• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proses Pengembangan Lahan dan Keterkaita"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 1

PROSES PENGEMBANGAN LAHAN DAN KETERKAITAN ANTAR

STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN LAHAN KAWASAN

INDUSTRI KENDAL, JAWA TENGAH

Muhammad Ihsan (1), Delik Hudalah(2)

(1)Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2)Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

(SAPPK), ITB.

Abstrak

Makin pesatnya kebutuhan akan lahan perkotaan dan tingginya arus urbanisasi yang tidak terbendung berujung pada kejenuhan struktur kota yang memicu bangkitnya arus suburbanisasi. Arus suburbanisasi ini perlu ditunjang dengan pengembangan lahan yang mampu membangkitkan pusat-pusat pertumbuhan baru sekaligus menyerap penduduk di wilayah suburban. Namun penelitian yang dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa peran pemerintah daerah dalam menumbuhkan pusat-pusat baru di suburban tidak terlihat di era desentralisasi ini. Sebaliknya peran swasta dalam menyerap penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan melaui pengembangan lahan skala besar yang dilakukan. Contohnya pengembangan lahan kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh PT. Jababeka di Cikarang yang terletak di hinterland Jakarta. Studi kasus yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kawasan Industri Kendal (KIK) yang sedang dikembangkan oleh PT. Jababeka di hinterland Semarang. Namun, berbeda dengan Kawasan industri Jababeka, KIK dibangun pada era desentralisasi yang diduga proses pengembangan lahan akan menjadi semakin rumit. Dari hasil analisis yang dilakukan, ternyata banyak stakeholder yang terlibat pada tahap perizinan, pembebasan lahan dan penyusunan rencana dalam proses pengembangan lahan KIK.

Kata-kunci : proses pengembangan lahan, perizinan, pembebasan lahan, Kawasan Industri Kendal

Pengantar

Salah satu karakteristik pada era globalisasi adalah tidak terprediksinya pertumbuhan area perkotaan dan terjadi peningkatan arus urbanisasi, terutama ke kota-kota besar yang merupakan kawasan metropolitan. Arus urbanisasi yang tinggi ke kota-kota besar ini meningkatkan kejenuhan struktur dari kota tersebut. Kejenuhan struktur kota di metropolitan menimbulkan kecenderungan yang terbalik yaitu munculnya arus suburbanisasi ke daerah hinterland. Dalam penelitian Hudalah et al (2007) menyatakan bahwa kurang adanya peran pemerintah dalam fenomena suburbanisasi. Hal ini ditunjukan dengan peran pemerintah dalam dekonsentrasi industri skala besar relatif rendah di era desentralisasi ini. Dekonsentrasi industri di

daerah hinterland merupakan faktor utama dalam menarik suburbanisasi melalui penyediaan lapangan pekerjaan yang besar dan berujung pada dekonsentrasi tenaga kerja di kota besar. Sebaliknya peran swasta dalam menyerap penduduk dan tenaga kerja sangat signifikan melaui pengembangan lahan skala besar yang dilakukan. Contohnya pengembangan lahan kawasan industri Jababeka yang dibangun oleh PT. Jababeka di Cikarang yang terletak di hinterland Jakarta.

(2)

sedang dikembangkan oleh PT. Jababeka di hinterland Semarang. Namun, berbeda dengan Kawasan industri Jababeka, KIK dibangun pada era desentralisasi yang diduga proses pengembangan lahan akan menjadi semakin rumit. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan dinamika proses pengembangan lahan yang terjadi di kawasan industri Kendal.

Proses pengembangan lahan perubahan bentuk fisik, hak-hak, material dan nilai yang terkandung di dalam lahan maupun bangunan dari suatu keadaan ke keadaan lainnya, melalui upaya yang dilakukan oleh agen-agen yang berkepentingan dan bertujuan untuk memperoleh dan memanfaatkan sumberdaya yang ada (Healey, 1992). Menurut Yudhono (2011) tahapan proses pengembangan lahan meliputi; perizinan, pembebasan lahan, pematangan lahan, perencanaan dan pembangunan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Mentri Perindustrian No 35/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri dimana proses pengembangan lahan meliputi; perizinan, pembebasan lahan, dan penyusunan DED (Detail Engineering Design). Stakeholder adalah suatu individu atau kelompok yang mampu memberikan dampak ataupun terkena dampak dari tujuan suatu pihak (Freeman, 1984). Menurut overseas development administration, stakeholder diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat keterlibatan dan signifikansi peran yang diberikan, yaitu; stakeholder kunci, stakeholder primer dan stakeholder sekunder.

