BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian
Good Corporate Governance
(GCG)
Secara sederhana corporate governance dapat diartikan sebagai suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholders.
Corporate governance
merupakan tata kelola yang berhubungan dengan interaksi antara pemerintah dan
masyarakat.
Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang
digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan
usaha-usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusaha-usahaan serta
kontinuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian Corporate
Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit
(shareholder)
dan perspektif yang luas (stakeholders,
namun pada umumnya
menuju suatu maksud dan pengertian yang sama.
menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan
perusahaan.
Menurut
Krismatono dan Prita (2004), istilah
Good Corporate
Governance (GCG) dan Good Public Governance (GPC) pada intinya mengacu
pada suatu terminologi yang sama yaitu sistem tata kelola (Governance) yang
baik. Perbedaan yang tampak hanyalah kenyataan bahwa Good Public
Governance sering dikaitkan dengan sistem pengelolaan sektor publik yang baik,
dan Good Corporate Governance dikaitkan dengan pengelolaan perusahaan yang
baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa letak perbedaan antara Good
Public Governance dan
Good Corporate Governance adalah pada line of
accountability. Oleh karena itu boleh dikatakan prinsip-prinsip utama Good
Public Governance dan
Good Corporate Governance cenderung tidak jauh
berbeda. Adapun istilah Good Governance sendiri sebenarnya berangkat dari
penerapan Good Corporate Governance di sektor privat.
masalah-masalah seperti kegagalan bisnis, terbatasnya peran auditor, creative accounting
pada sejumlah perusahaan publik di Inggris pada akhir tahun 1980-an.
Adapun definisi Corporate Governance sendiri cukup beragam, berikut ini
adalah beberapa diantaranya yang terdapat dalam buku berjudul Komitmen
Menegakkan Good Corporate Governance: Praktik Terbaik Penerapan Good
Corporate Corporate Governance Perusahaan Publik di Indonesia yang
diterbitkan oleh The Indonesian Institute For Corporate Governance
dalam
Herwidayatmo (2000):
1.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
menilai bahwa Corporate Governance
menitikberatkan pada pembagian
kewenangan antara semua pihak yang menentukkan arah dan performance
suatu perusahaan. Adapun pihak-pihak yang dimaksud di sini merujuk
pada board of directors, manajemen dan pemegang saham.
2.
Monks dan Minow memandang Corporate Governance
sebagai hubungan
berbagai partisipan dalam menentukan arah dan kinerja korporasi.
3.
The Indonesian Institute For Corporate Governance
berpendapat bahwa
Corporate Governance
adalah proses dan sruktur yang diterapkan dalam
menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder yang lain.
Berdasarkan pengertian di atas,
Corporate Governance
didefinisikan
sebagai suatu sistem pengandalian internal perusahaan yang memiliki tujuan
utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham
dalam jangka panjang.
…seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan tata kelola korporat ialah
untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
Good Corporate Governance adalah sistem dan struktur perusahaan dengan
tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (stakehlder’s value) serta
mengalokasikan berbagai pihak kepentingan dengan perusahaan seperti kreditor,
suppliers, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas.
Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian corporate governance di
bawah ini dikutip dari berbagai sumber :
1)
Bank Dunia (World Bank)
Good Corporate Governance adalah sekumpulan hukum, peraturan
dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi dan dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan untuk bekerja secara efisien, menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
2)
OECD (Organization for Economic Cooperation dan Development)
perusahaan dan pemegang saham dan memfasilitasi pemonitoran yang
efektif.
Dalam kaitan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya Corporate
Governance, maka OECD (Organization
for Economic Cooperation and
Development)
telah mengembangkan prinsip Good Corporate Governance dan
dapat diterapkan secara luwes sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi dari
masing-masing negara sebagaimana yang telah dijabarkan oleh Organisazation
for Ekonomic Corporation and Development
(OEDC)
dalam Wilson Arafat
(2008).
Prinsip-prinsip tersebut yaitu :
a.
Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham: Kerangka yang dibangun
dalm GCG harus mampu melindungi hak-hak pemegang saham.Hak-hak
tersebut meliputi hak dasar pemegang saham, yaitu untuk menjamin
keamanan metode pendaftaran kepemilikan, mengalihkan atau
memindahkan saham yang dimilikinya, memperoleh informasi yang relevan
tentang perusahaan secara berkala dan teratur, ikut berperan dan memberi
suara dalam RUPS, memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta
memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
b.
Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham: Kerangka GCG
harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing.
Prinsip ini juga mengisyaratkan adanya perlakuan yang sama atas
saham-saham yang berada pada satu kelas, melarang praktek insider
trading dan
self dealin,
dan mengharuskan anggota dewan komisaris melakukan
keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung
benturan kepentingan (conlilct interest).
c.
Peranan
stakeholderyang
terkait dengan perusahaan: Kerangka GCG harus
memberikan pengakuan terhadap hak-hak
stekeholder,
seperti yang
ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama aktif antara
perusahaan dengan stakeholder
dalam rangka penciptaan kesejahteraan,
lapangan kerja dan kesinambungan usaha.
mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan.
e. Akuntabilitas dewan komisaris: Kerangka GCG harusmenjamin adanya
pedoman strategis perusahaan pemantauan yang efektif terhadap manajemen
yang dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris
terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat
kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta
kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Pelaksanaan
good corporate governance
dapat meningkatkan nilai
perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko
yang mungkin dilakukan oleh dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang
menguntungkan diri sendiri dan umumnya GCG dapat meningkatkan kepercayaan
investor (Trinanda, 2010:33)
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa GCG adalah
sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha
untuk menaikkan nilai perusahaan, sekaligus sebagai bentuk perhatian pada para
pemegang saham, kreditor dan masyarakat.
2.1.2 Manfaat
Good Corporate Governance
(GCG)
Penerapan GCG akan mengurangi dorongan manajer untuk
melakukan manipulasi. Manajer akan melaporkan kinerjanya sesuai dengan
keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan.
1)
Mempermudah proses pengambilan keputusan, sehingga berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian membuktikan bahwa
penerapan GCG mempengaruhi kinerja secara positif.
2)
Menghindari penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam
pengelolaan perusahaan. Ppenerapan prinsip-prinsip GCG
yang
konsisten akan menghalangi kemungkinan dilakukannya rekayasa
kinerja yang mengakibatkan nilai fundamental perusahaan tidak
tergambar dalam laporan keuangannya.
3)
Meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Peningkatan
kepercayaan investor pada perusahaan akan dapat mengakses
taambahan dana yang diperlukan untuk berbagai keperluan
perusahaan, terutama untuk ekspansi.
4)
Bagi para pemegang saham, dapat menaikkan nilai saham dan
meningkatkan perolehan nilai deviden. Bagi negara, dapat menaikkan
jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan yang berarti terjadi
peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, terkhusus bagi
perusahaan berbentuk perusahaan BUMN, akan meningkatkan
penerimaan negara dari pembagian laba BUMN.
5)
Meningkatkan kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan,
sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini dapat menekan
biaya (cost) yang timbul sebagai akibat tuntutan para stakeholders
kepda perusahaan.
6)
Meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan.
Manfaat penerapan dari corporate governance juga dirumuskan
oleh FGCI (Forum for Corporate Governance in Indonesia). Menurut FGCI
dalam Krismatono dan Prita (2004), dengan keberhasilan perusahaan dalam
melaksanakan good corporate governance akan memberikan manfaat antara lain:
1)
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik sehingga pencapaian efisiensi
operasional perusahaan tercapai dan meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
2)
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah
sehingga meningkatkan corporate value
3)
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia sehingga membantu perusahaan untuk mengembangkan dan
memperluas usahanya, dan
2.1.3 Prinsip-prinsip
Good Corporate Governance
Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam
melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan
(Transparacy), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan
ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate value, sasaran usaha dan strategi
bank sebagai pecerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada
prudential banking practices dalam menjamin dilaksanakannya ketentuan yang
berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility), objektif dan bebas
dari tekanan pihak manapun dalam penambilan keputusan (independency), serta
senantiasa memperhatikan stakeholders
berdasarkan azas kesetaraan dan
kewajaran (fairness)
Prinsip-prinsip GCG merupakan titik rujukan bagi para regulator
(pemerintah) dalam mengembangkan framework
bagi penerapan GCG. Menurut
FCGI dalam Krismatono dan Prita (2004), prinsip-prinsip dasar GCG terdiri dari :
1)
Kewajaran (Fairness)
Prinsip kewajaran diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para
pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting
serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham
oleh orang dalam (insider trading). Prinsip ini diwujudkan dengan
membuat peraturan korporasi untuk melindungi kepentingan para
pemegang saham minoritas dan asing, membuat pedoman perilaku
perusahaan (corporate conduct) atau kebijakan yang melindungi
korporasi dari perlakuan buruk.
