• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kadar Formalin pada Buah Impor yang Dijual di Beberapa Pasar Swalayan di Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kadar Formalin pada Buah Impor yang Dijual di Beberapa Pasar Swalayan di Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah-Buahan

Menurut Zulkarnain (2009), secara botani, buah dapat didefinisikan

sebagai ovari matang dari suatu bunga dengan segala isinya serta bagian-bagian

yang terkait erat dari bunga tersebut. Oleh karena itu, buah terdiri atas

bagian-bagian seperti dinding ovari atau pericarp (yang berdiferensiasi menjadi eksocarp,

endocarp, dan mesocarp), biji, jaringan plasenta, partisi, reseptakel, dan sumbu

tangkai bunga.

Buah merupakan sumber antioksidan yang mampu menghancurkan radikal

bebas penyebab timbulnya berbagai penyakit dan tanda-tanda penuaan dini. Buah

juga mengandung banyak serat yang dapat mencegah timbulnya sembelit dan

gangguan pencernaan pada lambung. Selain serat, buah juga mengandung

berbagai vitamin dan air yang merupakan komponen penting dalam metabolisme

tubuh (Ramadhani, 2014).

Menurut Tarwotjo (1998) buah-buahan merupakan sumber vitamin

(terutama vitamin C dan karotin atau provitamin A) dan mineral (seperti zat

kalsium, zat pospor, dan lain-lain mineral) dalam jumlah kecil. Serat banyak

terdapat pada buah-buahan di bagian kulitnya.

2.1.1 Klasifikasi Buah-Buahan

(2)

diklasifikasikan atas beberapa kelompok, yaitu :

a. Buah sederhana, yaitu buah yang berkembang dari satu ovari. Buah

sederhana dikelompokkan lagi menjadi :

1. Buah sederhana berdaging (pericarpnya berdaging). Tipe buah

demikian dapat dikelompokkan lagi menjadi :

a. Tipe berry, misalnya buah tomat dan anggur (Vitis vinifera)

b. Tipe drupe, misalnya buah zaitun, peach, cherry (Prununs, sp.), dan plum

c. Tipe pome, misalnya buah apel (Malus domestica) d. Tipe hesperidium, misalnya buah jeruk (Citrus sp.)

e. Tipe pepo, misalnya buah tanaman yang tergolong ke dalam famili

Cucurbitaceae.

2. Buah sederhana tidak berdaging (pericarpnya kering), yang dapat

digolongkan menjadi :

a. Golongan dehiscent (membuka dan menyebarkan biji pada saaat

matang), yang dapat dikelompokkan lagi menjadi :

1. Tipe legume (polong), misalnya buah kacang-kacangan 2. Tipe follicle, misalnya buah peony dan Hekea

3. Tipe capsule, misalnya buah Eucalyptus sp.

4. Tipe silique, misalnya buah mustard (Brassica nigra).

(3)

1. Tipe achene, misalnya buah bunga matahari (Helianthus

annuus)

2. Tipe caryopsis (biji-bijian), misalnya buah jagung

3. Tipe nut, misalnya buah hazel nut 4. Tipe samara, misalnya buah maple.

b. Buah agregat, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari pada bunga yang

sama, baik ovari tersebut bergerombol maupun menyebar pada satu

eseptakel, yang kemudian menyatu menjadi satu buah. Contoh buah tipe

ini misalnya pada tanaman stroberi (Fragaria vesca)

c. Buah majemuk, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari dari beberapa

bunga, lalu menyatu menjadi satu massa. Contoh buah tipe ini misalnya

pada tanaman nanas (Ananas comosus).