Metode

Metodologi penelitian dilakukan dengan mengelaborasi teori proses pengembangan lahan yang ada dan pedoman teknis/aturan proses pengembangan lahan dengan proses pengembangan lahan yang terjadi di Kawasan Industri Kendal, Jawa tengah. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif melakukan penelitian pada obyek yang alamiah, yaitu obyek yang berkembang pada adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut

(Sugiyono, 2013). Proses pendekatan metode penelitian kualitatif yang dipilih adalah studi kasus. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dimaksudkan untuk menggambarkan secara jelas fenomena proses pengembangan lahan skala besar yang dilakukan PT Jababeka dalam mendirikan Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey primer dengan melakukan wawancara. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, dimana pertanyaan yang menjadi acuan wawancara telah disusun, namun pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berkembang sesuai dengan temuan dan kondisi wawancara yang dilakukan. wawancara dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut.

Tabel 1. Data Wawancara Semi Terstruktur

Responden Lingkup Pertanyaan

• PT. Jababeka, Tbk

• Pemilik Lahan

• Tokoh Masyarakat

• Tahapan dan Proses pengembangan lahan KIK

• Perizinan

• Pembebasan Lahan

• Penyusunan perencanaan DED Pemerintah Pusat;

• Badan Pertanahan Nasional, Kantor

• Pembebasan Lahan

• Penyusunan perencanaan DED

• Peran kelembagaan dan keterkaitan antar stakeholder dalam proses

pengembangan lahan KIK

(3)

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 3 dokumen yang terkait perencaaan dan perizinan

pengembangan lahan kawasan industri juga dilihat dengan kesesuaian wilayahnya, dokumen tersebut meliputi:

a. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 35/M-IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri b. Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor

20 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Kendal Tahun 2011-2031

c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri

d. Peraturan terkait tugas pokok dan fungsi kelembagaan yang terlibat dalam proses pengembangan lahan KIK

e. Dokumentasi (riset, fact book, profil) yang dimiliki PT. Jababeka, Tbk terhadap pengembangan Kawasan Industri Kendal

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang terdiri dari tiga analisis yaitu analisis isi (content analysis) terhadap transkrip wawancara, analisis deskriptif terhadap data sekunder dan analisis pemetaan stakeholder (stakeholder mapping).

Analisis isi dan analisis deskriptif digunakan untuk menarik interpretasi mengenai proses pengembangan lahan KIK dengan melihat kesesuaian antara peraturan dengan dinamika yang terjadi di lapangan. Sedangkan analisis pemetaan stakeholder digunakan untuk memetakan keterkaitan antar stakehoder yang terlibat dalam proses pengembangan lahan KIK.

Proses Pengembangan Lahan KIK

Untuk mengetahui proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal perlu diidentifikasi tahapan-tahapan pengembangan lahan yang dilakukan. Tahapan pengembangan lahan yang dilakukan melihat fenomena yang terjadi di lapangan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 35 tahun 2010 tentang pedoman teknis kawasan industri yaitu perizinan, pembebasan lahan dan perencanaan DED (Detail Engineering Design). Gambar 1 adalah gambar proses pengembangan lahan yang terjadi di lapangan dari hasil analisis isi terhadap transkrip wawancara.

Tahap pertama dalam proses pengembangan lahan KIKi adalah memperoleh izin prinsip. Izin

