• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1. Ainapasha Alifah(01)

2. Aisyah Fadhillah (02)

3. Dewi Anggraeni .S (04)

4. Lisa Nurlyeni(09)

5. Prima Dita .A(16)

6. Tiara Egga .A(22)

Sejarah Perkembangan Islam di

Nusantara

(2)
(3)

Peta Penyebaran Islam di Nusantara

Awal Masuknya Islam di Indonesia

Proses Islamisasi di setiap daerah di Indonesia dilakukan secara bertahap. Daerah yang pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah Indonesia bagian Barat. Daerah ini merupakan jalur perdagangan internasional sehingga pengaruh dapat dengan cepat tumbuh di sana. Daerah pesisir itu nantinya menumbuhkan pusat-pusat kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Pidie, Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, Goa Makasar, Gresik, Tuban, Cirebon, Ternate dan Tidore sebagai pusat kerajaan Islam yang berada disekitar pesisir. Kota-kota pelabuhan seperti Jepara, Tuban, Gresik, Sedayu adalah kota Islam di Pulau Jawa. Di Jawa Barat telah tumbuh kota-kota Islam seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten

Ada beberapa pendapat mengenai proses Islamisasi di Indonesia. Menurut Ricklefs, proses Islamisasi dilakukan dengan dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing (Arab, India, Persia, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal sehingga ajaran Islam dengan mudah masuk dalam kehidupan pribumi (orang Indonesia). Perkembangan berikutnya penyebaran Islam dilakukan melalui pertunjukan kesenian, diplomasi politik dengan penguasa setempat, membuka lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren, dan tasawuf.

Para sejarawan Indonesia berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini berdasarkan bukti bahwa pada abad ke-7 di pusat kerajaan Sriwijaya telah dijumpai perkampungan-perkampungan pedagang Arab. Pendapat lain dikemukan oleh Mouquette (Ilmuwan Belanda) yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13-14 Masehi. Penentuan waktu itu berdasarkan tulisan pada batu nisan yang ditemukan di Pasai. Batu nisan itu berangka tahun 17 Djulhijah 831 atau 21 September 1428 M dan identik dengan batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (822 H atau 1419 M) di Gresik, Jawa Timur. Begitu juga dengan ditemukannya batu nisan Malik al-Saleh ( raja Samudera Pasai) yang berangka tahun 698 H atau 1297 M. Selain sumber batu nisan, sumber lainnya didapat dari tulisan Marcopolo (pedagang Venesia) yang singgah di Sumatera dalam perjalanan pulangnya dari Cina pada tahun 1292. Di sana disebutkan bahwa Perlak merupakan kota Islam.

Golongan pembawa Islam di Nusantara

(4)

Adapun ketiga teori tersebut yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Nusantara antara lain sebagai berikut :

a. Islam datang dari Arab (teori Mekah) b. Islam datang dari Gujarat (teori Gujarat) c. Islam datang dari Persia (teori Persia) .

1. Islam datang dari Arab ( teori Mekah )

Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Dasar teori ini adalah :

a. Pada abad ke-7 yaitu tahun 674 M dipantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab) dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.

b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh mazhab Syafii terbesar pada waktu itu di Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.

c. Raja-raja samudra Pasai menggunakan gelar Al-Maliki yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Mekah ini adalah Buya Hamka, Alwi Shihab, Ahmad Mansur Suryanegara, Fazlur Rahman, Crawford, Niemann, De Holander. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad ke-13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya Agama Islam ke Nusantara terjadi sebelumnya yaitu abad ke-7 M dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

Prof. Dr. H. Hamka

2. Islam datang dari Gujarat ( teori Gujarat )

(5)

pada pertengahan abad ke-7 M. Pendapat tersebut didasarkan pula kepada unsur-unsur Islam di Nusantara yang menunjukkan persamaannya dengan India.

Menurut pendapat Prof. DR. Azyumardi Azra (Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah), teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje tidak benar. Dia mengatakan Islam dibawa oleh pedagang yang datang dari Gujarat pada abad ke- 12 atau abad ke-13. Padahal masa itu, Gujarat dikuasai oleh kerajaan Hindu yang kerap mengusir kapal-kapal pedagang muslim yang disanggah.

Christian Snouck Hurgronje

3. Islam datang dari Persia (teori Persia)

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 M dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Teori ini mengungkapkan adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam Nusantara dengan penduduk Persia. Misalnya peringatan hari Asyura (10 Muharam) atas meninggalnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad, yang sangat dijunjung oleh orang Syi’ah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf

Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat. Baris atas disebut Jabar, bawah disebut Ajer, dan depan disebut Pes, sedang dalam bahasa Arab ejaan itu disebut Fathah, Kasrah dan Dhommah. Didalam tulisan Arab, Sin bergigi sedangkan dalam tulisan Persia tidak bergigi sementara itu, Oemar Amir Hoesin mengatakan bahwa di Persia terdapat suku bangsa ”Leren”. Beliau inilah yang dahulu datang ke tanah Jawa sebab di Giri terdapat Kampung Leran, dan nisan Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik.Pendukung teori Persia adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat, Haji Muhammad Said, J.C. Van Leur, M. Dahlan Mansur dan Haji Abu Bakar Aceh.

(6)

Peran penyebaran Islam di Nusantara

Proses persebaran pengaruh Islam di Nusantara berjalan dengan lancar. Hal itu terbukti dari wilayah persebaran yang luas, mencakup hampir seluruh kepulauan Nusantara.

Penyebabnya antara lain sebagai tersebut :

1. Agama Islam yang menyebar di Nusantara disesuaikan dengan adat dan tradisi bangsa Indonesia dan dalam penyebarannya dilakukan dengan damai tanpa kekerasan.

2. Agama Islam tidak mengenal sistem kasta dan menganggap semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT.

3. Upacara-upacara dalam Agama Islam sangat sederhana bila dibandingkan dengan Agama lainnyaa.

4. Faktor politik ikut memperlancar penyebaran Agama Islam di Nusantara, yaitu keruntuhan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai kerajaan Budha dan Hindu di Nusantara.

5. Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah. Seseorang telah dianggap telah masuk Islam bila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat

Dari faktor penyebab tersebut diatas agama Islam dapat diterima oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari ke Sembilan Walisongo.

(7)

A. Peran Ulama dalam Penyebaran Agama Islam

Tokoh ulama yang besar perannya dalam penyebaran agama islam di Nusantara terutama kelompok Walisongo yang memusatkan kegiatannya di Demak.

Walisongo terdiri dari:

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Sunan Gresik disebut juga "Maulana Maghribi". Dikalangan rakyat kecil beliau terkenal sebagai ulama yang berbudi luhur dan sangat dermawan. Beliau berperan menyebarkan Islam di Gresik dan sekitarnya. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmad)

Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Dalam berdakwah beliau berusaha membimbing rakyat agar menjalankan ajaran Islam dengan menghilangkan kebiasaan masyarakat yang bukan ajaran Islam. Beliau salah seorang yang berjasa mendirikan Masjid Demak dan Kerajaan Demak.

3. Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim)

Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M. Beliau berperan menyebarkan agama Islam didaerah Tuban dan Lasem. Dalam berdakwah beliau menggunakan media gamelan yang disebut bonang, sehingga beliau dipanggil Sunan Bonang.

4. Sunan Giri (Raden Paku)

Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa. Dalam Penyebaran Islam beliau mendirikan pondok pesantren. Muridnya berasal dari berbagai penjuru tanah air, misalnya dari Ternate, Tidore, Pulau Bawean, Madura dsb.

5. Sunan Drajat (Raden Qosim)

Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon. Beliau terkenal sebagai ulama yang besar jiwa sosialnya. Gamelam merupakan media dakwah yang digunakan. Beliau berperan menyebarkan Islam didaerah Drajat, sekitar Lamongan.

6. Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid)

(8)

Beliau terkenal sebagai ulama yang berjiwa besar, pandai bergaul disemua lapisan

masyarakat. Disamping sebagai seorang mubaligh, beliau juga ahli filsafat, budayawan dan kesenian. Sunan Kalijaga berperan menyebarkan Islam didaerah sekitar Demak.

7. Sunan Kudus (Ja'far Shodiq)

Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.Beliau berperan menyebarkan Islam didaerah Kudus. Beliau seorang wali yang menguasai ilmu agama Islam, seperti tauhid, fiqih dan Hadist. Menara Kudus adalah peninggalan beliau yang sangat terkenal.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)

Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.Sunan Muria putra Sunan Kalijaga berperan menyebarkan Islam didaerah Colo lereng Gunung Muria. Beliau suka bergaul dengan rakyat jelata sambil berdakwah.

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan

Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.Beliau berperan menyebarkan Islam di Banten dan Cirebon. Disamping sebagai ulama beliau juga penglima perang, dan sebagai raja.

Adapun peranan wali secara garis besar adalah:

1. Dibidang agama sebagai penyebar agama Islam, baik melalui dakwah, mendirikan pondok pesantren maupun melalui media seni.

2. Dibidang politik, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat raja-raja Islam, atau sebagai raja.

3. Dibidang seni budaya, berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuikan dengan budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.

B. Peranan Perdagangan dalam Proses Penyebaran Islam

(9)

Jatuhnya Malaka ketangan Portugis 1511, semakin mendorong perkembangan Islam di Nusantara, sebab Portugis menerapkan perdagangan monopoli, yang menyebabkan pedagang Islam memindahkan kegiatannya. Diantaranya ke Aceh, Banten, Banjarmasin, Goa dll. Dari pusat-pusat perdagangan yang ada ditepi pantai, agama Islam kemudian tersebar kedaerah-daerah pedalaman.

C. Peranan Perkawinan dalam Proses Penyebaran Islam

Perkawinan juga memegang penting dalam penyebaran agama Islam. Banyak pedagang Arab, Persia dan Gujarat menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri bangsawan atau raja. Misalnya Syeh Maulana Ishak menikahi Dewi Sekardadu, putri raja Blambangan yang menurunkan Sunan Giri. Sunan Ampel menikahi Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Majapahit yang berkuasa di Tuban, menurunkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat, dsb. Dengan cara ini, banyak yang ikut memeluk Islam.

D. Peranan Pendidikan dalam Proses Penyebaran Islam

Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan berupa pendidikan di pondok-pondok pesantren. Para santri yang telah lulus merupakan ujung tombak penyebaran Islam didaerahnya masing-masing.

Pondok Pesantren tersebut misalnya:

1. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Gresik di Gresik Jawa Timur.

2. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Ampel di Ampeldenta Surabaya.

3. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Giri di Giri Kedaton Gresik.

Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara

1. Kerajaan Perlak

Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.

a. Sejarah Masuknya Islam

Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.

(10)

Perlak meninggalkan agama lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong memeluk Islam.

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak buah dari Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan Parsi. Dari buah perkawinan mereka lahirlah Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, yang menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak sejak tahun 840. Ibu kotanya Perlak yang semula bernama Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah.

b. Masa Permusuhan Sunni-Syiah

Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok Sunni dan Syiah. Perebutan kekuasaan antara dua kelompok Muslim ini menyebabkan terjadinya perang saudara dan pertumpahan darah. Silih berganti kelompok yang menang mengambil alih kekuasaan dari tangan pesaingnya.

Aliran Syi'ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi'ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi'ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi'ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai.

Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, Marah Silu dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya beragama Hindu kemudian memeluk Islam aliran Syiah. Oleh karena dapat dibujuk oleh Syaikh Ismail, Marah Silu kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga menganut paham Syafii, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Ketika berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap pemikiran dan pengikut Syi'ah.

Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni, yang menyebabkan kesultanan dalam kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syiah memenangkan perang. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah kemudian memegang kekuasaan kesultanan sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika pemerintahannya berakhir, terjadi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru dimenangkan oleh kelompok Sunni.

(11)

Maulana Shah (986 – 988). Kedua, Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023).

Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-8 sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.

Silsilah

Sebelum berdirinya Kesultanan Perlak, di wilayah Negeri Perlak sudah ada rajanya, yaitu Meurah Perlak Syahir Nuwi. Namun, data tentang raja-raja Negeri Perlak secara lengkap belum ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Pelak adalah sebagai berikut:

1) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864) 2) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888) 3) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913) 4) Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)

5) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932) 6) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat

(932-956)

7) Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983) 8) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023) 9) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059) 10) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078) 11) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109) 12) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135) 13) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160) 14) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173) 15) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat

(1173-1200)

16) Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230) 17) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat

(1230-1267)

18) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)

Catatan :

(12)

c. Periode Pemerintahan

Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya, yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh.

Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.

d. Wilayah Kekuasaan

Sebelum bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai, wilayah kekuasaan Kesultanan Perlak hanya mencakup kawasan sekitar Perlak saja. Saat ini, kesultanan ini terletak di pesisir timur daerah aceh yang tepatnya berada di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.

e. Struktur Pemerintahan Kehidupan Sosial-Budaya

Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang sangat strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini.

Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini. Kedatangan mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosio-budaya masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang. Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.

Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga

(13)

2. Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhokseumawe (sekarang pantai timur Aceh). Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara dan berdiri pada abad ke- 13 M. Wilayahnya strategis karena menghadap Selat Malaka.

Kota Samudera (agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir) yang masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Sile yang masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh.

Setelah resmi menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.

Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah pedalaman meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.

Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:

1) Sultan Malik al Saleh ( 1290 - 1297)

(14)

2. Malik al Mahmud dan Malik al Mansur

Dalam menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur pernah memindahkan ibu kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu oleh kedua perdana menterinya.