2.1.2 Memilih Buah yang Segar

Menurut Sjaifullah (1996) kriteria dalam memilih buah segar antara lain :

1. Kriteria Fisik

a. Warna kulit

Setiap jenis buah, bahkan setiap varietasnya, mempunyai warna kulit

khas. Umumnya buah yang mengalami proses pematangan akan

berubah warna kulitnya dari hijau gelap menjadi kuning, merah, atau

ungu.

b. Kesegaran dan kebersihan kulit

Buah yang baik terlihat segar, kulitnya berkilap, tidak keriput, dan

(4)

getah.

c. Ukuran dan bentuk buah

Umumnya pada saat layak petik, buah mempunyai ukuran maksimum

dengan bentuk yang khas pula. Selain ukuran, bentuk dapat dijadikan

patokan untuk menentukan mutu buah. Buah yang baik mempunyai

bentuk sesuai dengan bentuk baku normalnya. Buah cacat atau tidak

normal akan mempunyai rasa yang kurang enak pula.

d. Kerapatan rambut atau duri

Buah yang berambut atau berduri telah layak dipetik untuk dikonsumsi

apabila rambut atau durinya telah merenggang.

e. Kekerasan

Kekerasan buah dapat dirasakan melalui pijatan jari. Buah yang

matang dan siap dikonsumsi relative lebih lunak daripada buah yang

masih mentah. Buah yang baik mempunyai kekerasan merata. Contoh

yang paling jelas pada jeruk. Bila kekerasannya tidak merata, maka

sebagian dari daging buahnya akan berbeda rasanya.

f. Berat jenis

Sejalan dengan matangnya buah, berat jenis buah juga naik. Sifat ini

telah dijadikan salah satu prinsip dasar untuk memisahkan antara buah

yang cukup tua dan yang masih muda saat buah baru panen.

g. Bunyi ketukan

Semangka dan alpukat yang masih muda bila diketuk dengan jari

(5)

matang (seperti tepukan di dada), atau yang terlalu matang (seperti

ketukan di perut).

2. Kriteria Kimiawi

Walaupun setiap jenis dan varietas buah mempunyai komposisi kimiawi

tertentu, namun buah dari varietas yang sama dapat mempunyai komposisi

bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah cahaya matahari yang diserap,

suhu selama pertumbuhan, serta jenis dan frekuensi pemupukan.

a. Kandungan pati

Umumnya sejalan dengan pematangan buah, zat pati akan diubah

menjadi gula.

b. Kandungan gula

Kandungan gula atau total padatan terlarut merupakan refleksi dari

rasa manis, yang juga menunjukkan derajat ketuaan dan kematangan.

c. Keasaman

Keasaman buah umumnya turut sejalan dengan matangnya buah,

sampai mencapai titik tertentu pada saat matang. Umunya rasa buah

ditentukan oleh adanya perpaduan antara rasa manis dan asam pada

perbandingan yang tepat.

d. Kadar lemak

Analisis kandungan lemak sebagai parameter mutu biasanya hanya

dilakukan di negara-negara maju terhadap alpukat. Kandungan lemak

pada buah alpukat merupakan salah satu indeks penting dalam

(6)

e. Kandungan vitamin dan mineral

Buah-buahan yang berwarna lebih banyak mengandung vitamin

daripada yang tidak berwarna.

3. Kriteria Fisiologis

Kandungan air buah umumnya berkisar 70 - 90 %. Apabila buah telah

dipetik, secara alamiah kandungan air akan berkurang sehingga terjadi

penyusutan melalui proses transpirasi. Selain menyebabkan kehilangan

berat, transpirasi pada buah juga menyebabkan keriput, terdapatnya

lekukan-lekukan coklat kehitaman yang kering, perubahan warna

(pencoklatan), dan perubahan tekstur. Sebagai akibat tidak langsung dari

penguapan, nilai gizi buah terutama vitamin C juga berkurang.