(4)

prinsip diterbitkan oleh BPMPT (Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu) Kabupaten Kendal yang disahkan oleh Bupati. Untuk memperoleh izin prinsip tersebut dibutuhkan serangkaian proses dari permohonan izin prinsip hingga penerbitan izin prinsip. Dalam permohonan izin prinsip, PT. Jababeka harus memiliki izin penanaman modal dari BKPM Pusat dikarenakan dalam mengembangkan KIK PT. Jababeka bekerjasama dengan perusahaan Singapur yaitu Sembcorp. Selain izin penanaman modal, dokumen yang harus dipenuhi dalam permohonan izin prinsip adalah proposal, akta pendirian perusahaan, NPWP-PT (Nomor Pokok Wajib Pajak), copy dari KTP direktur perusahaan, serta pengesahan akta PT (perseroan terbatas) dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah PT. Jababeka memenuhi semua itu, dokumen permohonan izin prinsip tersebut dimasukan kepada bidang pengelolaan perizinan BPMPT Kabupaten Kendal. Permohonan izin prinsip yang diserahkan PT. Jababeka kepada BPMPT Kabupaten Kendal digabung dengan para pemohon lain, kemudian BPMPT mengadakan rapat untuk membahas permohonan izin prinsip tersebut. Setelah itu PT. Jababeka diundang untuk melakukan presentasi di BPMPT Kabupaten Kendal dihadapan BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah), dari situ BKPRD memelakukan peninjauan langsung ke lapangan

dan melihat kesesuaiannya dengan RTRW kemudian baru diterbitkan izin prinsip.

Setelah memiliki izin prinsip, PT. Jababeka menindaklanjuti dengan perolehan izin lokasi. Untuk penerbitan izin lokasi PT. Jababeka harus memiliki PTP (Pertimbangan Teknis Pertanahan) sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan (PERKABAN) nomor 2 tahun 2011. PTP berisi pertimbangan-pertimbangan tentang penguasaan tanah, penggunaan tanah dan keadaan hak tanah yang sesuai dengan tanah yang akan dikembangkan di suatu daerah. PTP dibuat oleh kantor pertanahan Kabupaten Kendal yang mana merupakan BPN tingkat Kabupaten/Kota. Setelah pengurusan dan perolehan PTP, PT. Jababeka menyertakan PTP tersebut beserta permohonan izin lokasi kepada BPMPT Kabupaten Kendal. Permohonan izin lokasi meliputi: akta pendirian berbadan hukum, SK NPWP, gambar kasar sketsa tanah yang dimohon, proposal rencana proyek, surat pernyataan kesanggupan ganti rugi kepada pemilik tanah, dan surat izin prinsip. Kemudian BPMPT Kabupaten Kendal akan menerbitkan izin lokasi yang disahkan oleh Bupati. Setelah memiliki izin lokasi, PT. Jababeka diwajibkan untuk segera melakukan pembebasan lahan dengan para pemilik lahan mengingat izin lokasi tersebut memiliki batas waktu yang ditentukan

Gambar 2. Proses Pembebasan Lahan Kawasan Industri Kendal Sumber: Hasil Analisis, 2015

Izin Lokasi Terbit

Legalisa si akta tanah

: Proses : Data Tokoh

Masyarakat

CEK NJOP

PEMETAAN

BLOK NEGOSIASI KESEPAKATAN

BUDGET Pemilik

Luas

Jenis surat

Pagu-Pagu Acuan Negosiasi

Harga NJOP per

Blok

Prioritas Lokasi

Kondisi Tanah

(5)

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 5 yaitu 6 bulan. Rincian proses pembebasan lahan

akan dijelaskan pada gambar 2.2.

Pembebasan lahan yang dilakukan PT. Jababeka dimulai dengan pemetaan lahan-lahan yang akan dibebaskan. Pemetaan lahan tersebut dilakukan dengan untuk mencari informasi mengenai pemilik lahan yang akan dibebaskan, luas lahan yang akan dibebaskan dan jenis surat tanah yang akan dibebaskan. Jenis surat tanah dapat berupa SHM (Sertifikat Hak Milik) ataupun girik (letter c). Tanah yang memiliki jenis surat SHM berarti tanah tersebut telah didaftarkan pada BPN dan memiliki sertifikat, sedangkan girik atau letter c adalah surat tanah ketika tanah tersebut belum didaftarkan pada BPN dan masih berupa catatan-catatan di desa bahwa tanah tersebut dimiliki dan digarap oleh seseorang. Setelah pemetaan lahan, PT. Jababeka melakukan cek terhadap NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) lahan yang akan dibebaskan, pengecekan NJOP dilakukan per blok lahan. Selanjutnya PT. Jababeka menyusun budget. Budget yang disusun bernilai lebih besar dari NJOP karena pemilik lahan biasanya meminta harga lebih tinggi dari NJOP. Sehingga untuk membebaskan lahan tersebut PT. Jababeka memasang pagu-pagu sebagai acuan dalam proses negosiasi

