• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar

dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor, sehingga debitor

tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utang

tersebut kepada para kreditornya.5

“ Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat dapat ditagih, dinyatakan

pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas

permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Pailit dapat dimohonkan dengan memenuhi

persyaratan seperti yang dituangkan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(selanjutnya disingkat dengan UUKPKPU) yaitu:

Selanjutnya Pasal 2 Ayat (2) sampai dengan Ayat (5) UUKPKPU mengatur

lebih lanjut prosedur permohonan pailit, yang menyatakan :

(2) permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

(3) Dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

5

(2)

(4) Dalam hal debitor adalah perusahaan efek, Bursa Efek, Lembaga Miring dan Penjamian, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan Pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

(5) Dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan Reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohoan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum terhadap debitor. Pasal 21

Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UUKPKPU) menentukan “kepailitan meliputi seluruh kekayaan

debitor pada saat putusan pernyataan Pailit diucapkan serta segala sesuatu yang

diperoleh selama kepailitan.”

Ketentuan Pasal 21 di atas diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum.

Dengan adanya sita umum ini hendak dihindarkan adanya sita perorangan.

Pembentuk Undang-Undang memandang perlu untuk memungkinkan adanya

eksekusi massal dengan cara melakukan sita umum atas seluruh harta kekayaan

debitor untuk kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang dijalankan

dengan pengawasan seorang hakim pengawas. Sita umum tersebut haruslah bersifat

konservatoir yaitu bersifat penyimpanan bagi kepentingan semua kreditor yang

bersangkutan.6

Akibat dari putusan pailit tersebut dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (UUKPKPU) menentukan debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk

mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak hari putusan

6

(3)

pailit diucapkan. Harus dicermati bahwa dengan diputuskannya debitor pailit, bukan

berarti debitor kehilangan hak keperdataannya (volkomen handelingsbevoegheid)

untuk melakukan semua perbuatan hukum di bidang keperdataan. Debitor pailit

hanya kehilangan hak keperdataannya untuk mengurus dan menguasai kekayaannya.

Sementara itu, untuk melakukan perbuatan-perbuatan keperdataan lainnya – misalnya

untuk melangsungkan pernikahan dirinya, mengawinkan anaknya sebagai wali,

membuat perjanjian nikah, menerima hibah (sekalipun hibah tersebut demi hukum

menjadi bagian harta pailit), mengurus harta kekayaan pihak lain, menjadi kuasa

pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama pemberi kuasa –

debitor masih berwenang (masih memiliki kemampuan hukum) untuk melakukan

perbuatan-perbuatan keperdataan tersebut. Dengan demikian, sejak putusan

pernyataan pailit diucapkan hanya harta kekayaan debitor pailit yang berada di

bawah pengampuan (di bawah penguasaan dan pengurusan) pihak lain, sedangkan

debitor pailit itu sendiri tidak berada di bawah pengampuan seperti yang terjadi

terhadap anak di bawah umur atau orang yang sakit jiwa yang dinyatakan berada di

bawah pengampuan.7

Para kreditor harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorum)

sesuai dengan asas dalam Pasal 1132 KUHPerdata.

8

7

Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. (Jakarta: Grafiti. 2009), hal.190.

Perlu ditekankan bahwa tujuan

8

Pasal 1132 KUHPerdata menentukan Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama

(4)

kepailitan itu adalah untuk membagi seluruh kekayaan debitor oleh kurator kepada

semua kreditor dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing. Dengan

terjadinya kepailitan berlakulah “general statutory attachment” atas seluruh

kekayaan debitor untuk kepentingan para kreditor. Undang-Undang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) khususnya tidak

membicarakan persoalan mengenai apakah debitor dapat dimintai pertnggungjawaban

atas kekayaan finansialnya. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UUKPKPU) berbicara secara netral tentang kepailitan

menyangkut debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar.9

Terjadinya berbagai kemungkinan faktual dan yuridis yang akan timbul di

dalam kegiatan khusus untuk mendapatkan barang-barang milik debitor di dalam

kepailitan perlu dihindari. Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang milik

debitor untuk kepentingan kreditor secara bersama-sama.