2)
Transparansi (Transparency)
yang menjamin pengungkapan, mengembangkan Management
Information System (MIS) untuk menjamin pengukuran kinerja,
mengembangkan
Enterprise risk Management untuk memastikan risiko
signifikan telah diidentifikasi dan diukur pada tingkat toleransi yang
jelas.
3)
Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas diartikan sebagai kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif. Prinsip ini diwujudkan dengan menyiapkan laporan
keuangan pada waktu dan cara yang tepat, mendorong seluruh organ
perusahaan untuk menyadari tanggung jawab, wewenang, hak dan
kewajiban mereka masing-masing, mengembangkan Komite Audit dan
Risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris.
4) Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip tanggung jawab menekankan pada sistem yang jelas untuk
mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada
shareholder dan
stakeholder, agar tujuan yang hendak dicapai dalam
GCG dapat direalisasikan, yaitu mengakomodasikan kepentingan dari
berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan.
Sedangkan menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002
tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik
Negara tanggal 1 Agustus 2002 pada pasal 3, prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance, yaitu :
1) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi materil dan relevan mengenai perusahaan.
2) Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3) Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
4) Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
2.1.4
Tahap-tahap Penerapan
Good Corporate Governance
(GCG)
Dalam pelaksanaannya penerapan GCG di perusahaan adalah
penting bagi perusahaan untuk melakukan pertahapan yang cermat berdasarkan
analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga
penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh
unsur di dalam perusahaan (Daniri, 2002).
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan GCG menggunakan tahapan berikut (Daniri, 2002):
a. Tahapan Persiapan
Tahap ini meliputi 3 langkah utama:
(1) awareness Building
(2) GCG Assessment,
(3) GCG Manual Building.
Awareness Building
merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun
kesadaran
mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dalam meminta bantuan
tenaga ahli
independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat
dilakukan melalui
seminar, loka karya, dan diskusi kelompok.
GCG
Assessment
merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya
memetakan kondisi perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu
guna memastikan titik awal atau untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang
tepat guna mempersiapkan infrasrtuktur dan struktur perusahaan yang kondusif
bagi penerapan GCG secara efektif.
GCG manual Buliding adalah langkah berikut setelah assessment dilakukan.
Berdasarkan hasil pemetakan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi
prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG
dapat disusun. Penyusunan manual dapat dibedakan antara manual untuk
organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup
berbagai aspek seperti:
1) Kebijakan GCG Perusahaan
2) Pedoman GCG bagi Organ-organ Perusahaan
Awarness Building GCG Assesment GCG Manual
3) Pedoman perilaku
4) Audit Commite Character
5) Kebijakan Disklosure dan Transparansy
6) Kebijakan dan Kerangka Manajemen Risiko
7) Roadmap Implementasi.
b. Tahapan Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai
implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yakni:
(1) sosialisasi; (2) implementasi; (3) internalisasi.
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai
pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim
khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan Direktur
Utama atau salah satu Direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion
di
perusahaan.
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG
yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top
down appoach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan.
Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change
management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh
implementasi GCG.
