• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Terhadap Bahaya Ko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perlindungan Konsumen Terhadap Bahaya Ko"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya manusia diciptakan Tuhan dalam rupa dan wujud yang sempurna. Keinginan manusia untuk tampil lebih cantik dan sempurna khususnya kaum wanita juga merupakan satu hal yang wajar. Selain itu, kehidupan modern, masyarakat saat ini tidak hanya menuntut kemajuan yang berkembang pesat tetapi juga nilai-nilai kecantikan dan keindahan terhadap penampilan. Untuk mencapai tujuan tersebut para wanita rela menghabiskan uangnya untuk membeli perlengkapan kosmetik dengan tujuan memoles wajahnya agar terlihat cantik.

Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar di pasaran dengan berbagai kegunaan dari berbagai merk juga. Produk kosmetik yang merupakan hasil dari perkembangan industri obat-obatan saat ini sudah berkembang menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat seiring dengan perkembangan gaya hidup masyarakat. Para pelaku usaha berlomba-lomba menghasilkan berbagai macam produk kecantikan dengan berbagai macam kegunaan bagi masyarakat untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya.

(2)

membeli produk tersebut walaupun tidak memenuhi persyaratan dan kosmetik tersebut dijual secara bebas namun tidak ada nomor BPOM1.

Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 1992 “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi”. Menurut pengertisn tersebut maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fidik, mental dan sosial yang berkontribusi membentuk suatu kemungkinan untuk seseorang produktif dalam kehidupan sosial dan ekonominya.

Hal tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai macam obat-obatan atau kosmetik yang digunakan. Kosmetik merupakan salah satu bentuk kebutuhan sekunder dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, yang dimaksud dengan “kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut ,kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik”.2

Dewasa ini bukan hanya kosmetik aman yang beredar di Kota Malang namun juga kosmetik-kosmetik yang berbahaya. Kondisi semacam ini juga dialami di beberapa kota besar di Indonesia. Pada tahun 2015 BPOM juga mencatat 54 persen dari 32 milyar produk kosmetik luar negeri maupun buatan dalam negeri di pasaran Indonesia adalah ilegal3. Menurut Ketua BPOM pihaknya telah melakukan

pengawasan kosmetik dengan jumlah 32 milyar lebih, dan 54 persen lebih merupakan

1http://produkkecantikan.blogspot.com/2011/05/zat-zat-yang-terdapat-didalam.html, diakses pada tanggal 29 September 2016.

2Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang notifikasi kosmetika.

(3)

produk impor ilegal yang masuk ke dalam kandungan berbahaya. Efek jangka panjang penggunaan kosmetik ini adalah dapat menyebabkan kanker dan merusak janin jadi harus berhati-hati bagi para p engguna kosmetik.

Kosmetik berbahaya merupakan kosmetik yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat menimbulkan efek samping atau gangguan kesehatan bagi penggunanya. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai bahan-bahan yang terkandung di dalam kosmetik dan kurangnya pemahaman masyarakat dalam hal membedakan mana yang kosmetik berbahaya dan mana yang bukan.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999).

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

(4)

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya (pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

Berdasarkan sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Sebaliknya, pelaku usaha bertanggung jawab memenuhi kewajibannya dengan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa tersebut.

Pelaku usaha adalah setiap orang/perorangan atau badan usaha baik yang bentuk badan hukum maupun bukan, yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi (pasal 1 poin 3 UU No 8 Tahun 1999).

Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan, dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.

(5)

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Menurut Pasal 7 UUPK butir (b) disebutkan bahwa dalam suatu transaksi jual-beli, tidak boleh ada unsur penipuan. Pelaku usaha harus menyebutkan dampak negatif dari barang yang dijual, sehingga informasi yang diberikan pelaku usaha kepada konsumen jelas dan menjadi tolak ukur konsumen untuk membelinya.

Label atau barang harus memuat informasi pokok tentang produkyang dijual sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditempelkan atau dimasukkan di dalam kemasannya. Informasi yang benar dan bertanggung jawab akan memberikan dampak positif pada putusan pilihan konsumen. Informasi yang tidak benar atau menipu, tentunya potensial dapat menimbulkan kerugian pada konsumen.4

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, pada Pasal 3 kosmetik digolongkan berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan :

1. Kosmetik golongan I adalah :

a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi

b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya

c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan

(6)

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk dalam golongan I.5

Terdapat dikemukakan Penelitian Terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai perlindungan konsumen. Penelitian yang pertama oleh Lailatus Uzilfa6 mengenai Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Kota Malang yang

Mengalami Kerugian akibat Pangan Olahan yang Berbahaya. Berdasarkan penelitian ini dihasilkan bahwa bentuk perlindungan yang diberikan oleh Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan Kota Malang kepada konsumen adalah perlindungan hukum preventif melalui pengawasan terhadap makanan yang beredar di masyarakat dan perlindungan hukum represif melalui pro justitia. Sedangkan hambatan yang dihadapi oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Malang dalam memberikan perlindungan hukum kepada konsumen yang dirugikan akibat Pangan Olahan Berbahaya ini adalah faktor masyarakat dan faktor penegak hukum. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai olahan pangan yang berbahaya dan yang aman serta masyarakat tidak dapat membedakan olahan pangan yang berbahaya dan yang aman dan masigh minimnya kesadaran hukum masyarakat dalam melaporkan kerugian yang timbul akibat olahan pangan berbahaya dan masih rendahnya putusan hakim terhadap pelaku usaha yang terbukti membuat olahan pangan yang berbahaya sehingga perlindungan hukum tidak dapat diberikan secara maksimal.