10

Semua barang dieksekusi

dan hasilnya dikurangi dengan biaya eksekusi dibagi-bagi di antara keditur dengan

mengingat hak-hak istimewa yang diakui oleh undang-undang. Kekayaan yang

dimaksudkan di sini adalah semua barang dan hak atas benda yang dapat diuangkan

(ten gelde kunnen worden gemaakt).11

Putusan Pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekayaan

debitor. Kekayaan tersebut akan dikuasai oleh kurator. Kuratorlah yang akan

9

MR.J.B.Huizink, Insolventie, alih bahasa Linus Dolujawa (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2004), hal.1.

10

Ibid, hal.2.

11

(5)

mengurus dan membereskan seluruh harta pailit. Akibat dari putusan pailit membawa

konsekuensi bahwa gugatan–gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban

harta kekayaan debitor pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Bila tuntutan

diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila tuntutan

tersebut mengakibatkan penghukuman debitor pailit, maka penghukuman itu tidak

mempunyai kekuatan hukum terhadap harta pailit.

Kurator bertugas untuk mengurus dan/atau membereskan harta pailit pasca

putusan pernyataan pailit diucapkan.12 Kurator tersebut harus profesional yang

memiliki keahlian khusus dalam melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta

pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai Kurator.13 Persyaratan

memiliki keahlian khusus tersebut terkait dengan risiko yang dihadapi kurator dalam

melaksanakan tugasnya, dimana kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau

kelalaian dalam melaksanakan tugas yang menyebabkan kerugian terhadap harta

pailit. 14

12

Pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

13

Pasal 70 ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang dimaksud keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus sedangkan yang dimaksud terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat pendaftaran sesuai ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi kurator dan pengurus.

14

(6)

Kurator diangkat oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga melalui putusan

pernyataan pailit15 dan mulai bertugas sejak tanggal putusan pailit diucapkan

meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.16

1. Tugas pengurusan harta pailit seperti:

Secara umum tugas atau kewajiban kurator adalah mengurus dan membereskan harta

pailit, hal ini ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 tahun

2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tugas

tersebut seperti :

a. Pengamanan harta pailit, khususnya harta pailit yang dengan mudah dapat

dialihkan/disembunyikan oleh debitor pailit seperti perhiasan, uang maupun

barang bergerak lainnya. Untuk mencegah debitor pailit mengalihkan harta

pailit, maka kurator dapat melakukan penyegelan harta pailit. 17

15

Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

16

Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

17

(7)

b. Pendataan harta pailit dan melakukan penilaian harta pailit untuk selanjutnya

disusun dalam daftar harta pailit yang dapat dilihat oleh umum. 18

c. Pendataan piutang dan penyusunan daftar piutang, termasuk nama dan tempat

tinggal kreditor serta jenis piutang.

19

2. Tugas pemberesan harta pailit yaitu dengan mencairkan atau menjual harta pailit

untuk pelunasan hutang bagi kreditor. Penjualan harta pailit tersebut dilakukan

dengan lelang atau penjualan di bawah tangan atas persetujuan hakim pengawas.

Setelah harta pailit dijual, maka kurator membagi harta pailit sesuai dengan daftar

piutang dengan memperhatikan nilai harta pailit, besar dan jenis kreditor, biaya

kepailitan dan imbalan jasa kurator.

Dalam tahapan ini, kurator harus

memeriksa dengan cermat mengenai tagihan para kreditor apakah terdapat

unsur penipuan atau konspirasi dengan debitor pailit. Apabila terdapat unsur

penipuan atau konspirasi antara debitor pailit dengan kreditor yang

mengajukan tagihan, maka kurator dapat mengajukan actio pauliana untuk

membatalkan tindakan yang telah dilakukan oleh debitor pailit.