4. Kriteria Organoleptik

a. Semua yang dapat dilihat oleh mata dapat dijadikan parameter

penampakan, seperti ukuran, bentuk, kecemerlangan, dan kebenaran

warna dari buah.

b. Flavor atau aroma

Selain melalui penilaian mata, indera hidung dan mulut biasa

digunakan untuk menilai atau memberikan keterangan tambahan

tentang mutu buah. Flavor atau aroma ini terutama dipengaruhi oleh komposisi kimiawi dari buah sepeti kandungan gula, asam, alkohol,

aldehida, ester, dan lain-lain.

c. Tekstur

(7)

kasar, berserat, empuk, lembek, berair, keras, padat, renyah, liat, dan

lain-lain. Kandungan air dalam sel berpengaruh terhadap pembentukan

tekstur ini, selain faktor genetik, seperti jenis atau varietas buah.

2.1.3 Buah Impor

Menjamurnya buah impor sebenarnya sangat merugikan petani dalam

negeri, namun untuk memenuhi kebutuhan buah bagi masyarakat Indonesia masih

diperlukan pasokan buah impor. Walaupun masih mempunyai peluang dalam

meningkatkan hasil produksi buah-buahan untuk konsumsi dalam negeri, tetapi

sampai saat ini, pemenuhan permintaan buah dalam negeri, Indonesia masih harus

mengimpor buah dari berbagai negara seperti Australia, Amerika, Thailand,

Taiwan dan negara lainnya. Membanjirnya buah impor di pasaran dalam negeri

mengakibatkan ancaman nyata terhadap masyarakat Indonesia (Badan Intelijen

Negara Republik Indonesia, 2013).

Tidak bisa dipungkiri bahwa konsumen cenderung menyukai buah dengan

penampilan fisik yang mulus, bersih, dan menarik dipandang mata. Namun

dilemanya, banyak buah-buahan lokal yang memiliki cita rasa yang unggul kalah

bersaing dengan buah-buahan impor hanya karena tampilan fisiknya yang kurang

menarik. Akibatnya, buah impor lebih merajai rak-rak buah di supermarket

(Suhartanto dan Endang, 2012).

Buah impor yang kita konsumsi mungkin dipetik entah berapa bulan

berselang. Sudah harus membayar lebih mahal untuk buah impor, sudah tak segar

(8)

layak dikonsumsi karena mengandung berbagai zat berbahaya, salah satunya

formalin.

2.1.4 Buah Apel

Apel bernama latin Pyrus malus, dapat hidup subur di daerah yang mempunyai temperatur udara dingin. Di Eropa tumbuhan ini dibudidayakan

terutama pada daerah subtropis bagian utara. Sedangkan apel lokal di Indonesia

terkenal berasal di daerah Malang, Jawa Timur. Pada usia produktif, apel biasa

berbunga sekitar Juli. Buah ini sebenarnya merupakan bunga yang membesar atau

mengembang menjadi buah yang padat dan berisi. Apel umumnya bentuknya

bulat, dengan cekungan pada pangkal pucuknya. Daging buah apel berwarna

putih, renyah dan berair dengan rasa manis. Daging buah dilindungi kulit tipis

yang mengkilap (Suwarto, 2010).

Buah apel bertekstur renyah dan rasanya agak masam-manis. Rasa tersebut

timbul dari komposisi antara asam malat dan gula. Di dunia diperkirakan terdapat

lebih dari 100 jenis apel yang kebanyakan terdapat di daerah subtropis

(Fachruddin, 1998).

Tanaman apel mempunyai sistematika sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Rosales

(9)

Genus : Pyrus

Spesies : Pyrus malus L.

Buah apel selain mempunyai kandungan senyawa pectin juga mengandung

zat gizi, antara lain kalori sebesar 58 kalori, hidrat arang 14,9 gram, lemak 0,4

gram, protein 0,3 gram, kalsium 6 miligram, fosfor 10 miligram, besi 0,3

miligram, vitamin A 90 SI, vitamin B1 0,04 miligram, vitamin C 5 miligram dan

air 84,1 persen untuk setiap 100 gramnya (Thomas, 2007).

Beberapa jenis buah apel di Indonesia diimpor dari negara-negara lain.

