Paper Kesehatan dan Keadilan Sosial (2016), Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Gambar 1. Angka kematian ibu di ASIA (UNICEF
Indonesia, 2012).
KAJIAN PERMASALAHAN KESEHATAN IBU DI PAPUA
Yohanes Medika Seta Diaseptana
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Corresponding author : yomedelic@gmail.com
Ibu merupakan sosok yang luar biasa, ibu adalah orang tua perempuan dari seorang anak, namun sangat peka terhadap berbagai permasalah kesehatan. Peningkatan kualitas kesehatan ibu di Indonesia merupakan salah satu tujuan MDGs (Millenium Development Goals) yakni tujuan ke-5. Angka kematian ibu masih tergolong tinggi di Indonesia. Rasio kematian ibu di Indonesia diperkirakan lebih dari 200 per 100.000 kelahiran hidup selama satu dekade terakhir. Menurut data yang dilansir oleh UNICEF (2012) (Gambar 1) yakni angka kematian bayi di ASIA, dapat dillihat bahwa upaya pemerintah Indonesia untuk menekan AKI (Angka kematian Ibu) masih berjalan dan belum berhasil mencapai target AKI, hari sejak terminasi kehamilan
tanpa memandang lamanya
kehamilan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya
atau penanganannya, bukan
karena sebab – sebab lain seperti kecelakaan atau kasus insidentil. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI dihitung dengan cara membagi jumlah kematian ibu dengan waktu tertentu didaerah tertentu dengan jumlah kelahiran hidup diwaktu tertentu didaerah tertentu dikali dengan konstanta. Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKI. Salah satu yang menjadi indikator terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah adalah Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR)(DINKES, 2014).
Paper Kesehatan dan Keadilan Sosial (2016), Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan. Berdasarkan data yang dilansir oleh Ditjen Bina Gizi dan KIA (2013) (Gambar 2) menunjukan bahwa cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2013, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan cakupan 99,89%, Sulawesi Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%. Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua 33,31%, Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%).
Seorang Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Cendrawasih, dr. Watofa, Sp.R., menyatakan bahwa berdasarkan hasil riset kesehatan nasional dan daerah yang dilakukan sepanjang tahun 2013, angka kematian ibu dan anak di Papua dan Papua Barat merupakan yang tertinggi di Indonesia (Ningrum, 2007).
Gambar 2 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi di Indonesia 2013 (Ditjen Bina Gizi dan KIA, 2013).
Paper Kesehatan dan Keadilan Sosial (2016), Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
kesehatan tubuh. Blum menjelaskan bahwa terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi kualitas kesehatan di masyarakat. Keempat faktor utama tersebut ialah faktor perilaku/gaya hidup (lifestyle), faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya), dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Sedangkan untuk faktor genetik atau keturunan akan diabaikan dalam pembahasan kali ini.
Kematian ibu sangat erat kaitannya dengan karakteristik ibu meliputi usia, pendidikan, paritas dan perilaku yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama hamil (Ningrum, 2007). per 100.000 penduduk di Papua justru telah mencapai target dan jauh diatas rata-rata rasio bidan di Indonesia. Papua memiliki rasio bidan sebesar 105,7 sedangkan rata-rata rasio bidan di Indonesia 55,1 dengan target 100 per penduduk. Artinya, penduduk di Papua khususnya para ibu seharusnya sudah cukup terliputi untuk melakukan proses kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terutama bidan. Data yang dilansir oleh Kemenkes RI (2015) pula menunjukkan bahwa Provinsi Papua sendiri memiliki rasio puskesmas 3,39 per 30.000 ini terlampau tinggi bila dibandingkan rata-rata rasio puskesmas di Indonesia yang hanya 1,16. Artinya seharusnya masyarakat Papua dapat mempergunakan puskesmas sebagai sarana kesehatan khususnya proses kelahiran ibu hamil.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi dengan kondisi pelayanan kesehatan di Provinsi Papua?
Paper Kesehatan dan Keadilan Sosial (2016), Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Gambar 3. Prosentase perempuan yang melahirkan di fasilitas
kesehatan dari berbagai karakteristik (SKR Papua, 2012).
mampu seseorang untuk memperoleh kondisi sehat atau apa yang seseorang dapat lakukan untuk memperoleh sehat dalam dirinya. Ruger mengklasifikasikan hal ini dalam faktor internal dan faktor eksternal. Berangkat dari faktor internal, ketika dikaji dari kondisi pendidikan ibu, didapati dari data yang dilansir Statistik Kesejahteraan Rakyat (SKR) Papua (2012) (Gambar 3) bahwa perempuan dengan pendidikan yang lebih tinggi memiliki tendensi untuk melahirkan di fasilitas kesehatan.
merekomendasikan bahwa pendidikan dan kunjungan kepada ibu hamil merupakan faktor yang penting sebagai upaya keselamatan kesehatan ibu dan anak, setidaknya hal ini dilakukan minimal empat kali kunjungan pemeriksaan dalam satu periode kehamilan. Pembahasan dari faktor eksternal tentu akan lebih tepat bila dimasukan konteks faktor lingkungan dan perilaku masyarakat (H.L Blum).
