• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selayang Pandang Perjalanan Kurikulum Na

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Selayang Pandang Perjalanan Kurikulum Na"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Selayang Pandang Perjalanan Kurikulum Nasional

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

a. Kurikulum 1968 dan sebelumnya

Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

(2)

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

b. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Berorientasi pada tujuan

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.

(3)

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.

<!–[if !supportLists]–>c. <!–[endif]–>Kurikulum 1984

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

(4)

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.

(5)

<!–[if !supportLists]–>d. <!–[endif]–>Kurikulum 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

(6)

bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu

(7)

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.

Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

<!–[if !supportLists]–>e. <!–[endif]–>Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004

Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.

(8)

Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.

(1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.

(2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.

(3) Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.

(4) Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.

(Puskur, 2002a).

(9)

muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).

Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:

<!–[if !supportLists]–>(1) <!–[endif]–>pemilihan kompetensi yang sesuai;

<!–[if !supportLists]–>(2) <!–[endif]–>spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;

<!–[if !supportLists]–>(3) <!–[endif]–>pengembangan sistem pembelajaran.

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

(Puskur, 2002a).

(10)

dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. (Puskur, 2002b). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.

Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.

Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.

Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.

<!–[if !supportLists]–>f.<!–[endif]–>Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

(11)

olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.

Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

(12)

<!–[if !supportLists]–> <!–[endif]–>Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.

(disebarluaskan juga oleh S Cipto A dengan alamat http://kesadaransejarah.blogspot.com dan oleh http://www.e-smartschool.com, serta oleh http://alumni-xaverius.zai.web.id)

Perubahan Kurikulum Pendidikan dari

Masa ke Masa

By panutan September 20, 2013

0

Kurikulum Pendidikan dari Masa ke Masa – Panutan.com. Dalam dunia pedidikan pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah Kurikulum Pendidikan. Pada dasarnya tujuan dari pembentukan kurikulum pendidikan adalah tujuan setiap program pendidikan yang diberikan kepada anak didik, Karena kurikulum merupakan alat antuk mencapai tujuan, maka

kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Dalam sistem pendidikan di Indonesia tujuan pendidikan bersumber kepada falsafah Bangsa Indonesia. Dan dari masa ke masa dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa kurikulum, mulai dari

kurikulum 1947 sampai dengan sekarang kurikulum 2013.

Dan pada kesempatan kali ini, saya akan membahas apa saja kurikulum pendidikan yang sudah di gunakan atau di laksanakan mulai dari tahun 1947 sampai 2013 ini. Berikut ini sejarah perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan tahun 1947 hingga Kurikulum 2006 yang biasa disebut sebagai KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), sebelum akhirnya diubah dengan Kurikulum 2013.

Kurikulum 1947 atau disebut rentjana pelajaran 1947

(13)

melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran di hubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952.

Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini, yang setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang Guru mengajar satu mata pelajaran.

Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964.

Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana pendidikan 1964. Ciri-ciri kurikulum ini, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademi untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani .

Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama. Beberapa mata pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu

Pengetahuan Sosial. Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan

sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.

(14)

instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada Kurikulum 1975 guru dibuat sibuk dengan berbagai catatan kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum 1984

Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ). Hehehhe… kalo dulu sering orang memplesetkannya jadi Catat Buku Sampai Abis.

Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya memadukan kurikulum kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.

Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh keputusan/Peraturan Mentri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.

Berdasarkan hal tersebut pemerintah baru menguji cobakan KBK di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota-kota besar di luar Pulau Jawa saja. Hasilnya kurang memuaskan. Maka sebagian pakar pendidikan menganggap bahwa pada tahun 2004 tidak terjadi

perubahan kurikulum, yang ada adalah Uji Coba Kurikulum di sebagian sekolah yang disebut dengan KBK untuk kemudian disempurnakan pada tahun 2006.

Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada Kurikulum ini adalah lebih konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

Kurikulum 2013

Kuriulum baru yang akan diterapkan pada tahun 2013 tahun ajaran baru. Pada Kurikulum 2013 ini, terdapat sembilan sistem penilaian, yaitu penilaian diri, ulangan harian, ujian tengah semester, ujian sekolah, ujian nasional, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat

kompetensi, penilaian proyek dan penilaian autentik. Sembilan sistem penilaian itu dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Sistem Penilaian Pendidikan. Penilaian diri, dilakukan oleh masing-masing siswa dengan mengamati kemampuan sendiri. Ulangan, beberapa ujian dan

(15)

berdasarkan Permendikbud, mengisyaratkan ujian tengah semester, ujian sekolah dan ujian nasional masih ada dalam Kurikulum 2013.Sistem penilaian itu berlaku bagi semua jenjang sekolah percontohan.”