Internalisasi adalah tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi
mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses
bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi (misalnya proses pengadaan,
dan lain-lain), sistem kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini
dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar
suatu kepatuhan yang bersifat superficial,
tapi banar-benar tercermin dalam
seluruh aktifitas perusahaan.
c.
Tahap Evaluasi
Sosialisasi Implementasi Internalisasi
Independent GCG Audit
GCG
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan
dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scorsing
atas praktek GCG yang ada.
Dalam hal membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem,
yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan
pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang bernuansa GCG, maka
diperlukan langkah-langkah berikut (Daniri, 2002):
1) Menerapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta
sistem operasional pencapaiannya secara jelas.
2) Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan
fungsi organ perusahaan (check and balance)
3) Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses
pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan.
4) Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada
kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga
mencakup pengendalian risiko perusahaan.
5) Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara
adil (fair) dan setara di antara para pemegang saham.
6) Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran
kinerjanya.
2.1.5
Sistem Penilaian Pelaksanaan
Good Corporate Governance
Penilaian terhadap pelaksanaan GCG di Indonesia dilakukan oleh lembaga
independen, yaitu: Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh pihak
manajemen perusahaan.
Aspek Self Assessment
Corporate Governance yang dinilai adalah
Penilaian dilakukan terhadap apakah Dewan Komisaris telah:
a)
Memilki jumlah, komposissi, integritas dan kompetensi sesuai
dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta telah memenuhi
ketentuan yang berlaku.
b)
Mampu bertindak dan mengambil keputusan indepeden
c)
Melaksanakan tanggung jawab sesuai prinsip GCG.
d)
Menyelenggarakan Rapat Dewan Komisaris secara efektif dan
efisien
e)
Memenuhi aspek transparansi dan tidak melanggar ketentuan dan
perundangan yang berlaku.
2)
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
Penilaian dilakukan terhadap apakah Direksi telah:
a)
Memiliki jumlah, komposissi, integritas dan kompetensi sesuai
dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta telah memenuhi
ketentuan yang berlaku.
b)
Mampu bertindak dan mengambil keputusan indepeden
c)
Melaksanakan tanggung jawab sesuai prinsip GCG.
d)
Menyelenggarakan Rapat Direksi secara efektif dan efisien
e)
Memenuhi aspek transparansi dan tidak melanggar ketentuan dan
perundangan yang berlaku.
3)
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite
Penilaian dilakukan terhadap apakah Komite telah:
a)
Memiliki komposisi dan kompetensi anggota komite sesuai
dibandingkan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank
b)
Melaksanakan tugas dengan efektif
c)
Membuat rekomendasi komite yang bermanfaat dan dapat
dipergunakan sebagai bahan acuan keputusan Dewan komisaris
d)
Menyelenggarakan rapat komite-komite sesuai dengan pedoman
intern dan terselenggara secara efektif dan efisien.
4) Penanganan benturan kepentingan
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memiliki kebijakan, sistem dan prosedur penyelesaian benturan
kepentingan yang lengkap dan efektif.
b)
Mengungkapkan setiap benturan kepentingan dalam keputusan dan
telah diadministrasikan dan terdokumentasi dengan baik.
5) Penerapan fungsi kepatuhan bank
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Melaksanakan tugas dan independensi Direktur kepatuhan dan
Satuan Kerja Kepatuhan secara efektif
b)
Melakukan review berkala (dalam hal ini oleh Direktur Kepatuhan
dan Satuan Kerja Kepatuhan) mengenai kepatuhan mayoritas
satuan kerja operasional
6) Penerapan fungsi Audit Intern
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Melaksanakan fungsi audit intern denagn efektif dan sesuai dengan
standar minimum yang telah ditetapkan
b)
Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) telah menjalankan fungsinya
secara independen dan obyektif.
