thn. 200 hari - 5.04 thn.

Phenanthrene 16 - 200 hari 32 hari - 1.1 tahun 16 - 200 hari 64 jam - 2.19 thn.

(8)

Jenis PAHs t1/2 di tanah t1/2 di air tanah t1/2 aerobik t1/2 anaerobik

Fluoranthene 140 - 440 hari 280 hari - 2.41 thn. 140 - 440 hari 1.53 - 4.82 tahun

Pyrene 210 hari - 5.2 thn. 1.15 - 10.4 tahun 210 hari - 5.2 thn. 2.3 - 20.8 tahun

Chrysene 1.02 - 2.72 tahun 2.04 - 5.48 tahun 1.02 - 2.72 tahun 4.06 - 11.0 tahun

Benzo[b]fluoranthene 360 hari - 1.67 thn. 1.97 - 3.34 tahun 360 hari - 1.67 thn. 3.95 - 6.68 tahun

Benzo[a]pyrene 57 hari - 1.45 thn. 114 hari - 2.90 thn. 57 hari - 1.45 thn. 228 hari - 5.8 thn.

Dibenzo[a,h]anthracene 361 hari - 2.58 thn. 1.98 - 5.15 tahun 361 hari - 2.58 thn. 3.96 - 10.3 tahun Benzo[g,h,i]perylene 590 - 650 hari 3.2 - 3.6 tahun 590 - 650 hari 5.9 - 7.1 tahun

Sumber : Crawford et al. (1993)

Gambar 2. Tiga alur utama degradasi PAHs oleh jamur dan bakteri (Cerniglia, 1992)

(9)

Composting merupakan metode bioremediasi dengan mencampurkan tanah terkontaminasi dengan bahan-bahan pembuatan kompos, sehingga terjadi proses biodegradasi bahan organik yang ada di dalam campuran bahan tersebut (Antizar-Ladislao et al., 2004; Atagana, 2004; Loick et al., 2009). Antizar-Ladislao et al. (2004) dan Crawford et al. (1993) mengemukakan bahwa potensi remediasi PAHs dengan composting disebabkan oleh: 1) banyak jenis mikroorganisme yang secara alami mampu memetabolisme PAHs hadir pada saat proses composting, 2) suhu tinggi pada proses composting akan meningkatkan kelarutan dan kecepatan transfer massa kontaminan, sehingga lebih tersedia untuk metabolisme dan meningkatkan kinetika enzim yang terlibat dalam proses tersebut, 3) kesempatan untuk co-oxidation dapat ditingkatkan karena berbagai substrat alternatif yang tersedia, dan 4) modifikasi kondisi fisik/kimia lingkungan mikro pada massa composting dapat meningkatkan keragaman mikroflora.

Walaupun kondisi optimal proses composting PAHs belum dapat ditentukan secara pasti, karena banyaknya perbedaan kondisi dan perlakuan dari masing-masing studi, Loick et al. (2009) menyimpulkan bahwa laju degradasi dan kualitas hasil composting dipengaruhi oleh: 1) kondisi composting (suhu, kelembaban, rasio tanah dan bahan kompos, aerasi dan penambahan mikroorganisme), 2) teknik composting (windrows, static pile dan in-vessel composting), 3) sumber, konsentrasi, distribusi, homogenitas dan bioavailability PAHs, serta 4) sumber dan komposisi bahan pembuatan kompos. Dari sedikit penelitian tentang composting tanah terkontaminasi PAHs-batubara, hasil penelitian Zhang et al. (2011) perlu dikemukakan disini untuk memberikan gambaran tentang potensi penggunaan composting untuk remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara. Penelitian ini dilakukan dengan metode in-vessel composting terhadap tanah terkontaminasi PAHs-batubara China. Empat kondisi ekperimen berbeda disiapkan untuk penelitian selama 60 hari, yaitu; 1) 100% tanah terkontaminasi PAHs (S), 2) 100% sampah domestik organik (W), 3) tanah terkontaminasi PAHs + sampah domestik organik (SW), dan 4) tanah terkontaminasi PAHs + sampah domestik organik + mikroorganisme pendegradasi PAHs (SWB) dengan pengaturan suhu, rasio tanah/sampah dan kadar air mengacu pada hasil penelitian Antizar-Ladislao et al. (2005b). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penurunan masa kering sebesar 35±5% terjadi pada semua reaktor kecuali reaktor S, tingkat penyisihan 16 jenis EPA-PAHs sebesar 50.5±14.8% pada reaktor SW dan 63.7±10% pada reaktor SWB, dan penambahan mikroorganisme pendegradasi PAHs tidak berdampak signifikan pada tingkat penyisihan PAHs. Sementara itu, hasil penelitian Antizar-Ladislao et al. (2005a) tentang pengaruh temperatur dan rasio tanah/sampah sayuran hijau pada remediasi dengan in-vessel composting terhadap tanah terkontaminasi PAHs-tar batubara dari pabrik industri gas di Inggris menunjukkan bahwa tingkat degradasi optimal (77% total PAHs) terjadi pada suhu 38ºC, rasio tanah/sampah 0.8/1, kadar air 60% dan lama waktu composting 98 hari. Dengan membandingkan kedua hasil penelitian tersebut, diyakini bahwa composting dapat diterapkan untuk remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara.