Berkaitan dengan tugas kurator tersebut di atas, terdapat beberapa hal tentang

tugas kurator sebagaimana diatur oleh UU No.4 Tahun 1998 Tentang kepailitan dan

18

Jika dianggap perlu, kurator dapat menggunakan jasa penilai (appraisal) untuk menentukan nilai harta pailit. Biaya yang timbul untuk jasa penilai merupakan utang harta pailit.

19

(8)

PKPU belum memberikan petunjuk tekhnis tentang pengurusan dan pemberesan

harta pailit terutama terhadap kurator swasta. Permasalahan tersebut antara lain :20

1. Penunjukan kurator dan administrator;

2. UU No.4 Tahun 1998 hanya mengatur tugas dan kewenangan kurator setelah putusan pernyataan pailit. Tidak ada teknis administrasi di dalamnya.

3. UU No.4 Tahun 1998 belum memiliki suatu quidance atau standar bentuk dari isi dari laporan atau daftar yang telah ditentukan dalam peraturan pelaksana UU Kepailitan.

4. Pencacatan akuntansi.

5. Putusan kepailitan mengakibatkan berlakunya general statutory attachment atas harta kekayaan debitor untuk kepentingan para kreditor termasuk tentunya kepentingan pajak, karena utang pajak mempunyai preferensi dibandingkan dengan kreditor lainnya.

6. Efektivitas actio pauliana.

7. Penentuan fee kurator dan administrator yang belum jelas.

8. Nilai tukar untuk tagihan kreditor dalam mata uang asing sebab terjadinya fluktuasi dalam pertukaran nilai mata uang asing.

9. Tempat diselenggarakannya rapat kreditor yang tidak efektif dan terbatas.

Proses kepailitan tidak harus berakhir dengan pemberesan harta pailit. UU

Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa kepailitan dapat berakhir dengan beberapa

macam cara, seperti:

1. Tercapainya Perdamaian

Dalam hal antara kreditor dengan debitor pailit telah sepakat melakukan

perdamaian21

20

Sunarmi. Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia. (Medan: Softmedia. 2010). hal.391-393.

dengan cara membuat rencana penyelesaian atau pembagian harta

pailit, maka kesepakatan rencana perdamaian tersebut perlu disahkan oleh Majelis

21

(9)

Hakim Pengadilan Niaga dalam sidang homologasi.22 Setelah putusan perdamaian

tersebut telah disahkan dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka kepailitan

tidak perlu dilanjutkan dan kepailitan berakhir. 23

2. Pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga

Dalam hal harta pailit tidak cukup membayar biaya kepailitan maka Hakim

Pengawas dapat mengajukan usulan kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga

untuk mencabut putusan pernyataan pailit. Pengadilan Niaga dapat mencabut

putusan pernyataan pailit setelah mendengar pendapat dari panitia kreditor dan

debitor pailit dalam sidang yang terbuka untuk umum. Kepailitan akan berakhir

apabila Majelis Hakim Pengadilan Niaga memutuskan mencabut pernyataan

pailit. 24

3. Pasca pemberesan harta pailit

Dalam hal kurator telah melakukan pemberesan harta pailit (termasuk penyusunan

daftar piutang dan pembagian) dan melakukan pembayaran seluruh hutang

kreditor ataupun setelah pembayaran daftar pembagian penutup, maka kepailitan

tersebut demi hukum berakhir. 25

4. Pembatalan putusan pernyataan pailit di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

26

22

Pengadilan Niaga wajib menolak pengesahan perdamaian apabila harta debitor jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian, pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin dan perdamaian tercapai karena penipuan atau itikad tidak baik. Lihat Pasal 159 ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

23

Pasal 166 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

24

Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

25

Pasal 202 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

26

(10)

Putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga berlaku secara serta merta

sehingga sejak saat putusan pailit diucapkan status debitor sudah dalam keadaan

pailit. Akan tetapi jika dalam tingkat kasasi atau peninjauan kembali putusan

pailit itu dibatalkan, maka status kepailitan debitor berakhir pula. Dalam hal ini,

seluruh perbuatan yang telah dilakukan kurator sebelum atau pada saat kurator

menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan dari Mahkamah Agung

adalah sah. 27

Setelah kepailitan berakhir, maka kurator berhak memperoleh imbalan jasa

kurator atas pekerjaan yang telah dilaksanakannya. 28 Imbalan jasa kurator ditetapkan

oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pasca tercapainya perdamaian, pemberesan

harta pailit maupun pencabutan putusan pernyataan pailit oleh Majelis Hakim

Pengadilan Niaga.29

27

Pasal 16 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Hal tersebut berbeda apabila kepailitan berakhir karena

pembatalan putusan pernyataan pailit di tingkat kasasi atau peninjauan kembali sesuai

Pasal 17 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

28

Pedoman Imbalan Jasa Kurator diatur oleh Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.09-HT.05.10 Tahun 1998 yang kemudian dicabut oleh Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus sejak tanggal 11 Januari 2013. Walaupun sudah terdapat pedoman imbalan jasa kurator dengan menggunakan sistem prosentase sebagaimana diatur dalam Pedoman 1998 dan Pedoman 2013, namun dalam praktek ada beberapa putusan yang tidak menggunakan pedoman tersebut. Selain sistem prosentase, usulan imbalan jasa kurator menggunakan perhitungan sistem imbalan jam kerja (hourly fee). Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, Herni Sri Nurbayanti. Kepailitan di Negeri Pailit.(Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. 2004), hal. 111.

29

(11)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan “Majelis hakim yang

membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan

imbalan jasa kurator”. Pasal 17 ayat (2) UUKPKPU tersebut menunjuk pada

Mahkamah Agung yang membatalkan putusan pernyataan pailit.

Penetapan imbalan jasa kurator oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam

hal putusan pailit dibatalkan oleh Mahkamah Agung juga terjadi dalam kepailitan

Telkomsel. Telkomsel dinyatakan pailit berdasarkan permohonan PT. Prima Jaya

Informatika oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melalui putusan No

48/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST tertanggal 14 September 2012. Putusan tersebut

juga mengangkat Feri S. Samad, S.H., M.H., Edino Girsang, S.H., dan Mokhamad

Sadikin, S.H. sebagai kurator untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta

pailit. Tugas kurator tersebut berakhir sejak Mahkamah Agung mengeluarkan putusan

kasasi No.704K/Pdt.Sus/2012 tertanggal 21 November 2012 yang pada intinya

membatalkan putusan pernyataan pailit Telkomsel. Menindaklanjuti putusan tersebut,

Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan Penetapan No

48/Pailit/2012/PN. Niaga JKT.PST jo No.704K/Pdt.Sus/2012 tertanggal 31 Januari

2013 yang pada intinya menetapkan imbalan jasa kurator berdasarkan perhitungan

0,5% dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar Rp 58,723 triliun

sehingga imbalan jasa kurator sebesar Rp 293.616.135.000,- (dua ratus Sembilan

puluh tiga miliyar enam ratus enam belas juta seratus tiga puluh lima ribu rupiah)

yang dibebankan kepada Pemohon Pailit dan Debitor masing-masing setengah

(12)

dinilai tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU yang pada

intinya menyatakan bahwa pembebanan imbalan jasa kurator dalam hal pembatalan

pailit ditentukan oleh Mahkamah Agung.

Penetapan imbalan jasa kurator tersebut tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (2)

UUKPKPU yang menyatakan “Majelis hakim yang membatalkan putusan pernyataan

pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator.” Sementara dalam

putusan Mahkamah Agung terhadap kasus PT. Telkomsel tidak mengeluarkan

penetapan imbalan jasa kurator, padahal seharusnya majelis hakim Mahkamah

Agung yang memutus perkara kepailitan yang membatalkan putusan pailit PT.