Menuju proses negosiasi, PT. Jababeka membutuhkan pihak ketiga dalam menjembatani mereka dengan pemilik lahan. Pihak ketiga ini dapat berupa pejabat daerah maupun tokoh masyarakat yang dipandang di daerah tersebut. Dalam proses negosiasi yang dilakukan dengan pemilik lahan, ada dua hal yang dipertimbangkan oleh PT. Jababeka, yaitu prioritas lokasi dan kondisi tanah. Prioritas lokasi dan kondisi tanah ini penting dalam artian PT. Jababeka dapat mengusahakan budget tinggi ketika lokasi lahan yang akan dibebaskan berada di lokasi yang penting dan dijual dengan harga yang sangat tinggi oleh pemilik lahan. Ataupun PT. Jababeka dapat memikirkan kembali lokasi nya ketika lahan yang akan dibebaskan berada di lokasi yang tidak begitu penting namun pemilik lahan meminta harga yang tinggi. Dalam proses negosiasi ini intinya adalah kesepakatan, pada akhirnya NJOP atau pagu-pagu harga acuan hanya disusun untuk memberikan gambaran dalam negosiasi

namun akhirnya berujung pada kesepakatan antara pemilik lahan dengan PT. Jababeka.

Setelah melakukan pembebasan lahan yang berujung pada kesepakatan dan PT. Jababeka melakukan pembayaran, PT. Jababeka akan melakukan sertifikasi akta kepemilikan tanah yang telah dibebaskan kepada PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Setelah akta tanah dilegalisasi, PT. Jababeka memprosesnya kepada BPN Kantor pertanahan Kabupaten Kendal beserta catatan-catatan pajaknya yang sudah diselesaikan. Kemudian BPN melakukan pengukuran peta bidang berdasarkan luasan tanah yang dibebaskan. Jika hasil pengukuran dari blok-blok lahan yang dibebaskan tersebut diantara luasan 0 ha–10 hektar, maka PT. Jababeka mengajukan permohonan hak kepada Kantor pertanahan Kabupaten Kendal. Namun jika luasan lahan dari hasil pengukuran blok-blok lahan yang dibebaskan diselang luasan 10 ha-1000 ha, maka PT. Jababeka harus mengajukan permohonan hak kepada Kantor wilayah pertanahan Provinsi Jawa Tengah. Dari permohonan hak tersebut PT. Jababeka akan memperoleh HGB (Hak Guna Ganungan) yang dikeluarkan oleh BPN baik tingkat kabupaten/kota maupun tingkat provinsi.

Gambar 3. Penyusunan DED Kawasan Industri Kendal Sumber: Hasil Analisis, 2015

Dinas Tata Ruang Kab Kendal BPN (Kantor Pertanahan/ Kantor

Wilayah)

SERTIFIKAT HGB

: Proses

: Data

LEGALISASI DAN PENGECEKAN RENCANA

MASTER PLAN

SITE PLAN A

DED

SITE PLAN C SITE

PLAN B

PEMATANGAN LAHAN

INFRASTRUK

TUR UTILITAS

(6)

Setelah PT. Jababeka memiliki sertifikat HGB, maka dilanjutkan untuk memperoleh IMB (Izin Mendirikan Bangunan) kepada BPMPT Kabupaten Kendal. IMB dapat diperoleh PT. Jababeka setelah memiliki masterplan dan DED (Detail Engineering Design) dari pengembangan kawasan industri Kendal serta melakukan pembayaran retribusi IMB kepada BPMPT Kabupaten Kendal. DED merupakan rencana detail pembangunan kawasan industri yang dilakukan pihak pengembang yang meliputi penetapan batas tapak, pengembangan lahan, perancangan detail prasarana dan sarana, perancangan detail kaveling dan bangunan siap pakai serta perancangan fasilitas dan sarana penunjang kawasan industri tersebut. DED merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi oleh PT. Jababeka dalam memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB), dimana DED ini akan dilegalisasi bersama masterplan dan gambar teknik oleh Dinas Tata Ruang Kabupaten Kendal untuk memperoleh IMB tersebut. Penyusunan DED untuk kawasan industri Kendal tidak dilakukan secara langsung oleh pengembang yaitu PT. Jababeka melainkan dilakukan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud adalah konsultan teknis yang disewa oleh PT. Jababeka. Penyusunan DED kawasan industri Kendal dilakukan oleh pihak ketiga dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki PT. Jababeka.

