• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Pora-pora - Pemanfaatan Ikan Pora-Pora Sebagai Bahan Baku Tambahan Pembuatan Kerupuk Dan Daya Terimanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Pora-pora - Pemanfaatan Ikan Pora-Pora Sebagai Bahan Baku Tambahan Pembuatan Kerupuk Dan Daya Terimanya"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Pora-pora

Ikan Pora-Pora adalah salah satu jenis ikan air tawar yang hidup di perairan Danau Toba ciri-cirinya berwarna hitam, memiliki sisik berwarna putih dan halus, ukurannya kira-kira 10-12 cm, dan ekornya berwarna kuning.

Gambar 2.1 Ikan Pora-Pora

(2)

Bagi masyarakat sekitar Danau Toba ikan pora-pora dijadikan menjadi salah satu mata pencaharian mereka sehingga dengan adanya kehadiran ikan pora-pora ini sangat menggembirakan bagi mereka. Dan kini sebagian besar penduduknya menjadi nelayan untuk menangkap ikan pora-pora sehingga diharapkan pihak pemerintah kabupaten dapat melestarikannya karena dikhawatirkan punah dikarenakan keadaan lingkungan Danau Toba yang kini sudah mulai tidak terawat.

Kandungan gizi ikan air tawar hampir sama dengan ikan air laut sehingga sekarang ini diharapkan memakan ikan dalam jumlah yang cukup. Berdasarkan penelitian Hamid (2010) dimana manfaat ikan bukan hanya untuk mencerdaskan otak melainkan masih banyak lagi manfaatnya seperti meningkatkan kekebalan tubuh, menurunkan resiko penyakit jantung, menghambat pertumbuhan beberapa kanker dan mempertahankan fungsi otak terutama yang berhubungan dengan daya ingat. Adapun kandungan gizi ikan pora-pora dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2.1. Kandungan gizi ikan pora-pora dalam 100 gram

Kandungan gizi Jumlah (%)

Protein 8,03

Kalsium 0,505

Lemak 3,7

(3)

2.1.1 Penanganan dan Kerusakan Ikan

Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya. Salah satu penyebab dari keadaan kerusakan adalah tingginya pH akhir daging ikan, biasanya pH 6,4 – 6,6 karena rendahnya cadangan glikogen dalam daging ikan. Lagipula, ikan sukar ditangkap dalam jumlah besar tanpa pergulatan yang selanjutnya mengakibatkan turunnya cadangan glikogen (Buckle, dkk, 1985).

Walaupun begitu, ikan tidak akan mengalami kerusakan karena bakteri sampai kekejangan mati (rigor mortis) selesai. Pendinginan segera sesudah penangkapan akan memperlambat berlangsungnya rigor dan akibat lanjutannya, oleh karena itu kerusakan oleh mekanisme ini akan terhambat dan berakibat memperlambat pertumbuhan bakteri.

(4)

Tabel 2.2. Ciri Utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk

Ikan Segar Ikan yang Mulai Busuk

Kulit

- Warna kulit terang dan jernih. - Kulit masih kuat membungkus

tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut.

- Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas.

Sisik

- Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas.

Mata

- Mata tampak terang, jernih, menonjol dan cembung.

Insang

- Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah.

- Insang tertutup oleh lendir

berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan.

Daging

- Daging kenyal, menandakan rigor mortis masih berlangsung.

- Daging dan bagian tubuh lain berbau segar .

- Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan. - Daging ,melekat kuat pada tulang. - Daging perut utuh dan kenyal. - Warna daging putih

Bila ditaruh didalam air

- Ikan segar akan tenggelam,

- Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak.

- Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu.

- Kulit mudah robek dan warna-warna khusus sudah hilang.

- Sisik mudah terlepas dari tubuh.

- Mata tampak suram, tenggelam dan berkerut.

- Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang

berdempetan.

- Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung.

- Daging lunak, menandakan rigor mortis telah selesai.

- Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk.

- Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan.

- Daging mudah lepas dari tulang. - Daging lembek dan isi perut sering

keluar.

- Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung.

(5)

2.2 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh. Karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan n yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga(Winarno, 1982).

Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein dan dalam tenunan segar sekitar 20% (Winarno. 1982).