3. Sultan Ahmad Perumadal Perumal

Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan Samudera Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan / Kesultanan lain, yakni Kesultanan Delhi (India).

a. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada kegiatan perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini dikarenakan, banyaknya pedagang asing yang sering singgah bahkan menetap di daerah Samudera Pasai, yakni Pelabuhan Malaka. Mereka yang datang dari berbagai negara seperti Persia, Arab, dan Gujarat kemudian bergaul dengan penduduk setempat dan menyebarkan agama serta kebudayaannya masing-masing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Samudera Pasai bertambah maju, begitupun di bidang perdagangan, pelayaran dan keagamannya.

Keberadaan agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di Timur Tengah. Hal itu terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah menjadi Syafi’i di Samudera Pasai. Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu, di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syi’ah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.

Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di samudera Pasai menyesuaikan dengan adat istiadat setempat. Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan adat istiadat setempat.

b. Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai

(15)
(16)

3. Kerajaan Aceh

Pendiri kerajaan ini ialah Ali Mughayat Syah (1513-1528 M). Pada masa

pemerintahannya, Aceh menyatukan kerajaan-kerajaan disekitarnya, seperti Kesultanan Samudra Pasai, Perlak, Lamuri, Benua Tamiang dan Indera Jaya. Raja berikutnya Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1568 M). Dalam masa kekuasaannya, Aceh terus berusaha mengusir Portugis yang berkeinginan menguasai wilayahnya dan menyerang Johor yang bersekutu dengan Portugis. Usaha membangun kebesaran Aceh lainnya adalah menjalin hubungan dengan Turki, Persia, India dan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.

Kerajaan Aceh mencapai kejayaannya dibawah Pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada masa kekuasaanya, wilayah Aceh semakin luas yaitu dari pesisir barat samudra sampai Bengkulu, pesisir timur Sumatera sampai Siale, Johar, Pahang dan Pattani.

Sultan Iskandar Muda kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M). Pada masa kekuasaannya, ia lebih memperhatikan pengembangan dalam negeri ketimbang politik ekspansi, berkembangnya studi Islam masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani karena didukung oleh kehadiran Nuruddin ar Raniri (seorang ahli tasawuf yang berasal dari Gujarat, India. Nuruddin ar Raniri pernah singgah di Aceh sekitar tahun 1637 – 1644 M. Nuruddin ar Raniri banyak menulis buku tasawuf. Hasil karyanya yang terkenal adalah Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh). Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran.

4. Kerajaan Malaka

a. Sejarah

Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.

(17)

perhatian mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.

Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut. Menurut Sejarah Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian tersebut, ia sampai ke Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening Ujong hingga kemudian sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir pantai. Orang-orang Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta Parameswara menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut, ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia sangat terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang berteduh di bawah pohon Malaka. Maka, kawasan tersebut kemudian ia namakan Malaka.

Dalam versi lain, dikatakan bahwa sebenarnya nama Malaka berasal dari bahasa Arab Malqa, artinya tempat bertemu. Disebut demikian, karena di tempat inilah para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan melakukan transaksi niaga. Demikianlah, entah versi mana yang benar, atau boleh jadi, ada versi lain yang berkembang di masyarakat.

b. Politik Negara

Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit.

Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1459— 1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho datang ke Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka.

(18)

kesimpulan bahwa, dalam pandangan Cina, Malaka adalah kerajaan besar dan diperhitungkan.

Di masa Sultan Mansur Syah, juga terjadi perkawinan antara Hang Li Po, putri Maharaja Yung Lo dari dinasti Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi perkawinan ini, Sultan Mansur Shah mengirim Tun Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke negeri China untuk menjemput dan membawa Hang Li Po ke Malaka. Rombonga ini tiba di Malaka pada tahun 1458 dengan 500 orang pengiring.

Demikianlah, Malaka terus berusaha menjalankan politik damai dengan kerajaan-kerajaan besar. Dalam melaksanakan politik bertetangga yang baik ini, peran Laksamana Malaka Hang Tuah sangat besar. Laksamana yang kebesaran namanya dapat disamakan dengan Gajah Mada atau Adityawarman ini adalah tangan kanan Sultan Malaka, dan sering dikirim ke luar negeri mengemban tugas kerajaan. Ia menguasai bahasa Keling, Siam dan Cina.

c. Hang Tuah

Hang Tuah lahir di Sungai Duyung Singkep. Ayahnya bernama Hang Machmud dan ibunya bernama Dang Merdu. Kedua orang tuanya adalah rakyat biasa yang hidup sebagai petani dan penangkap ikan.

Keluarga Hang Tuah kemudian pindah ke Pulau Bintan. Di sinilah ia dibesarkan. Dia berguru di Bukit Lengkuas, Bintan Timur. Pada usia yang masih muda, Hang Tuah sudah menunjukkan kepahlawanannya di lautan. Bersama empat orang kawan seperguruannya, yaitu Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiyu, mereka berhasil menghancurkan perahu-perahu bajak laut di sekitar perairan dan selat-selat di Kepulauan Riau, sekalipun musuh mereka jauh lebih kuat.

Karena kepahlawanan Hang Tuah dan kawan-kawannya tersebut, maka Sultan Kerajaan Malaka mengangkat mereka sebagai prajurit kerajaan. Hang Tuah sendiri kemudian diangkat menjadi Laksamana Panglima Angkatan Laut Kerajaan Malaka. Sedangkan empat orang kawannya tersebut di atas, kelak menjadi prajurit Kerajaan Malaka yang tangguh.

Dalam pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah dikenal memiliki semboyan berikut.

1) Esa hilang dua terbilang 2) Tak Melayu hilang di bumi. 3) Tuah sakti hamba negeri.

(19)

d. Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam

Sebelum muncul dan tersebarnya Islam di Semenanjung Arabia, para pedagang Arab telah lama mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan perdagangan antara Laut Merah dengan Negeri Cina. Berkembangnya agama Islam semakin memberikan dorongan pada perkembangan perniagaan Arab, sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan mereka di kawasan timur semakin besar.

Pada abad VIII, para pedagang Arab sudah banyak dijumpai di pelabuhan Negeri Cina. Diceritakan, pada tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat tinggal para pedagang Arab. Pada abad IX, di setiap pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute perdagangan ke Cina, hampir dapat dipastikan ditemukan sekelompok kecil pedagang Islam. Pada abad XI, mereka juga telah tinggal di Campa dan menikah dengan penduduk asli, sehingga jumlah pemeluk Islam di tempat itu semakin banyak. Namun, rupanya mereka belum aktif berasimilasi dengan kaum pribumi sehingga penyiaran agama Islam tidak mengalami kemajuan.

Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.

Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459—1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.

Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).

Malaka runtuh akibat serangan Portugis pada 24 Agustus 1511, yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri lain.

Silsilah

Raja/Sultan yang memerintah di Malaka adalah sebagai berikut: 1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424) 2. Sri Maharaja (1424—1444)

3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445) 4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459) 5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)

(20)

Periode Pemerintahan

Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah pada tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin dengan putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai. Posisi Malaka yang sangat strategis menyebabkannya cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini direbut oleh Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’albuquerque pada tahun 1511. Saat itu, yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.

Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus menyerang Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti sampai di sini. Sultan Melayu segera memindahkan pemerintahannya ke Muara, kemudian ke Pahang, Bintan Riau, Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke Bintan. Begitulah, dari dahulu bangsa Melayu ini tidak dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah yang memecah belah persatuan dan kesatuan Melayu.

Wilayah Kekuasaan.

Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut: 1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya). 2. Daerah Kepulauan Riau.

3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah. 4. Brunai dan Serawak.

5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).

Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut. 1. Indragiri

2. Palembang

3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran

5. Kerajaan Indrapura

Kerajaan Inderapura merupakan kerajaan yang berada di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan sekarang, di dekat perbatasan dengan provinsi Bengkulu. Secara resmi kerajaan ini merupakan bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Pada prakteknya Inderapura berdiri sendiri serta bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya.

Kerajaan ini pada masa jayanya meliputi wilayah pantai barat Sumatera mulai dari Padang di utara sampai Sungai Hurai di selatan. Produk terpenting Indrapura adalah lada, dan juga emas.

Sejarah Berkembangnya Indrapura

(21)

Namun perkembangan Inderapura baru benar-benar dimulai saat Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Arus perdagangan yang tadinya melalui Selat Malaka sebagian besar beralih ke pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Perkembangan dan ekspansi Inderapura terutama ditunjang oleh lada.

Saat tepatnya Inderapura mencapai status negeri merdeka tidak diketahui dengan pasti. Namun diperkirakan ini bertepatan dengan mulai maraknya perdagangan lada di wilayah tersebut. Pada pertengahan abad keenam belas didorong usaha penanaman lada batas selatan Inderapura mencapai Silebar (sekarang di propinsi Bengkulu). Pada masa ini Inderapura menjalin persahabatan dengan Banten dan Aceh. Saat itu Kesultanan Aceh sudah melakukan ekspansi sampai wilayah Pariaman.

Persahabatan dengan Aceh dipererat dengan ikatan perkawinan antara Raja Dewi, putri Sultan Munawar Syah dari Inderapura, dengan Sri Alam Firman Syah, saudara raja Aceh saat itu, Sultan Ali Ri’ayat Syah (1568-1575). Lewat hubungan perkawinan ini dan kekuatan ekonominya Inderapura mendapat pengaruh besar di Kotaraja (Banda Aceh). Hulubalang dari Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra Sultan Ali Ri’ayat Syah, sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri Alam pada 1576. Namun kekuasaannya hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum disingkirkan dengan dukungan para ulama.

Namun pengaruh Inderapura tak dapat disingkirkan begitu saja. Dari 1586 sampai 1588 saudara Raja Dewi memerintah dengan gelar Sultan Ali Ri’ayat Syah II, sebelum akhirnya terbunuh oleh intrik ulama Aceh.

Kemerosotan

Di bawah Sultan Iskandar Muda (1607-1636), seraya memerangi negeri-negeri penghasil lada di Semenanjung Malaya, Aceh berusaha memperkuat cengkeramannya atas monopoli lada dari pantai barat Sumatera. Kendali ketat para wakil Aceh (disebut sebagai panglima)di Tiku dan Pariaman atas penjualan lada mengancam perdagangan Inderapura lewat pelabuhan di utara. Karena itu Inderapura mulai mengembangkan bandarnya di selatan, Silebar, yang biasanya digunakan untuk mengekspor lada lewat Banten.

Inderapura juga berusaha mengelak dari membayar cukai pada para panglima Aceh. Ini memancing kemarahan Iskandar Muda yang mengirim armadanya pada 1633 untuk menghukum Inderapura. Raja Putih yang memerintah Inderapura saat itu dihukum mati beserta beberapa bangsawan lainnya, dan banyak orang ditawan dan dibawa ke Kotaraja. Aceh menempatkan panglimanya di Inderapura dan Raja Malfarsyah diangkat menjadi raja menggantikan Raja Putih.

(22)

Dominasi VOC diawali ketika Sultan Muhammadsyah meminta bantuan Belanda memadamkan pemberontakan di Inderapura pada tahun 1662. Pemberontakan ini menyebabkan Sultan Inderapura terpaksa melarikan diri beserta ayahnya, Raja Malfarsyah, dan kakak iparnya, Raja Sulaiman. Sebagai imbalan dijanjikan hak monopoli pembelian lada, dan hak pengerjaan tambang emas.

Sebagai reaksi terhadap serbuan rakyat ke kantor dagang di Inderapura tanggal 6 Juni 1701 VOC membalas dengan mengirim pasukan yang tidak hanya membunuhi dan merampok penduduk tetapi juga memusnahkan semua tanaman lada yang merupakan sandaran ekonomi Inderapura. Keluarga raja Inderapura mengungsi ke pegunungan. VOC mengangkat Sultan Pesisir sebagai raja.

Indrapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Airhaji menyerbu Indrapura karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Pesisir. Raja Inderapura mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824)

6. Kerajaan Sriwijaya

Pengaruh Islam

Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di Asia Tenggara, sekaligus sebagai pusat pembelajaran agama Budha, juga ramai dikunjungi pendatang dari Timur Tengah dan mulai dipengaruhi oleh pedagang dan ulama muslim. Sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh Sriwijaya. Ada sumber yang menyebutkan, karena pengaruh orang muslim Arab yang banyak berkunjung di Sriwijaya, maka raja Sriwijaya yang bernama Sri Indrawarman masuk Islam pada tahun 718. Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya adalah masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat masyarakat Budha dan Muslim sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya berkirim surat ke khalifah Islam di Suriah. Bahkan disalah satu naskah surat adalah ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dengan permintaan agar khalifah sudi mengirimkan da'i ke istana Sriwijaya.

Raja Sri Maharaja

Sri Maharaja Indra Warmadewa atau Sri Indrawarman merupakan seorang maharajaSriwijaya, yang namanya dikenal dalam kronik Tiongkok sebagai Shih-li-t-'o-pa-mo.

(23)

Kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-'o-pa-mo pada tahun 724 mengirimkan hadiah buat kaisar Cina, berupa ts'engchi (bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).

7. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Pendirinya ialah Raden Fatah (1478 – 1518 M). Kerajaan ini memiliki wilayah yang luas dan membentang di pesisir utara Jawa, bekas Kerajaan Majapahit.

Setelah sebagian besar wilayah Jawa dikuasainya, Kerajaan Demak melakukan ekspansi ke luar Jawa. Caranya, dengan menyerang Malaka yang sudah jatuh ketangan Portugis. Pemimpin serangan itu ialah Pati Unus (1518-1521 M) dan dikenal dengan Pangeran Sabrang Lor. Serangan itu mengalami kegagalan, karena jarak serangan terlalu jauh dan Demak kurang memiliki persenjataan. Walaupun gagal, kerajaan Demak telah membuktikan bahwa kerajaan Nusantara mampu melawan kekuatan bangsa Barat.Kerajaan Demak mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546 M). Pada masa pemerintahannya, Demak berusaha membendung masuknya Portugis ke Jawa. Setelah Sultan Trenggono wafat, Demak mengalami kemunduran yang disebabkan adanya perebutan kekuasaan dan kelemahan sistem pemerintahan di Kerajaan Demak. Kerajaan Demak memiliki peranan besar sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa. Demak pun membangun masjid yang menggunakan perpaduan antara kebudayaan Jawa dan Islam. Masjid yang dimaksud adalah Masjid Raya Demak dan Masjid Raya Kudus.