Telkomsel pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan imbalan

jasa kurator. Keadaan ini telah menimbulkan ketidakpastian bagi stakeholder seperti

debitor pailit, kreditor maupun kurator.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai hak dan

kewajiban kurator pasca pembatalan putusan pailit PT Telkomsel oleh Mahkamah

Agung.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hak dan kewajiban kurator menurut UU No. 37 Tahun 2004

Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(UUKPKPU) ?

2. Bagaimana pengaturan tentang imbalan jasa kurator menurut

(13)

(UUKPKPU), Keputusan Menteri Kehakiman dan menurut Peraturan

Menteri Hukum dan HAM terkait dengan putusan Kasasi PT. Telkomsel

versus (vs) PT. Prima Jaya Informatika?

3. Bagaimana hak dan kewajiban kurator pasca putusan pembatalan pailit pada

tingkat kasasi oleh mahkamah agung terhadap kasus PT. Telkomsel vs PT.

Prima Jaya Informatika?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis hak dan kewajiban kurator menurut Undang-Undang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU).

2. Untuk menganalisis pengaturan imbalan jasa kurator menurut ketentuan

UUKPKPU, Keputusan Menteri Kehakiman dan menurut Peraturan Menteri

Hukum dan HAM terkait dengan putusan Kasasi PT. Telkomsel vs PT.

Prima Jaya Informatika.

3. Untuk Menganalisis hak dan kewajiban kurator pasca putusan pembatalan

pailit pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung terhadap kasus PT.

Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

(14)

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan

manfaat untuk mengembangkan pemikiran di bidang hukum Kepailitan.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis tulisan ini dapat menjadi referensi pemikiran kepada aparat

penegak hukum dalam hal ini hakim dan advokat, agar dapat menegakkan

hukum dan keadilan bagi para pihak dalam sengketa Kepailitan, terlebih

mengetahui pola pikir hakim dalam menjatuhkan putusan Kepailitan dalam

rangka penegakan hukum di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dari penelusuran yang dilakukan di

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan sekolah Pasca sarjana,

maka penelitian dengan judul “Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan

pembatalan Pailit pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus

Kepailitan PT.Telkomsel VS PT Prima Jaya Informatika)”, belum pernah diteliti

sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian yang mengangkat masalah terkait

dengan kepailitan, namun permasalahan yang terdapat di dalam tesis tersebut tidak

sama dengan permasalahan dalam tesis ini sehingga penelitian ini adalah asli dan

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Permasalahan kepailitan yang terdapat

dalam penelitian yang dimaksud tersebut adalah:

1. Halida Rahardini, tesis pada tahun 2002 dengan judul “Tanggung Jawab

(15)

permasalahannya adalah mengenai; Kriteria untuk menentukan bahwa

direktur telah melanggar prinsif fiduciary duty, Faktor-faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya kepailitan suatu perseroan terbatas, serta Tanggung

jawab seorang direktur dalam hal terjadinya kepailitan terhadap perseroan

yang dipimpinnya.

2. Atmawarni, tesis pada tahun 2003 dengan judul “Penyelesaian kredit macet

melalui lembaga kepailitan (studi terhadap putusan pailit) permasalahannya

adalah; Penyelesaian kredit macet di lembaga perbankan, Mekanisme

penyelesaian kredit macet melalui lembaga kepailitan, serta Kendala-kendala

yang dihadapi oleh bank dalam menggunakan lembaga kepailitan dalam

penyelesaian kredit macet.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Adanya perbedaan pandangan dari berbagai pihak terhadap suatu objek, akan

melahirkan teori-teori yang berbeda, oleh karena itu dalam suatu penelitian termasuk

penelitian hukum, pembatasan-pembatasan (kerangka) baik teori maupun

konsepsi merupakan hal yang penting agar tidak terjebak dalam polemik yang tidak

terarah. ”Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis

dalam penelitian hukum, seperti yang dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto

(16)

unsur yang sangat penting.30 “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain

bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat

ditentukan oleh teori”.31

Apabila ditinjau secara teoritis, lahirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah sebagai konsekwensi dari keadaan krisis ekonomi dan moneter di

Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan krisis sosial dan politik akibat

terjadinya euphoria reformasi segala bidang. Maka untuk mengantisipasi adanya

kecenderungan dunia usaha yang bangkrut, Pemerintah pun menerbitkan

Undang-Undang ini menjadi suatu kaedah hukum positif dalam sistem perundang-undangan di

Indonesia.

”Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk

menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan

hubungan antar konsep”.32

30

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003), hal.7.

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam

penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum. Dalam Konteks aplikatif, kaedah

hukum positif tidak dapat dipisahkan dengan penegakan hukum, karena kaedah

hukum akan tampak ketika penegakan hukum tersebut terjadi. Fungsi penegakan

hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan

yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah

31

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press.1986), hal. 6.

32

(17)

laku manusia sesuai dengan bingkai (frame-work) yang ditetapkan oleh suatu

Undang-Undang atau hukum.33

Bila hal itu dikaitkan dengan pembangunan hukum, maka pendekatannya

tidak sekadar pembaharuan aturan-aturan hukum. Pembangunan hukum bertujuan

membentuk atau mewujudkan sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional (Legal

system). Dalam pembangunan, pembaharuan atau pembinaan sistem hukum Indonesia

yang bersifat nasional harus diikuti oleh pembangunan, pembaharuan atau pembinaan

substansi dari sistem hukumnya. Substansi dari sistem hukum itulah yang akan

menentukan sejauh mana sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional

mencerminkan Indonesia baru dan mampu melayani kebutuhan Indonesia baru.

Dengan demikian dalam pembangunan sistem hukum nasional harus mencakup

pembangunan bentuk dan isi dari peraturan perundang-undangan.

34

33

Calire Seltz et.,al:1977, seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).1986), hal. 9.

Bagaimana

pembangunan, pembaharuan atau pembinaan bentuk dan isi dari peraturan

perundang-undangan inilah yang menjadi substansi dari kebijakan legislatif.

Kebijakan Legislatif atau kebijakan perundang-undangan adalah kebijakan politik

dalam menyusun dan mewujudkan ide-ide para pembuat undang-undang (Legislator)

dalam bentuk norma-norma baku yang terumus secara eksplisit dalam bentuk

34

(18)

peraturan perundang-undangan nasional, dengan berkekuatan sebagai apa yang

dikatakan oleh Austin , “The Command of the Sovereign”.35

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh

atau tidak boleh dilakukan. Terkait dengan hal ini, maka dalam hukum kepailitan

khususnya menyangkut hak dan kewajiban kurator, perbuatan yang boleh dan yang

tidak boleh dilakukan oleh kurator ditentukan berdasarkan kewajiban yang ditetapkan

melalui aturan hukum dalam hukum kepailitan dalam hal ini tertuang dalam

UUKPKPU dan aturan pelaksanaannya yang dijelaskan dalam bab 2. Kedua, berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan

adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

Berdasarkan pengaturan hukum yang bersifat umum tersebut, negara dalam hal ini

melalui undang-undang tentang kepailitan memberikan kepastian hukum akan

keamanan individu/kurator terhadap jasa dari kurator dalam pelaksanaan tugasnya

terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit. Atas jasa kurator tersebut, maka

kurator mendapatkan imbalan jasa yang ditetapkan melalui putusan hakim, sehingga

melalui putusan hakim tersebut akan berdampak pada putusan hakim berikutnya

dalam kasus yang serupa menjadi konsisten, sebab kepastian hukum bukan hanya

berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi

35

(19)

dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim

lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.36

Menurut Gustav Radbruch bahwa kepastian hukum merupakan bagian dari

tujuan hukum .37 Tujuan hukum menurut Utrecht adalah untuk menjamin suatu

kepastian di tengah-tengah masyarakat dan hanya keputusan dapat membuat

kepastian hukum sepenuhnya, maka hukum bersifat sebagai alat untuk mencapai

kepastian hukum.38 Kepastian hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat

tetap, yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.39

Kepastian hukum dalam hal menjamin adanya imbalan jasa bagi kurator yang

ditentukan di dalam UUKPKPU maupun peraturan yang khusus mengatur imbalan

jasa bagi kurator perlu diimplementasikan dalam suatu keputusan baik di tingkat

Pengadilan Niaga maupun tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Imbalan jasa sebagai

hak kurator yang ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2, ayat (4), Pasal 18 ayat (3-7) serta

Pasal 75 dan Pasal 76 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UUKPKPU) dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor : m.09-ht.05.10 Tahun 1998 Tentang pedoman Besarnya imbalan

jasa bagi kurator dan pengurus (disingkat Kepmen) bahwa ketentuan Pasal 69

36

Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta: Kencana Pranada Media Group. 2008), hal. 158.

37

Muhamad Erwin. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011), hal. 123.

38

Utrecht & Moh. Saleh Jindang. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta: Ichtiar Baru.1983), hal. 14.

39

(20)

dan Pasal 247 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1

Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan yang telah

ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan menjadi undang-undang

menentukan bahwa besarnya imbalan jasa yang harus dibayarkan kepada kurator

dan pengurus sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman

Republik Indonesia, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Imbalan

Bagi Kurator dan Pengurus perlu ditegakkan di persidangan melalui penetapan

hakim mengenai imbalan jasa kurator. Melalui penetapan hakim tersebut

perlindungan hukum akan hak kurator juga dapat dijamin dan direalisasikan.

Melalui peraturan-peraturan yang mengatur imbalan jasa kurator diharapkan

kepastian hukum akan tercipta akan tetapi dalam kenyataannya pola penetapan

imbalan kurator yang dilakukan hakim pasca putusan pembatalan pailit PT.

Telkomsel pada tingkat kasasi sudah bertentangan dengan hukum positif yang

berlaku di Indonesia.

2. Kerangka Konsepsi

Adapun kerangka konsepsi yang menjadi defenisi operasional dalam

(21)

a. Hak adalah kuasa dan berhak, kepunyaan.40

b. Kewajiban adalah Tanggung Jawab, Keharusan.

Dalam hal ini kurator setelah

melakukan kewajibannya sesuai dengan yang digariskan oleh

Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(UUKPKPU) maka kurator wajib memperoleh hak sebagai imbalan jasa atas

kewajiban yang telah dilakukannya.

41

c. Imbalan adalah upah yang harus dibayarkan kepada kurator atau pengurus

setelah kepailitan berakhir.

Kewajiban yang dimaksud

disini adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan dan diemban oleh

kurator setelah hakim pengawas resmi menunjuk sang kurator dalam

melaksanakan sebagian proses kepailitan sebagaimana yang diatur oleh

Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(UUKPKPU).

42

d. Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang

diangkat oleh pengadilan untuk orang perseorangan yang diangkat oleh

pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah

pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang.

43

40

Dody Darmis Daaly. 8000 Kata Populer Kamus Bahasa Indonesia. (Semarang: Aneka Ilmu. 1985), hal.41.

41

Ibid., hal. 274.

42

Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus.

43

(22)

e. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.44

f. Kepailitan adalah Sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan

hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang.45

g. Pembatalan adalah proses, cara, perbuatan membatalkan. 46

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian Hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan pengadilan,47

Penelitian hukum normatif (Legal Research) terdiri dari inventarisasi hukum

positif, penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif, serta penemuan hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban kurator pasca

putusan pembatalan pailit tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung antara PT.