Perhitungan besaran etribusi IMB diatur dalam Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2011 tentang Retribusi dan Perizinan Tertentu. Dalam peraturan daerah tersebut dihitung rumus besaran retribusi IMB yang disusun berdasarkan fungsi dan klasifikasi bangunan. Parameter dari fungsi bangunan yang mempengaruhi besaran biaya retribusi IMB untuk kawasan industri Kendal adalah fungsi hunian. Sedangkan parameter dari klasifikasi bangunan yang mempengaruhi biaya retribusi IMB adalah; kompleksitas, permanensi, risiko kebakaran, zonasi gempa, kepadatan gedung, ketinggian bangunan dan kepemilikan. Setelah menyelesaikan kewajiban membayar retribusi IMB, PT. Jababeka melakukan pembangunan produk yang akan dipasarkan. Produk dari kawasan industri Kendal yang dipasarkan oleh PT.

Jababeka terdiri dari 2 jenis, yaitu bangunan pabrik (factory building) dan kavling kawasan industri. Umumnya produk jenis kavling kawasan industri memiliki pasar perusahaan-perusahaan besar seperti Samsung, SOA, dan perusahaan besar lainnya diakarenakan standar teknis dari perusahaan besar spesifikasinya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut. Sedangkan bangunan pabrik memiliki pasar perusahaan industri menengah kebawah yang merupakan vendor dari perusahaan besar.

Keterkaitan Antar Stakeholder

Tabel 2. Stakeholder Terkait Proses Pengembangan Lahan KIK

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Pemerintah

Proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal melibatkan berbagai lembaga baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan non pemerintahan di Kabupaten Kendal. Berdasarkan kondisi beragamnya kelembagaan yang terlibat dalam kerjasama ini, dilakukan identifikasi kelembagaan yang terlibat dalam proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal. Identifikasi ini didasarkan pada tugas pokok dan fungsi serta regulasi yang mengatur pembagian kewenangan dalam proses pengembangan lahan kawasan industri.

(7)

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 7 antar stakeholder dalam proses pengembangan

lahan KIK secara umum diwadahi oleh BKPRD Kabupaten Kendal. Koordinasi yang dilakukan terjadi dalam dua kelompok kerja yang terdapat dalam BKPRD Kabupaten Kendal, yaitu: kelompok kerja perencanaan tata ruang dan kelompok kerja pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Koordinasi yang terjadi di luar BKPRD Kabupaten Kendal adalah koordinasi antara Dinas Tata Ruang dan Ciptakarya dengan BPN Kantor Pertanahan dalam hal memberikan rekomendasi PTP dan analisa keruangan kepada PT. Jababeka, Tbk. PTP yang diberikan Kantor Pertanahan harus adanya kesesuaian dengan analisa keruangan yang diberikan Dinas Tata Ruang sehingga dibutuhkan koordinasi.

Pemberian rekomendasi dalam proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal dilakukan oleh tiga stakeholder kepada PT. Jababeka, Tbk. Tiga stakeholder tersebut adalah BPN Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal, BLH Kabupaten Kendal dan Dinas Tata Ruang Kabupaten Kendal. Monitoring dan pengawasan dilakukan oleh empat stakeholder kepada PT. Jababeka, Tbk dalam proses pengembangan

lahan kawasan industri Kendal. Monitoring dan pengawasan dilakukan oleh Disperindag Kabupaten Kendal, Dinas Tata Ruang Kabupaten Kendal, Bappeda Kabupaten Kendal dan BPMPT Kabupaten Kendal. Disperindag Kabupaten Kendal melakukan monitoring kegiatan perindustrian terkait perubahan dan peningkatan pekerjaan dalam tahap pematangan lahan terhadap regulasi.