8. Kerajaan Gresik

Giri Kedaton adalah sebuah “kerajaan” agama Islam di daerah Gresik, Jawa Timur sekitar abad ke-15 sampai 17. Kerajaan ini pernah berjaya sebagai pusat agama Islam yang pengaruhnya bahkan sampai menyebar ke daerah Maluku.

Awal Berdirinya

Giri Kedaton didirikan oleh Raden Paku, seorang anggota Walisongo tahun 1487. Suatu ketika dikisahkan, Raden Paku pergi menemui ayahnya yang menjadi ulama di Pasai, bernama Maulana Ishak. Ayahnya itu menyuruhnya untuk membangun sebuah pondok pesantren di daerah Gresik.

Raden Paku menemukan tanah yang mirip dengan tempat tinggal ayahnya. Tanah tersebut terletak di Bukit Giri (sekarang masuk kecamatan Kebomas, Gresik). Di atas bukit itu didirikan sebuah pesantren bernama Giri Kedaton. Raden Paku sebagai pemimpin bergelar Prabu Satmata, atau Sunan Giri I.

Puncak Kejayaan

(24)

Keruntuhan

Giri Kedaton yang sudah menjadi bawahan Mataram kemudian mendukung pemberontakan Trunojoyo dari Madura terhadap pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Panembahan Ageng Giri aktif mencari dukungan untuk memperkuat barisan pemberontak.

Puncak pemberontakan terjadi tahun 1677 di mana Kesultanan Mataram mengalami

keruntuhan. Amangkurat I sendiri tewas dalam pelarian. Putranya yang bergelar Amangkurat II bersekutu dengan VOC melancarkan aksi pembalasan.

Amangkurat II yang menjadi raja tanpa takhta berhasil menghancurkan pemberontakan

Trunojoyo akhir tahun 1679. Sekutu Trunojoyo yang bertahan paling akhir adalah Giri Kedaton. Pada bulan April 1680 serangan besar-besaran terhadap Giri dilancarkan oleh VOC–Belanda. Murid andalan Giri yang menjadi panglima para santri bernama Pangeran Singosari gugur dalam peperangan.

Panembahan Ageng Giri ditangkap dan dihukum mati menggunakan cambuk. Tidak hanya itu, anggota keluarganya juga dimusnahkan. Sejak saat itu berakhirlah riwayat Giri Kedaton.

Daftar Para Penguasa

Berikut ini adalah daftar para pemimpin Giri Kedaton.

1. Sunan Giri I atau Prabu Satmata atau Raden Paku (1487–1506)

2. Sunan Dalem atau Sunan Kedul atau Sunan Giri II (1487–1546)

3. Sunan Seda ing Margi atau Sunan Giri III (1546–1548)

4. Sunan Prapen atau Sunan Mas Ratu Pratikal atau Sunan Giri IV (1548–1605)

5. Sunan Kawis Guwa atau Sunan Giri V (1605)

6. Panembahan Ageng Giri (1680)

7. Panembahan Mas Witana Sideng Rana

9. Kerajaan Pajang

Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Muslim di Pasisir

(25)

Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak.

Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu

Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan sekitarnya.

Sepeninggal Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.

Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara dan puteri Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris takhta Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.

Keruntuhan

Sepulang dari perang, Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.

Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.

Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap

menganggapnya sebagai saudara tua.

Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.

Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya.

Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, di mana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.

Daftar Raja Pajang

1. Jaka Tingkir atau Hadiwijaya

(26)

3. Pangeran Benawa atau Prabuwijaya

10. Kerajaaan Mataram Islam

Pendiri Kerajaan Mataram ialah Kyai Ageng Pamanahan. Setelah meninggal tahun 1575 M, Pamanahan digantikan oleh anaknya bernama Sutawijaya. Pada masa pemerintahan Sutawijaya, wilayah kekuasaan Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon dan sebagian Priangan.

Sutawijaya kemudian digantikan Mas Jolang (1511-1613 M). Pada masa pemerintahan Mas Jolang, Mataram Islam tidak mampu memperluas wilayahnya karena disibukkan dengan usaha mengatasi para pemberontak.

Pengganti Mas Jolang ialah Raden Rangsang (1613-1645 M) yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo. Cita-cita perjuangan kedua pendahulunya tetap dilanjutkan sejak tahun 1614 M, Sultan Agung mulai bergerak menaklukkan kembali daerah di pesisir utara Jawa. Balatentara Mataram berhasil menaklukkan Lumajang, Pasuruan, Kediri, Tuban, Pajang, Lasem, Madura, Surabaya dan Sukadana (Kalimantan). Sedangkan di daerah pedalaman yang tidak mau tunduk kepada kerajaan Mataram Islam, yaitu Madura, Ponorogo, Blora dan Bojonegoro. Setelah Surabaya jatuh hampir seluruh Jawa dikuasainya hanya tinggal Cirebon, Banten dan Batavia yang belum dikuasai. Pada tahun 1628 M dan 1629 M Mataram menyerang Batavia, namun tidak berhasil karena kurangnya persiapan logistik. Sultan Agung adalah seorang organisator, ahli politik, ahli filsafat dan ahli sastra. Berikut ini adalah hasil karya Sultan Agung, yaitu :

a. Tahun 1833 M, Sultan Agung menciptakan Tarikh Jawa Islam yang dimulai 1 Muharam 1043 H.

b. Mengarang buku ”sastra gending” yang berisi ajaran filsafat mengenai kesucian jiwa. c. Membuat buku undang-undang hukum pidana dan perdata yang diberi nama ”surya

alam”.

11. Kerajaan Cirebon

Awalnya Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran. Pada abad ke- 16, Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan pusat perdagangan di pantai Jawa Barat bagian utara. Setelah jumlah pedagang semakin banyak dan proses Islamisasi berkembang terus, Sunan Gunung Jati segera membentuk pemerintahan kerajaan Islam Cirebon.

