PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN R I
2006
KATA PENGANTAR
Buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui merupakan pedoman untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan apoteker dalam penanganan ibu hamil dan menyusui.
Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui diharapkan dapat memelihara kesinambungan komitmen lintas sektor dan masyarakat dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu dan meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak. Hal ini akan sangat mendukung pelaksanaan upaya strategis dari tiap sektor dan seluruh lapisan masyarakat dalam mencegah kematian ibu.
Pelayanan Farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pelayanan lain di rumah sakit, oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengarahkan kesatuan pandang para apoteker menuju terwujudnya peningkatan mutu pelayanan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan guna mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu hamil dan menyusui.
Diharapkan buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui ini dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam pelaksanaan pelayanan Farmasi. Kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh tim yang telah memberikan sumbangan pikirannya, sehingga tersusunnya pedoman ini. Semua saran-koreksi membangun demi penyempurnaan pedoman ini tetap diharapkan.
Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……… i
Sambutan Dirjen Binfar dan Alkes ……….... ii
Surat Keputusan Dirjen Binfar dan Alkes tentang Tim Penyusun ... iv
Daftar Tabel ... vii
Daftar Lampiran ... viii
Dafar Isi ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Tujuan ... BAB II KEHAMILAN DAN MENYUSUI ... 2.1 KEHAMILAN ... 2.1.1 Proses Kehamilan ... 2.1.2 Proses Perkembangan Janin ... 2.1.3 Masalah Yang Sering Terjadi Pada Kehamilan ... 2.2 MENYUSUI ... 2.2.1 Proses Laktasi ... 2.2.2 Masalah Yang Sering Terjadi Pada Menyusui ... 6 BAB III FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIKA PADA KEHAMILAN & MENYUSUI ... 3.1 Farmakokinetika & Farmakodinamika Pada Kehamilan ... 3.2 Farmakokinetika & Farmakodinamika Pada Menyusui ... 18 18 23 BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI ... 4.1 Pengkajian / Penilaian Peresepan ... 4.2 Pedoman Pemantauan Penggunaan Obat ... 4.3 Pemberian Informasi dan Edukasi ... 26 26 27 29 BAB V PENUTUP ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN ...
1. Daftar obat antimikroba dan kemungkinan efek buruk ... 2. Daftar kondisi infeksi umum pada kehamilan dan terapi yang dianjurkan ... 3. Daftar pilihan obat untuk kasus-kasus yang sering terjadi ... 4. Daftar indek keamanan obat pada kehamilan dan petunjuk penggunaan obat ... 5. Daftar vitamin dan mineral yang sering digunakan ... 6. Daftar obat-obat yang dipertimbangkan kontraindikasi selama kehamilan ... 7. Daftar pemilihan obat secara umum untuk ibu menyusui ... 8. Pedoman untuk pengobatan dan pemberian ASI ...
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar obat antimikroba dan kemungkinan efek buruk
Lampiran 2. Daftar kondisi infeksi umum pada kehamilan dan terapi yang dianjurkan Lampiran 3. Daftar pilihan obat untuk kasus-kasus yang sering terjadi
Lampiran 4. Daftar indek keamanan obat pada kehamilan dan petunjuk penggunaan obat
Lampiran 5. Daftar vitamin dan mineral yang sering digunakan
Lampiran 6. Daftar obat-obat yang dipertimbangkan kontraindikasi selama kehamilan Lampiran 7. Daftar pemilihan obat secara umum untuk ibu menyusui
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut.
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui.
Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau Obat-obat-Obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan.
Penulisan resep untuk masa kehamilan
Jika memungkinkan konseling seharusnya dilakukan untuk seseorang waktu sebelum merencanakan kehamilan termasuk diskusi tentang risiko-risiko yang berhubungan dengan obat-obat spesifik, obat tradisional, dan pengaruh buruk bahan kimia seperti rokok dan alkohol. Suplemen seperti asam folat sebaiknya diberikan selama penatalaksanaan kehamilan karena penggunaan asam folat mengurangi cacat selubung saraf. Obat sebaiknya diresepkan pada kehamilan hanya jika keuntungan yang diharapkan bagi ibu hamil /dipikirkan lebih besar daripada risiko bagi janin. Semua obat jika mungkin sebaiknya dihindari selama trimester pertama.
Pada proses menyusui, pemberian beberapa obat (misalnya ergotamin) untuk perawatan si ibu dapat membahayakan bayi yang baru lahir, sedangkan pemberian digoxin sedikit pengaruhnya. Beberapa obat yang dapat menghalangi proses pengeluaran ASI antara lain misalnya estrogen.
Keracunan pada bayi yang baru lahir dapat terjadi jika obat bercampur dengan ASI secara farmakologi dalam jumlah yang signifikan. Konsentransi obat pada ASI (misalnya iodida) dapat melebihi yang ada di plasenta sehingga dosis terapeutik pada ibu dapat menyebabkan bayi keracunan. Beberapa jenis obat menghambat proses menyusui bayi (misalnya phenobarbital). Obat pada ASI secara teoritis dapat menyebabkan hipersensitifitas pada bayi walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil pada efek farmakologi.
Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui, maka apoteker perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.
1.2 TUJUAN
Memandu apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dalam penanganan ibu hamil dan menyusui.
1.3 SASARAN
Apoteker di rumah sakit dan komunitas
1.4 GLOSSARY
¾ Aerola : Daerah kehitaman sekitar puting susu
¾ Alat bantu puting susu (Nipple Shield) : Sebuah alat yang terbuat dari plastik berbentuk cincin dan mempunyai puting susu yang terbuat dari karet yang kadang-kadang dipakai ibu-ibu di payudara ketika menyusui. Alat ini sebaiknya jangan dipakai karena dapat meragukan bayi tentang puting susu, menimbulkan cara menghisap yang salah, mengurangi rangsangan terhadap puting susu dan berkurangnya persediaan dan aliran ASI.
¾ Apnea : Berhenti nafas
¾ Farmakokinetik : Aspek kinetika yang mencakup nasib obat dalam darah yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
¾ Farmakodinamik : Aspek efek obat terhadap berbagai organ tubuh dan mekanisme kerjanya.
¾ Fetus/Janin : Buah kehamilan pada masa pasca embrionik (> 12 minggu setelah fertilisasi sampai kelahiran)
¾ Insufisiensi : Keadaan tidak mencukupi / tidak memadai untuk melaksanakan tugas yang dibebankan
¾ Jaundice : Sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan penumpukan pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan akibat pasien tampak kuning
¾ Labor / persalinan : Proses keluarnya rahim dari janin ke dunia luar. ¾ Malformasi : Kelainan bentuk / cacat.