(10)

5. Penutup

Batubara merupakan sumber alami pencemaran PAHs dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan potensi sebaran yang lebih luas daripada sumber PAHs yang lain. Oleh karena itu, kontaminasi tanah oleh PAHs-batubara sudah sepatutnya menjadi perhatian utama dalam upaya pemulihan kualitas lingkungan, terutama di Indonesia yang merupakan salah satu penghasil batubara utama dunia.

Composting sebagai salah satu metode bioremediasi untuk menghilangkan polutan berbahaya dari lingkungan dan/atau mengubah polutan berbahaya menjadi kurang berbahaya dapat diajukan sebagai alternatif upaya remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara yang efektif, ekonomis, dan mudah diaplikasikan. Selain kondisi dan teknik composting, serta sumber dan komposisi bahan pembuatan kompos, konsentrasi logam berat yang cukup tinggi di batubara menjadi hal yang perlu diperhatikan pada penerapan remediasi tanah terkontaminasi PAHs-batubara dengan composting.

Daftar Pustaka

Acharya, P. & Ives, P. (1994) Incineration at Bayou Bounfouca remediation project. Waste Management14(1), 13-26.

Achten, C. & Hofmann, T. (2009) Native polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) in coals – A hardly recognized source of environmental contamination. Science of The Total Environment407(8), 2461-2473.

Ahrens, M. J. & Morrisey, D. J. (2005) Biological effects of unburnt coal in the marine environment. in: Oceanography and Marine Biology. pp. 69-122. CRC Press.

Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J. & Beck, A. (2004) Bioremediation of polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH)-contaminated waste using composting approaches. Critical Reviews in Environmental Science and Technology34(3), 249-289.

Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J. & Beck, A. J. (2005a) In-vessel composting– bioremediation of aged coal tar soil: effect of temperature and soil/green waste amendment ratio. Environment International31(2), 173-178.

Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J. & Beck, A. J. (2005b) Laboratory studies of the remediation of polycyclic aromatic hydrocarbon contaminated soil by in-vessel composting. Waste Management25(3), 281-289.

Arbabi, M., Nasseri, S. & Chimezie, A. (2009) Biodegradation of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) in petroleum contaminated soils. Iran. J. Chem. Chem. Eng. 28(3), 53-59.

Atagana, H. I. (2004) Co-composting of PAH-contaminated soil with poultry manure. Letters in applied microbiology39(2), 163-168.

Bamforth, S. M. & Singleton, I. (2005) Bioremediation of polycyclic aromatic hydrocarbons: current knowledge and future directions. Journal of Chemical Technology & Biotechnology80(7), 723-736.

Bhuiyan, M. A. H., Parvez, L., Islam, M. A., Dampare, S. B. & Suzuki, S. (2010) Heavy metal pollution of coal mine-affected agricultural soils in the northern part of Bangladesh. Journal of Hazardous Materials173(1–3), 384-392.