Cirebon dan Demak memiliki hubungan dekat. Secara ekonomi, pelabuhan Banten dijadikan sebagai pelabuhan bagi perkembangan ekonomi Demak di wilayah Cirebon, sebelum pelabuhan ini berdiri sendiri sebagai kerajaan. Adapun secara politik dan budaya, hubungannya terjadi melalui perkawinan. Pada tahun 1524 M, Sunan Gunung Jati menikahi saudara perempuan raja Demak. Dari perkawinan tersebut, Sunan Gunung Jati memperoleh anak bernama Hasanuddin yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Banten, setelah Demak merebut Banten dari

(27)

Versi pertama dikemukakan oleh sejarawan Hoesien Djajadiningrat (1913) yang merujuk pada sumber yang dikemukakan oleh catatan sejarah bangsa Portugis dan sumber-sumber lainnya mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati ialah sama dengan Fatahillah, Falatehan, Tagaril, atau Syarif Hidayatullah. Versi kedua dikemukakan oleh sejarawan Atja (1972) dan Edi S. Ekadjati (2000) mengatakan bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati ialah dua orang yang berbeda, walaupun keduanya ialah sama-sama tokoh penyebar Islam di Cirebon. Versi kedua ini didukung oleh Babad Cirebon dan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari.

12. Kerajaan Banten

Hasanuddin sebagai anak dari Sunan Gunung Jati dianggap sebagai raja dari Kerajaan/Kesultanan Banten yang pertama. Adapun Sunan Gunung Jati dianggap sebagai pendiri kerajaan Banten.

Seperti halnya ayahnya, Hasanuddin memiliki hubungan keluarga dengan Raja Demak (Sultan Trenggono) melalui perkawinan. Dari perkawinan tersebut, Hasanuddin memperoleh dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Anak kedua diangkat menjadi penguasa Jepara, sedangkan Maulana Yusuf sebagai anak pertama diangkat menjadi Raja Banten.

Perebutan tahta di Banten terjadi sepeninggal Maulana Yusuf, yaitu antara Maulana Muhammad (anak Maulana Yusuf) dengan Pangeran Jepara. Namun usaha ini dapat digagalkan oleh pasukan Banten. Dari kegagalan serangan tersebut, Banten dan Cirebon berdiri sebagai kerajaan yang berdaulat.

Banten mencapai masa kejayaannya dibawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682 M). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat pertempuran melawan VOC. Kegigihan Sultan Ageng ditentang oleh Sultan Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk menggunakan politik adu domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat ditangkap Belanda tahun 1683 M dan dipenjara di Batavia sampai akhirnya wafat tahun 1692 M. Akhirnya, Sultan Haji dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan VOC. Harus menerima kenyataan bahwa Belanda memonopoli perdagangan di Banten.

Daftar penguasa Banten :

1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570

2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585

3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596

4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 - 1647

5. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651

6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682

(28)

8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690

9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733

10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747

11. Ratu Syarifah Fatimah 1747 - 1750

12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773

13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 - 1799

14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803

15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808

16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 – 1813

13. Kerajaan Bone

Kerajaan Bone berdiri sekitar tahun 1335. Raja Bone pertama yang masuk Islam adalah raja Bone ke-XI yang bernama LATENRI RAWE BONGKANG. Setelah masuk Islam beliau bergelar Sultan Adam. Raja-raja Bone yang masuk Islam terkenal keras dalam melaksanakan agama Islam.

Masuk Islam, didahului oleh kerajaan Gowa. Ketika raja Bone belum masuk Islam dan mengajak rakyatnya memeluk agama Islam, kerajaan Bone belum dianggap sederajad oleh kerajaan Gowa. Diutuslah seorang menteri dari Bone untuk menyampaikan hal tersebut. Raja Bone menolak ajakan dari raja Gowa. Penolakan berarti membuka jalan kepada peperangan.

Peperangan antara kerajaan Gowa dan Bone tak dapat dielakkan lagi. Menurut anggapan raja Gowa, peperangan ini adalah peperangan antara Islam dan Kafir.

Dalam peperangan itu, kerajaan Bone tak mampu menghadapi kerajan Gowa hingga mereka menyerah kalah. Selanjutnya, raja Bone memeluk Islam beserta rakyatnya. Raja Bone dengan giat mengajak rakyatnya memeluk Islam hingga penduduk di pelosok desa pun.

Kokohnya raja Bone memegang agama Islam terbukti sikap dari raja Bone:

- Raja Bone ke-13, yang memerintah pada tahun 1634 yaitu LA MADDA REMENG.

Ia melaksanakan hukuman berat bagi yang tidak melaksanakan agama Islam dengan benar.

(29)

14. Kerajaan Wajo

Kerajaan Wajo berasal dari komune-komune dari berbagai arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang dipimpin seorang yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulung. Sepeninggal beliau, komune tersebut berpindah ke Boli yang dipimpin oleh seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabbi. Selama lima generasi, kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo. Kerajaan pra-wajo yakni Cinnongtabi dipimpin oleh masing-masing : La Paukke Arung Cinnotabi I, We Panangngareng Arung Cinnotabi II, We Tenrisui Arung Cinnotabi III, La Patiroi Arung Cinnotabi IV. setelahnya, kedua putranya menjabat sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V yakni La Tenribali dan La Tenritippe. Setelah mengalami masa krisis, sisa-sisa pejabat kerajaan Cinnotabi dan rakyatnya bersepakat memilih La Tenribali sebagai raja mereka dan mendirikan kerajaan baru yaitu Wajo. adapun rajanya bergelar Batara Wajo. Wajo dipimpin oleh, La Tenribali Batara Wajo I (bekas arung cinnotabi V), kemudian La Mataesso Batara Wajo II dan La Pateddungi Batara Wajo III. Pada masanya, terjadi lagi krisis bahkan Batara Wajo III dibunuh. kekosongan kekuasaan menyebabkan lahirnya perjanjian La Paddeppa yang berisi hak-hak kemerdekaan Wajo. setelahnya, gelar raja Wajo bukan lagi Batara Wajo akan tetapi Arung Matowa Wajo hingga adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia

15. Kerajaan Soppeng

Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan Soppeng.

16. Kerajaan Gowa-Tallo

Kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan sebenarnya terdiri atas dua kerjaan:

Gowa dan Tallo. Kedua kerajaan ini kemudian bersatu. Raja Gowa, Daeng Manrabia, menjadi raja bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Karaeng Mantoaya, menjadi perdana menteri bergelar Sultan Abdullah. Karena pusat pemerintahannya terdapat di Makassar, Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar.

Karena posisinya yang strategis di antara wilayah barat dan timur Nusantara, Kerajaan Gowa dan Tallo menjadi bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur yang kaya rempah-rempah. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut Makassar.

Raja yang terkenal dari kerajaan ini ialah Sultan Hasanuddin (1653-1669).

(30)

Karena merupakan bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur, Hasanuddin bercita-cita menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini merupakan ancaman bagi Belanda sehingga sering terjadi pertempuran dan perampokan

terhadap armada Belanda. Belanda kemudian menyerang Makassar dengan bantuan Aru Palaka, raja Bone. Belanda berhasil memaksa Hasanuddin, Si Ayam Jantan dari Timur itu menyepakati Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Isi perjanjian itu ialah: Belanda mendapat monopoli dagang di Makassar, Belanda boleh mendirikan benteng di Makassar, Makassar harus melepaskan jajahannya, dan Aru Palaka harus diakui sebagai Raja Bone.