¾ Malformasi kongenital : Cacat yang ditemukan saat kelahiran bayi ( terjadinya cacat pada saat dalam kandungan )
¾ Mastitis : Peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi
¾ Neonatal : Masa selama 4 minggu setelah kelahiran. ¾ Neonatus : Bayi baru lahir sampai usia 4 minggu. ¾ Organogenesis : Proses pembentukan organ
¾ Osteopenia : Kerapuhan tulang karena berkurangnya unsur-unsur pembentuk tulang
¾ Osteoporosis : Kerapuhan tulang karena berkurangnya matriks / struktur tulang (tulang keropos)
¾ Ototoksiksitas : Kualitas bersifat racun bagi / mengeluarkan efek merusak terhadap saraf ke VIII / terhadap organ – organ pendengaran dan keseimbangan.
¾ Post natal : Terjadi setelah kelahiran
¾ Postmatur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung lebih dari 42 minggu
¾ Prematur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu
¾ Telaah ulang regimen obat : Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh apoteker sebelum obat disiapkan atau sesudahnya untuk menilai kesesuaian terapi obat dengan indikasi kliniknya, mengevaluasi kepatuhan pasien, mengidentifikasi kemungkinan adanya efek yang nerugikan akibat penggunaan obat, serta memberikan rekomendasi penyelesaian masalah. ¾ Usia gestasi : Umur janin
BAB II
KEHAMILAN DAN MENYUSUI
2.1 KEHAMILAN
2.1.1 PROSES KEHAMILAN
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm.
Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 – 14 minggu, kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42 minggu.
Gangguan pada kehamilan Mual dan muntah Liur melimpah Tekanan pada dada Lemah dan pusing Sariawan
Gangguan buang air besar Varises
Wasir atau ambeien Kejang kaki
2.1.2 PROSES PERKEMBANGAN JANIN
Tabel.1 Proses Perkembangan Janin
BLN KE - KETERANGAN
I (0 – 4 minggu) • bakal janin mengalami bentuk fisik diantaranya zygot yang kemudian membelah diri jadi puluhan sel dan pada akhirnya bakal janin tersebut berbentuk seperti “koma”
• tonjolan jantung yang telah terbentuk dalam rongga dada dan mulai berdetak dan sudah mampu memompa darah ke seluruh tubuh embrio
II (4 – 8 minggu) • Menuju usia ke 5 minggu, tulang punggung, sistem dan otak mulai berkembang
• minggu ke sembilan mulut dan hidung janin saat ini sudah terbentuk dan terlihat jelas
III (8 – 12 minggu) • merupakan awal dari trimester kedua sebagai tahap utama perkembangan janin
• Janin sudah bisa membuka dan menutup mulutnya serta mulai berlatih melakukan gerakan manghisap dan menelan
• Berat janin bertambah sampai 65 g dan panjangnya 10 cm
• Tungkai dan lengan terus tumbuh dan panjang janin 39 mm.
• minggu ke sepuluh, bagian luar telinga janin sudah tampak.
• Pada Kuku jari tangan sudah terbentuk dan sudah mampu menekuk tangannya menjadi setengah kepalan • Bagian luar alat kelaminnya sudah terbentuk
IV (12 – 16 minggu) • Lengan, pergelangan dan jari-jarinya sudah dapat ditekuk dan mengepal.
• minggu ke 17 bisa menghisap jempol, bobotnya sekitar 285 g.
• Gigi susu dan tunas gigi sudah berkembang di dalam gusinya.
V (16 – 20 minggu) • tumbuh rambut di kelopak mata, alis dan kulit kepala. • Hampir seluruh sistem di dalam tubuh sudah mulai
menjalankan tugasnya termasuk sistem saraf
dengan baik
• Sel darah putih sudah terbentuk, kulit janin pun sudah menebal dan tidak tembus cahaya.
• Bobotnya sekitar 425 g dan panjangnya 30 cm
VI (20 – 24 minggu) • Detak jantung bayi dapat didengar dengan menggunakan stetoskop di perut ibu.
• Kelopak mata janin dapat membuka dan menutup, jantungnya berdetak 150 kali per menit.
• Otot-otot tubuhnya kian kuat, bobot janin sekitar 150 g.
VII (24 – 28 minggu) • Kulit dan tubuh janin yang kurus akan tampak berisi • Paru-paru dan otaknya belum berkembang sempurna
namun saraf dan jaringannya sudah berfungsi
• Pada usia 33 minggu, kuku jari tangannya tumbuh sempurna.
• Panjang sekitar 43 cm dengan bobot 2 kg.
VIII (28 – 32 minggu) • Bakal bayi mulai memproduksi hormon kortison yang membantu menyempurnakan pembentukan paru-paru agar siap bernafas saat dilahirkan.
• Di akhir bulan, kepalanya umumnya sudah benar-benar masuk ke rongga panggul dan siap untuk dilahirkan.
• Beratnya 2,75 kg dengan panjang sekitar 45-50 cm
IX (36 minggu) • Pada bulan ini normalnya bayi berada di posisi siap untuk lahir.
• Vernix yang melindungi kulitnya dari cairan amnion mulai larut.
• Janin di usia 39 minggu sudah dapat menjalankan fungsi tubuhnya sendiri.
• Bobotnya sekitar 3 kg dan panjangnya sekitar 50 cm.
2.1.3 MASALAH YANG SERING TERJADI PADA KEHAMILAN ¾ Toksoplasmosis
wanita hamil. Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20 % janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65 % janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kahamilan. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara : memasak daging sampai matang , menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan kotoran hewan ternak, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran hewan ternak.
¾ Sifilis
Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum. Penyakit ini dapat ditularkan melalui plasenta sepanjang masa kehamilan. Biasanya respon janin yang hebat akan terjadi setelah pertengahan kedua kehamilan dengan manifestasi klinik hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, dan lesi tulang. Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan yang rendah, atau bahkan kematian janin.
Pencegahan antara lain dengan cara : promosi kesehatan tentang penyakit menular seksual, mengontrol prostitusi bekerjasama dengan lembaga sosial, memperbanyak pelayanan diagnosis dini dan pengobatannya, untuk penderita yang dirawat dilakukan isolasi terutama terhadap sekresi dan ekresi penderita.
¾ HIV/AIDS
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus. Pada janin penularan terjadi secara transplasenta, tetapi dapat juga akibat pemaparan darah dan sekret serviks selama persalinan. Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukan gejala pada saat lahir. Pencegahan antara lain dengan cara : menghindari kontak seksual dengan banyak pasangan terutama hubungan seks anal, skrining donor darah lebih ketat dan pengolahan darah dan produknya dengan lebih hati – hati.
¾ Rubella (German measles)
Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubella hanya mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama, makin awal (trimester pertama) Ibu hamil terinfeksi rubella makin serius akibatnya pada bayi yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi kongenital pada sebagian besar organ tubuh ( kelainan bawaan )
¾ Herpes simpleks ( Herpervirus hominis)
Penyakit ini disebabkan infeksi herpes simplex virus (HSV). Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini mempunyai kesempatan naik melalui mukosa yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua atau ketiga.
