• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Ke-Efektifan Perendaman Benih Dan Kompos Pangkasan Mucuna Terhadap Pertumbuhan Mucuna Bracteata.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji Ke-Efektifan Perendaman Benih Dan Kompos Pangkasan Mucuna Terhadap Pertumbuhan Mucuna Bracteata."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Mucuna bracteata

Menurut Harahap, dkk (2008) klasifikasi dari tanaman kacangan ini adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio: Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Fabales, Famili: Fabaceae, Sub Famili : Faboideae, Genus : Mucuna, Species : Mucuna bracteata

Mucuna bracteata memiliki sistem perakaran tunggang sebagai mana

kacangan lain, berwarna putih kecokelatan, tersebar di atas permukaan tanah dan dapat mencapai kedalaman 1 meter dibawah permukaan tanah. Tanaman ini juga memiliki bintil akar yang menandakan adanya simbiosis mutualisme antara tanaman dengan bakteri Rhizobium sehingga dapat memfiksasi nitrogen bebas menjadi nitrogen yang tersedia bagi tanaman. Bintil akar ini berwarna merah muda, segar dan relatif sangat banyak, berbentuk bulat dan berukuran diameter sangat bervariatif antara 0,2–2,0 cm (Dutta,1970).

(2)

putih dan akan berubah menjadi cokelat setelah kering (Subronto dan Harahap, 2002).

Helaian daun berbentuk oval, satu tangkai daun terdiri dari 3 helaian anak daun (trifoliat), berwarna hijau, muncul di setiap ruas batang. Ukuran daun dewasa dapat mencapai 15 x 10 cm. Helai daun akan menutup apabila suhu lingkungan tinggi (termonastik), sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan di permukaan daun tanaman (Sebayang dkk, 2004).

Bunga berbentuk tandan menyerupai rangkaian bunga anggur dengan panjang 20–35 cm, terdiri dari tangkai bunga 15-20 tangkai dengan 3 buah bunga setiap tangkainya. Bunga monoceus ini berwarna biru terung, dengan bau yang

sangat menyengat untuk menarik perhatian kumbang penyerbuk (Subronto dan Harahap, 2002).

Dalam satu rangkaian bunga yang berhasil menjadi polong sebanyak 4–15 polong, tergantung dari umur tanaman dan lingkungan setempat termasuk perubahan musim. Polong diselimuti bulu halus berwarna merah keemasan yang berubah warna menjadi hitam ketika matang. Polong ini memiliki panjang 5-8 cm, lebar 1-2 cm, dan memiliki 2-4 biji untuk setiap polongnya (Harahap dkk., 2008).

(3)

Mucuna bracteata yang ditanam di dataran rendah tidak pernah menghasilkan

bunga (Mugnisjah dan Setiawan, 2001).

Mucuna bracteata sebaiknya ditanam pada lokasi yang cukup air agar

proses pembentukan polongnya tidak terganggu. Curah hujan yang diinginkan 1000-2500 mm/tahun, dan 3-10 hari hujan/bulan, dengan kelembaban <80%. Lama penyinaran yang dibutuhkan 6-7 jam penyinaran matahari penuh untuk

setiap harinya karena tanaman ini merupakan tanaman berhari pendek (Harahap dkk, 2008).

Pada umumnya Mucuna bracteata dapat tumbuh baik pada semua jenis tanah, baik tanah liat, liat berpasir, lempung, lempung berpasir atau tanah pasir. Tanaman ini juga dapat tumbuh pada kisaran pH yang cukup luas yaitu 4,5-6,5. Pertumbuhan vegetatif akan sedikit terganggu jika Mucuna bracteata ditanam di areal yang tergenang air (Subronto dan Harahap, 2002).