Pengajuan izin dalam proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal dilakukan oleh PT. Jababeka, Tbk selaku pengembang kepada tiga stakeholder yaitu BKPM RI, Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal, dan BPMPT Kabupaten Kendal. Pengajuan izin dilakukan PT. Jababeka kepada BPMPT Kabupaten Kendal untuk memperoleh izin prinsip, izin lokasi, izin HO, dan Izin mendirikan Bangunan (IMB). Izin yang diajukan PT. Jababeka kepada BKPM RI adalah izin penanaman modal sebagai syarat mendapatkan izin prinsip dikarenakan PT. Jababeka melakukan JVA (Joint Venture Agreement) dengan Sembcorp yang merupakan perusahaan pengembang dari Singapur. Pengajuan izin juga diajukan PT. Jababeka kepada BPN Kantor Gambar 4. Keterkaitan Antar Stakeholder dalam Proses Pengembangan Lahan KIK

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Koordinasi

Monitoring dan Pengawasan PemberianRekomendasi

Pengajuan izin

BPMPT Kab Kendal

DISTARU Kab Kendal DISPERINDAG

Kab Kendal BPN BKPM Pusat

BAPPEDA Kab Kendal

BLH Kab Kendal PT. Jababeka,

Tbk Masyarakat

(Pemilik Lahan)

(8)

Pertanahan maupun Kantor Wilayah sesuai dengan luasan pembebasan lahan dalam mengajukan permohonan hak untuk mendapatkan HGB (Hak Guna Bangunan) untuk mendirikan factory building maupun kavling di kawasan industri untuk dipasarkan.

Kesimpulan

Dalam konteks desentralisasi, proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal memerlukan segenap perizinan yang harus ditempuh PT. Jababeka selaku pengembang untuk memperoleh hak dan izin membangun kawasan industri tersebut. Perizinan tersebut secara garis besar adalah izin prinsip, izin lokasi, Izin HO, AMDAL, HGB dan IMB. Izin prinsip diperoleh dengan mengajukan permohonan izin prinsip kepada BPMPT Kabupaten Kendal yang disertai izin penanaman modal dari BKPM Pusat dan persyaratan permohonan izin prinsip lainnya. Setelah segala persyaratan izin prinsip dipenuhi, berkas permohonan izin prinsip dan persyaratan tersebut masuk pada bidang pengelolaan perizinan BPMPT Kabupaten Kendal yang kemudian akan dilakukan presentasi oleh PT. Jababeka dihadapan BKPRD Kabupaten Kendal. Setelah itu BKPRD akan melakukan tinjauan lokasi dan RTRW, kemudian izin prinsip akan disahkan oleh Bupati dan diterbitkan. Setelah mendapatkan izin prinsip, tahap selanjutnya PT. Jababeka masuk kepada perolehan izin lokasi. Izin lokasi membutuhkan dokumen PTP (Pertimbangan Teknis Pertanahan) yang dibuat oleh BPN Kantor pertanahan Kabupaten Kendal. PTP tersebut merupakan syarat untuk penerbitan izin lokasi yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan nomor 2 tahun 2012. Setelah memperoleh PTP dari BPN Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal, PT. Jababeka mengajukan dokumen permohonan izin lokasi disertai PTP tersebut kepada BPMPT Kabupaten Kendal yang kemudian izin lokasi akan disahkan oleh Bupati dan diterbitkan. Setelah izin lokasi diterbitkan, PT. Jababeka diwajibkan untuk segera melakukan pembebasan lahan dikarenakan izin lokasi tersebut memiliki masa berlaku 6 bulan. Pada tahap ini proses pengembangan lahan yang dilakukan oleh PT. Jababeka lebih rumit dari prosedur perizinan secara umum dikarenakan

adanya keterlibatan BKPRD yang tidak berlaku di semua daerah sehingga menambah alur proses birokrasi dalam memperoleh izin lokasi.

(9)

Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 9 Engineering Design), HGB, dan membayar biaya

retribusi IMB kepada Pemerintah. Setelah memiliki IMB, PT. Jababeka melakukan pembangunan dari produk yang akan dipasarkan. PT. Jababeka memiliki dua jenis produk yang dipasarkan, yaitu bangunan pabrik (factory building) dan kavling. Pasar dari kavling adalah perusahaan besar yang memiliki spesifikasi bangunan tersendiri untuk kegiatan pabrik atau perusahannya, sedangkan pasar dari produk factory building biasanya merupakan vendor-vendor dari perusahaan besar, dalam artian perusahaan-perusahaan menengah kebawah yang men-support sebuah perusahaan besar.