2. Faktor perilaku masyarakat
Dikarenakan sulitnya menemukan data perilaku (socio-health behavior) dari Papua maka digunakan laporan dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) Papua (2010). RKPD Papua tahun 2010 melaporkan beberapa permasalahan, yakni bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih masih tergolong rendah, termasuk pula kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungannya. Hal-hal seperti inilah yang juga dapat berakibat menurunkan kesehatan ibu saat periode kehamilan.
Paper Kesehatan dan Keadilan Sosial (2016), Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
terdapat 9 kabupaten/kota di Papua yang memiliki prosentase cakupan kunjungan ibu hamil K4 dibawah rata-rata Indonesia. Hal ini tentu merujuk pada rendahnya kesadaran sang ibu untuk berniat mendatangi tenaga kesehatan untuk melakukan kontrol kehamilan. Upaya yang mungkin dapat diusulkan pada pemerintah ialah membuat program visite (kunjungan langsung ke lokasi) pada ibu hamil.
Dalam data yang disajikan pada Gambar 3. Menunjukan bahwa perempuan yang merupakan warga non-Papua memiliki tendensi untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan dibanding warga asli Papua. Ini tentu merujuk bahwa ada perbedaan kondisi perilaku antara warga Papua asli dan pendatang yang akan mempengaruhi kesadaran untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan.
Gambar 4. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 di Papua (Ditjen Bina Gizi dan KIA, 2013).
3. Faktor lingkungan
Dari data yang disajikan pada Gambar 3. Didapati bahwa perempuan yang tinggal di perkotaan akan memiliki tendensi untuk melakukan proses melahirkan di fasilitas kesehatan. Salah satu intervensi yang paling penting untuk menyelamatkan ibu adalah transportasi yang tersedia ke fasilitas rujukan untuk perawatan kebidanan dalam keadaan darurat.
Paper Kesehatan dan Keadilan Sosial (2016), Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
strategis yang dikaji dalam RKPD Papua (2010) ialah adanya kecenderungan memburuknya kondisi infrastruktur jalan darat terutama untuk wilayah terisolir dan perbatasan serta belum berkembangnya sistem transportasi (darat, laut, ASDP dan udara) dalam mendukung pembangunan di wilayah Papua. Hal-hal tersebut tentu berdampak pada rendahnya laju transportasi terutama di pedesaan yang kemudian berimplikasi pada rendahnya perempuan hamil untuk melakukan proses melahirkan di fasilitas kesehatan yang telah disediakan.
Kesimpulan
Dari hasil identifikasi masalah terkait kematian ibu di Papua dengan pendekatan
socio-determinant didapatkan titik temu yakni masalah pendidikan ibu yang rendah, transportasi pedesaan yang tidak memadai serta kondisi lingkungan masyarakat yang tidak mendukung para ibu untuk sadar melakukan kunjungan kehamilan. Namun hal-hal tersebut dapat ditangani apabila dilakukan perencanaan strategis oleh pemerintah daerah setempat dan bekerjasama dengan pemerintah pusat.
REFERENSI :
UNICEF Indonesia, 2012, Kesehatan Ibu dan Anak dalam Ringkasan Kajian MDGs
(https://www.unicef.org/indonesia/id/A5__B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_REV.pdf)
Dinas Kesehatan RI, 2014, Informasi dan Data Situasi Kesehatan Ibu di Indonesia
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf)
Ditjen Bina Gizi dan KIA, 2012, Peluncuran EMAS dari Direktorat Jenderal Bina. Gizi
dan KIA (http://www.gizikia.go.id)
RKPD Papua, 2010, Pengembangan Wilayah Papua tahun 2010
(http://www.bappenas.go.id)
Badan Pusat Statistik, 2013, Survey Kesehatan Keluarga Indonesia (SKKI)
(http://www.depkes.go.id)
WHO, 2012, Maternal Mortality (http://www.depkes.go.id)
KEMENKES RI, 2015, Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf)
Paper Kesehatan dan Keadilan Sosial (2016), Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
Ruger, J.P.,2008, Health Capability: Conseptualization and Operationalization
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2791246/)