Pencegahan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi infeksius.
2.2 MENYUSUI
2.2.1 PROSES LAKTASI A. Persiapan Psikologi
Langkah – langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah :
• Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses
dalam menyusui bayinya; menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil menjalaninya; bila ada masalah, dokter/petugas kesehatan akan menolong dengan senang hati
• Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formula
• Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai
• Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam keluarga, ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayi sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga • Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas
kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam membantu ibu sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk bertanya tentang masalah yang tengah dihadapinya
B. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan • Ukuran dan Bentuk
Tidak berpengaruh pada produksi ASI. Perlu diperhatikan bila ada kelainan; seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi
• Kontur/Permukaan
Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka pada kulit payudara harus dipikirkan kearah tumor atau keganasan dibawahnya. Saluran limfe yang tersumbat dapat menyebabkan kulit membengkak, dan membuat gambaran seperti kulit jeruk
• Warna Kulit
Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang perlu diperhatikan adalah warna kemerahan tanda radang, penyakit kulit atau bahkan keganasan
• Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan
pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu
• Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
- Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah (kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi
- Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di depan
- Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
- Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus - Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
• Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang dibawah, jangan menekan puting susu atau areolanya saja.
2.2.2 MASALAH YANG SERING TERJADI PADA MENYUSUI ¾ MASTITIS
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Patogen yang paling sering diidentifikasi adalah staphilokokus aureus. Pada mastitis infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang tinggi dan merangsang penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui. Antibiotik (resisten-penisilin) diberikan bila ibu mengalami mastitis infeksius.
Gejala mastitis non – infeksius
• Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan yang akut
• Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri
tekan tersebut
• Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja Gejala mastitis infeksius
• Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu • Ibu dapat mengeluh sakit kepala
• Ibu demam dengan suhu diatas 34oC
• Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya (tanda-tanda akhir)
• Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang
“pembengkakan” Pengobatan :
• Lanjutkan menyusui
• Berikan kompres panas pada area yang sakit • Tirah baring (bersama bayi) sebanyak mungkin
• Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik
(Ibuprofen, asetaminofen) untuk mangurangi demam dan nyeri • Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi
(<39oC), periksa kultur susu terhadap kemungkinan adanya infeksi streptokokal
• Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika demam dan gejala berkurang.
Tabel.2 Penisilin Anti Stafilokokus
Dosis harian Obat
Dewasa (gr) Cara Methcillin (Staphcillin) 4 - 12 Injeksi Oxacillin (Prostaphlin) 4 - 12 Oral, Injeksi Nafcillin (Unipen) 4 – 12 Oral. Injeksi Cloxacillin (Cloxapen, Tegopen) 1- 2 Oral Dicloxacillin (Dynapen) 0,5 – 1 Oral Erythtromicin (jika alergi terhadap
penisilin)
0,5 – 1,0 Oral
¾ KANDIDA/SARIAWAN
dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan yang berat dan rasa tidak nyaman, khususnya selama dan segera setelah menyusui
Bayi dapat menderita ruam popok, dengan pustula yang menonjol, merah, tampak luka dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan. Pada kasus-kasus yang berat, bintik-bintik atau bercak-bercak putih mungkin terlihat merasakan nyeri dan menolak untuk mengisap. Pengobatan :
• Obati ibu dan bayinya
• Oleskan krim atau losion topikal antijamur ke puting dan
payudara setiap kali sehabis menyusui, dan seka mulut, lidah dan gusi bayi setiap kali sehabis menyusui
• Anjurkan ibu untuk mengkompreskan es pada puting sebelum
menyusui untuk mengurangi nyeri
Tabel.3 Pengobatan Kandida/Sariawan
Obat Aplikasi Nistatin - Oleskan pada payudara empat kali sehari
- Berikan supisitoria vagina setiap hari Klotrimazol - Oleskan pada payudara empat kali sehari
- Berikan supositoria vagina setiap hari (tersedia bebas)
Mikonazol Oleskan pada payudara empat kali sehari
Flukonazol Gunakan dosis oral tunggal 150 mg untuk kandidiasis vagina
¾ CACAR AIR (VIRUS VARISELA ZOSTER)
Periode infeksius dapat bermula 1-5 hari sebelum erupsi vesikel. Lesi bermula dari leher atau tenggorokan dan menyebar ke wajah, kulit kepala, membran mukosa dan akstremitas.
yang memberikan kekebalan pada bayi belum mempunyai kesempatan untuk berkembang.
Perawatan :
• Jika ibu sudah pernah mengalami cacar, menyusui akan
memberikan antibodi kepada bayi. Menyusui tidak perlu dihentikan
• Jika ibu belum pernah mengidap cacar air, ibu dan bayinya harus menerima vaksin varisela jika mereka sudah terpapar
• Jika ibu mengidap cacar beberapa hari sebelum melahirkan : - ibu dan bayi harus diisolasi secara terpisah jika neonatus tidak
mengalami lesi. Hanya sekitar 50 % bayi yang terpapar akan berkembang menjadi penyakit
- keluarkan ASI jika bayi ditempatkan pada tempat lain
- jika bayi menderita lesi, isolasi bayi dengan ibu; menyusui tidak dihentikan.
¾ CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
CMV adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki antibodi CMV di dalam darahnya. Organisme tersebut dapat dijumpai dalam saliva, urin dan ASI. Janin mungkin sudah terinfeksi sejak di dalam uterus. Masalah kongenital yang paling serius terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang memiliki CMV primer selama kehamilan
Menyusui merupakan alat yang penting untuk memberikan imunitas pasif CMV pada bayi. Anak yang disusui, yang diimunisasi CMV melalui ASI akan terlindungi dari gejala infeksi nantinya dan dari infeksi primer selama kehamilan.
Perawatan :
Bayi cukup bulan
Bayi preterm
Pertimbangkan dengan hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu yang terinfeksi CMV pada bayi prematur khususnya jika bayi seronegatif. Segera ke neonatolog untuk evaluasi dan pembuatan keputusan
¾ HEPATITIS B (HBV)
HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan) dan ditularkan melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi tubuh atau transfusi darah. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBV + langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di dalam rahim.
Perawatan :
• Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir. Selain itu, bayi harus menerima imunoglobulin hepatitis B (HBIG)
• Menyusui tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV
¾ HIV/AIDS
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (5-10%), persalinan (10-20%) dan menyusui (10-15%). Meskipun secara umum prevalensi HIV di Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah dikategorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat kantung-kantung dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu (pada pengguna narkoba suntikan, PSK, waria, dan narapidana).