7) Penerapan fungsi Audit Ekstern
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memilki kualitas dan cakupan hasil audit Akuntan Publik yang
baik
b)
Melaksanakan audit oleh Akuntan Publik/KAP yang independen
dan telah memenuhi criteria yang ditetapkan
8) Penerapan fungsi manajemen risiko dan sistem pengendalian intern
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memiliki manajemen yang efektif dalam mengidentifikasi dan
mengendalikan seluruh risiko Bank
b)
Memiliki manajemen aktif pemantauan kebijakan, prosedur dan
penetapan limit, sistem informasi manajemen yang komprehensif
dan efektif untuk memelihara kondisi internal Bank yang sehat
c)
Memiliki manajeman yang efektif dalam memantau kesesuaian
kondisi Bank dengan prinsip pengelolaan Bank yang sehat, sesuai
denagn ketentuan kebijakan dan prosedur intern Bank
d)
Mengimplementasikan penerapan pengendalian intern dengan baik
dan melakukan tindakan korektif bila terdapat kelemahan
e)
Memiliki prosedur dan penerapan pengendalian intern Bank
komprehensif sesuai dengan tujuan, ukuran dan kompleksitas
usaha dan risiko yang dihadapai Bank.
9)
Penyediaan dana pada pihak terkait (Related Party) dan kredit
berskala besar
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memillki kebijakan, sistem dan prosedur tertulis yang up to date
dan lengkap untuk penyediaan dana kepada pihak terkait dan
penyediaan dana besar
b)
Melakukan diversifikasi penyediaan dana secara merata
c)
Mengambil keputusan dalam penyediaan dana kepada pihak terkait
dan penyediaan dana besar
10)
Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, pelaporan
pelaksanaan GCG dan pelapororan internal
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Menyampaikan informasi keuangan dan non-keuangan kepada
publik melalui homepage Bank dan media secara transparan
b)
Menyediakan cakupan informasi keuangan dan non-keuangan
secara tepat waktu, lengkap, akurat, kini dan utuh
d)
Menyediakan cakupan laporan pelaksanaan GCG secara lengkap,
kini dan utuh, telah disampaikan secara tepat waktu kepada
shareholder sesuai ketentuan yang berlaku
e)
Memiliki Sistem Informasi Manajemen Bank khususnya terkait
Sistem Pelaporan Internal Bank untuk menyediakan data dan
informasi dengan tepat waktu, akurat dan lengkap.
11) Rencana strategis Bank
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memiliki Rencana Bisnis Bank sesuai dengan visi dan misi Bank
serta Rencana Korporasi Bank
b)
Menyusun Rencana Korporasi dan Rencana Bisnis Bank secara
realistis dengan memperhatikan faktor-faktor ekternal dan internal,
prinsip kehati-hatian dan azas perbankan yang sehat
c)
Merealisasikan rencana bisnis sesuai Rencana Bisnis Bank
d)
Menerapkan
Low Strategic Risk Rating /
Moderate to Law
Strategic Risk Rating.
Dari hasil pemberian skor dengan aspek yang telah ditetapkan diatas,
misalnya diperoleh skor/nilai untuk setiap aspek penilaian, seperti disajikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Pemberian Skor/Nilai
Corporate Governance
Berdasarkan Aspek Penilaian
No
Aspek yang dinilai
Bobot (%)
Peringkat
Nilai
(a)
(b)
(a)x(b)
1.
Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Komisaris
10,00%
2
0,200
2.
Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Direksi
20,00%
2
0,400
3.
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite-komite
10,00%
2
0,200
4.
Penanganan benturan kepentingan
10,00%
1
0,100
5.
Penerapan fungsi kepatuhan Bank
5,00%
2
0,10
6.
Penerapan fungsi audit intern
5,00%
2
0,10
7.
Penerapan fungsi audit ekstern
5,00%
1
0,50
8.
Penerapan fungsi manajemen risiko
dan sistem pengendalian intern
7,50%
2
0,15
9.
Penyediaan dana kepada pihak
terkait (Related Party) dan kredit
dana besar
7,50%
2
0,15
10. Transparansi kondisi keuangan dan
non keuangan bank
11. Rencana strategis Bank
5,00%
2
0,1
12.