Cajthaml, T., Bhatt, M., Šašek, V. & Matějů, V. (2002) Bioremediation of PAH -contaminated soil by composting: A case study. Folia Microbiol47(6), 696-700. Cerniglia, C. (1992) Biodegradation of polycyclic aromatic hydrocarbons.

Biodegradation3(2-3), 351-368.

(11)

Chauhan, A., Fazlurrahman, Oakeshott, J. & Jain, R. (2008) Bacterial metabolism of polycyclic aromatic hydrocarbons: strategies for bioremediation. Indian J Microbiol 48(1), 95-113.

Chen, Y., Bi, X., Mai, B., Sheng, G. & Fu, J. (2004) Emission characterization of particulate/gaseous phases and size association for polycyclic aromatic hydrocarbons from residential coal combustion. Fuel83(7–8), 781-790.

Chen, Y., Zhao, R., Xue, J. & Li, J. (2013) Generation and distribution of PAHs in the process of medical waste incineration. Waste management (New York, N.Y.) 33(5), 1165-1173.

Chung, M. K., Hu, R., Cheung, K. C. & Wong, M. H. (2006) Pollutants in Hong Kong soils: polycyclic aromatic hydrocarbons. Chemosphere 67 (464–473.

Ciaparra, D., Aries, E., Booth, M.-J., Anderson, D. R., Almeida, S. M. & Harrad, S. (2009) Characterisation of volatile organic compounds and polycyclic aromatic hydrocarbons in the ambient air of steelworks. Atmospheric Environment 43(12), 2070-2079.

Crawford, S. L., Johnson, G. E. & Goetz, F. E. (1993) The potential for bioremediation of soils containing PAHs by composting. Compost Science & Utilization1(3), 41-47. Dermont, G., Bergeron, M., Mercier, G. & Richer-Laflèche, M. (2008) Soil washing for

metal removal: A review of physical/chemical technologies and field applications. Journal of Hazardous Materials152(1), 1-31.

Dike, B. U., Okoro, B. C., Nwakwasi, N. N. & Agbo, K. C. (2013) Remediation of used motor engine oil contaminated soil: A soil washing treatment approach. J Civil Environ Eng 3(129), 1-3.

Dong, D., Li, P., Li, X., Xu, C., Gong, D., Zhang, Y., Zhao, Q. & Li, P. (2010) Photocatalytic degradation of phenanthrene and pyrene on soil surfaces in the presence of nanometer rutile TiO2 under UV-irradiation. Chemical Engineering Journal158(3), 378-383.

Edema, C. U., Idu, T. E. & Edema, M. O. (2011) Remediation of soil contaminated with polycyclic aromatic hydrocarbons from crude oil. African Journal of Biotechnology 10(7), 1146-1149.

Ene, A., Bogdevich, O., Sion, A. & Spanos, T. (2012) Determination of polycyclic aromatic hydrocarbons by gas chromatography–mass spectrometry in soils from Southeastern Romania. Microchemical Journal100(0), 36-41.

ESDM (2011) Indonesia Mineral and Coal Mining Statistics 2011. Dirjen Minerba, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

ESDM (2012) Indonesia Mineral and Coal Mining Statistics 2012. Dirjen Minerba, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Gallego, E., Roca, F. J., Perales, J. F., Guardino, X. & Berenguer, M. J. (2008) VOCs and PAHs emissions from creosote-treated wood in a field storage area. The Science of the total environment402(1), 130-138.

Gan, S., Lau, E. V. & Ng, H. K. (2009) Remediation of soils contaminated with polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs). Journal of Hazardous Materials172(2–3), 532-549.

Ghaly, A. E., Zhang, B. & Dave, D. (2012) Degradation of phenolic compounds in creosote treated wood waste by a mixed microbial culture augmented with cellulolytic-thermophilic actinomaycets Thermobifida Fusca Journal of Environmental Protection3(83-96

Gong, Z., Wang, X., Tu, Y., Wu, J., Sun, Y. & Li, P. (2010) Polycyclic aromatic hydrocarbon removal from contaminated soils using fatty acid methyl esters. Chemosphere79(2), 138-143.