Karena mayoritas pengguna narkoba suntukan yang terinfeksi HIV berusia reprodukasi aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat.
sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV positif setiap tahunnya di Indonesia.
Perawatan :
Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko
terinfeksi HIV, segera melakukan VCT (Voluntary Counseling & Testing) untuk mengetahui status serologis secepatnya.
Bila status serologisnya negatif, dianjurkan untuk
mempertahankannya dengan menghindari paparan menggunakan kondom setiap sanggama, melakukan perilaku hidup sehat, dan melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran (memastikan hasil pemeriksaan di luar “masa jendela”).
Bila status serologisnya positif, dianjurkan untuk melaksanakan
profilaksis Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan seksio sesarea, dan tidak menyusui/menghentikan menyusui sedini mungkin/menggunakan susu formula (Exclusive Formula Feeding)
Pemakaian susu formula harus memenuhi syarat AFASS dari
WHO : Affordable (Terjangkau), Feasible (Layak), Acceptable (Dapat diterima), Safe (Aman), dan Sustainable (Berkelanjutan). Apabila kelima syarat AFASS tidak dapat terpenuhi, maka ASI tetap diberikan setelah melalui proses konseling mengenai kemungkinan penularan infeksi.
Setelah persalinan, ibu dengan HIV positif dianjurkan
melanjutkan pengobatan ARV (ARV Terapi) sesuai Pedoman Nasional Pengobatan ARV
Bayi dari ibu HIV positif perlu dijaga kesehatan dengan
pemberian nutrisi yang sesuai, dan diperikasa status serologisnya pada usia 18 bulan
Pasangan seksual dari ibu HIV positif dianjurkan untuk
melakukan VCT dan anjuran yang sesuai.
BAB III
FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIK PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
3.1. Farmakokinetika dan Farmakodinami Pada Kehamilan A. Farmakokinetika
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh misalnya penambahan volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu.
Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan penurunan kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air seperti aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah. Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin. Steroid dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-obat lain yang ikatan protein plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat tersebut.
Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau demikian kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara kompetitif menginduksi metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin.
Perpindahan obat lewat plasenta.
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat menentukan perpindahan obat lewat plasenta.
Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat plasentadipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.
• Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru dilahirkan.
• Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak terion.
Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah besar.
• Ukuran molekul
• Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di lemak dan terionisasi maka perpindahaan nya lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.
Metabolisme obat di plasenta dan di janin.
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah.
1.Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami metabolisme yang bermakna di plasenta.
dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di sel embrio.
B. Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat ibu hamil.
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung, aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil. Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes yang diinduksi oleh kehamilan.
Mekanisme kerja obat pada janin.
intrakranial bayi kurang umur. Anti aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang menderita aritmia jantung.
Kerja obat teratogenik.
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi faktor. • Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak
langsung mempengaruhi jaringan janin.
• Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat
plasenta sehingga mempengaruhi jaringan janin.
• Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan
janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial.
• Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada
abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.
3.2. Farmakokinetika dan Farmakodinamik Pada Menyusui A. Farmakokinetika
Hampir semua obat yang diminum perempuan menyusui terdeteksi didalam ASI , untungnya konsentrasi obat di ASI umumnya rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu adalah faktor utama yang berperan pada proses transfer obat ke ASI selain dari faktor-faktor fisiko-kimia obat. Volume darah/cairan tubuh dan curah jantung yang meningkat pada kehamilan akan kembali normal setelah 1 bulan melahirkan. Karena itu pemberian obat secara kronik mungkin memerlukan penyesuaian dosis.
Obat yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion akan mudah melewati membran sel alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya kecil (< 200 Dalton) akan mudah melewati pori membran epitel susu. Obat yang terikat dengan protein plasma tidak dapat melewati membran, hanya obat yang tidak terikat yang dapat melewatinya.
Plasma relatif sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu obat yang bersifat basa lemah di plasma akan lebih banyak dalam bentuk tidak terionisasi dan mudah menembus membran alveoli dan kapiler susu. Sesampainya di ASI obat yang bersifat basa tersebut akan mudah terion sehingga tidak mudah untuk melewati membran kembali ke plasma. Fenomena tersebut dikenal sebagai ion trapping.
Rasio M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasma ibu. Rasio M:P yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI , sebaliknya rasio M:P < 1 menunjukkan bahwa obat sedikit berpindah ke ASI.
Rasio benefit dan risiko penggunaan obat pada ibu menyusui dapat dinilai dengan mempertimbangkan :
1. Farmakologi obat: reaksi yang tidak dikehendaki 2. Adanya metabolit aktif
3. Multi obat : adisi efek samping 4. Dosis dan lamanya terapi 5. Umur bayi.
6. Pengalaman/bukti klinik 7. Farmakoepidemiologi data.
Farmakokinetika bayi.
Absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi pada bayi berbeda nyata dengan orang dewasa. Kecepatan absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah, misalnya absorpsi fenobarbital, fenitoin, asetaminofen dan Distribusi obat juga akan berbeda karena rendahnya protein plasma, volume cairan tubuh yang lebih besar dari orang dewasa. Metabolisme obat juga rendah karena aktivitas enzim yang rendah . Ekskresi lewat renal pada awal kehidupan masih rendah dan akan meningkat dalam beberapa bulan.
Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga kinetika obat pada bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh obat. Yang perlu diperhatikan adalah bila efek yang tidak diinginkan tidak bergantung dari banyaknya obat yang diminum, misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau banyaknya ASI yang diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi apakah si bayi meminum atau tidak meminum ASI menjadi lebih penting.
B. Farmakodinamika.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
4.1 PENGKAJIAN / PENILAIAN PERESEPAN (PEDOMAN TELAAH ULANG REGIMEN OBAT (DRUG REGIMEN REVIEW) )
Tujuan :
Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan.
Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah ulang rejimen obat :
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari - Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang
berisiko tinggi untuk mengalami efek samping yang serius - Menderita tiga penyakit atau lebih
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri - Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan - Akan pulang dari perawatan di rumah sakit - Berobat pada banyak dokter
- Mengalami efek samping yang serius, alergi
Tatalaksana telaah ulang rejimen obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan ketrampilan yang memadai
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil / menyusui: - Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat yang
sedang digunakannya
- Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara penggunaan dan alasan penggunaan
- Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu hamil/menyusui dengan data yang ada di catatan medis, catatan pemberian obat dan hasil pemeriksaan terhadap obat yang diperlihatkan
- Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh ibu hamil / menyusui
- Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil / menyusui, baik efek terapi maupun efek samping
- Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil/ menyusui
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter
d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi
4.2 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN OBAT
Tujuan :
Mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek merugikan akibat penggunaan obat.