Fungsi protein sebagai zat pembangun tubuh adalah karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan baru tersebut terjadi secara besar-besaran. Oleh karena itu kebutuhan akan protein bagi golongan ini lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa sehat.

Protein berfungsi sebagai zat pengatur dalam tubuh, karena protein merupakan bahan pembentuk enzim dan hormon sedangkan keduanya bekerja sebagai zat pengatur metabolisme di dalam tubuh.

(6)

yang setara dengan perkiraan kelompok Ahli FAO/WHO/UNU untuk menu yang berasal dari bahan pangan nabati. Selain dari itu, mengingat banyaknya penderita KKP (Kurang Kalori Protein) dan penyakit infeksi maka untuk menghitung kecukupan protein, kecukupan untuk pertumbuhan dikalikan 2, untuk mengejar kekurangan. Kecukupan protein untuk berbagai kelompok umur didasarkan pada berat badan yang dianjurkan di indonesia(tahun 1980-an) sedangkan anjuran protein yang paling mutakhir disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2.3. Kecukupan Protein yang Dianjurkan di Indonesia (tahun 2000-an)

No Kelompok Umur

Kecukupan protein/hari

(g)

No Kelompok Umur Kecukupan protein/hari Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004

(7)

diversifikasi sumber-sumber protein dalam rangka memecahkan masalah gizi utama yang dihadapai bangsa Indonesia dan sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa.

2.2.1 Sumber Protein

Sumber Protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu sumber protein konvensional dan non-konvensional. Sumber protein konvensional adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produk-produk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya, sumber protein konvensional ini dibagi menjadi dua golongan yaitu sumber protein nabati dan sumber protein hewani (Muchtadi, 2009).

Sumber protein non-konvensional adalah merupakan sumber protein baru, yang dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein.

 Protein Nabati

Hampir sekitar 70 persen penyediaan protein di dunia berasal dari bahan nabati terutama berasal dari biji-bijian dan kacang-kacangan. Sayuran dan buah-buahan memberikan kontribusi protein dalam jumlah yang cukup berarti.

1. Serealia

Serealia tersusun dari zat pati ( sekitar 90%) dan hanya mengandung sedikit protein yaitu pada gandum 9 – 15%, jagung 10 – 14%. Disamping kadar proteinnya rendah, protein serealia mempunyai susunan amino esensial yang kurang lengkap dibandingkan dengan kebutuhan tubuh.

(8)

2. Kacang-kacangan

Meskipun kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak banyak mengandung protein dalam jumlah relatif tinggi (>15%), tetapi yang telah dimanfaatkan untuk konsumsi manusia baru sedikit sekali.

Sebagai contoh, biji bunga matahari dan biji kapas umumnya hanya dimanfaaatkan minyaknya, sedangkan bungkilnya untuk pakan ternak, padahal bungkil ini mengandung sekitar 17 – 27 % protein.

 Protein Hewani

Hasil-hasil hewani yang umumnya digunakan sebagai sumber protein adalah daging, telur, susu, dan hasil perikanan.

Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi, karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap yang susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi.

(9)

2.2.2 Analisis Protein

Berdasarkan pendapat Budianto (2009) bahwaanalisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan berbagai metode sebagai berikut :

1. Cara Kjeldahl

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein yang kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan nilai tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut : 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut : mula-mula bahan didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditambung atau dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu: cara makro dan semimikro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk N – N dan N – 0 dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.

(10)

2.3 Kalsium

Khomsan dalam Devi (2012) menyatakan bahwa kalsium merupakan mineral paling banyak dalam tubuh. Sebanyak 99 persen kalsium terdapat dalam tulang dan gigi dan sisanya 1 persen terdapat dalam darah dan jaringan lunak.

Berdasarkan Khomsan dalam Devi (2012) angka kecukupan gizi tahun 2004 bagi anak usia 10-18 tahun untuk kalsium adalah 1.000 mg per hari. Angka ini merupakan angka kecukupan tertinggi di sepanjang hidup seorang manusia. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan tinggi badan anak yang begitu pesat dan pembentukan masa tulang pada rentang usia tersebut.

Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis, pertumbuhan, mengaktifkan saraf, kontraksi otot, mencegah penyakit jantung, mengurangi keluhan saat haid dan menopause, mencegah hipertensi, melancarkan peredaran darah, mencegah obesitas, mencegah kencing manis, mengatasi kram, sakit pinggang, wasir dan rematik, menurunkan risiko kanker usus dan menjaga keseimbangan cairan tubuh (Macho, 2009).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahannya, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakaan kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan, tahu dan tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Ellya, 2010).