Sultan Hasanuddin kemudian digantikan oleh Mapasomba. Namun, Mapasomba tidak berkuasa lama karena Makassar kemudian dikuasai Belanda, bahkan seluruh Sulawesi Selatan.

Tata kehidupan yang tumbuh di Makassar dipengaruhi oleh hukum Islam.

Kehidupan perekonomiannya berdasarkan pada ekonomi maritim: perdagangan dan pelayaran. Sulawesi Selatan sendiri merupakan daerah pertanian yang subur. Daerah-daerah taklukkannya di tenggara seperti Selayar dan Buton serta di selatan seperti Lombok, Sumbawa, dan Flores juga merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya alam. Semua itu membuat Makassar mampu memenuhi semua kebutuhannya bahkan mampu mengekspor.

Karena memiliki pelaut-pelaut yang tangguh dan terletak di pintu masuk jalur perdagangan Indonesia Timur, disusunlah Ade’Allapialing Bicarana Pabbalri’e, sebuah tata hukum niaga dan perniagaan dan sebuah naskah lontar yang ditulis oleh Amanna Gappa.

17.

Kerajaan Makassar

Pada abad ke- 16 di pulau Sulawesi berkembang banyak kerajaan diantaranya kerajaan Luwu, Gowa, Wajo, Soppeng, Tallo dan Bone. Diantara kerajaan-kerajaan tersebut terdapat persaingan perebutan hegemoni di Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia bagian Timur. Dua kerajaan berhasil memenangkan persaingan tersebut, yaitu Gowa dan Tallo yang kemudian lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar.Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669 M).

(31)

sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palaka (Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka. Akhirnya Makasar diduduki VOC melalui Perjanjian Bongaya tahun 1667 M.

18. Kerajaan/Kesultanan Jailolo

Kesultanan Jailolo secara utuh dari raja pertamanya “Kolano Daradjati”. Daftar sisilah raja-raja Jailolo tersebut terdiri dari tiga bagian. Lembaran besar adalah uraian daftar sisilah yang skemanya diuraikan seperti “pohon terbalik” yang seluruh tulisan nama-namanya beraksara Arab, satu lembar lagi adalah salinan ulang yang juga dalam aksara Arab namun lebih diperinci dan diperjelas dengan melingkari tiap-tiap nama yang tertera karena lembaran aslinya sudah hampir lapuk, sedangkan satu lagi lembar kecil bertuliskan huruf arab dan yang berlafadz-kan bahasa Tidore adalah Surat Keterangan yang manjelaskan tentang daftar sisilah tersebut. Sebelum

Sdr. Abdullah “Abdul Rahman Haryanto” Syah dinobatkan menjadi Sultan Jailolo masa kini, para keturunan Sultan Doa yang tersebar di mana-mana yakni di Tidore (Soa Sambelo, Mareku dan Toloa), pulau Ternate (Dufa-Dufa), pulau Moti, pulau Makian dan di pulau Ambon sesuai alur dalam daftar sisilah tersebut, mereka seakan telah menutup diri untuk memikirkan “ke-Jailolo-an” nya. Bagi mereka itu semua adalah bagian dari masa lalu. Mungkin yang mereka pikirkan adalah; Cukup kami anak-cucu tahu bahwa nenek moyang kami memang berasal dari Jailolo, itu saja. Dan mungkin juga semboyan latin; “Ibi Bene Ubi Patria – yang berarti ; Dimana hidupku senang di situlah tanah airku” yang ada dalam pikiran mereka, Wallahu wa’lam. Hanya mereka yang tahu. Apalagi setelah dinobatkannya Sdr. Abdullah “Abdul Rahman Haryanto” Syah menjadi “symbol” kesultanan Jailolo modern, membuat ke-tertutup-an mereka semakin rapat. Mengingat hampir semua dari mereka tahu bahwa keturunan Sultan Doa hijrah ke pulau Tidore dan menjadi kawula kesultanan Tidore dan diberikan sebuah kawasan untuk membangun pemukiman (Soa Sambelo – Sabua ma belo) waktu itu adalah akibat dari pergolakan politik intern antar

bangsawan di istana Jailolo ketika itu, beliau menyingkir meninggalkan takhtanya dengan tujuan menghindari perang saudara dan pertumpahan darah yang lebih dahsyat lagi yang bisa

mengancam kelangsungan dan kehormatan Buldan Jailolo di Limau Tagalaya – Jailolo.

Muhammad Arif Bila (dalam sisilah tersebut ditulis Sultan Gugu Alam) adalah keturunan ke-8 dari Prins Gugu Alam. Prins Gugu Alam adalah nenek moyang keturunan kedelapan ke atas dari Sultan Gugu Alam alias Muhammad Arif Bila – Ada beberapa nama yang sama dalam sisilah ini, namun pada jenjang dan periode yang berbeda waktunya. Prins Gugu Alam adalah adalah adik bungsu dari Sultan Doa dan Prins Prentah. Mereka bertiga adalah anak dari Sultan Yusuf , Sultan Jailolo yang menjadi Sultan Jailolo di tanah Jailolo (Limau Tagalaya) sekitar tahun 1500-an, data tahun yang tepat belum bisa dipastikan.

(32)

Kamaluddin dari Tidore (1784-1797) yang tidak lain adalah kakak dari Nuku. Ketika Nuku baru menjadi Sultan di Tidore Muhammad Arif Bila adalah seorang panglima yang handal.

Setelah Nuku mengangkat Muhamad Arif Bila menjadi Sultan Jailolo I (sebutan menurut catatan dari sumber Belanda), tidak semua orang di pulau Halmahera (Utara) mengakui keabsahan dia sebagai Sultan Jailolo, lagi pula mereka yang mengklaim dirinya sebagai Sultan Jailolo ini (sejak tahun 1637 hingga 1918 saat dibuang ke Cianjur) mereka tidak pernah berkuasa di atas tanah Jailolo itu sendiri, melainkan hanya menjadi Sultan Jailolo di pengasingan saja seperti di Weda dan Halmahera belakang termasuk juga juga di pulau Seram.

19. Kesultanan Bacan

Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau Bacan, Kepulauan Maluku. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun

1521. Meski berada di Maluku, wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua Barat. Banyak kepala suku di wilayah Waigeo, Misool yang terletak di Raja Ampat dan beberapa daerah lain yang berada di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.

20. Kerajaan Ternate dan Tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan di kepulauan Maluku. Dalam sejarah perkembangannya, kedua kerajaan tersebut bersaing untuk memperebutkan kekuasaan politik dan ekonomi. Tidak jarang mereka melibatkan kekuatan-kekuatan asing, seperti Portugis,

Spanyol dan Belanda. Kekuatan-kekuatan asing tersebut dalam perkembangannya berambisi pula untuk menguasai secara monopoli perdagangan rempah-rempah di kawasan ini. Persaingan antara kerajaan Ternate dan Tidore diperburuk dengan ikut campurnya bangsa Portugis yang membantu Ternate dan bangsa Spanyol yang membantu Tidore. Setelah memperoleh

keuntungan, kedua bangsa barat tersebut bersepakat untuk menyelesaikan persaingan mereka dalam Perjanjian Saragosa ( 22 April 1529). Hasil perjanjian tersebut, Spanyol harus

meninggalkan Maluku dan menguasai Philipina, sedangkan Portugis tetap melakukan perdagangan di kepulauan Maluku.