Dalam segenap proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal (KIK) terdapat banyak stakeholder yang terlibat, yaitu pada proses perizinan, pembebasan lahan, dan penyusunan dokumen perencanaan. Dalam perolehan hak dan perizinan untuk melakukan pengembangan lahan KIK, PT. Jababeka berinteraksi dengan Pemerintah Pusat (BKPM RI, Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal yang tergabung dalam BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah). Dalam perolehan lahan melalui proses pembebasan lahan PT. Jababeka berinteraksi dengan masyarakat baik pemilik lahan ataupun tokoh masyarakat yang dipandang untuk menjembatani PT. Jababeka dengen pemilik lahan. Dalam penyusunan dokumen perencanaan (master plan, feasibility study) ataupun dokumen prasyarat untuk perolehan perizinan (AMDAL, Detail Engineering Design) PT. Jababeka berinteraksi dengan konsultan teknis. Keterlibatan banyak stakeholder baik dari pemerintahan, non-pemerintahan, dan masyarakat tersebut dipetakan melalui empat jenis hubungan keterkaitan, yaitu; koordinasi, monitoring dan pengawasan, rekomendasi, dan pengajuan izin. Dari hasil pemetaan keterkaitan stakeholder pada GAMBAR 4.5, stakeholder yang terlibat dikategorikan kedalam tiga kelompok berdasarkan klasifikasi overseas development administrations (ODA, 1995) yaitu: stakeholder kunci, stakeholder primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah kelompok stakeholder yang memiliki peran signifikan terhadap keberhasilan proses pengembangan lahan KIK, yaitu PT. Jababeka dan BPMPT

Kabupaten Kendal. Stakeholder primer, adalah kelompok stakeholder yang berperan langsung dari proses pengembangan lahan KIK yaitu Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten kendal, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kendal, BLH Kabupaten Kendal, BAPPEDA Kabupaten Kendal, BKPM Pusat dan BPN Kantor pertanahan Kabupaten Kendal maupun BPN Kantor wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan stakeholder sekunder adalah kelompok yang memiliki kemungkinan terkena dampak dari proses pengembangan lahan KIK, yaitu masyarakat baik pemilik lahan ataupun tokoh masyarakat yang menjembatani PT. Jababeka dengan pemilik lahan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai identifikasi proses pengembangan lahan kawasan industri dengan studi kasus kawasan industri Kendal, Jawa Tengah, terdapat beberapa rekomendasi untuk para stakeholder terkait, terutama pemerintah daerah dan PT. Jababeka, Tbk. Dalam proses pengembangan lahan KIK, dibutuhkan kapasitas kelembagaan, pengalaman dan sistem kerja yang baik dari Pemerintah Daerah dalam mendampingi swasta untuk berinvestasi di daerahnya. Maka dari itu, beberapa rekomendasi yang dapat penulis berikan terkait proses pengembangan lahan kawasan industri Kendal adalah sebagai berikut.

a. Perlu adanya rotasi di pemerintahan daerah sehingga terjadinya kesetaraan kualitas dalam menghadapi persoalan yang ada di daerahnya. Hal ini direkomendasikan karena terjadinya ketidakjelasan prosedur perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kepada PT. Jababeka. Ketidakjelasan prosedur perizinan yang diberikan Pemerintah daerah ini diduga karena Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal baru pertama kali menghadapi investor pengembangan kawasan indsutri skala besar.

(10)

c. BPMPT Kabupaten Kendal merupakan stakeholder kunci dalam perizinan proses pengembangan lahan KIK karena merupakan perizinan satu pintu di Kabupaten Kendal. Namun, masih adanya keluhan yang muncul dari PT. Jababeka berupa ketidakjelasan prosedur pengembangan lahan, sehingga dari pengalaman pertama pengembangan kawasan industri ini dibutuhkan semacam produk baru dari BPMPT Kendal yang dapat berupa info grafis/ skema yang menggambarkan urutan perizinan yang harus ditempuh dalam proses pengembangan lahan atau pemanfaatan lahan secara keseluruhan di Kabupaten Kendal.

d. PT. Jababeka membutuhkan peningkatan sumberdaya perusahaan khususnya terkait tenaga ahli dalam melakukan proses pengembangan lahan. Hal ini dikarenakan PT. Jababeka masih menyewa jasa konsultan teknis dalam melakukan penyusunan dokumen perencanaan yaitu masterplan, FS, DED dan AMDAL. Jika PT. Jababeka memiliki tenaga ahli, penyusunan dokumen perencanaan dan prasyarat perizinan tersebut dapat dilakukan sendiri. Sehingga akan berkurangnya biaya yang dikeluarkan dalam melakukan proses pengembangan lahan kedepannya.