Jenis apel tersebut antara lain apel Fuji Wang Shan dan apel Fuji RRC yang

berasal dari Cina, apel Granny Smith, apel Red Delicious dan apel Blue Cheland

yang berasal dari Amerika, apel Honey NZ yang berasal dari Selandia Baru, serta

apel Fuji yang berasal dari Jepang.

2.1.5 Buah Anggur

Tanaman anggur mempuyai sistematika sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Rhamnales

Famili : Vitaceae

Genus : Vitis

(10)

Di pasaran, warna buah anggur beragam, ada yang hijau, ungu, hijau

kekuningan, dan merah. Rasanya juga ada yang manis keasaman sampai manis.

Jumlah kalori setiap 1 cangkir anggur (sekitar 8-10 buah anggur) 60 kkal.

Kandungan potasiumnya cukup tinggi, sementara vitamin C-nya hanya 6,7 mg.

Mengandung karotenoid, flavonoid, polifenol, dan quercetin yang berfungsi

sebagai antioksidan. Warna kulit anggur yang gelap mengandung antioksidan

yang lebih tinggi daripada yang warnanya terang. Selain kaya antioksidan, anggur

juga bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, mencegah konstipasi, dan

menurunkan kadar kolesterol (Rozaline dan Titi, 2006).

Anggur merah sangat baik untuk menjaga kesehatan jantung karena

kandungan flavonoid. Sedangkan anggur hijau disinyalir mengandung asam alegat

yang bersifat sebagai zat antioksidan, juga mengandung kalium yang bagus untuk

menstabilkan tekanan darah (Muaris, 2007).

Beberapa jenis buah anggur di Indonesia diimpor dari negara-negara lain.

Jenis anggur tersebut diantaranya anggur Red Globe, anggur Autum Royal, dan

anggur Calmeria. Ketiganya berasal dari Amerika.

2.1.6 Buah Jeruk

Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara,

terutama Cina. Tanaman jeruk mempunyai sistematika sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

(11)

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus sp.

Buah jeruk tergolong buah sejati, tunggal dan berdaging. Oleh karena itu,

buah yang masak tidak pecah. Satu bunga menjadi satu bakal buah saja. Dinding

buah tebal dengan lapisan kulit luar yang kaku, bau menyengat dan banyak

mengandung atsiri. Lapisan ini disebut flavedo, dimana mulanya berwarna hijau

dan bila masak berwarna kuning atau jingga. Lapisan tengah seperti spon yang

terdiri atas jaringan bunga karang berwarna putih disebut albedo, sedangkan

lapisan dalam bersekat membentuk ruang (Soelarso, 1996).

Beberapa jenis buah jeruk di Indonesia diimpor dari negara-negara lain.

Jenis jeruk tersebut diantaranya jeruk Ponkam RRC yang berasal dari Cina, jeruk

Imperial Seed dan jeruk Nova Daisy yang berasal dari Australia, jeruk Valencia

dan jeruk Navel yang berasal dari Amerika.

2.2 Formalin

Menurut Cahyadi (2006) senyawa formaldehid di pasaran dikenal dengan

nama formalin. Formaldehid merupakan bahan tambahan kimia yang efisien,

tetapi dilarang ditambahkan pada bahan pangan (makanan), tetapi ada

kemungkinan digunakan dalam pengawetan susu, tahu, mie, ikan asin, ikan basah,

(12)

Struktur kimia dari formalin dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur Kimia Formalin

Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang

formalin, formol, atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung

kira-kira 37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15%

methanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal

dengan formalin 100% atau formalin 40%, yang mengandung 40 gram

formaldehid dalam 100 ml pelarut. Formaldehid adalah gas dengan titik didih

21˚C sehingga tidak dapat disimpan dalam keadaan cair ataupun gas. Dalam

perdagangan dijumpai formalin, yaitu larutan formaldehid yang mengandung

34-38% b/b CH2O dengan metal alcohol sebagai stabilisator untuk memperlambat

polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid yang padat (Cahyadi, 2006).