Kata kunci mesin pencari:

perubahan kurikulum (359), perubahan kurikulum di indonesia (77), kurikulum di Indonesia (37), Pergantian kurikulum (35), perubahan kurikulum pendidikan (29), kurikulum

pendidikan di indonesia (26), tujuan perubahan kurikulum (22), perkembangan kurikulum dari masa ke masa (19), perkembangan kurikulum di indonesia dari dulu sampai sekarang (18), kurikulum dari masa ke masa (18),

KURIKULUM DI INDONESIA

1. Tahun 1947 – Leer Plan (Rencana Pelajaran)

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan yang artinya rencana pelajaran. Kurikulum ini lebih bersifat politis dimana terdapat perubahan orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950 karena Leer Plan 1947 baru mulai digunakan pada tahun 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 memberikan keutamaan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Tahun 1952 - Rencana Pelajaran Terurai

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran dengan merinci silabus setiap mata pelajaran.

3. Tahun 1964 - Rencana Pendidikan

Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

4. Tahun 1968 - Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

(16)

Pengetahuan Sosial. Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan

sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

5. Tahun 1975 - Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.

Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan

instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada Kurikulum 1975 guru dibuat sibuk dengan berbagai catatan kegiatan belajar mengajar.

6. Tahun 1984 - Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

7. Tahun 1994 dan 1999 - Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya yaitu mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 yang berorientasi tujuan dan pendekatan proses yang dimiliki Kurikulum 1984.

Beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum sehingga Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.

Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada merevisi dan pengurangan beban sejumlah materi.

8. Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh keputusan/Peraturan Mentri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.

(17)

perubahan kurikulum, yang ada adalah Uji Coba Kurikulum di sebagian sekolah yang disebut dengan KBK untuk kemudian disempurnakan pada tahu 2006.

9. Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada Kurikulum ini adalah lebih konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

10. Tahun 2013 - Kurikulum 2013 A. Implementasi Kurikulum

Implementasi kurikulum adalah usaha bersama antara Pemerintah dengan pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

1. Pemerintah bertanggungjawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum.

2. Pemerintah bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional.

3. Pemerintah propinsi bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum di propinsi terkait.

4. Pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab dalam memberikan bantuan profesional kepada guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.

Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:

1. Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu: - Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X

- Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI

- Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII 2. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015 3. Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014

4. Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari – Desember 2013

5. Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016

B. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan/PTK

Pelatihan PTK adalah bagian dari pengembangan kurikulum. Pelatihan PTK disesuaikan dengan strategi implementasi yaitu: Tahun pertama 2013 sampai tahun 2015 ketika kurikulum sudah dinyatakan sepenuhnya diimplementasikan.

Strategi pelatihan dimulai dengan melatih calon pelatih (Master Trainer) yang terdiri atas unsur-unsur, yaitu Dinas Pendidikan, Dosen, Widyaiswara, guru inti nasional, pengawas dan kepala sekolah berprestasi.

(18)

kepala sekolah.

Pelatihan yang bersifat masal dilakukan dengan melibatkan semua guru kelas dan guru mata pelajaran di tingkat SD, SMP dan SMA/SMK.

C. Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman Guru

Implementasi kurikulum dilengkapi dengan buku siswa dan pedoman guru yang disediakan oleh Pemerintah. Strategi ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku serta bahan bagi pelatihan guru dalam keterampilan melakukan pembelajaran dan penilaian pada proses serta hasil belajar peserta didik.

Pada bulan Juli 2013 yaitu pada awal implementasi Kurikulum 2013 buku sudah dimiliki oleh setiap peserta didik dan guru.

Ketersediaan buku adalah untuk meringankan beban orangtua karena orangtua tidak perlu membeli buku baru.

D. Evaluasi Kurikulum

Pelaksanaan evaluasi implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai berikut: Jenis Evaluasi:

Formatif sampai tahun Belajar 2015-2016

Sumatif: Tahun Belajar 2016 secara menyeluruh untuk menentukan kelayakan ide, dokumen, dan implementasi kurikulum.

Evaluasi pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan dilaksanakan pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran.

1. Evaluasi dilakukan di akhir tahun ke II dan ke V SD, tahun ke VIII SMP dan tahun ke XI SMA/SMK. Hasil dari evaluasi digunakan untuk memperbaiki kelemahan hasil belajar peserta didik di kelas/tahun berikutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam buku Pedoman PPL Universitas Negeri Semarang (2010) menyatakan bahwa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan

Dokumen dapat memberikan bantuan informasi tentang isi dokumen kepada yang memerlukannya, menyiapkan alat bukti, data-data tentang suatu keterangan dokumen,

Mereka berkata: &#34;Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami

3.2.2 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu di Kabupaten Sukabumi, 2015/ Population

RUMPAKA KAWIH DINA KASENIAN RONGGÉNG GUNUNG DI DÉSA CIULU KECAMATAN BANJARSARI KABUPATÉN CIAMIS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

kembali anjangsana ke Surakarta lagi. Tuan Minister Ingglar memberitahu kepada Tuan Gubemur Jenderal bahwa Yogya karta bersiap-siap untuk berperang. Para putra dan kerabat

Sentosa mahasiswa kerja praktek ditempatkan di bagian gudang barang jadi. Berikut uraian kegiatan yang dilakukan selama kerja praktek

keberagamaan wanita sebagai pihak yang berkontribusi besar terhadap terwujudnya toleransi beragama di Indonesia. Melibatkan wanita secara aktif dalam usaha mewujudkan