(12)

Haritash, A. K. & Kaushik, C. P. (2009) Biodegradation aspects of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs): A review. Journal of Hazardous Materials169(1–3), 1-15. Harmon, T. C., Burks, G. A., Aycaguer, A. C. & Jackson, K. (2001) Thermally

enhanced vapor extraction for removing PAHs from lampblack-contaminated soil. J. Environ. Eng.127(11), 986-993.

Huesemann, M. H., Hausmann, T. S., Fortman, T. J., Thom, R. M. & Cullinan, V. (2009) In situ phytoremediation of PAH- and PCB-contaminated marine sediments with eelgrass (Zostera marina). Ecological Engineering35(10), 1395-1404.

Jaffrennou, C., Stephan, L., Giamarchi, P., Cabon, J. Y., Burel-Deschamps, L. & Bautin, F. (2007) Direct fluorescence monitoring of coal organic matter released in seawater. J Fluoresc17(5), 564-572.

Juhasz, A. L. & Naidu, R. (2000) Bioremediation of high molecular weight polycyclic aromatic hydrocarbons: a review of the microbial degradation of benzo[a]pyrene. International Biodeterioration & Biodegradation45(1–2), 57-88.

Kanaly, R. A. & Harayama, S. (2000) Biodegradation of high-molecular-weight polycyclic aromatic hydrocarbons by bacteria. Journal of Bacteriology182(8), 2059– 2067.

Kentucky Geological Survey (2012) How is Coal Formed?, http://www.uky.edu/KGS/

coal/coalform.htm. diakses tanggal 20 Januari 2014.

Ladwani, K. D., Ladwani, K. D., Manik, V. S. & Ramteke, D. S. (2012) Assessment of heavy metal contaminated soil near coal mining area in Gujarat by Toxicity Characteristics Leaching Procedure. International Journal of Life Sciences Biotechnology and Pharma Research1(4), 73-80.

Laumann, S., Micic, V., Kruge, M. A., Achten, C., Sachsenhofer, R. F., Schwarzbauer, J. & Hofmann, T. (2011) Variations in concentrations and compositions of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) in coals related to the coal rank and origin. Environmental pollution (Barking, Essex : 1987)159(10), 2690-2697.

Lee, P. H., Ong, S. K., Golchin, J. & Nelson, G. L. (2001) Use of solvents to enhance PAH biodegradation of coal tar-contaminated soils. Water research 35(16), 3941-3949.

Loick, N., Hobbs, P. J., Hale, M. D. C. & Jones, D. L. (2009) Bioremediation of poly aromatic hydrocarbon (PAH)-contaminated soil by composting. Critical Reviews in Environmental Science and Technology39(4), 271-332.

Lors, C., Damidot, D., Ponge, J.-F. & Périé, F. (2012) Comparison of a bioremediation process of PAHs in a PAH-contaminated soil at field and laboratory scales. Environmental Pollution165(0), 11-17.

Lors, C., Ryngaert, A., Perie, F., Diels, L. & Damidot, D. (2010) Evolution of bacterial community during bioremediation of PAHs in a coal tar contaminated soil. Chemosphere81(10), 1263-1271.

Löser, C., Seidel, H., Hoffmann, P. & Zehnsdorf, A. (2001) Remediation of heavy metal-contaminated sediments by solid-bed bioleaching. Environmental Geology 40(4-5), 643-650.

Lukman, M. (2010) Distribution and Sources of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Sediments, Suspended Particulate Matter and Waters from the Siak River System, Estuary and Coastal Area of Sumatra, Indonesia, Dissertation, Faculty of Biology/Chemistry, University of Bremen, Germany.

Maturi, K. & Reddy, K. R. (2006) Simultaneous removal of organic compounds and heavy metals from soils by electrokinetic remediation with a modified cyclodextrin. Chemosphere63(6), 1022-1031.

Meagher, R. B. (2000) Phytoremediation of toxic elemental and organic pollutants. Current Opinion in Plant Biology3(2), 153-162.

(13)

Pies, C., Yang, Y. & Hofmann, T. (2007) Distribution of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) in floodplain soils of the Mosel and Saar river. J Soils Sediments 7(4), 216–222.