Tatalaksana pemantauan penggunaan obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang patofisiologi, terutama pada ibu hamil dan menyusui, prinsip-prinsip farmakoterapi, cara menafsirkan hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan penggunaan obat, dan ketrampilan berkomunikasi yang memadai.
b. Mengumpulkan data ibu hamil/menyusui, yang meliputi :
- Deskripsi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, nama ruang rawat/poliklinik, nomor registrasi)
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat penggunaan obat (termasuk riwayat alergi, penggunaan obat non resep)
- Masalah medis yang diderita
- Data obat-obat yang sedang digunakan
Data /informasi dapat diperoleh melalui :
- wawancara dengan ibu hamil / menyusui atau - catatan medis
- kartu indeks (kardeks)
- komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat)
c. Berdasarkan data/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
d. Memberikan masukan/saran kepada tenaga kesehatan lain mengenai penyelesaian masalah yang teridentifikasi.
e. Mendokumentasikan kegiatan pemantauan penggunaan obat pada formulir yang dibuat khusus.
Obat Yang Digunakan Pada Masa Kehamilan
• Pertimbangkan perawatan pada masa kehamilan
• Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperolah ibu
diharapkan lebih besar dibandingkan risiko pada janin
• Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama trimester pertama kehamilan
• Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luas pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis
• Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu
sesingkat mungkin • Hindari polifarmasi
• Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan
Obat Yang Digunakan Pada Wanita Menyusui
• Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari. Jika pengobatan memang diperlukan, perbandingan manfaat/risiko harus dipertimbangkan pada ibu maupun bayinya.
• Obat yang diberi ijin untuk digunakan pada bayi umumnya tidak membahayakan
• Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir prematur) mempunyai risiko
lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI. Hal ini disebabkan oleh fungsi ginjal dan hati yang belum berkembang, sehingga berisiko terjadi penimbunan obat
• Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan
jumlah kadar obat terkecil yang sampai pada bayi • Hindari atau hentikan sementara menyusu
• Jika suatu obat digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau
secara cermat terhadap efek samping yang mungkin terjadi • Sebaiknya dihindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit data
4.3 PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang merencanakan kehamilan, peran farmasis selain memberikan informasi tentang obat, juga memberikan penyuluhan tentang kesuburan dan perencanaan kehamilan. Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk menghindari segala jenis obat, alkohol, rokok, dan obat penenang.
wanita hamil yang menderita penyakit kronis sangat diperlukan. Apabila pemberian obat tidak dapat dihentikan selama kehamilan, maka pengobatan harus berada dalam pengawasan dan pemantauan dokter.
BAB V PENUTUP
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, merupakan suatu panduan yang diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya. Karena Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2005, Interaksi Obat. Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
2. Anonim, 2000, Daftar Obat Indonesia, Jakarta
3. Anonim, 1999, Laporan Penelitian Praktek Kerja Profesi di RSAB Harapan Kita
4. Harkness, Richard, 1984, Interaksi Obat, Penerbit ITB, Bandung
5. Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
6. Anonim, 2004, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
7. Anonim, 2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri. Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
8. Katzung B.G., Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. 1995, Prentice-Hall International Ltd.
9. D.C.Knoppert, Safety of drug in pregnancy and lactation in Pharmacotherapy Self-Assessment Programm, 3rd ed, module Women’s health, American College of Clinical Pharmacy: Kansas 1999:1-24.
10.Milsap RL., W J. Jusko Pharmacokinetics in the infants, Environ Health Perspect 102(Suppl 11):000-000 (1994)
11. Anonim, 2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk Penggunaan Obat dengan atau tanpa Makanan, Tugas Khusus Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta
12.MIMS, 102nd ed 2005, Indonesia.
13.Riordan, Jan, EdD, RN, IBCLC, FAAN, 1996, Buku Saku Menyusui & Laktasi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
14. Anonim, 1995, Modul Manajemen Laktasi, Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
LAMPIRAN – LAMPIRAN LAMPIRAN 1.
OBAT ANTIMIKROBA DAN KEMUNGKINAN EFEK BURUKNYA
Efek Buruk pada janin Obat Penggunaan
Trimester pertama
Trimester kedua & ketiga
Komentar
Penisilin (benzilpenisilin & fenoksimetil penisilin)
Penisilin kerja lama
Kemungkinan aman
Kemungkinan aman
Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Semua bentuk β-laktam yang biasa dipakai dinyatakan aman
Hanya ada sedikit informasi tetapi tidak ada yang mengesankan peningkatan toksisitas
Ampisilin
Prodrug ampisilin : Talampisilin, pivampisilin, bakampisilin
Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Sedikit informasi yang ada. Masuk akal untuk menghindari formulasi prodrug dan menggunakan ampisilin induk
Amoksisilin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin Amoksisilin dan asam
klavulanat (Augmentin)
Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Hanya ada sedikit informasi. Paling baik dihindari sampai ada laporan yang lebih berpengalaman
Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Hanya ada sedikit informasi. Disediakan untuk terapi infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri yang rentan
Penisilin antistafilokokus :
Flukosasilin dan klosasilin
Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Sefalosporin oral : Sefaleksin, sefaklior, sefradin
Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Hanya ada sedikit informasi khususnya untuk obat yang baru diperkenalkan (sefiksim, sefpodoksim)
Sefalosporin injeksi Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Informasi sedikit. Agen ini mungkin aman dan mungkin merupakan pilihan yang cukup masuk akal untuk mengibati infeksi berat. Obat yang mengandung rantai samping N-metiltiotetrazol hendaknya dihindari atas dasar pemikiran teoritis – yakni, gangguan pada metabolisme vitamin K (sefamandol di Inggris)
Sulfonamid : Semua bentuk
Kemungkinan aman Pada trimester pertama; hindari dalam 2 hari setelah melahirkan
Hindari (dalam dua hari setelah melahirkan); kernikterus
Resiko lebih besar untuk obat yang lebig erat terikat pada protein, misalnya sulfafurazol, daripada sulfametoksazol
Trimetroprim Kemungkinan aman Risiko teoretis teratogenik dari antagonis asam folat. Risiko anemia megaloblastik dapat diegah degan asan folinat
Ko-trimoksasol (trimetoprim dan sulfametoksasol)
Kemungkinan aman (tetapi lihat pada sulfonamid di atas)
Kernikterus Banyak sekali pengalaman tentang keamanannya dalam trimester pertama
Tetrasiklin : semua bentuk
Hindari Perubahan warna dan displasia gigi dan tulang; katarak
Kemungkinan hepatotoksisitas pada ibu
Aminoglikosida : Streptomisin
Hindari Otoksisitas Sedikit alasan untuk menggunakannya. Pilihan yang lebih baik dapat dibuat pada tuberkulosis dan sepsis yang serius
Gentamisin, tobramisin, netilmisin, amikasin
Hati - hati Ada kesan risiko teoritis ototoksisitas
Efektif pada sepsis serius; diperlukan pengujian yang teratur
Spektinomisin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin
Disediakan untuk terapo ginire kalau ada masalah resistensi atau alergi penisilin
Asam fusidat Kemungkinan aman Kuinolon : asam
nalidiksat
Hati - hati Banyak pengalaman mengesankan keamanannya.
pada binatang tertentu dan di dalam gigi pada anak kecil. Mengganggu DNA bakteri; risiko bersifat teoritis pada manusia
Obat ynag baru-baru ini dikembangkan : Siprofloksasi norfloksasin, enoksasin, ofloksasin, pefloksasin
Hindari Tidak ada pengalaman pada kehamilan – lihat
asam nalidiksat
Nitrofurantion Kemungkinan aman Risiko teoritis hemolisis pada defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Penggunaan profilaksis Vankommisin,
teikoplanin
Hati –hati Tidak ada data keamanan pada manusia.