Perendaman Benih

Benih keras (hard seeds) banyak dijumpai pada benih Leguminosae berukuran kecil. Benih keras gagal mengimbibisi air selama 2 atau 3 minggu, periode yang cukup untuk uji daya berkecambah. Pada benih keras tertentu sulit dibedakan apakah penghambatan penyerapan air ataukah penghambatan mekanis untuk berkembangnya embrio sebagai penyebab dormansi (Darmawan, 2008).

(4)

cahaya. Menurut Sumanto dan Sri Wahyuni (1993) beberapa cara untuk menghilangkan dormansi yakni dengan memberikan perlakuan terhadap benih seperti perendaman dalam air. Hartman dan Kester (1978) dalam Wirawan dan Wahyuni (2002) juga menyebutkan bahwa perlakuan perendaman benih dalam air ini dilakukan untuk merubah kondisi kulit benih yang keras, menghilangkan zat-zat penghambat, melunakkan kulit benih, dan mempercepat perkecambahan.

Menurut Sutopo (2002) bahwa beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Dengan demikian kulit benih yang menghalangi penyerapan air menjadi lisis dan melemah, juga digunakan untuk pencucian benih sehingga benih terbebas dari pathogen yang menghambat perkecambahan benih. Utami (1998) dalam Darmawan (2008) mengatakan perlakuan dengan menggunakan perendaman dalam air panas berpengaruh cukup baik dalam perkecambahan benih dan pertumbuhan semai kayu kuku. Air mudah meresap ke dalam benih sehingga bisa memacu perkembangan embrio.

Perendaman benih sebelum dikecambahkan dimaksudkan untuk mengaktifkan proses fisiologi yang berlangsung pada benih. Karena itu, proses perendaman akan mempengaruhi perkecambahan biji. Penggunaan interval yang berbeda dalam perendaman biji juga ditujukan untuk melihat pengaruh fisiologis pada benih, jika perendaman yang dilakukan sangat singkat, agak lama, dan sangat lama bagaimana pengaruhnya terhadap proses perkecambahan biji (Sutopo, 2002).

(5)

dapat merangsang penyerapan lebih cepat. Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih menjadi permeabel (Sudjadi, 1991). Oleh karena itu, perlu diperoleh waktu perendaman yang tidak merusak benih dan dapat membantu pematahan dormansi jika dikombinasikan dengan perlakuan lain.

Pangkasan Mucuna

Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanamn sendiri yakni pada saat tanah tidak ditanami tanaman utama atau ditanam bersamaan dengan tanaman pokok (khususnya bila tanaman pokok berupa tanaman tahunan). Tujuan utama dari penanaman tanaman penutup tanah adalah untuk melindungi tanah dari daya perusak butir-butir ait hujan, mempertahankan/ memperbaiki kesuburan tanah, dan menyediakan bahan organik. Penanaman tanaman penutup tanah juga merupakan tindakan rehabilitasi lahan secara vegetatif yang relatif murah dan mudah untuk diaplikasikan.

(6)

tanah yang ditumbuhi Mucuna bracteata meningkat sangat tajam dibandingkan dengan lahan yang ditumbuhi gulma (Subronto dan Harahap, 2002).

Produksi awal kelapa sawit pada areal yang menggunakan penutup tanah Mucuna bracteata lebih tinggi dibanding pada areal yang menggunakan penutup

tanah konvensional. Tingkat kesuburan yang relatif tinggi dan kelembaban yang selalu terjaga diduga menjadi penyebab utama produktivitas tanaman di areal berpenutup tanah Mucuna bracteata lebih tinggi dibandingkan pada areal berpenutup tanah kovensional. Serasah yang berasal dari biomassa penutup tanah Mucuna bracteata yang jumlahnya sangat besar merupakan sumber hara penting

bagi peningkatan kesuburan tanah (Sebayang, dkk, 2004).