Telkomsel dengan PT. Prima Jaya Informatika.

44

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

45

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

46

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.

47

(23)

in concreto. Penelitian hukum normatif yang dipakai dalam penelitian adalah

penemuan hukum in concreto. Norma-norma hukum in abstracto dalam penelitian ini

diperlukan mutlak untuk berfungsi sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta

yang relevan dalam perkara (Legal facts) dipakai sebagai premisa minor. Melalui

proses silogisme akan diperolehlah sebuah konklusi, yaitu hukum in concreto, yang

dimaksud.48 Adapun sifat penulisan ini adalah deskriptif analitis,yaitu untuk

mendapatkan deskripsi mengenai jawaban atas masalah yang diteliti.

2. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoratif artinya

mempunyai otoritas.49

1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Bahan hukum primer terdiri dari aturan hukum yang

terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan

maupun putusan-putusan pengadilan. Bahan hukum primer yang digunakan

adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dengan

penelitian ini yakni:

2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun

2013 Tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus

48

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: Raja GrafindoPersada. 2006), hal. 91-92.

49

(24)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku, majalah dan jurnal-jurnal

ilmiah yang ada relevansinya dengan hak dan kewajiban kurator pasca

putusan pembatalan pailit pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung

(Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika) dan

dapat memberi petunjuk dan inspirasi dalam rangka melakukan

penelitian.50

c. Bahan hukum tertier, yakni memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder,51 seperti kamus umum, kamus hukum,

dan bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat

dipergunakan untuk melengkapi hasil penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum

Untuk mengumpulkan bahan hukum yang diperlukan, dipergunakan tehnik

penelitian kepustakaan (Library research) yaitu suatu penelitian terhadap bahan

pustaka dengan mengumpulkan bahan hukum primer melalui peraturan

perundang-undangan, bahan hukum sekunder melalui dokumen-dokumen, buku-buku serta karya

ilmiah lainnya dan mengumpulkan bahan hukum tersier yang dapat memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti kamus hukum, majalah

atau jurnal serta kamus besar Bahasa Indonesia yang memiliki relevansi dengan

pembahasan dalam penelitian ini.

50

Ibid, hal.155.

51

(25)

4. Analisis Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan cara

melakukan inventarisasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang

digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Analisis terhadap

peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan dapat menemukan asas atau

kaidah serta konsep dari peraturan tersebut sehingga diperoleh hubungan antar asas,

kaidah dan/atau konsep dengan menggunakan kerangka teori yang selanjutnya dapat

Referensi

Dokumen terkait

Bhabinkamtibmas, Bripka Firdaus Azmi menyampaikan maklumat Kapolda Lampung untuk tidak mengerahkan massa ke Jakarta kepada Tomas,. Toda dan

Namun ada beberapa kekurangan, hal tersebut terletak pada rusak nya beberapa alat bantu pelayanan seperti tidak berfungsinya AC, alat rekam E-KTP, komputer yang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di

Berdasarkan hasil análisis data diperoleh kesimpulan bahwa minat belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil belajar matematika siswa SMA Negeri 1 Uluiwoi

Metode yang digunakan dalam penyusunan Tafsir al-Qur’an Tematik Kementerian Agama RI ini adalah metode tematik, atau dikenal juga dengan istilah maudhu’i..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran ICM dengan pendekatan problem posing berbantuan software MATLAB memiliki

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu tidak perlu menghabiskan waktu yang banyak untuk menghapus spam yang masuk ke dalam email, metode Naïve Bayes

Dari pengukuran kinerja kedua algoritma yang telah dilakukan berdasarkan jumlah data, dapat disimpulkan algoritma ID3 memiliki kinerja (precision, recall, dan accuracy) yang