Disediakan untuk terapi sepsis stafilokokus berat Makrolida dan
Hepatotoksisitas pada ibu pada kehamilan lanjutan
Klaritomisin, azitromisin, linkomisin dan klindamisin
Hindari Kolitis pseudomembranosa pada ibu. Hindari
kecuali kalau tidak tersedia obat lain yang cocok
Metronidazol Hati - hati Risiko teoretis teratogenesis
Tidak ada bukti tentang teratogenisitas pada manusia. Keuntungan mungkin lebih besar dari pada risiko pada sepsis anaerobik yang serius Kloramfenikol Hindari Sindrom bayi kelabu Bukti yang sedikit tentang efek sakit pada janin
pada kehamilan awal. Ingat akan kemungkinan diskrasia darah pada ibu. Biasanya pilihan yang lebih aman dapat dibuat
Obat antituberkulosis : Rifampisin
Perdarahan pascanatal Hindari pada ibu yang menderita penyakit hati. Teratogenisitas dosis tinggi pada binatang. Keuntungan mungkin lebih besar daripada risiko. Hendaknya diberikan vitamin K pada ibu dan neonatus
Amati ikterus pada ibu Sekarang sedikit digunakan
Hanya ada sedikit informasi
Obat antifungi : Amfoterisin Keungkinan aman
Teratogenik pada binatang
Teratogenik pada binatang
Informasi sedikit; keamanan belum pasti
Informasi sedikit; keamanan tidak terjamin Diabsorpsi dari penggunaan topikal vagina
Obat antimalaria : klorokuin
Kemungkinan aman
Hindari
Keamanan terjamin dalam dosis rendah, kecuali untuk laporan yang jarang tentang gangguan pendengaran pada anak-anak
Acuan :
Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta Primakuin Hindari
Obat antiparasit : Piperazin Mebendazol Tiabendazol Prazikuantel
Kemungkinan aman Hindari
Hati – hati Hati – hati
Kemungkinan teratogenik Keamanan tidak dibuktikan
Keamanan tidak dibuktikan
Obat antivirus : Amantadin
Asiklovir
Vidarabin Zidovudin
Hindari
Kemungkinan aman, tetapi gunakan hanya kalau keuntungannya lebih besar daripada risikonya Hindari
Belum diizinkan pada kahamilan
Embriotoksik pada binatang
Risiko teoretis. Bekerja sebagai “pengakhir rangkaian”
Teratogenik pada binatang Hanya edikit bukti tentang
teratogenisitas
Kecuali bila ada infeksi yang mengancam jiwa pada ibu, obat antivirus paling baik dihindari pada kehamilan
LAMPIRAN 2
KONDISI INFEKSI UMUM PADA KEHAMILAN DAN TERAPI YANG DIANJURKAN
Kondisi Terapi pilihan pertama Terapi pilihan kedua Komentar Bakteriuria asimtomatik
atau sistitis biasa
Ampisilin, amoksisilin (kalau isolat sensitif) atau sefaleksin per oral
Nitrofurantoin, sulfonamid, atau trietroprim (atau ko-trimoksasol)
Pada bekteriiria asimptomatik, terapi hendaknya berkangsung selama 7 – 10 hari. Sistitis akut sederhana mungkin mamberi respons terhadap dosis tunggal atau pemberian jangka pendek
Pielonefritis akut Sefuroksim, ampisilin intravena
(bila isolat sensitif) Gentamisin intravena
Faringitis Benzilpenisilin intravena (kalau isolat ensitif), prokain penisilin intramuskular, atau fenoksimetil penisilin per oral
Eritromisin basa Catatan : 70 – 80 % kasus faringitis disebabkan oleh virus
Bronkitis Ampisilin per oral atau amoksisilin
Eritromisin
Pneumonia lobaris Benzilpenisilin Eritromisin Kalau bukan pneumokokus, mungkin diperlukan perubahan terapi Penyakit legionnaires Eritromisin plus rifampisin
Profilaksis endokarditis Amoksisilin per oral Eritromisin Menurut anjuran kelompok kerja Terapi endokarditis :
Streptokokus Stafilokokus
Benzilpenisilin + gentamisin
Flukloksasilin + asam fusidat Vankomisin
Gonore Benzilpenisilin intramuskular Sefuroksi atau spektinomisin Spektinomisin kalau pasien alergi terhadap β -laktam
Infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
Eritromisin per oral Eritromisin hendaknya diberikan selama 7 – 10 hari
Profilaksis untuk operasi abdomen :
Lambung atau empedu Appendikektomi atau kolon
1 dosis sefazolin
1 – 3 dosis amoksisilin dan asam klavulanat (Augmentin)
1 dosis ko-trimosasol
1 – 3 dosis gentamisin plus metronidazol
Tuberkulosis Rifampisin + isoniazid + etambutol
Rifampisin dan isoniazid hendaknya diberikan selama 9 bulan dan ethambutol selama 3 bulan. Tambahan piridoksin hendaknya diberikan dengan isoniazid
Klorokuin Lihat teks
Sepsis serius yang tak terdiagnosis
Gentamisin intravena plus penisilin antipseudomonas intravena, mungkin ditambah dengan metronidazol
Sefalosporin spektrum luas intravena (seperti sefuroksim atau seftazidim)
Untuk menegakkan patogen penyabab ada kemungkinan untuk menghilangkan gentamisin kalau organisme rentan terhadap penisilin antipseudomonas dan pasien telah memperlihatkan respons yang memuaskan
Acuan :
LAMPIRAN 3
DAFTAR PILIHAN OBAT UNTUK KASUS-KASUS YANG SERING TERJADI
Acuan :
Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta JENIS
TERAPI
OBAT DOSIS INDIKASI EFEK
SAMPING
KETERANGAN
ANALGETIK ASPIRIN Aspirin dosis rendah selama hamil bisa untuk mencegah
Aspirin dengan bebas disalurkan melintasi plasenta dan diekskresikan oleh bayi baru lahir dengan kecepatan yang lebih lambat daripada orang dewasa karenajalur ekskresi masih belum matang
Bayi dari seorang wanita yang mendapat dosis terapi aspirin secara teratur di sepanjang kehamilan memerlukan waktu 5 hari untuk membuang obat tersebut
Aspirin dosis rendah tidak terlihat mempunyai efek buruk apapun pada perkembangan sistem kardiovaskular janin
PARASETA MOL
Efek parsetamol semasa kehamilan belum diteliti secara luas tetapi penelitian pada binatang telah memperlihatkan tidak ada efek merugikan pada pertumbuhan janin dan plasenta.