Penelitian yang selanjutnya, oleh Marissa Dewiyani7 mengenai Tanggung

Jawab Hukum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Beredarnya

5Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik 6Lailatus Uzilfa, 2008, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Kota Malang Yang Mengalami Kerugian akibat Pangan Olahan Yang Berbahaya ( studi di BPOM Jawa Timur dan BPSK Kota Malang)”, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang

(7)

Produk Kosmetik Impor di Masyarakat berkaitan dengan hak atas informasi bagi konsumen. Berdasarkan penelitian ini ada dua langkah yang ditempuh oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan yaitu pengawasan pre market yang dimana pengawasan produk sebelum produk kosmetik dipasarkan ke masyarakat, dan pengawasan post market yang dimana pengawasan produk setelah dipasarkan ke masyarakat. Selain itu, dilakukan pemeriksaan dengan dua cara yaitu pemeriksaan rutin dengan jangka waktu tertentu dan pemeriksaan yang dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat dan/atau konsumen. Hambatan yang dihadapi oleh BBPOM dalam melaksanakan tanggung jawab hukum terhadap beredarnya produk kosmetik impor di masyarakat antara lain, hambatan yuridis, dan hambatan teknis.

Perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis teliti adalah pada penelitian terdahulu yang pertama adalah membahas tentang perlindungan hukum terhadap konsumen pangan olahan, sedangkan yang kedua membahas tentang tanggung jawab BBPOM terhadap beredarnya kosmetik impor di masyarakat, tidak menggunakan kerangka teori dan pada pembahasannya lebih menitikberatkan pada makanan dan kinerja instansi yang bersangkutan. Dengan demikian, penelitian “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI BEREDARNYA KOSMETIK BERBAHAYA DI KOTA MALANG” penting untuk dilakukan mengingat Indonesia merupakan negara hukum yang segala sesuatunya diatur di dalam peraturan sehingga hal-hal yang merugikan konsumen diharapkan tidak terjadi nantinya.

1.2 Rumusan Masalah

(8)

1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum oleh Dinas Kesehatan terhadap konsumen dari beredarnya kosmetik berbahaya di Kota Malang?

2. Apa hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan dalam melaksanakan tanggung jawab hukum terhadap beredarnya kosmetik berbahaya di Kota Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganilisis bentuk tanggung jawab hukum Dinas Kesehatan terhadap beredarnya produk kosmetik berbahaya di Kota Malang?

2. Untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis hambatan yang dihadapi Dinas Kesehatan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan akibat beredarnya kosmetik berbahaya di Kota Malang?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep, teori-teori dalam hukum bisnis pada umumnya dan teori-teori hukum dalam perlindungan konsumen terhadap peredaran kosmetik berbahaya pada khususnya serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peredaran kosmetik berbahaya di Kota Malang serta perlindungan hukum yang dapat diberikan apabila terjadi kerugian akibat peredaran kosmetik berbahaya di Kota Malang.

(9)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran/ide bagi masyarakat luas, khususnya :

a. Konsumen, agar lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih serta menggunakan produk kosmetik yang beredar secara luas di pasaran sehingga terhindar dari dampak dang kerugian yang dapat ditimbulkan. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada konsumen agar dapat mengambil tindakan apabila terjadi kerugian akibat peredaran kosmetik berbahaya dengan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota Malang serta membangkitkan kesadaran konsumen untuk lebih menyadari hak dan kewajibannya sebagai pengguna barang dan jasa yang beredar di masyarakat agar dapat memproteksi diri dan keluarganya dari produk kosmetik yang tidak memenuhi standar kesehatan.

b. Pelaku Usaha, agar dalam setiap produk yang dihasilkan dan di pasarkan harus selalu mencantumkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa bagi konsumen.

c. Dinas Kesehatan, agar lebih aktif dalam memberikan edukasi dalam bentuk sosialisasi maupun diserminasi kepada konsumen agar dapat memproteksi diri dan keluarganya dari peredaran kosmetik berbahaya, serta lebih meningkatkan razia terhadap peredaran kosmetik berbahaya yang masih beredar secara luas di pasaran khususnya di Kota Malang. d. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berkaitan dengan

perlindungan konsumen, sebagai bahan pertimbangan dalam menyelesaikan sengketa yang dihadapi oleh konsumen yang dirugikan karena beredarnya kosmetik berbahaya.

(10)

bentuk putusan pengadilan terhadap pelaku usaha yang mengedarkan kosmetik berbahaya agar menimbulkan efek jera sehingga menjadi peringatan agar di kemudian hari tidak terjadi lagi peredaran kosmetik berbahaya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlindungan terhadap konsumen dapat dilakukan melalui berbagai bentuk diantaranya perlindungan ekonomi, sosial, politik, dan perlindungan hukum. Bentuk-bentuk perlindungan terhadap konsumen tersebut yang terpenting adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum, sebab hukum dapat mengakomodir berbagai kepentingan konsumen, selain itu hukum memiliki daya paksa sehingga bersifat permanen karena sifatnya yang konstitusional yang diakui dan ditaati keberlakuannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Ada beberapa cara perlindungan secara hukum, antara lain sebagai berikut :

(11)

b) Menjamin hak-hak para subjek hukum

2) Menegakkan peraturan (by the law enforcement) melalui :

a) Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah (preventif) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen dengan perijinan dan pengawasan.

b) Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, dengan cara mengenakan sanksi hukumberupa sanksi pidana dan hukuman.

c) Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative recovery) dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat reprsif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

2.2 Tinjauan Tentang Konsumen

Menurut Az.Nasution menegaskan beberapa batasan konsumen yaitu :

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/ jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial).

c. Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenughi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidakuntuk diperdagangkan kembali (non komersial).

(12)

”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Adapun asas perlindungan Konsumen antara lain :

a. Asas Manfaat, mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

b. Asas Keadilan, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas Kepastian Hukum, baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Telah disebutkan bahwa tujuan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah melindungi kepentingan konsumen yang tercantum dalam pasal 3 yaitu :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen denga cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa

(13)

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

2.3 Tinjauan Tentang Kosmetik Berbahaya

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, yang dimaksud dengan “kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut ,kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik” .