Jumlah Nilai Komposit
100%
1,7
*) Bobot, Peringkat dan Nilai dalam keadaan sebenarnya diberikan oleh
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) - Sumber: Laporan CGPI,
2011
Setelah keseluruhan tahapan penilaian Corporate Governance
Perception
Index (CGPI) selesai, maka hasil yang diperoleh dibahas dalam forum panel ahli
untuk menentukan hasil riset dan pemeringkatan CGPI. Pemeringkatan didesain
menjadi lima kategori berdasarkan tingkat/level terpercaya yang dapat dijelaskan
menurut skor penerapan Good Corporate Governance seperti terlihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2
Pemeringkatan CGPI Berdasarkan Penerapan GCG
Tingkat / Nilai Pemeringkatan Komposit
Predikat Komposit
Nilai Komposit < 1,5
Sangat Baik
1,5
≤ Nilai Komposit < 2,5
Baik
2,5
≤ Nilai Komposit < 3,5
Cukup Baik
3,5
≤ Nilai Komposit < 4
Kurang Baik
4,5
≤ Nilai Komposit < 5
Tidak Baik
Sumber : Laporan CGPI, 2011
2.1.6 Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan main, prosedur
dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak
yang melakukan control, pengawasan, pengawasan terhadap keputusan tersebut.
Mekanisme corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mngawasi
berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Arifin, 2005).
Mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok, pertama
berupa internal mechanisms (mekanisme internal), seperti komposisi dewan
direksi/komisaris, kepemilikian manajerial, dan kompensasi eksekutif. Kedua,
eksternal mechanisms (mekanisme eksternal), seperti pengendalian oleh pasar dan
level debt financing (Barnhart dan Rosernstein, 1998).
Menurut Surya dan Yustiavananda (2006) dalam Agoes dan Ardana
(2009), adanya organ-organ perusahaan (dewan komisaris dan direksi) merupakan
bukti pengaplikasian prinsip good corporate governance dalam tataran yang
minimal. Paling tidak diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi
penerapan GCG, yaitu Komisaris Independen, Direktur Independen, Komite
Audit dan Sekretaris Perusahaan.
Mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan Komite Audit.
2.1.6.1 Dewan Komisaris
komisaris. Dewan komisaris dapat melakukan tugasnya sendiri walaupun dengan
mendelegasikan kewenangannya pada komita yang bertanggung jawab pada
dewan komisaris.
Dewan komisaris harus memantau efektivitas praktek pengelolaan korporasi
yang baik yang diterapkan perseroan bilamana perlu melakukan penyesuaian
(Antonia, 2008). Peran dewan komisaris dalam suatu perusahaan telah ditekankan
pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris ini
diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan
direksi dengan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris seharusnya
dapat mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai
dengan kepentingan pemegang saham (Wardhani, 2006).
Berdasarkan
The National Committee on Corporate Governance (2000)
dalam Siswantaya (2007) menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan dewan
komisaris. Diantaranya adalah fungsi dewan komisaris untuk mengawasi direksi
baik yang berhubungan dengan kebijakan dan pelaksanaan direksi. Kedua, dewan
komisaris berfungsi untuk memberikan saran kepada direksi. Untuk menjalankan
fungsi tersebut, maka anggota dewan komisaris merupakan seorang yang
berkarakter baik dan memiliki pengalaman yang relevan.
komisaris independen yang lebih besar memiliki kontrol yang kuat atas keputusan
manajerial.
2.1.6.2 Dewan Direksi
Menurut pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia Tahun
2006, dewan direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
dalam mengelola persahaan. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi
mencakup lima tugas utama, yaitu sebagai berikut (Solihin, 2009):
a.
Kepengurusan, mencakup tugas penyusunan visi dan misi perusahaan, serta
penyusunan program jangka pendek dan jangka panjang.
b.
Manajemen resiko, mencakup tugas penyusunan dan pelaksanaan sistem
manajemen resiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan
perusahaan.
c.
Pengendalian interjal, mencakup penyusunan dan pelaksanaan sistem
pengendaslian internal perusahaan dalam rangka menjaga kekayaan dan
kinerja perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan.
d.
Komunikasi, mencakup tugas yang memastikan kelancaran komunikasi
antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan
fungsi sekretaris perusahaan.
e.