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak

berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung

dan tenggorokan, dan rasa membakar. Bobot tiap milliliter ialah 1,08 gram. Dapat

bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan

eter. Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada

oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hydrogen molekul air. Formaldehid

(13)

mengandung air. Formalin (37% CH2O) adalah larutan yang paling umum. Pada

umumnya methanol atau unsur-unsur lain ditambahkan ke dalam larutan sebagai

alat penstabil untuk mengurangi polimerisasi formaldehid, dalam bentuk padat,

formaldehid dijual sebagai trioxane [(CH2O)3] dan polimernya paraformaldehid,

dengan 8-100 unit formaldehid (Cahyadi, 2006).

Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari

formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan,

melainkan sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet non makanan. Formalin

mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, di

antaranya formol, methylene adehyde, paraforin, morbicid, oxomethane,

polyoxymethylene glycols, methanal, formoform, superlysoform, formic

aldehyde, formalith, tertraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane,

oxymethylene dan methylene glycol. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam

bentuk yang sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid 10-40 persen

(Yuliarti, 2007).

Menurut Sari (2008) Formalin memiliki karakteristik tidak berwarna, bau

yang keras dan mempunyai berat jenis 1,09 kg/l dalam suhu 20 derajat Celcius.

Formalin sendiri sebenarnya dikenal sebagai obat untuk pengawet mayat.

2.2.1 Kegunaan Formalin

Menurut Yuliarti (2007) formalin sudah sangat umum digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita

rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam

(14)

pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia

fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.

Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan

pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan

untuk insulasi busa.

Formalin boleh juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur

minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk

produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen)

digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih

rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil,

lilin dan karpet. Di dalam industri perikanan, formalin digunakan untuk

menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering

digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti

fluke dan kulit berlendir (Yuliarti, 2007).

Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang

batas amannya sangat rendah sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati

akibat formalin daripada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam

pengawetan sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia

kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat yang akan dipelajari

dalam pendidikan mahasiswa kedokteran maupun kedokteran hewan. Untuk

pengawetan, biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10% (Yuliarti,

2007).

(15)

baku perekat untuk kayu lapis, resin, desinfektan untuk sabun cuci piring,

pembersih lantai, dan detergen, sebagai fungisida pada tanaman dan sayuran, serta

sebagai insektisida (Widmer dan Heinz, 2007).

Formalin juga digunakan pada pembuatan plastik dan resin, pengawet, dan

zat perantara dalam pembuatan bahan kimia. Dipakai juga dalam industri tekstil

sebagai bahan tahan lipatan (Harrington dan Gill, 2005).

2.2.2 Penyalahgunaan Formalin

Menurut Yuliarti (2007) besarnya manfaat di bidang industri tersebut

ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan.

Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak

terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM setempat. Bahkan

makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mi basah, tahu, bakso,

ikan asin, dan beberapa makanan lainnya. Sangat dimengerti mengapa formalin

sering disalahgunakan. Selain harganya yang sangat murah dan mudah

didapatkan, produsen seringkali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai

pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan

kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Formalin juga tidak dapat hilang

dengan pemanasan. Oleh karena bahayanya bagi manusia maka penggunaan

formalin dalam makanan tidak dapat ditoleransi dalam jumlah sekecil apapun.

Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan

polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena

itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas

(16)

tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang

terdapat dalam gelas akan larut (Yuliarti, 2007).

2.2.3 Bahaya Formalin

Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh dalam bentuk air minum

adalah 0,1 miligram per liter. Bila formalin yang masuk ke tubuh melebihi

ambang batas tersebut makan dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan

system tubuh manusia (Yuliarti, 2007). Menurut Judarwanto (2006) konsumsi

formalin dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa,

pankreas, dan ginjal.

Menurut Putranto (2011) berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh

manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily

Allowances / RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 mg per kilogram berat badan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, formalin

(formaldehid) termasuk ke dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan ke

dalam makanan.