Dewasa ini bukan hanya kosmetik aman yang beredar di Kota Malang namun juga kosmetik-kosmetik yang berbahaya. Kosmetik berbahaya merupakan kosmetik yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat menimbulkan efek samping atau gangguan kesehatan bagi penggunanya. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai bahan-bahan yang terkandung di dalam kosmetik dan kurangnya pemahaman masyarakat dalam hal membedakan mana yang kosmetik berbahaya dan mana yang bukan.

(14)

Kosmetika yang beredar dipasaran Indonesia ada tiga macam, yaitu kosmetika tradisional, kosmetika modern, dan kosmedics cosmetics medicated

1. Kosmetika Tradisional

Kosmetika Tradisional adalah kosmetika alamiah atau kosmetika asli yang dapat dibuat sendiri langsung dari bahan-bahan segar atau yang telah dikeringkan, buah-buahan dan tanam-tanaman disekitar kita. Cara tradisional ini merupakan kebiasaan atau tradisi yang diwariskan turun-temurun dari leluhur atau nenek moyang kita .

2. Kosmetika Modern

Kosmetika Modern adalah kosmetika yang diproduksi secarapabrik (laboratorium), dimana telah dicampur dengan zat-zat kimia untuk mengawetkan kosmetika tersebut agar tahan lama, sehingga tidak cepat rusak .

Kosmetik yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Menggunakan bahan yang memenuhi standart dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan.

b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.

c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).

2.4 Tinjauan Tentang Pelaksanaan

(15)

biasanya dilakukan setelahperencanaaan sudah dianggap sempurna. Berikut ini adalah pengertian tentangimplentasi menurut para ahli.

Menurut Nurdin Usmandalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulummengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan. Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implemantasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana danuntuk mencapai tujuan kegiatan.

Menurut Hanifah dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya. Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan dari politik kedalam administrasi. Pengembangan suatu kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.

Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya sebagai berikut Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian mengenai Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dari Peredaran Kosmetik Berbahaya di Kota Malang ini merupakan penelitian empiris karena hendak mengetahui fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, berfokus pada perilaku masyarakat hukum, beserta hambatan dan upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Dalam penelitian ini memerlukan data primer sebagai data utama disamping data sekunder dan juga akan mengkaji kesesuaian antara das solen dan das sein yang ada dalam masyarakat.

3.2 Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, karena akan menganalisis perilaku pelaku usaha dalam memasarkan produk kosmetik dan dalam memilih serta membeli produk kosmetik bagi konsumen.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah lingkup Universitas Brawijaya, Dinas Kesehatan Kota Malang dan juga di Toko Kosmetik yang ada di Kota Malang sebagai distributor produk kosmetik.

3.4 Jenis Data

(17)

Data primer merupakan data yang Data Primer merupakan data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian.8 Data Primer dalam penelitian ini, yaitu :

1. Data berupa pengetahuan, pemahaman serta pengawasan pihak

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945  Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika.  Dokumen standar lolos produk kosmetik di Dinas Kesehatan

Kota Malang.

3.5 Sumber Data a. Data Primer

Lembaga : Dinas Kesehatan Kota Malang Subyek :

 Masyarakat pengguna produk kosmetik Kota Malang

 Dinas Kesehatan Kota Malang selaku badan pengawas produk

kosmetik

 Pelaku usaha produk kosmetik Kota Malang b. Data Sekunder

Data Sekunder berupa Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pendapat dari narasumber yaitu

(18)

Dinas Kesehatan Kota Malang serta buku-buku, makalah, dan juga internet mengenai kosmetik berbahaya.

3.6 Populasi dan Sampling a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu. Dalam penelitian ini populasinya ialah konsumen di lingkup Universitas Brawiajaya Kota Malang. b. Sampel

Metode penelitian sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampel, yaitu metode yang pengambilan datanya berdasarkan pada kriteria tertentu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yakni pelaku usaha di Toko Kosmetik yang ada di Kota Malang.

3.7 Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara. Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewawancara dengan responden. Wawancara dilakukan secara bebas terbuka dengan menggunakan alat berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan (sebagai pedoman wawancara) sesuai dengan permasalahan yang akan dicari jawabannya tanpa menutup kemungkinan untuk menambah pertanyaan lain yang bersifat spontan sehubungan dengan jawaban yang diberikan oleh responden.

b. Data Sekunder

Selanjutnya mengenai data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari dan menulis ulang bahan-bahan kepustakaan (literature research) yang berupa bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

(19)

pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dalam penelitian ini, menggunakan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Termasuk bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum dan dokumen.

3.8 Teknik Analisa Data

(20)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Implementasi Perlindungan Hukum Dinas Kesehatan terhadap konsumen dari Peredaran Kosmetik Berbahaya di Kota Malang

Kosmetik merupakan salah satu faktor penting bagi masyarakat modern khususnya perempuan untuk menunjang penampilan dan menambah rasa percaya diri dalam melakukan segala aktifitas sehari-hari. Berbagai cara dilakukan masyarakat guna memperindah serta mempercantik penampilannya. Kebutuhan masyarakat yang tinggi akan produk kosmetik menjadi peluang besar bagi pelaku usaha untuk terus meningkatkan produksi kosmetiknya, hal ini terbukti dengan semakin gencarnya promosi dari pihak produsen melalui berbagai media dengan strategi promosi yang dikembangkan sedemikian rupa sehingga terkadang mengubur sikap rasional konsumen yang pada akhirnya lengah dalam menyeleksi produk-produk yang beredar di pasaran.

(21)

bebas di beberapa salon kecantikan, toko kosmetik, dan di pusat perbelanjaan. Kosmetik yang beredar biasanya harganya lebih murah dan terkadang menyerupai produk kosmetika yang sudah terkenal untuk memikat konsumennya.

Guna memperoleh informasi penunjang, penulis melakukan wawancara dengan konsumen yang pernah mengalami kerugian akibat pemakaian kosmetik atau krim yang tanpa izin edar yang terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari karyawan swasta, pegawai negeri sipil, hingga mahasiswa.