Puettmann, W. & Schaefer, R. G. (1990) Assessment of carbonization properties of coals by analysis of trapped hydrocarbons. Energy & Fuels4(4), 339-346.

Püttmann, W. (1988) Analysis of polycyclic aromatic hydrocarbons in solid sample material using a desorption device coupled to a GC/MS system. Chromatographia 26(1), 171-177.

Radke, M., Willsch, H. & Teichmüller, M. (1990) Generation and distribution of aromatic hydrocarbons in coals of low rank. Organic Geochemistry15(6), 539-563.

Reddy, K. R., Ala, P. R., Sharma, S. & Kumar, S. N. (2006) Enhanced electrokinetic remediation of contaminated manufactured gas plant soil. Engineering Geology 85(1–2), 132-146.

Ribeiro, J., Silva, T., Mendonca Filho, J. G. & Flores, D. (2012) Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) in burning and non-burning coal waste piles. J Hazard Mater 199-200(105-110.

Richter, H. & Howard, J. B. (2000) Formation of polycyclic aromatic hydrocarbons and their growth to soot—a review of chemical reaction pathways. Progress in Energy and Combustion Science 26(4–6), 565-608.

Rivas, F. J. (2006) Polycyclic aromatic hydrocarbons sorbed on soils: A short review of chemical oxidation based treatments. Journal of Hazardous Materials 138(2), 234-251.

Rodriguez, J. H., Wannaz, E. D., Salazar, M. J., Pignata, M. L., Fangmeier, A. & Franzaring, J. (2012) Accumulation of polycyclic aromatic hydrocarbons and heavy metals in the tree foliage of Eucalyptus rostrata, Pinus radiata and Populus hybridus in the vicinity of a large aluminium smelter in Argentina. Atmospheric Environment 55(0), 35-42.

Šašek, V., Bhatt, M., Cajthaml, T., Malachová, K. & Lednická, D. (2003) Compost-mediated removal of polycyclic aromatic hydrocarbons from contaminated soil. Archives of environmental contamination and toxicology44(3), 0336-0342.

Schweinfurth, S. P. & Finkelman, R. B. (2003) Coal-a complex natural resource: an overview of factors affecting coal quality and use in the United States U.S. Dept. of the Interior, U.S. Geological Survey, Eastern Region, Reston, Va.

Seidel, H., Loser, C., Zehnsdorf, A., Hoffmann, P. & Schmerold, R. (2004) Bioremediation process for sediments contaminated by heavy metals: feasibility study on a pilot scale. Environ Sci Technol38(5), 1582-1588.

Sheoran, A. S. & Sheoran, V. (2006) Heavy metal removal mechanism of acid mine drainage in wetlands: A critical review. Minerals Engineering19(2), 105-116.

Silva, A., Delerue-Matos, C. & Fiúza, A. (2005) Use of solvent extraction to remediate soils contaminated with hydrocarbons. Journal of Hazardous Materials 124(1–3), 224-229.

Stout, S. A. & Emsbo-Mattingly, S. D. (2008) Concentration and character of PAHs and other hydrocarbons in coals of varying rank – Implications for environmental studies of soils and sediments containing particulate coal. Organic Geochemistry 39(7), 801-819.

Walker, S. E., Dickhut, R. M., Chisholm-Brause, C., Sylva, S. & Reddy, C. M. (2005) Molecular and isotopic identification of PAH sources in a highly industrialized urban estuary. Organic Geochemistry36(4), 619-632.

Wang, R., Liu, G., Chou, C. L., Liu, J. & Zhang, J. (2010) Environmental assessment of PAHs in soils around the Anhui Coal District, China. Archives of environmental contamination and toxicology59(1), 62-70.

(14)

Willsch, H. & Radke, M. (1995) Distribution of Polycyclic Aromatic Compounds in Coals of High Rank. Polycyclic Aromatic Compounds7(4), 231-251.

Wyszkowski, M. & Ziółkowska, A. (2013) Content of polycyclic aromatic hydrocarbons in soils polluted with petrol and diesel oil after remediation with plants and various substances. Plant Soil Environ. 59(7), 287–294.