Daftar Pustaka

Gar-On Yeh dan Wu, F. (1996) The New Land Development Process and Urban Development in Chinese Cities, Joint editors and Blackwell publishers, 331-353

Healey, P (1991) Model of the Development Process: a review, Journal of Property Research 8, 219-238.

Healey, P. dan S.M. Barrett (1990) Structure and agency in land and property development processes: some ideas for research, Urban Studies 27, 89-103.

Hudalah, D et all. (2007) Industrial Land Development and Manufacturing Deconcentration in Greater Jakarta, Urban Geography, vol 34, No 7, 950-971

Hudalah, D dan Firman, T. (2011) Industrial Estate and Post-Suburban Transformation in Jakarta Metropolitan Region, Elsevier, Cities, 40-48

Karyoedi, Moch. (2006) Eksternalitas dan Transaction Cost dalam Mekanisme Pasar pada Pengemangan Lahan dan Properti di Kawasan Perkotaan Bandung, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.17/No.2, 1-20

Winarso, H, dkk. (2006) Studi Pengembangan Lahan Informal Di Perkotaan, Studi Kasus: Cirebon Dan Palangkaraya, Research Series UPDRG 01-2006, Urban Planning and Design Research Group, ITB.

Yudono, A. (2011) Pengembangan, Pengadaan dan Kebijakan Lahan perkotaan, slide mata kuliah pengembangan lahan, jurusan PWK Universitas Brawijaya.

Ranotra, Cindie (2011): Evaluasi Kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal dalam Mewujudkan Rencana Kawasan Ekonomi Khusus. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota UGM

Sasongko, Adryan (2014): Peran Kepemimpinan dalam kerjasama Pengendalian Banjir di Kawasan Metropolitan JABODETABEK. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota ITB Talitha, Tessa (2014): Model Kerja Sama Antar

Daerah dalam Perencanaan Sistem Transportasi Wilayah Metropolitan Bandung Raya. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota ITB.

Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu Di Kabupaten Kendal

Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu Di Kabupaten Kendal

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 35/M-Ind/Per/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 20

Gambar

Tabel 1. Data Wawancara Semi Terstruktur
Gambar 1. Proses Pengembangan Lahan Kawasan Industri Kendal Sumber: Hasil Analisis, 2015
Gambar 2. Proses Pembebasan Lahan Kawasan Industri Kendal Sumber: Hasil Analisis, 2015
Gambar 3. Penyusunan DED Kawasan Industri Kendal Sumber: Hasil Analisis, 2015
+3

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis Analisis Kesesuaian Lahan dan Arahan Pengembangan Kawasan Pesisir Kepulauan Padaido Biak-Papua1. Nama : Turbey

Judul Tesis Analisis Kesesuaian Lahan dan Arahan Pengembangan Kawasan Pesisir Kepulauan Padaido Biak-Papua1. Nama : Turbey

APBN, APBD Kota Membebaskan dan menyiapkan lahan matang Sematang Borang dan Kawasan Sungai Musi Bappeda, Dinas Tata Kota, Dinas PU Pembebasan Lahan dan Penyiapan Lahan I

Lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Gorontalo diperoleh dari hasil operasi tumpang tindih (overlay) antara peta kesesuaian

Selain itu pengelolaan lahan juga ditentukan oleh kemampuan sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengembangan kawasan baik petugas di kawasan maupun

yang terlibat dalam proses serta konflik pembebasan lahan pembangunan.

Lahan Kritis di Kawasan Dataran Rendah Lahan kritis di kawasan dataran rendah terjadi akibat adanya genangan air atau proses sedimentasi pengendapan bahan yang menutupi lapisan

Lahan yang diarahkan untuk pengembangan adalah lahan yang berada di Areal Penggunaan Lain dan Hutan Produksi, dengan status perizinan yang dapat digunakan adalah lahan yang memiliki