“saya biasanya membeli produk kosmetik seperti krim wajah di toko yang biasanya

teman saya juga membeli karena teman saya menggunakan kosmetik krim tersebut

wajahnya berubah menjadi bersih dan putih”9

(22)

Berdasarkan penelitian penulis, dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya ini sangat bervariasi, dimulai dari kulit menjadi kering, jerawat di permukaan kulit dan menetap dalam jangka waktu yang cukup lama bahkan hingga tahunan, penipisan kulit, kulit menjadi kemerahan, timbul rasa gatal dan pengelupasan kulit yang tidak wajar hingga muncul flek atau noda-noda hitam di sekitar wajah.

“saya setahun yang lalu memakai krim wajah merek Good Whitening Beauty ia

tertarik karena temannya memakai produk tersebut dan mengalami perubahan yang

signifikan wajahnya menjadi putih bersih dan jerawatnya pun mulai hilang. Pada

awal pemakaian, kulitnya menjadi merah dan terasa perih apabila terkena sinar

matahari, hal ini merupakan tahap awal sebelum pengelupasan kulit. Tahap

selanjutnya kulit terasa kering dan mulai menipis, dalam tahap ini terasa amat perih

sehingga lebih baik menghindari sinar matahari. Tahapan ini merupakan proses

peremajaan kulit lama dengan kulit yang baru menurut salah satu penjual produk

tersebut. Setelah melewati tahap pengelupasan kulit selama 3 hari kulit menjadi putih

mengkilap dan jerawat pun mulai menghilang. Guna mendapatkan hasil yang

maksimal saya terus memakai produk tersebut. Setelah saya merasa jerawat saya

sudah hilang saya menghentikan pemakaian, selang 2 minggu saya tidak memakai

produk tersebut jerawat besar-besar timbul di muka saya dengan jumlah banyak dan

kulit menjadi lebih kusam. Akhirnya saya memakai kembali produk tersebut dengan

harapan dapat mencegah kerusakan yang terjadi di wajahnya. Selama dua minggu

pemakaian wajah saya tidak kunjung membaik justru jerawat di muka saya semakin

banyak sehingga saya memutuskan untuk berobat ke dokter kulit untuk mendapatkan

perawatan”10

(23)

Menurut informasi yang penulis dapatkan dari Dr. Nurul Fauzi, Sp. KK, dokter spesialis kulit dan klinik kecantikan di Ijen Nirwana Residence blok D5-2, dalam setiap bulan terdapat kurang lebih 20 kunjungan pasien yang mengalami dampak akibat penggunaan kosmetik yang beredar di pasaran.

“hampir 20 kunjungan pasien tiap bulan yang saya tangani karena permasalahan

kosmetik yang beredar di pasaran dengan harga yang sangat murah. Yang mereka

keluhkan wajahnya menjadi lebih kusam dan berjerawat.”11

Sedangkan untuk Perkembangan Kota Malang terutama di bidang perdagangan cukup pesat. Begitu juga tingkat konsumsi masyarakat, terutama pada konsumsi akan kosmetik. Tingkat konsumsi masyarakat Kota Malang terhadap kosmetik dapat dikatakan cukup tinggi, hal ini dapat terlihat dari hasil wawanacara terhadap sampel yang telah dilakuakan menunjukkan bahwa 65% masyarakat Kota Malang mengkonsumsi kosmetik setiap harinya, dengan rincian sebagai berikut:

Gambar 4.1

Sumber : Hasil Wawancara terhadap konsumen pengguna kosmetik

(24)

sedangkan sisanya membeli kosmetik dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan sekali sebanyak 5%, 2 bulan sekali 20% dan terdapat masyarakat yang tidak pernah membeli kosmetik sebanyak 20%, sebagaimana yang tergambar di dalam diagram di bawah ini.

Gambar 4.2

Sumber : Hasil Wawancara terhadap konsumen pengguna kosmetik

Berdasarkan fakta tersebut, banyak para produsen yang memanfaatkan keadaan tersebut untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan keamanan dan kesehatan konsumen. Cara memanfaatkan keadaan tersebut adalah dengan memproduksi kosmetik yang mengandung bahan-bahan berbahaya, kemudian dijual di toko-toko kosmetik dengan harga yang bervariasi, dari yang murah, sedang hingga mahal.

(25)

Saat ini, di kota Malang banyak beredar kosmetik berbahaya, terutama kosmetik yang berasal dari luar negeri seperti cina dan Jepang. Berikut nama produk yang telah ditemukan oleh dinas kesehatan kota Malang dimana produk tersebut dinyatakan berbahaya dan tidak memiliki izin edar 12 :

1. Pelurus Rambut dari Jepang

2. Sankyos Yomo Tonik dan pembesar payudara dari Cina 3. Qianyan good whitening beauty soap

Namun masih banyak pedagang-pedagang kosmetik yang belum di sweeeping oleh dinas kesehatan kota Malang dan dinas –dinas terkait karena masih banyak ditemukan toko-toko kosmetik yang menjual bebas kosmetik berbahaya.

Seperti yang dimuat oleh media massa Berita Jatim pada tanggal 29 April 2016 “Badan Pengwasan Obat dan Makanan (BPOM) Jawa Timur didampingi resnarkoba dan reskrim Polda Jatim menggerebek pabrik kosmetik palsu di Jalan Hasanudin 7, Desa Beru, Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Selasa (29/4/2016) kemarin malam.

(26)

Penggerebekan pabrik kosmetik tanpa izin BPOM tersebut dilakukan setelah adanya keluhan konsumen mengenai kosmetika yang dijual oleh klinik bernama Beauty Rose yang berada di Jalan Candi Agung Kota Malang. "Pabrik kosmetik dan klinik yang ada di Kota Malang diketahui pemiliknya sama, yakni seseorang bernama Udin," ujar Kepala Seksi Penyidikan BPOM Jawa Timur, Siti Amanah.”