(11)

Kekurangan kalsium saat usia 10-18 tahun dapat menyebabkan pertambahan tinggi badan terhambat dan kepadatan tulang tidak optimal. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, Kepadatan tulang tidak akan terbentuk secara optimal (Kalkwarf et al, 2010) dan berisiko osteoporosis.

Kelebihan kalsium tidak menyebabkan toksik karena bila mengonsumsi berlebihan, maka penyerapan akan menurun dan dikeluarkan lewat urine.

2.3.1 Penyerapan Kalsium

Khomsan dalam Devi (2012) menyatakan bahwa efisiensi penyerapan kalsium pada orang dewasa 10-60 persen, pada anak yang sedang tumbuh di atas 75 persen.

Faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium adalah : a. Jumlah kalsium yang tersedia dalam diet.

b. Kebutuhan akan kalsium pada ibu hamil dan menyusui, untuk anak remaja kalsium dibutuhkan paling banyak di atas 50 persen.

c. Penyerapan kalsium untuk wanita mengabsorbsi lebih sedikit dibanding pria. d. Tersedianya vitamin D dalam tubuh akan meningkatkan usus halus dalam

menyerap kalsium 10-30 persen.

e. Telah terbukti bahwa laktosa dapat meningkatkan absorbsi kalsium. f. Asupan protein dapat meningkatkan penyerapan kalsium.

(12)

2.3.2 Analisis Kalsium

Salah satu pemeriksaan kimia adalah titrimetri, yakni pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk beraksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan. Pada satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitiannya dan ketepatannya cukup tinggi.Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang berbeda. Dalam proses titrimetri bagian pentiter ditambahkan kedalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat yang disebut buret sampai tercapai titik kesetaraan. Titik kesetaraan adalah titik pada saat pereaksi dan zat yang ditentukanbereaksi sempurna secara stoikiometri. Titrasi harus dihentikan pada atau dekat pada titik kesetaraan. Jumlah volume peniter yang terpakai untuk mencapai titik kesetaraan disebut volume kesetaraan. Dengan mengetahui volume kesetaraan, kadar pentiter, dan faktor stoikiometri, maka jumlah zat yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah (Krisno, 2009).

2.4 Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka merupakan produk awetan singkong yang memiliki peluang pasar yang sangat luas (Suprapti, 2005).

(13)

melakukan modifikasi pada cita rasanya. Ukuran granula tepung tapioka berkisar antara 5 – 35 mikron.

Tepung tapioka digolongkan menjadi baku mutu I,II, dan III (SNI 1994). Syarat mutu ini meliputi syarat organoleptik dan syarat teknis. Syarat organoleptik yang harus dipenuhi yaitu sehat, tidak berbau apek dan tidak kelihatan ampasnya. Oleh karena produk akhir nantinya dipengaruhi oleh bahan dasar sehingga pemilihannya harus dengan baik dan teliti. Syarat teknis tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2.4. Syarat teknis tepung tapioka berdasarkan Standar Nasional Indonesia

Derajat Asam Kurang dari 4 ml 1N NaOH/100g

(14)

Tabel 2.5. Kandungan Unsur Gizi Tepung Tapioka per 100 gram bahan

Kandungan Unsur Gizi Jumlah

Kalori (kal) 362,00

Protein (g) 0,50

Lemak(g) 0,30

Karbohidrat (g) 86,90

Kalsium (mg) 0,00

Fosfor (mg) 0,00

Zat Besi (mg) 0,00

Vitamin A (SI) 0,00

Vitamin B1 (mg) 0,00

Vitamin C (mg) 0,00

Air (g) 12,00

Bagian yang dapat dimakan (g) 0,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes, 1981

2.5 Kerupuk

Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang khas, yang dibuat dari bahan-bahan yang mengandung pati yang cukup tinggi. Kerupuk merupakan makanan rakyat yang sudah dikenal di Indonesia, umumnya dijual dalam bentuk mentah dan gorengan. Kerupuk pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu kerupuk kasar dan kerupuk halus, dimana kerupuk kasar dibuat hanya dari bahan pati ditambah dengan bumbu – bumbu sedangkan kerupuk halus ditambah dengan bahan yang berprotein seperti ikan dan udang.