Dianjurkan sebagai analgetik ringan pilihan MUAL &
MUNTAH
ANTIHISTA MIN
Meklozin dan siklizin sudah luas digunakan dan tampaknya aman tetapi mingkin ada suatu hubungan yang renggang antara meklozin dan cacat mata bawaan
Prometazin mungkin berkaitan dengan tingginya insidensi dislokasi panggul bawaan
METOKLOP
Kombinasi metoklopramid dan omeprazol telah diteliti dalam hal efek pencegahan aspirasi lambung dalam anestesi obstetri
Omeprazol oral dengan metoklopramid parenteral umumnya berhasil mengurangi keasaman asamlambung dan volumenya sebelum diberikan anestesi
NYERI ULU HATI & DISPEPSIA
ANTASIDA Antasida aluminium
yang diberikan sendirian dapat menimbulkan
sembelit
Antasida yang tak dapat diserap seperti alumunium hidroksida atau magnesium trisilikat boleh digunakan, meskipun
Antasida aman kalau diminum pada trimester kedua atau ketiga.
ANTAGONI S
RESEPTOR-H2
Untuk menangani ulkus peptikum dalam praktek non-obstetri
Antagonis reseptor – H2 telah dengan berhasil
digunakan sebelum pemberian anestesi umum untuk seksio sesarea untuk mengurangi keasaman lambung dan mencegah aspirsi asam lambung ke paru-paru
Simetidin dan ranitidin diekskresikan ke dalam ASI, tetapi tidak ada data yang mengesankan adanya efek berbahaya begi bayi.
SUKRALFA T
LAMPIRAN 4
DAFTAR INDEK KEAMANAN OBAT PADA KEHAMILAN DAN PETUNJUK PENGGUNAAN OBAT
NO GENERIK CARA
PEMBERIAN
KATEGORI NO GENERIK CARA
PEMBERIAN 34 Aminocaproic acid Oral
Parenteral
C C
72 Aztreonam Parenteral D
35 Aminoglutethiamide Oral D 73 Bacampilin Oral B
77 Beclomethason Inhalasi 82 Benzatropin mesilate Oral
Parenteral
85 Benzylpenicilin Parenteral B 133 Ca Phosphate C
86 Betamethasone Oral Parenteral Topikal
C & D C & D C & D
134 Ca Polistilene sulfonate Oral Rectal
C C
87 Betaxolol Ophthalmik Oral
C C & D
135 Camphora C
88 Bethanechol klorida Oral Parenteral 91 Biperiden Oral
Parenteral
C C
139 Carbachol Opthalmik C
92 Bisacodyl Oral Rectal 101 Bromocriptine Oral C 149 Carmustine Parenteral D 102 Bromopheniramine Oral C 150 Carnitin Oral
Parenteral
B B 103 Baclizine Oral C 151 Carfeolol Oral C & D 104 Budesonide Inhalasi
Nasal
105 Bumetanide Oral Parenteral
C C
153 Casantharol C
106 Buphenine C 154 Cascara C
107 Buplavacaine Parenteral C 155 Caspofungin Parenteral C
108 Buprenorphine Parenteral C 156 Cefaclor Oral B
121 Calcitonin Nasal Parenteral
C C
169 Cefonicid B
122 Calcitriol Oral Parenteral
Parenteral 182 Cefuroxime Oral
Parenteral
190 Chlorampenicol Opthalmik Otic
191 Chlorcyclizine C 233 Clonidine Epidural
Oral 192 Chlordiazepoxide Oral
Parenteral
D 234 Clopidogrel Oral B
193 Chloehexidine Mouth /throat Inhalasi
195 Chloroquin Oral Parenteral
C 237 Cloxacilin Oral B
196 Chlorothiazide Oral C & D 238 Clozapine Oral B 197 Chlorthianisene - C 239 Co-trimoxazole
(sulfamethoksazole (SMZ) dan trimethoprim
TM 203 Chlortetrasiklin Ophthalmik D 245 Colistiethate sodium C 204 Chlorzoxazone Oral C 246 Corticotrophin Parenteral C 205 Cholin magnesium
trisalysilate
256 Cyclophosphamida Oral Parenteral
D D
262 Dactinomycin Parenteral C 307 Enfuvirtide Parental B 271 Delavirdine Oral C 316 Eftifibatide Parenteral B 272 Demeclicycline Oral D 317 Ergocalsiferol Oral
Parenteral
A & D
273 Deserpidine C 318 Ergotamine Buccal
Oral Rektal
X
274 Desflurane Inhalasi B 319 Ertapenam Parenteral B 275 Desipramine Oral C 320 Erythromycin Oral
Parenteral
B
276 Deslanoside C 321 Erythropolrtin Parenteral C
277 Desmopresin Nasal Oral
281 Dexamethasone Opthalmik Oral Parenteral
C & D C & D C & D
326 Estradiol Mouth/troat Oral 284 Dexflunfluramin Oral C 329 Estropipate Oral
Vaginal
X
285 Dexmedetomidine Parenteral C 330 Etacrynic acid - B 286 Dextran Parenteral C 331 Etanercept Parenteral B 287 Dextromethorphan Oral C 332 Ethambutol Oral B 288 Diazepam Oral
Parenteral Rectal
D 333 Ethinyl estradiol Oral X
289 Diazoxide Oral Parenteral
C 334 Ethisterone - D
290 Dibenzepine - D 335 Ethoheptazine - C
291 Dichlorphenamide - C 336 Ethosuximide - C
292 Diclofenac Ophthamic Parenteral Topical
B
B & D
337 Etidronate Oral Parenteral 350 Fenfluramine Oral C 397 Ganciclovir Intraokular
Oral
354 Fentanyl Buccal Parenteral Transdermal
355 Fexofenadine Oral C 402 Gemfibrozil Oral C 356 Filgrastim Parenteral C 403 Getamicin Ophthalmik
Otic
359 Flecainide Oral C 406 Hydrocortisone Ophthaimik Oral Otic Parenteral
C & D
360 Floxuridine Parenteral D 407 Hydroflumethiazide - C & D 361 Fluconazole Oral
Parenteral
C 408 Hydromorphon Parenteral C
362 Flucortolone Topikal C 409 Hydroxocobalamine - A & C
363 Flucytosine Oral C 410 Hydroxycloroquin Oral C
364 Fludarabine Phospate Parenteral D 411 Hydroxyprogesterone caproate 370 Fluocinonide Topikal C 417 Idarubicin Parenteral D 371 Fluocortolone Topikal C 418 Idoxuridine Ophthalmik C 372 Fluorometholone Ophthaimik C 419 Ifosfamide Parenteral D 373 Fluorourasil Parenteral