Meningkatnya peredaran kosmetik berbahaya beserta dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaannya disebabkan oleh minimnya pengetahuan konsumen mengenai standar kosmetik yang baik serta besarnya keinginan untuk memiliki wajah yang putih dan bersih secara instant sehingga konsumen menjadi lengah dalam memilih kosmetik yang digunakan. Oleh karena itu, diperlukan semacam edukasi bagi konsumen agar lebih berhati-hati dalam memilih kosmetik yang beredar di pasaran disertai dengan pemberian informasi mengenai standar kosmetik yang layak dan aman bagi kesehatan. Ada lima langkah cerdas yang dapat dilakukan konsumen dalam memilih produk kosmetik, antara lain:

1. Kemasan. Kenali kemasan kosmetik. Jangan beli kosmetik yang kemasannya jelek atau rusak,baik fisik maupun isinya. Produk yang masih baik punya bentuk dan warna merata serta tanpa bercak kotoran.

2. Label. Pastikan label tercantum dengan jelas dan lengkap.setiap kosmetik wajib mencantumkan label yang benar, meliputi nama produk, nomor izin edar, kode produksi, nama dan alamat produsen, netto dan komposisi, batas kadaluwarsa. Selain itu, mencantumkan kegunaan dan cara penggunaan dalam Bahasa Indonesia, kecuali produk yang sudah jelas cara penggunaannya. 3. Izin Edar. Konsumen dapat melihat, apakah kosmetik memiliki nomor izin

(27)

4. Kegunaan dan Cara Penggunaan. Pilihlah kosmetik sesuai kebutuhan anda, bukan karena iklan semata. Bacadulu kegunaan dan cara penggunaan yang terdapat di labelnya.

5. Kadaluwarsa. Teliti waktu kadaluarsa atau tanggal produksi sebelum beli. Kosmetik dengan kestabilan kurang dari 30 bulan, wajib mencantumkan batas kadaluwarsa,minimal dalam bulan dari tahun. Kosmetik dengan kestabilan lebih 30 bulan,boleh tak mencantumkan batas kadaluwarsa.13

Untuk mengetahui dan memastikan bahwa kosmetik yang digunakan aman, pastikan kosmetik tersebut telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui website www.pom.go.id. Selain pemberian edukasi dan informasi kepada konsumen, diperlukan juga suatu sistem pengawasan yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi,mencegah dan mengawasi peredaran kosmetik yang berbahaya bagi kesehatan.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka Dinas Kesehatan memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik untuk melindungi masyarakat dari obat, pangan dan kosmetik yang berbahaya bagi kesehatan dan apabila ada indikasi tidak pidana maka ditindak lanjuti secara pro justicia.

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Pada perlindungan hukum yang preventif hukum mencegah terjadinya sengketa. Fungsi ini dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan pencegahan yang pada dasarnya merupakan patok bagi setiap tindakan yang akan dilakukan masyarakat, meliputi

(28)

seluruh aspek tindakan manusia. Sedangkan perlindungan hukum represif bersifat penanggulangan atau pemulihan keadaan sebagai akibat tindakan terdahulu14. Serta

bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Berdasarkan teori di atas, bentuk perlindungan hukum yang diberikan ada dua, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Adapun bentuk perlindungan hukum tersebut masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :

A. Bentuk Perlindungan Hukum Preventif

Dalam pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan:

Bahwa Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barangdan/atau jasa yang :

 Huruf a: tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Huruf g: tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfatatan yang paling baik atas barang tersebut.

 Huruf i : tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang

memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.

Demikian juga disebutkan pada pasal 106 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa :

1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar;

2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memnui persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.

(29)

3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran dari sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah mempunyai izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adanya larangan dan kewajiban ini merupakan perlindungan preventif paling mendasar yang dapat mencegah timbulnya peredaran kosmetik berbahaya. Namun pada kenyataannya, hal tersebut tidak dapat diterapkan secara maksimal sebab dalam kenyataannya masih banyak produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya yang beredar secara luas di pasaran. Selain itu kebiasaan konsumen yang menginginkan efek instan dengan mengenyampingkan syarat mutu dan keamanan dalam menggunakan kosmetik juga turut memberikan andil yang besar.

Dalam upaya melaksanakan perlindungan hukum preventif, pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Malang melakukan upaya perlindungan atau pencegahan awal melalui pengawasan terhadap peredaran kosmetik dengan cara :

(30)

b. Pemeriksaan sarana produksi, ditribusi dan sampling. Pengawasan ini dilakukan dengan cara pengujian terhadap produk yang telah diberi nomor izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan agar diketahui apakah mutu dari produk tersebut masih aman dan sama seperti yang diuji sebelum diberikan nomor izin. Pelaksanaannya dilakukan pada saat pre-market yaitu setelah produk beredar di pasaran.

Adapun pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah sweeping kosmetik bermecury. Hasil dari sweeping Dinas Kesehatan kota Malang yaitu menemukan beberapa produk China yang dijual tanpa ijin edar dan kode prouksi. Dalam penelitian tersebut ditemukan 24 jenis kosmetik mengandung bahan berbahaya. seperti Mercury (Hg), Hidroquinon, Retinoic Acid/Tritinoin dan Rhodamin B. Setidaknya ada empat Mall yang disweeping seperti Mitra I, Gajahmada Plaza, Malang Plaza dan Toko Kosmetik Raya. Dalam sweeping tersebut ditemukan merk kosmetik yang diduga tidak berijin dan mengandung bahan berbahaya. Seperti Qian Yu, Good Whitening Beauty, Ultra Violet Whitening, To Way Cake, Bleaching Soap, Quang Cu, Quan Li RD To Way Cake, Salep Sirih dan pearl cream.