Tanggung jawab sosial, mencakup perencanaan tertulis yang jelas dan
terfokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
RUPS tidak didasarkan atas satu orang satu suara, tetapi didasarkan atas risalah
saham yang dimilikinya (Agoes dan Ananda, 2009).
2.1.6.3 Komite Audit
Keberadaan komite audit diperusahaan sudah menjadi kewajiban. Seperti
dalam pasal 70 Undang-Undang No. 17 tahun 2003, disebutkan bahwa komisaris
dan dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara
kolektif dan berfungsi membentuk komisaris dan dewan pengawas dalam
menjalankan tugasnya.
Komite audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan
bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan
dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal
dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut
temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau
pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar
belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan.
2.1.7
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah merupakan suatu tingkatan prestasi perusahaan itu
sendiri atas pendapatan laba perusahan sehingga dapat ,megembangan perusahaan
nya ke level yang lebih tinggi lagi atau berkembang sehingga menjadi acuan suatu
nilai perusahaan tersebut baik dari segi struktur modal seperti saham<rasio hutang
maupun pendapatan lainya yang bersumber dari internal perusahaan maupun
eksternal perusahaan itu.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Caringsih (2008) membuktikan
bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan sedangkan ROE
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan diciptakan oleh
perusahaan melalui kegiatan perusahaan dari waktu ke waktu agar mencapai
nilai perusahaan yang maksimum di atas nilai buku.
Beberapa variabel kuantitatif yang sering digunakan untuk memperkirakan
nilai perusahaan sebagai berikut:
1)
Nilai Buku
Nilai buku per lembar saham (BVS) digunakan untuk mengukur nilai
shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan
cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar.
Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio saham (paidup capital in
excess of par value) dan laba ditahan.
2)
Nilai Appraisal
Nilai appraisal suatu perusahaan dapat diperoleh dari perusahaan appraisal
independent. Teknik yang digunakan oleh perusahaan appraisal sangat beragam,
bagaimanapun nilai ini sering dihubungkan dengan biaya penempatan. Metode
analisis ini sering tidak mencukupi dengan penempatan. Metode analisis ini
sering tidak mencukupi dengan sendirinya karena nilai aktiva individual
mempunyai hubungan yang kecil dengan kemampuan perusahaan secara
keseluruhan dalam kegunaan dalam menghasilkan earnings dan kemudian nilai
going concern dari suatu perusahaan. Bagaimanapun nilai appraisal dari suatu
perusahaan akan bermanfaat sewaktu digunakan dalam penghubungan dengan
metode penilaian yang lain. Nilai appraisal juga akan berguna dalam situasi
tertentu seperti dalam perusahaan keuangan, perusahaan sumber daya alam
good-will dengan meningkatkan harga aktiva perusahaan yang telah dikenal. Good-good-will
dihasilkan sewaktu nilai pembelian suatu perusahaan melebihi nilai buku dari
aktivanya.
3)
Nilai Pasar Saham
Nilai pasar saham sebagaimana dinyatakan dalam kuotasi pasar modal
adalah pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis.
Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas utama dan secara luas
diperdagangkan, sebuah nilai pendekatan dapat dibangun berdasarkan nilai pasar.
Pendekatan nilai pasar adalah salah satu yang paling sering dipergunakan dalam
menilai perusahaan besar. Bagaimanapun nilai ini dapat berubah secara cepat.
Faktor analisis berkompetisi dengan pengaruh spekulatif murni dan berhubungan
dengan sentimen masyarakat dan keputusan pribadi.
4)
Nilai “Chop-Shop”
Pendekatan “Chop-Shop” untuk valuasi pertama kali diperkenalkan oleh
Dean Lebaron dan Lawrence Speidell of Batterymarch Financial Management.
Secara khusus, ia menekankan untuk mengidentifikasi perusahaan multi industry
yang dibawah nilai akan bernilai lebih apabila dipisahkan menjadi bagian-bagian.
Pendekatan ini mengkonseptualisasikan praktik penekanan untuk membeli aktiva
di bawah harga penempatan mereka.