Yan, D. Y. S. & Lo, I. M. C. (2013) Removal effectiveness and mechanisms of naphthalene and heavy metals from artificially contaminated soil by iron chelate-activated persulfate. Environmental Pollution178(0), 15-22.

Yan, J. H., You, X. F., Li, X. D., Ni, M. J., Yin, X. F. & Cen, K. F. (2004) Performance of PAHs emission from bituminous coal combustion. Journal of Zhejiang University. Science5(12), 1554-1564.

Yang, Z., Zhang, S., Liao, Y., Li, Q., Wu, B. & Wu, R. (2012) Remediation of Heavy Metal Contamination in Calcareous Soil by Washing with Reagents: A Column Washing. Procedia Environmental Sciences16(0), 778-785.

Yap, C. L., Gan, S. & Ng, H. K. (2011) Fenton based remediation of polycyclic aromatic hydrocarbons-contaminated soils. Chemosphere83(11), 1414-1430.

Yoshioka, H. & Takeda, N. (2004) Analysis of organic compounds in coal macerals by infrared laser micropyrolysis. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis71(1), 137-149.

Yunker, M. B., Lachmuth, C. L., Cretney, W. J., Fowler, B. R., Dangerfield, N., White, L. & Ross, P. S. (2011) Biota – Sediment partitioning of aluminium smelter related PAHs and pulp mill related diterpenes by intertidal clams at Kitimat, British Columbia. Marine Environmental Research72(3), 105-126.

Zhang, L., Li, P., Gong, Z. & Li, X. (2008) Photocatalytic degradation of polycyclic aromatic hydrocarbons on soil surfaces using TiO2 under UV light. Journal of Hazardous Materials158(2–3), 478-484.

Zhang, Y., Zhu, Y. G., Houot, S., Qiao, M., Nunan, N. & Garnier, P. (2011) Remediation of polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) contaminated soil through composting with fresh organic wastes. Environmental science and pollution research international18(9), 1574-1584.

Zhao, Z.-B., Liu, K., Xie, W., Pan, W.-P. & Riley, J. T. (2000) Soluble polycyclic aromatic hydrocarbons in raw coals. Journal of Hazardous Materials73(1), 77-85.

This article should be cited as

Mizwar, A. dan Trihadiningrum, Y., 2014. Potensi Bioremediasi Tanah Terkontaminasi

Polycyclic Aromatic Hydrocarbons dari Batubara dengan Composting, Prosiding Seminar

Gambar

Tabel  1. Jenis PAHs berbahaya dalam daftar US EPA
Gambar  1. Proses pembentukan batubara (Kentucky Geological Survey, 2012)
Tabel  2.  Mikroorganisme pendegradasi PAHs
Tabel  3. Tingkat degradasi PAHs pada berbagai kondisi alami
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya setiap usaha sesuatu pasti memliki tujuan yang ingin dicapai, tanpa suatu tujuan yang jelas usaha tidak akan berarti apa-apa. Demikian halnya dengan setiap

Ditemukannya Glochidia pada insang dan Proteocephalus parallacticus di dalam usus menunjukkan adanya kecenderungan sifat inang yang semakin besar ukurannya, maka ia

Program promosi yang dilaksanakan Ngorea Bistro diantaranya adalah advertising, sales promotion, direct marketing, personal selling, public relations, dan word of

Bagian entitas atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang disisihkan untuk usaha musyarakah pada awal

Sementara untuk negara ASEAN asal barang impor non migas terbesar adalah Thailand dengan nilai impor mencapai USD 72,91 juta, diikuti Singapura dengan nilai USD 49,68 juta

The study is based upon thirteen plots (Figure 2) that include the situations supposed to be the most representative of the Lousã mountain and with different declivities: burned

Peningkatan kekerasan ini dimungkinkan terjadi karena adanya perbaikan ukuran butir pada substrat yang disebabkan oleh proses deformasi plastis Peningkatan kekerasan

Dari data tersebut usia responden yang menggunakan aplikasi Mobile JKN adalah usia 31 sampai dengan 40 tahun. Berdasarkan data responden