(31)

inactive kan enzim dalam tubuh. Jika enzim mengendap, maka ada banyak kerusakan yang bisa terjadi. Kalau yang terkena enzim saraf maka akan terjadi kerusakan saraf, begitupun kalau kulit, pencernakan dan lain sebagainya. Enzim mengandung unsur Sulfur dan Hidrogen, jika enzim diserang Mercury maka unsur Hidrogennya bisa lepas dan Mercury akan mengikat Sulfur. Mercury dipakai dalam kosmetik dengan tujuan untuk memutihkan kulit. Padahal jika Mercury menyentuh pori-pori kulit akan berhubungan dengan aliran darah, akibatnya metabolisme kulit terganggu. Secara Awam, Mercury memang tidak bisa diteliti dan untuk menyelamatkan konsumen, maka BPOM perlu lebih teliti dan untuk menyelamatkan konsumen,maka BPOM perlu lebih teliti meloloskan produk di pasaran serta masyarakat tidak asal membeli produk yang tidak punya ijin edar.

Dinas Kesehatan melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya di masyarakat untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan produk untuk dikonsumsi serta menjamin hak-hak konsumen.

B. Bentuk Perlindungan Hukum Represif

(32)

yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangan-undangan, tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut, tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat (Pasal 8 ayat 1 huruf a, g dan i Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Sedangkan terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat,sakit berat, cacat tetap, atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku (Pasal 62 ayat 3 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

Untuk meningkatkan upaya pemberantasan terhadap peredaran kosmetk yang tidak memenuhi ketentuan, dilakukan kegiatan penyelidikan yang meliputi operasi gabungan daerah, operasi gabungan nasional, penelusuran dan pengembangan tindak lanjut deteksi dini, inspeksi dadakan, penelusuran kasus serta penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kosmetik dalam rangka pro justicia dan sanksi administratif.

Perlindungan hukum represif oleh Dinas Kesehatan dilakukan melalui penyitaan produk kosmetik,pemusnahan produk kosmetik dan pro justicia

terhadap pelaku yang terbukti menjual produk kosmetik berbahaya.

(33)

pengadilan yakni melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dilakukan berdasarkan prinsip cepat, murah, dan sederhana. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen menangani kasus yang umumnya bersifat perdata, yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami konsumen akibat kesalahan/kelalaian pelaku usaha. Penyelesaian sengketa di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dilakukan dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.15

Pada prinsipnya perlindungan hukum represif dapat diberikan tidak hanya melalui tindakan pro justicia melainkan juga dengan metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengket Konsumen, dengan mengedepankan perlindungan terhadap hak-hak konsumen dan juga menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum sehingga menumbuhkan kesadaran bagi pelaku usaha untuk berbuat jujur serta bertanggung jawab dalam memproduksi barang atau jasa.

Bentuk Pengawasan Terhadap Peredaran Kosmetika Berbahaya Oleh Dinas Kesehatan Kota Malang Berdasarkan Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010.

Dalam melakukan tugas pengawasan tenaga pengawas dapat:

(34)

b. Membuka dan meneliti kemasan kosmetika;dan/atau

c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan kosmetika, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut.

Pengawasan yang dilakukan oleh bidang Farmakmin khusunya pengawasan terhadap peredaran kosmetika krim wajah berbahaya sebagai berikut:

1. Terjun langsung ke lapangan atau tempat yang diduga banyak menjual kosmetika krim wajah;

2. Melihat kemasan krim tersebut memenuhi syarat atau tidak;

3. Dalam hal meneliti Farmakmin melakukan pembelian langsung dengan dana yang sudah ada di dalam agenda dan segera membawa ke Laboraturium BPOM untuk di uji apakah krimwajah tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya atau tidak;

4. Dinas Kesehatan khususnya Farmakmin tidak mempunyai wewenang untuk menyita secara langsung;

(35)

6. Farmakmin juga melakukan sosialisasi atau pembinaan ke salon dan toko-toko yang menjual krim wajah dan menjelaskan bagaimana membuat krim wajah dengan bahan-bahan yang aman agar krim wajah yang banyak beredar legal dan nomor yang registrasi yang tertera di kemasan asli bukan asal membuat nomor;

7. Pengawasan yang dilakukan oleh Farmakmin ada 2 macam jenis pengawasan, yaitu:

Dinas Kesehatan atau bidang Farmakmin juga mengajak masyarakat untuk turut ikut mengawasi langsung dengan cara apabila masyarakat ragu dengan krim wajah yang sudah dibelinya masyarakat bisa langsung cek nomor yang tertera di setiap kemasan krim wajah tersebut dengan cara ketik url http://www.pom.go.id/ di browser.

4.2 Hambatan yang dihadapi Dinas Kesehatan Kota Malang dalam Melaksanakan Tanggung Jawab Hukum Terhadap Peredaran Kosmetik Berbahaya

Terkait dengan pengawasan terhadap peredaran kosmetik berbahaya, terdapat beberapa hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan (Farmakmin) Kota Malang. Adanya hambatan tersebut menyebabkan upaya pengawasan terhadap peredaran kosmetik berbahaya kurang efektif.Kekurangan ini disebabkan berbagai hambatan baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal).

1. Hambatan Internal

(36)

 Terbatasnya dana yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan (Farmakmin) Kota

Malang menjadi salah satu efektifitasnya kinerja Dinas Kesehatan (Farmakmin) Kota Malang dalam upaya pengawasan terhadap peredaran kosmetik berbahaya yang beredar di masyarakat. Karena jika Dinas Kesehatan (Farmakmin) Kota Malang ingin turun lapangan dana yang disediakan dana sendiri bukan dana dari Pemerintah.

2. Hambatan Eksternal

Hambatan eksternal yang dialami oleh Dinas Kesehatan (Farmakmin) Kota Malang, yaitu:

 Pelaku usaha yang tidak peduli dan tidak mentaati ketentuan hukum yang

berlaku terutama terkait dengan masyarakat yang memakai produk krim wajah tersebutketika Dinas Kesehatan (Farmakmin) Kota Malang sudah mengetahui bahwa kosmetik atau kim wajah tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya, pihak pabrik atau toko yang menjual tidak mau dipublikasikan bahwa si pelaku usaha tersebut menjual kosmetik atau krim wajah yang dapat merugikan masyarakat pada efek yang berkepanjangan.

 Masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai obat, pangan, dan

(37)

 Masih rendahnya putusan hakim terhadap pelaku usaha yang melanggar

peraturan perundang-undangan dibidang obat, pangan, kosmetika dan obat tradisional sehingga putusan tersebut tidak menimbulkan efek jera. Tindak lanjut instansi terkait terhadap temuan hasil pemeriksaan masih belum optimal.

Dari sekian banyak faktor yang menjadi penghambat, faktor utama yang berperan adalah faktor masyarakat dan faktor penegak hukum. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kosmetik yang beresiko terhadap kesehatan, minimnya pengetahuan akan hak dan kewajibannya selaku konsumen, masih minimnya kesadaran hukum masyarakat dalam melaporkan kerugian yang timbul akibat penggunaan kosmetik berbahaya serta masih rendahnya putusan hakim tehadap pelaku usaha yang terbukti melakukan peredaran kosmetik berbahaya menjadi kendala tersendiri hingga perlindungan hukum tidak dapat diberikan secara maksimal. Dewasa ini, masyarakat dalam kedudukannya sebagai konsumen diwajibkan untuk menyadari hak dan kewajibannya agar mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal apabila timbul kerugian akibat penggunaan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar. Sehingga, apabila terjadi kerugian di pihak konsumen akibat penggunaan kosmetik berbahaya, maka pelaku usaha dapat bertanggung jawab memberikan ganti rugi atau kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(38)

yang diderita akibat penggunaan kosmetik berbahaya tersebut daripada harus bersusah payah menempuh jalur hukum yang terkesan merepotkan dan tidak efisien.16

Pada umumnya di dalam kehidupan masyarakat terdapat cara untuk menyelesaikan konflik atau sengketa yaitu melalui jalur pengadilan maupun jalur di luar pengadilan dimana jalur di luar pengadilan dilakukan melalui berbagai bentuk, diantaranya : negoisasi,mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Terdapat tiga cara untuk menyelesaikan sengketa konsumen, yaitu :

a. Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan; b. Penyelesaian sengketa konsumen dengan tuntutan seketika;

c. Penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Langkah awal yang ditempuh oleh pihak yang bersengketa adalah penyelesaian sengketa konsumen dengan tuntutan seketika untuk memporeleh kesepakatan para pihak. Namun apabila penyelesaian dengan cara kesepakatan gagal barulah menempuh dua cara lainnya. Bila sudah ditempuh cara melalui pengadilan maka upaya penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak dapat ditempuh lagi. Sedangkan jika upaya penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang ditempuh, maka upaya penyelesaian melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau pihak yang bersengketa.17

Konsumen yang dirugikan akibat pemakaian kosmetik berbahaya hanya perlu datang ke Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen setempat dan melakukan pengisian formulir yang telah disediakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan menyebut nama serta alamat pengadu (konsumen), pelaku usaha atau distributor dan melampirkan barang/jasa yang diadukan, bukti perolehan (bon,

16Wawancara dengan Aprilia, Eka, Dewi

(39)

faktur, dan kuitansi). Keterangan tempat dan waktu diperolehnya barang dan/atau jasa tersebut, dengan tata cara sebagai berikut :

1. Penyelesaian sengketa di BPSK dapat dilakukan dengan 3 cara, hal ini tergantung pilihan dan kesepakatan para pihak yang bersengketa, yaitu dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase.

2. Jika para pihak memilih konsiliasi atau mediasi, maka BPSK hanya bertindak sebagai fasilitator mempertemukan para pihak, mendamaikan secara aktif, memberikan saran dana anjuran dan menerangkan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha serta perbuatan dan tanggung jawab pelaku usaha. Bentuk dan besarnya ganti rugi ditentukan oleh para pihak yang bersengketa, bukan oleh BPSK namun BPSK wajib memberikan masukan yang seimbang kepada para pihak yang bersengketa. Bilamana terdapat kesepakatan/perdamaian antar pihak maka hal itu dituangkan dalam surat perjanjian perdamaian tersebut dan dikuatkan oleh Majelis BPSK dalam bentuk Surat Putusan BPSK.

(40)

BAB V

PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :

1. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Malang kepada konsumen yang dirugikan akibat pemakaian kosmetik berbahaya adalah perlindungan hukum preventif melalui pengawasan terhadap peredaran kosmetik berbahaya dan perlindungan hukum represif melalui pro justicia.

2. Berdasarkan uraian yang telah saya jabarkan, dapat disimpulkanbahwa Dinas Kesehatan (Farmakmin) dalam melakukanpengawasan terhadap kosmetik berbahaya dengan cara sosialisasi ke toko-toko kosmetik dan salon di Kota Malang, apabila ada laporan dari masyarakat tentang penemuan kosmetik atau krim wajah berbahaya Dinas Kesehatan (Farmakmin) Kota Malang akan menindak dengancara melaporkannya ke BPOM.

(41)

tersendiri hingga perlindungan hukum tidak dapat diberikan secara maksimal.

4. Dinas Kesehatan (Farmakmin) dalam melakukan pengawasan dengan beberapa cara atau upaya, yaitu melalui media elektronik dan sosialisasi kepada masyarakat serta bekerja sama dengan Balai Pengawas Obat dan Makanan Surabaya.

5. Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Jalur litigasi ditempuh melalui pengadilan sedangkan jalur non litigasi dapat ditempuh dengan cara konsiliasi, mediasi maupun arbitrase yang dapat dibantu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

5. 2 Saran

1. Untuk Dinas Kesehatan : Dinas Kesehatan disarankan dalam melakukan pengawasan harus lebih ketat agar tidak ada lagi pelanggaran terhadap kosmetik berbahaya yang dilakukan oleh pelaku usaha, lebih tegas dalam pelaksanaan penindakan terhadap distributor yang terbukti menjual kosmetik yang mengandung bahan berbahaya agar tidak hanya diberikan dalam bentuk surat peringatan dan penyitaan saja melainkan langsung ditindaklanjuti secara pidana mengingat dampak penggunaan kosmetik tersebut sifatnya merusak, serta lebih aktif dalam memberikan edukasi dalam bentuk sosialisasi kepada konsumen dari penggunaan kosmetik berbahaya dan juga lebih meningkatkan kegiatan razia terhadap peredaran kosmetik berbahaya yang masih beredar secara luas di Kota Malang. 2. Untuk Pemerintah : meningkatkan atau memberikan dana kepada Dinas

(42)

terhadap peredaran kosmetik berbahaya dengan terjun langsung di lapangan dapat maksimal.

3. Untuk Aparat Penegak Hukum : agar lebih optimal dalam menindak lanjuti temuan hasil pemeriksaan dan memberlakukan sanksi tegas dalam bentuk putusan pengadilan terhadap pelaku usaha yang mengedarkan kosmetik mengandung bahan berbahaya, putusan yang telah dijatuhkan hendaknya wajib disesuaikan dengan ketentuan yang termuat dalam peraturan perundang-undangan agar dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran sehingga menjadi peringatan agar dikemudian hari tidak terjadi lagi peredaran kosmetik berbahaya.

(43)

tidak memenuhi standar kesehatan melalui kegiatan sosialisasi secara berkesinambungan.

5. Untuk Pelaku Usaha : wajib diberikan edukasi dan pemahaman yang mendalam mengenai cara-cara pembuatan kosmetik yang baik, standar penggunaan bahan kimia pada kosmetik, mekanisme dan pensyaratan teknis maupun administrasi yang harus dilalui sebelum mengedarkan kosmetik tersebut ke pasaran, serta peningkatan kesadaran melalui sosialisasi terhadap sanksi hukum yang dapat dijatuhkan apabila terjadi pelanggaran dalam peredaran kosmetik baik yang menyangkut persyaratan teknis maupun administrasi, serta diharapkan pelaku usaha dalam melakukan suatu usaha khususnya kosmetik krim wajah tidak sekedar menjual produk tersebut, tetapi juga mempertimbangkan efek yang terjadi setelah pemakaian krim wajah.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

AZ. Nasution. Konsumen dan Hukum. Cetakan Pertama, Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 40-41

Lailatus Uzilfa, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Kota Malang Yang Mengalami Kerugian akibat Pangan Olahan Yang Berbahaya ( studi di BPOM Jawa Timur dan BPSK Kota Malang)”, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2008

Marissa Dewiyani, Tanggung Jawab Hukum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Beredarnya Produk Kosmetik Impor di Masyarakat Berkaitan dengan Hak Atas Informasi Bagi Konsumen (Studi di BBPOM Surabaya), skripsi, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2008.

Sasongko, Wahyu, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, 2007, Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung, hal 31.

A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, hal 13.

Retno I.S. Tranggono, Kiat Apik Menjadi Sehat dan Cantik Petunjuk Praktis Perawatan Kulit dan Penggunaan Kosmetika Bagi Kaum Muda, Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal 13.

Retno I.S. Tranggono, Kiat Apik Menjadi Sehat dan Cantik, Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 30.

Yuswati M.Pd, Makalah Produk Kosmetik, Universitas Negeri Yogyakarta, 1996, hal 66.

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 132.

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bandung, 1999, hlm. 234.

Hamidi, Metoden Penelitian Kualitatif Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penenlitian, UMM Press, Malang, 2008, hlm. 96.

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm 2.

Undang-Undang :

(45)

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Internet :

http://produkkecantikan.blogspot.com/2011/05/zat-zat-yang-terdapat-didalam.html

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang notifikasi kosmetika.

Tsalisa Nur Aini, selama 2015, BPOM Pro-justitia 41 Kasus Pelanggaran Kosmetik, diakses dari

www.rri.co.id

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/138/jtptunimus-gdl-windikusum-6893-3-babii.pdf

http://yurlinaagriunimusnad.blogspot.com/2011/02/makalah-produk-kosmetik.html

http://digilib.unila.ac.id/4050/12/BAB%20II.pdf

http://e-journal.uajy.ac.id/363/3/2MIH01444.pdf

http://dispendukcapil.malangkota.go.id/?page_id=1244

http://dinkes.malangkota.go.id/profil/struktur-organisasi-dan-pejabat/

http://www.malangkota.go.id/baca/berita/detail/10082007112

http://pontianak.tribunnews.com/2011/10/26/ciri-kosmetik-berbahan-berbahaya

http://satulayanan.id/layanan/index/98/keluhan-konsumen/kemenkes#

Gambar

Gambar 4.1Sumber : Hasil Wawancara terhadap konsumen pengguna kosmetik
Gambar 4.2Sumber : Hasil Wawancara terhadap konsumen pengguna kosmetik

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan bentuk

DAFTAR KARTU ANGGOTA YANG DAPAT DIAMBIL DPD PORMIKI JAWA BARAT. Sekretariat:

[r]

teknik analisis data menggunakan Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, verifikasi Hasil penelitian menemukan bahwa semboyan Torang Samua Basudara

Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat, penentuan Masa Manfaat Aset Tetap dilakukan dengan berpedoman pada Masa Manfaat Aset Tetap yang disajikan dalam Tabel Masa

Analisis Sensitivitas Usaha Jasa Angkutan Trans Pakuan terhadap Penurunan Jumlah Penumpang Sebesar 88 Persen (dengan Subsidi)... Analisis Sensitivitas Usaha Jasa Angkutan

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis antusias untuk mengetahui dan meneliti lebih lanjut tentang persepsi karyawan terhadap kegiatan komunikasi dakwah