(15)

merupakan kerupuk yang pada pembuatannya ada penambahan menggunakan sumber protein hewani maupun nabati yang masih segar.

Bahan baku merupakan bahan yang digunakan dalam jumlah yang besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dengan tujuan tertentu dan jumlahnya biasanya lebih sedikit dari bahan baku. Bahan baku kerupuk yang paling banyak digunakan yaitu tepung tapioka.

Pemanfaatan ikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk telah lama dilakukan. Ikan yang digunakan sebagai bahan tambahan dapat berasal dari hasil sampingan proses pengolahan lain atau bahan segar, tergantung kualitas kerupuk yang diharapkan (Afrianto dan Liviawaty, 1991).

Ikan yang digunakan untuk membuat kerupuk biasanya tergantung kebiasaan masing-masing daerah, misalnya kerupuk tenggiri atau belida telah dikenal sebagai kerupuk khas Palembang ( Afrianto dan Liviawaty, 1991).

(16)

Tabel 2.6. Syarat Mutu Kerupuk menurut SII 0271 – 1990

Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kerupuk non Protein

Berdasarkan penelitian Afrianto dan Liviawaty (1991), cara pembuatan kerupuk sangat mudah, dapat dikerjakan dengan mengandalkan peralatan dan teknologi sederhana, yaitu :

1. Bahan baku, ikan atau udang, sebaiknya disiangi dahulu dengan cara membersihkan sisik, insang, maupun isi perutnya kemudian mencucinya sampai bersih, selanjutnya bahan baku tersebut digiling sampai halus.

2. Sediakan adonan kerupuk yang terdiri dari tepung tapioka, garam, telur, bumbu dan sedikit air, lalu dimasak sambil diaduk sampai merata.

(17)

4. Setelah adonan inti dingin, campurkan ikan yang telah dihancurkan kedalamnya, aduk hingga rata.

5. Campurkan adonan tadi dengan tepung sedikit demi sedikit, aduk berkali kali sampai mendapatkan adonan yang benar-benar kompak dan tidak lengket lagi.

6. Adonan dibuat berbentuk silinder dengan diameter sesuai keinginan masing-masing. Silinder-silinder tersebut kemudian dibungkus dengan daun pisang atau dimasukkan ke dalam cetakan khusus terbuat dari kaleng.

7. Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus selama kira-kira 2 jam sampai masak. Untuk mengetahui apakah adonan kerupuk telah masak atau belum, tusukkanlah sebuah lidi ke dalamnya. Bila tidak melekat, berarti adonan telah masak. 8. Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan dengan cara membiarkannya di udara terbuka selama 1 – 2 malam hingga adonan menjadi cukup keras dan mudah diiris dengan pisau.

9. Tahap selanjutnya adalah mengiris adonan dengan pisau yang tajam. Pengirisan harus dilakukan setipis mungkin, dengan tebal kira-kira 2 mm, agar hasilnya baik ketika digoreng. Untuk memudahkan pengirisan, pisau dilumuri dahulu dengan minyak goreng.

(18)

2.6 Pengujian Organoleptik

2.6.1 Uji Daya Terima

Berdasarkan pendapat Denny (2011)bahwa uji daya terima merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.

Mutu organoleptik adalah mutu produk yang hanya dapat diatur atau dinilai dengan proses penginderaan yang meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur. Keempat mutu tersebut sangat berpengaruh pada penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Aroma merupakan salah satu aspek dalam penentuan kelezatan makanan. Aroma dapat diketahui dengan indera penciuman, dimana kepekaan indera penciuman lebih tinggi dibandingkan indera pencicipan. Bahkan yang tidak dapat dikenali dengan analisa kimia masih dapat dikenali melalui indera penciuman ini.

Warna dibedakan dengan menggunakan indera penglihatan. Indera ini merupakan indera yang paling sering dalam menilai suatu produk pangan. Indera ini juga merupakan indera yang paling cepat dapat memberikan kesan dibanding indera lain, namun paling sulit memberikan deskripsi dan cara pengukuran.

(19)

Sedangkan rasa pahit pada pangkal dan rasa asam pada bagian sisi lidah ( Winarno, 1995).