Topikal
X 420 Imiglucerase parenteral C
374 Flucetine Oral C 421 Imipenem Parenteral C
375 Fluoxymesterone Oral X 422 Imipramine Oral Parenteral
D
376 Flupentixol Oral C 423 Imiquimob Topikal B
377 Fluphenazide Oral Parenteral
C 424 Immunoglobulin Parenteral
378 Flurazepam Oral X 425 Indapamide Oral B & D 379 Flubiprofen Ophthalmik
Oral
C 428 Infliximab Parenteral B
382 Fluvastatin Oral X 429 Insulin Parenteral C
383 Fluvoxamine Oral C 430 Insulin aspartr Parenteral C 384 Folic acid Oral A & C 431 Insulin glargine Parenteral C 385 Fondaparinux sodium Parenteral B 432 Insulin Lispro Parenteral B 386 Formoterol Inhalasi C 433 Interferon Parenteral C
439 Ipratropium bromida Inhalasi Nas
452 Isradipine Oral C 497 Lovastatin Oral X 453 Itraconazole Oral
Parenteral
C 498 Loxapin Oral
Parenteral
C
454 Ivermectin Oral C 499 Lynestrenol - D
455 Kanamycin Oral Parenteral
D 500 Lypressin - C
456 Kaolin - C 501 Magaldrate - C
457 Ketamine Parenteral B 502 Magnesium carbonat - B 458 Ketoconazole Oral
Topikal
461 Labetalol Oral parenteral
468 Leflunomide Oral X 513 Medroxyprogesterone Parenteral X 469 Letrozole Oral D 514 Mefenamic acid Oral C & D 473 Levobunolol Ophthalmik C 518 Menothrophine Parenteral X 474 Levobupivacaine Parenteral B 519 Mepenzolate bromida C 475 Levokabastine Ophthalmik C 520 Mepivacaine Parenteral C
476 Levocetirizine Oral B 521 Meprobamate D
477 Levodopa Oral C 522 Mercatopurine Oral D
478 Levofloxacin Ophthalmik Oral Parenteral
C1 523 Meropenem Parenteral B
479 Levonergestrel Oral Subdermal 481 Lidocain Parenteral
Topical
B 526 Mesoridazine B
482 Lincomycin Oral Parenteral
B 527 Mestranol X
483 Lindane Topikal B 528 Metaraminol C
529 Metformin Oral Parenteral
B & D B & D
569 Nafcilin Parenteral B
530 Methazolamide C 570 Nolbuphine Parenteral B & D
531 Methdilazine C 571 Nalidixic acid Oral C
532 Methenamine C 572 Nalorphine - D
533 Methocarbamol C 573 Naloxon Parenteral B
534 Methotrexate Oral Parenteral
X X
574 Naltrexone HCL Oral C
535 Methoxalen Oral Topikal
C C
575 Nandrolone Parenteral C
536 Methyclothiazide B & D 576 Naproxen Oral C
537 Methyldopa Oral Parenteral
B B
577 Naratripan Oral C
538 Methylphenidate Oral C 578 Nateglinide Oral C
539 Methylprednisolone Oral Parenteral
C C
579 Nedocromil Inhalasi Ophthalmik
543 Metoprolol Oral Parenteral
C & D C & D
583 Neostigmine Oral Parenteral
C
544 Metronidazole Oral Parenteral Topical
C C C
545 Mexiletine Oral C 585 Nevirapine Oral C
546 Mezlocilin Parenteral B 586 Nicardipine Oral C
547 Miconazole Topical Vaginal
550 Milrinone Parenteral C 590 Nimodipine Oral Parenteral
C
551 Minoxycline Dental Oral Parenteral
D D D
591 Nitrofurantoin Oral B
552 Minoxidil Oral C 592 Nizotidine Oral C
553 Mirtazapine Oral C 593 Norepinephrine - C
554 Misoprostol Oral C 594 Norethysterone - C
555 Mitoxantron Parenteral D 595 Noretynodrel - C
556 Moexipril Ophthalmik C & D 596 Norfloxacin Ophthalmik Oral
C
557 Molindone Oral C 597 Norgestrel Oral C
558 Mometasone furoate Nasal Topical
C C
598 Nortriptyline Oral D
559 Montelukast sodium Oral B 599 Nystarin Mouth/throat Oral
Topikal, Vaginal C
560 Morphine Oral Parenteral
C & D C & D
600 Octreotide Parenteral B
561 Moxifloxacin Ophthalmik Oral Parenteral
C 601 Ofloxacin Ophthalmik
Oral Otic Parenteral
C
562 Mupirocin Nasal Topical
B 602 Olanzapine Oral C
563 Muromonab CD3 Parenteral C 603 Olopatadine Ophthalmik C 564 Mycophenolic acid Oral
Parenteral
567 Nadroparin calcium Parenteral B 607 Ondansetron Oral Parenteral
568 Nafarelin Nasal C 608 Opipramol Parenteral B & D
609 Orlistat Oral B 667 Phenylbutazone C
610 Orphenadrine Oral C 668 Phenylephrine C
611 Oseltamivir Oral C 669 Phenylpropanolamine Oral C
612 Oxacillin - B 670 Phenyltoloxamine C
613 Oxaliplatin Parenteral D 671 Phenytoin Oral Parenteral
D
614 Oxandrolone Oral C 672 Physostigmine Ophthalmik D
615 Oxaprozin - D 673 Phytomenandion Oral
621 Oxymethazoline Nasal Ophthalmik
C 679 Piperacilin Parenteral B
622 Oxymetholone Oral 680 Piperazine Oral B
623 Oxyphenbutazon - C & D 681 Piperidolate C
624 Oxyphencyclimine - C 682 Pirbuterol acetat C
625 Oxyphenomium bromida - C 683 Pirbuterol HCL C
626 Oxytetracycline - D 684 Piroxicam Oral C & D
627 Oxytocin 685 Podophyllotoxin Topikal C
628 Paclitaxel Parenteral D 686 Podophyllu Topikal C
629 Polivizumab Parenteral C 687 Polimyxin B B
630 Pmidronate Parenteral D 688 Polythiazide C & D
631 Pacrelipase C 689 Potassium C1 C
632 Pncuronium Bromida Parenteral C 690 Potessium citrate C 633 Pantoprazole Oral
Parenteral
B 691 Potassium gluconate C
634 Pantothenic acid C 692 Potassium iodide D