5)
Nilai Arus Kas
ditentukan dan akan menjadi jumlah maksimum yang harus dibayar oleh
perusahaan yang ditargetkan. Pembayaran awal kemudian dapat dikurangi untuk
menghitung nilai bersih sekarang dari merger. Terdapat tiga jenis penilaian yang
berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market
value) dan nilai intrinsik. Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan
emiten. Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai
intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham.
Menurut Brigham dan Houston (2001) terdapat beberapa pendekatan
analisis rasio dalam penilaian market value, terdiri dari pendekatan price earning
ratio (PER), price book value ratio (PBVR), market book ratio (MBR), deviden
yield ratio, dan deviden payout ratio (DPR). Dalam penelitian ini nilai perusahaan
diukur dengan PBV.
Ps
PBV =
BVS
Ps merupakan harga pasar saham dan BVS merupakan nilai buku per
lembar saham (book value per share). BVS digunakan untuk mengukur nilai
shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan
cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar. PBV
mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut :
1)
Nilai buku mempunyai ukuran intutif yang relatif stabil yang dapat
diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya
dengan metode discounted cash flow dapat menggunakan price book value
sebagai perbandingan
2)
Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua
perusahaan. PBV dapat diperbandingkan antara perusahaan-perusahaan
yang sama sebagai petunjuk adanya under atau overvaluation
3)
Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa dinilai
dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi
menggunakan price book value ratio (PBV).
2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu
kesehatan BUMN dan penerapan GCG di lingkungan BUMN ternyata memberi
dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN pada sejumlah
besar PTPN, tetapi tidak meningkatkan angka rasio aktivitas dan menurunkan
angka rasio solvabilitas.
Penelitian Ni Wayan Yuniasih dan Made Gede Wirakusuma (2008)
dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan
Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance
(GCG) Sebagai variabel Pemoderasi menggunakan metodologi regresi linier
berganda, diperoleh hasil bahwa Return on asset terbukti berpengaruh positif
secara statistis pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta selama tahun 2005 – 2006. Pengungkapan CSR sebagai variabel
pemoderasi terbukti berpengaruh positif secara statistis pada hubungan return on
asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain CSRI merupakan variabel
pemoderas dalam kaitannya dengan hubungan return on asset dan nilai
perusahaan. Kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti
berpengaruh terhadap hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan
kata lain kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel pemoderasi.
governance memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan industri besar di
Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika sistem pengendalian
internal yang diterapkan perusahaan didukung pelaksanaan audit manajemen dan
perusahaan juga menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, maka
akan memberi pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian Akshita Arora (2011) dengan judul Relationship between
Corporate Governance and Performance: An Empirical Study from India
menggunakan metodologi regresi linier sederhana, diperoleh hasil bahwa Results
of the analysis suggest that corporate governance has a strong influence on
performance in the Indian context. Furthermore, the results report that when
boards are dominated by executive directors and frequency of board meetings is
high, it enhances firm performance. The board size, institutional ownership and
CEO-duality also have a strong influence on firm performance.
Iktisar tinjauan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan Pengaruh
Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja dapat dilihat pada Tabel
2.3.
Tabel 2.3
Iktisar Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
Lammindo penerapan GCG di lingkungan BUMN ternyata memberi dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN pada sejumlah besar PTPN, tetapi tidak
Corporate Social berpengaruh positif secara statistis pada hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain CSRI merupakan variabel pemoderas dalam kaitannya dengan hubungan return on asset dan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti
berpengaruh terhadap hubungan return on asset dan
nilai perusahaan atau dengan kata lain kepemilikan
- sistem pengendalian internal
- audit manajemen - penerapan prinsip GCG Dependen:
Kinerja keuangan, diproksikan oleh:
- kinerja finansial - kinerja non finansial
Sistem pengendalian internal, audit manajemen, dan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan industri besar di Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika
Results of the analysis suggest that corporate governance has a strong influence on performance in the Indian context. Furthermore, the results report that when boards are dominated by executive directors and frequency of board meetings is high, it enhances firm performance. The board size, institutional ownership and CEO-duality also have a strong influence on firm performance.