Formalin diketahui sebagai zat beracun, karsinogen (menyebabkan

kanker), mutagen (menyebabkan perubahan sel, jaringan tubuh), korosif dan

iritatif. Formalin juga dapat merusak system syaraf tubuh manusia dan dikenal

sebagai zat yang bersifat racun untuk persyarafan tubuh kita (neurotoksik), seperti

mengakibatkan gangguan persyarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa,

(17)

dan infertilitas (Sari, 2008).

Menurut Saparinto dan Diana (2006) efek penggunaan formalin bagi tubuh

terbagi menjadi dua, efek akut dan efek kronis. Efek akut penggunaan formalin

adalah:

a. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk

menelan

b. Mual, muntah dan diare

c. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat

d. Sakit kepala dan hipotensi (tekanan darah rendah)

e. Kejang, tidak sadar hingga koma

f. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, penkreas, serta system susunan saraf

pusat dan ginjal.

Sementara itu efek kronis akibat penggunaan formalin adalah

a. Iritasi pada saluran pernapasan

b. Muntah-muntah dan kepala pusing

c. Rasa terbakar pada tenggororkan

d. Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada

e. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker.

Menurut Yuliarti (2007) formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi,

melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Umumnya formalin

masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yakni melalui mulut dan

saluran pernapasan. Gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan

(18)

menghirup uap formalin dari lingkungan sekitar. Misalnya polusi yang dihasilkan

oleh asap knalpot dan pabrik, mengandung formalin yang mau tidak mau kita

hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Kemudian asap rokok ataupun air hujan

yang jatuh ke bumi pun sebetulnya juga mengandung formalin.

Kontak dengan formalin bisa mengakibatkan luka bakar jika mengenai

kulit, iritasi pada saluran pernapasan bila menghirup uapnya dalam konsentrasi

yang tinggi, maupun reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Jika

kandungan formalin dalam tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan

hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan

kematian sel yang berujung pada kerusakan organ tubuh (Yuliarti, 2007).

Menurut Widyaningsih dan Erni (2006) jika formalin terhirup (inhalasi)

lewat pernapasan akan segera diabsorpsi ke paru dan menyebabkan paparan akut

berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar, dan lakrimasi (keluar air mata dan

pada dosis lebih tinggi bisa buta), bronchitis, edema pulmonari atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru.

Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma, dan dermatitis. Jika

lewat penelanan (ingestion) sebanyak 30 ml (2 sendok makan) dari larutan formalin dapat menyebabkan kematian, hal ini disebabkan sifat korosif formalin

terhadap mukosa saluran cerna lambung, disertai mual, muntah, nyeri, perdarahan,

dan perforasi. Jika terpapar secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan

pada hati, ginjal, dan jantung.

Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga

(19)

senyawa yang bersifat karsinogen, yaitu senyawa yang dapat memacu

pertumbuhan sel-sel kanker. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau

RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA

kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu

prosesnya memakan waktu lama, tetapi cepat atau lambat jika tiap hari tubuh kita

mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka kemungkinan besar

terjadinya kanker sangat besar (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh,

sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industri

memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling

utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan karena masih ada

pengawet makanan yang aman. Oleh karena itu, yang terbaik adalah menjalankan

fungsi pengawasan dengan ketat yang dalam hal ini melibatkan Depkes atau

Badan POM beserta instansi terkait. Tidak boleh dilupakan adalah partisipasi

masyarakat. Jelasnya, diharapkan pedagang makanan tidak semena-mena

menambahkan formalin untuk makanan hanya demi keuntungannya sendiri,

demikian pula konsumen selayaknya mengenal lebih dekat tentang formalin ini

sehingga tidak mudah tertipu oleh pedagang “nakal” yang mencampurkan

formalin sebagai pengawet makanan (Yuliarti, 2007).

2.3Proses Pengawetan Buah Impor

Secara ilmiah untuk mendatangkan buah impor hingga ke tangan

konsumen butuh waktu yang panjang, sementara itu buah hanya tahan beberapa

(20)

buah ini melakukan metode bagaimana cara agar buah tetap segar sampai ke

tangan konsumen. Sebagian besar buah impor dipanen sebelum matang, sebab

proses pengepakan dan pengiriman ke negara lain akan memakan waktu lama.