(33)

21. Kesultanan Paser

Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan dan Pamukan. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser merupakan salah satu bekas

negaradependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya". Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa.

22. Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520, masuk Islam 24 September 1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian berakhir 24 Januari 1905) adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan,

Indonesia. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura

dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.

Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan. Raja Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat

pemerintahan di Kampung Banjarmasih yang menggantikan pamannya raja Pangeran Tumenggung (Raden Panjang). Raja Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang

memindahkan pusat pemerintahan di Kampung Banjarmasih yang menggantikan pamannya raja Pangeran Tumenggung (Raden Panjang) adalah Sultan Suriansyah pada 1520-1546

23. Kesultanan Kota Waringin

Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615

atau 1530, dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini sering dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Kotawaringin merupakan salah satu negara

dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya".

Kotawaringin merupakan nama yang disebutkan dalam Hikayat Banjar dan Kakawin

Negarakretagama, seringpula disebut Kuta-Ringin, karena dalam bahasa Jawa, ringin berarti

(34)

Adipati dan Pangeran Ratu (Raja) Kotawaringin.

Ratu (Raja) yang pernah memerintah hingga masuknya penjajah Belanda dengan urutan sebagai berikut:

 Tongara Mandi

 Kiai Gede (Dipati Ngganding) - keponakan Tongara Mandi

 (1637-1650) Pangeran Dipati Anta-Kasuma bin Sultan Mustainbillah - mangkubumi Kiai

Gede (Dipati Ngganding)

 (1650-1700) Pangeran Mas Adipati (anak) - mangkubumi Dipati Gading

 (1700-1720) Panembahan Kota Waringin (anak) - mangkubumi Dipati Gading

 (1720-1750) Pangeran Prabu/Panembahan Derut (anak) - mangkubumi Pangeran Dira

 (1750-1770) Pangeran Adipati Muda (anak) - mangkubumi Pangeran Cakra

 (1770-1785) Pangeran Panghulu (anak) - mangkubumi Pangeran Anom

 (1785-1792) Pangeran Ratu Bagawan (anak) - mangkubumi Pangeran Paku Negara

 (1792-1817) Pangeran Ratu Anom Kasuma Yudha (anak)

 (1817-1855) Pangeran Imanudin/Pangeran Ratu Anom (anak)

 (1855-1865) Pangeran Akhmad Hermansyah (anak)

 (1865-1904) Pangeran Ratu Anom Alamsyah I (anak)

 (1905-1913) Pangeran Ratu Sukma Negara (paman)

 (1913-1939) Pangeran Ratu Sukma Alamsyah (cucu)

 (1939-1948) Pangeran Kasuma Anom Alamsyah II (anak)

 Pangeran Muasyidin Syah

 (2010-sekarang) Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah (anak Pangeran Ratu Sukma Alamsyah)

22. Kesultanan Pagatan

Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran sungai Kusan, sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten

(35)

Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).

Penguasa Kerajaan Pagatan disebut Arung (bukan Sultan), Belanda menyebutnya de Aroeng van Pagattan. Permukiman Pagatan didirikan oleh Puana Dekke (La Dekke), seorang imigran suku

Bugis atas seijin Sunan Nata Alam atau Panembahan Batuah dari Dinasti Tamjidullah I. Negeri

Pagatan kemudian menjadi sekutu Sunan Nata Alam untuk menghabisi rival politiknya yaitu Sultan Amir bin Sultan Muhammadillah (keturunan Sultan Kuning) yang menuntut tahta

Kesultanan Banjar dengan dukungan Arung Turawe (Gusti Kasim) beserta pasukan Bugis-Paser. Atas keberhasilan mengusir Sultan Amir dari Tanah Kusan, La Pangewa/Hasan Pangewa, pemimpin orang Bugis Pagatan, dilantik Sultan Banjar sebagai kapitan (raja) Pagatan yang pertama sekitar tahun 1784 dengan gelar Kapitan Laut Pulo.

Kerajaan ini semula merupakan sebagian dari wilayah Kesultanan Banjar selanjutnya menjadi bawahan Hindia Belanda, karena diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda dalam Traktat Karang Intan. Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178, wilayah kerajaan ini merupakan

"leenplichtige landschappen" dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe.

23. Kesultanan Sambas

Kesultanan Sambas adalah kesultanan yang terletak di wilayah pesisir utara Propinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Borneo (Kalimantan)dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada paling tidak sebelum abad ke-14 M. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran "Nek" yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul

pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi. Pada masa kekosongan

pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono.

Pada saat itu di pesisir dan tengah wilayah Sungai Sambas ini telah sejak ratusan tahun didiami oleh orang-orang Melayu yang telah mengalami asimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir dimana karena saat itu wilayah ini sedang tidak ber-Raja (sepeninggal Raja Tan Unggal) maka kedatangan rombongan Bangsawan Majapahit ini berjalan mulus tanpa menimbulkan konflik. Rombongan Bangsawan Majapahit ini kemudian menetap di hulu Sungai Sambas yaitu di suatu tempat yang sekarang disebut dengan nama "Kota Lama". Setelah sekitar lebih dari 10 tahun menetap di "Kota Lama" dan melihat keadaan wilayah Sungai Sambas ini aman dan kondusif maka kemudian para Bangsawan Majapahit ini mendirikan sebuah Panembahan / Kerajaan hindu yang kemudian disebut dengan nama "Panembahan Sambas". Raja Panembahan Sambas ini bergelar "Ratu" (Raja Laki-laki)dimana Raja yang pertama tidak diketahui namanya yang

Referensi

Dokumen terkait

interaktif yakni dengan tahapan sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan dan verifikasinya. 1.4 Pembahasan Penelitian

kebutuhan sepeda yang dilihat dari pergerakan kendaraan yang masuk dan keluar di area pelayanan shelter tersebut. Shelter yang perlu ditambahkan

The hybrid ZP 158 with a different genetic background than remaining hybrids has the lowest starch and crude fibre content as well as the highest protein and oil content..

Pengadilan (hakim) tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hakim tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib

 Question, pertanyaan lanjutan apa yang dimiliki siswa. Siswa diminta mengisi kolom KWH saja sedangkan sisanya diisi diakhir pelajaran. Disini siswa dilatih berpikir

pelayanan dari perusahaan yang sesuai dengan harapan konsumen. Kepuasan konsumen dapat dilihat dengan cara membandingkan antara harapan dan kenyataan yang di dapat oleh konsumen.2.

Selain itu dengan pemberian alat berupa meja gambar ramah lingkungan yang merupakan peralatan teknologi tepat guna yang dipergunakan oleh pengrajin batik di

[r]