Keunggulan Mucuna bracteata menurut Subronto dan Harahap (2002). antara lain:

1. Pertumbuhan cepat dan menghasilkan biomassa yang tinggi. 2. Mudah ditanam dengan input yang rendah.

3. Tidak disukai ternak karena kandungann fenol yang tinggi. 4. Toleran terhadap serangan hama dan penyakit.

5. Memiliki sifat allelopati sehingga memiliki daya kompetisi yang tinggi terhadap gulma.

6. Memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan menghasilkan serasah yang tinggi sebagai humus yang terurai lambat, sehingga menambah kesuburan tanah.

7. Mengendalikan erosi.

(7)

Usaha penanaman tanaman penutup tanah saja tidak dapat mencukupi kebutuhan minimum bahan organik. Usaha lain untuk memperoleh tambahan bahan organik adalah dengan mengembalikan semua hasil pangkasan dalam petak lahan sebagai mulsa atau dijadikan sebagai kompos. Situmorang (1999) melaporkan bahwa setiap ton biomassa Mucuna sp, mengandung 2,5 kg N., 1,1 kg P, dan 43,0 kg K, selain unsur hara Ca, Mg, dan unsur mikro. Mucuna Sp sebagai pupuk organik mengandung N=2,42 %, P=0,20%, dan K=1,97 atau dalam setiap 1 ton biomas kering mucuna terdapat hara setara 51,6 kg urea, 10 kg TSP, dan 39,4 kg KCL. Kandungan hara Mucuna dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar hara Mucuna sp dibanding dengan jerami padi, flemingia, guatemala dan vetiver

Jenis tanaman dapat Kadar Hara (%)

N P K

Sumber : Juarsah dkk (1994)

(8)

Tabel 2. Kandungan C-organik dan unsur hara pada Mucuna bracteata

No. Parameter Hasil Analisis (%)

1. C-organik 45,6

2. N 2,2

3. P 0,3

4. K 1,3

5. Ca 3,8

6. Mg 0,5

Sumber : Pujianto, 2004

Menurut pengalaman di Lampung (Sudjadi, 1991) dan di Kalimantan Selatan, Mucuna yang dikombinasikan dengan bahan posfat alam dapat menghasilkan pupuk hijau dalam jumlah cukup banyak. Dalam percobaan di Lampung, dalam waktu 120 hari Mucuna menghasilkan biomassa sebanyak 5-14 ton/ha, tergantung pada tempat. Disamping untuk memasok N lewat udara secara hayati dan melindungi tanah terhadap erosi, Mucuna juga berguna mengalihragamkan sebagian posfat anorganik menjadi posfat organik untuk membentuk cadangan posfat yang awet dalam tanah.

pengamatan di Jambi menunjukkan bahwa menggunakan pangkasan daun legume sebagai mulsa yang diberikan setiap dua bulan sekali dapat memperbaiki struktur tanah dan menaikkan kadar bahan organic dan kadar N dalam tanah setelah dua tahun. Menggunakan pangkasan daun sebagai pupuk hijau dapat menaikkan tanggapan tanaman jagung, padi gogo, dan kedelai terhadap pemberian unsur hara P, K, dan Mg serta pengapuran (Sudjadi, 1991).

(9)

Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman (Setyorini dkk, 2006).

Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa bakteri, jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena perannya sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Namun bila hasil tanaman tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan benih karena imobilisasi hara, allelopati, atau sebagai tempat berkembangbiaknya pathogen tanaman. Bahan-bahan ini menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembab, seperti halnya daun-daun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses perubahan dan peruraian bahan organic, unsure hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak beguna bagi tanaman, karena unsure hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman (Sudjadi, 1991).

(10)

sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan mikroorganisme pengurai sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik (Setyorini dkk, 2006).

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dengan nitrogen (N). Raso C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organic mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanah. Namun pada umumnya bahan organic segar mempunyai rasio C/N tinggi ( jerami 50-70; dedaunan tanaman 50-60; kayu-kayuan >400; dan lain-lain) (Notohadiprawiro, 2006).

Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organic sehingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organic maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan dasar (Setyorini dkk, 2006).