Karena itu sebagian besar buah impor harus dilakukan proses kimiawi agar tidak

cepat layu atau busuk. Oleh sebab itu sebelum pengiriman harus dilakukan

beberapa proses terlebih dahulu. Agar buah tetap kelihatan segar dan mengkilap,

tidak sedikit produsen buah-buahan menggunakan formalin dan lapisan sejenis

lilin parafin untuk menghambat penguapan saat proses pembusukan buah

berlangsung. Namun sayang meskipun tertutup parafin masih saja ada zat-zat

yang menempel pada buah seperti yang sering terjadi di perkebunan buah non

organik. Biasanya para petani menyemprotkan pestisida beberapa saat sebelum

buah dipetik, sehingga pestisida masih menempel di kulit buah (Prasko, 2012).

Menurut Malau (2015) untuk pengaplikasian formalin pada buah impor,

buah-buahan yang akan diawetkan direndam dalam larutan formalin dan

kemudian dikeringkan.

2.4Ciri Buah Berformalin

Menurut Badan Inteligen Negara Republik Indonesia (2013) ciri-ciri buah

berformalin antara lain:

a. Permukaan bagian kulit terlihat kencang dan segar meski telah

berbulan-bulan dipanen maupun dipajang di supermarket, lapak/kios/pasar, namun

apabila hendak dipegang buahnya terasa keras

(21)

c. Sementara untuk formalin pada buah yang dijual secara bertangkai, dapat

ditemukan misalnya lengkeng dan anggur, dapat lebih mudah dikenali.

Jika tangkainya tampak layu, sementara buahnya masih sangat segar

dengan bau menyengat yang bukan buah, kemungkinan mengandung zat

kimia berbahaya.

2.5Tips Memilih Buah Tanpa Formalin

Untuk mengetahui suatu bahan pangan mengandung formalin atau tidak

dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda fisik makanan tersebut (bau yang

menyengat, tekstur yang kaku, warna yang lebih terang) dan tingkat keawetan

produk yang lebih lama. Namun tanda-tanda tersebut tidak akan terdeteksi bila

kandungan formalin terlalu rendah. Karena itu uji laboratorium perlu dilakukan

(22)

2.6Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Pemeriksaan Laboratorium Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan

Apel, Anggur, Jeruk Amerika

Jeruk Australia

Apel, Jeruk Cina

Ada Formalin

Tidak Ada Formalin

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

Karakteristik Fisik Buah Impor Apel Jepang

Gambar

Gambar 1. Struktur Kimia Formalin
Gambar 2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Pada buah anggur dan per, baik yang berasal dari toko swalayan maupun kaki lima, kadar residu dimetoat adalah yang tertinggi, kemudian diikuti residu klorpirifos

Perbedaan keterangan minimum pada beberapa peraturan pelabelan (Gunanta 2007) ... Tempat dan lokasi pengambilan contoh minuman sari buah ... Unsur yang diamati pada minuman sari

Dari hasil penelitian dapat diketahui ada penurunan kadar formalin pada sampel buah impor setelah buah dicuci atau dikupas, hal ini dikarenakan sifat formalin

Analisis Kadar Formalin pada Buah Impor yang Dijual di beberapa Pasar Swalayan di Kota Medan Tahun 2015. Universitas

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada buah impor (apel dan anggur) yang beredar di beberapa Pasar kota Kendari (Pasar basah Mandonga,

Berdasarkan variabel kualitas buah pada indikator kualitas buah pilihan yaitu buah yang tidak rusak maupun busuk ataupun yang tidak tercampur dengan buah yang kurang baik yang

Selain itu, dengan tidak adanya formalin pada buah impor menandakan pengawetan buah yang digunakan untuk buah impor yang beredar di pasar modern kota Ambon