2.6.2 Macam Uji Organoleptik

Berdasarkan pendapat Hidayat, Sugeng (2008) bahwa macam-macam uji organoleptik dibedakan atas :

1. Uji Pembedaan

- Uji pembedaan pasangan, yaitu uji yang sederhana yang berfungsi untuk menilai ada tidaknya perbedaan antar dua macam produk. Biasanya produk yang diuji adalah produk baru kemudian dibandingkan dengan prosuk terdahulu yang sudah diterima di masyarakat.

- Uji pembedaan segitiga, yaitu uji untuk mendeteksi perbedaan yang kecil. Uji ini lebih peka dibandingkan dengan uji pasangan. Uji segitiga disajikan tiga contoh sekaligus dan tidak ada pembanding atau contoh baku.

- Uji pembedaan duo trio. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya contoh baku dalam pengujian, biasanya digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun menilai mutu bahan.

Organoleptik disebut juga dengan panelis. Ada beberapa macam panelis, dimana diantaranya yaitu :

a. Panel Pencicip Perorangan (Individual Expert)

(20)

b. Panel Pencicip Terbatas ( Small Expert Panel)

Terdiri dari 3 – 5 orang dan biasanya personel laboratorium. Panelis ini mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara penilaian organoleptik.

c. Panel Terlatih (Trained Panel)

Terdiri dari 15 – 25 orang. Digunakan untuk menguji pembedaan. d. Panel Tidak terlatih (Untrained Panel)

Digunakan untuk menguji kesukaan. Terdiri dari 25 orang atau lebih. e. Panel Agak Terlatih (Semi Trained Panel)

terdiri dari 15 – 25 orang. Panelis dipilih berdasarkan kepekaan. f. Panel Konsumen (consumen Panel)

Terdiri dari 30 – 100 orang. Digunakan untuk uji kesukaan dan pengujian dilakukan dengan kunjungan rumah atau ke tempat yang banyak orang.

g. Panel Anak-anak

(21)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu dengan adanya penambahan ikan pora-pora dalam pembuatan kerupuk maka dapat meningkatkan nilai gizi dari kerupuk itu sendiri.

Dalam penelitian ini juga ingin melihat bagaimana daya terima dari masyarakat terhadap kerupuk yang sudah ditambahkan dengan ikan pora-pora dalam berbagai konsentrasi.

2.8 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada perbedaan daya terima pada pembuatan kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dalam beberapa konsentrasi.

Ha : Ada perbedaan daya terima pada pembuatan kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dalam beberapa konsentrasi.

Ikan Pora-Pora Tepung Tapioka

Kerupuk

Daya terima

(Aroma, Warna, Rasa, dan Tekstur) Komposisi zat gizi

Gambar

Gambar 2.1 Ikan Pora-Pora
Tabel 2.2. Ciri Utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk
Tabel 2.3. Kecukupan Protein yang Dianjurkan di Indonesia (tahun 2000-an)
Tabel 2.4. Syarat teknis tepung tapioka berdasarkan Standar Nasional
+4

Referensi

Dokumen terkait

yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana peranan balai pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan terhyadap anak dalam proses peradilan pidana,

Tabel 8. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh penulis dilokasi yang sama tahun 2003 diperoleh kisaran panjang 32,20 mm – 86,15 mm maka ukuran panjang cangkang yang

[5] Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan dukungan suami dengan bonding attachment pada ibu post partum di RSUD Kota

Dari data hasil perhitungan selisih volume tampungan air waduk, dan jika dibandingkan dengan lamanya waktu antar pengukuran batimetri dilakukan, maka bisa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pengembangan industri Lurik di Kabupaten Klaten adalah (1) Meningkatkan peran Pemerintah Kabupaten Klaten dalam promosi produk

Hasil dari penelitian ini dalam melaksanakan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian Kantor Pertanahan Kota Pangkalpinang kurang efektif, karena

Dari pengamatan 2 sperma ternak yang berbeda tersebut di dapatkan perbedaan bahwa pada sperma ayam lebih pasif di bandingkan sperma domba, disini sperma domba

Robot menggunakan jalur line tracer ini mempunyai kelebihan untuk mengantar makanan dan juga menghindari rintangan yang ada didepannya, dan jika sampai pada meja yang