(11)

tanah. CO2 yang dihasilkan dari peruraian tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman (Sudirja, 2007).

Seperti halnya pupuk kandang, pupuk kompos yang akan digunakan haruslah kompos yang baik. Secara fisik sulit dilihat kompos yang baik dengan kompos yang kurang baik. Namun, secara umum pupuk tersebut mempunyai butiran yang lebih halus dan berwarna coklat agak kehitaman. Dengan kompos maka kultur pertanian akan kembali ke bahan-bahan organik. Bahan organik akan memperbaiki struktur jaringan tanaman, artinya tanaman yang diberi kompos tidak lagi perlu disemprot dengan pestisida karena hama tidak tertarik untuk memangsanya (Notohadiprawiro, 2006).

Pembuatan kompos ada berbagai cara, tetapi semua cara tersebut mempunyai konsep dasar yang sama. Konsep dasar ini dapat juga disebut pembuatan kompos secara umum sehingga cara pembuatan ini perlu diketahui agar dalam memodifikasi cara pembuatan kompos tidak terjadi kesalahan. Dalam pembuatan kompos, waktu yang diperlukan umumnya sekitar 3-4 bulan. Namun, waktu ini dapat dipercepat menjadi 4-6 minggu dengan diberinya tambahan atau aktivator bagi bakteri pengurai. Tahapan pembuatan kompos dimulai dengan persiapan, baik bahan maupun tempatnya. Setelah itu penyusunan tumpukan kompos, pemantauan suhu dan kelembapan tumpukan, pembalikan dan penyiraman, pematangan, pengayakan kompos, pengemasan dan penyimpanan (Indriani, 2003).

(12)

homogen agar kadar N dan kecepatan fermentasi dapat merata dan tetap, oleh karena itu bahan-bahan mentah perlu dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Temperatur awal harus tinggi untuk membunuh pathogen biji rumput-rumputan dan lalat atau telur-telur dan larva hama lainnya serta penyakit (cendawan) yang terbawa ke dalam tumpukan. Pada awal pembuatan kompos diperlukan air yang cukup banyak untuk mengimbangi penguapan dan untuk mengaktifkan jasad renik (Sudirja, 2007).

Adapun ciri-ciri kompos yang baik : 1. Berwarna coklat

2. Berstruktur remah 3. Berkonsistensi gembur 4. Berbau daun yang lapuk (Sudirja, 2007).

Gambar

Tabel 2. Kandungan C-organik dan unsur hara pada Mucuna bracteata

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan akhir dari pemodelan fisika batuan adalah pemodelan tersaturasi menggunakan persamaan Gassmann dengan menghitung nilai kecepatan gelombang-P pada lapisan

Penelitian selanjutnya diharapkan mengarah pada pengembangan inovasi desain menara kamuflase, sehingga diperoleh rancangan yang sesuai dengan kaidah-kaidah dari sisi ilmu desain

Pondok Inap Pelangi yang berlokasi di Sukarame Bandar Lampung merupakan usaha perorangan yang memiliki beberapa titik di seputaran sukarame dan wayhui

Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Stock Selection Skill, Market Timing Ability, Fund Age, dan Fund Size Terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah Saham di Indonesia Pada Tahun

“Kerasulan Muhammad dalam perspektif al -Quran dan al- Kitab” maka dengan demikian berdasarkan hal tersebut penulis akan menguraikan perbandingannya sebagai berikut:

Melaksanakan acara yang melibatkan pihak eksternal Pena Bangsa 2. Membuat acara yang melibatkan pihak eksternal dengan tujuan memperluas jejaring sosial Pena Bangsa dan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen produk pemutih wajah merek “Ponds” di Rungkut Surabaya, sedangkan jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini

Hasil dari penelitian ini diharapkan berfungsi sebagai sumbangan ilmiah untuk memperluas ilmu penegtahuan khususnya mengenai pengaruh menggunakan media gamabar/