• Tidak ada hasil yang ditemukan

INISIASI AKTOR DALAM PEMULIHAN EKOSISTEM LAUT BANGSRING DI KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERSPEKTIF POLITIK LINGKUNGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INISIASI AKTOR DALAM PEMULIHAN EKOSISTEM LAUT BANGSRING DI KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERSPEKTIF POLITIK LINGKUNGAN."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Satu (S-1) dalam Ilmu Sosial Dalam Program Studi Politik Islam

Oleh:

NURHAYATI

NIM: E84212089

JURUSAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)

Ilmu Sosial Dalam Program Studi Politik Islam

Oleh:

NURHAYATI

NIM: E84212089

JURUSAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)

ii

ABSTRAK

INISIASI AKTOR DALAM PEMULIHAN EKOSISTEM LAUT BANGSRING DI KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN

BANYUWANGI PERSPEKTIF POLITIK LINGKUNGAN Oleh: Nurhayati

Pola fikir masyarakat Desa Bangsring yang tergolong antroposentrisme dapat berimbas pada kerusakan ekosistem laut, terbukti di Laut Bangsring yang mengalami kerusakan sebesar 82% disebabkan oleh perilaku masyarakat yang terlalu berambisi dalam memanfaatkan sumberdaya alam tanpa harus memikirkan kelesatriannya. Hingga dalam keadaan ekosistem laut rusak ada seorang pionir yang berinisiasi dapat merubah mindset masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan, namun bukan hanya mempengaruhi masyarakat namun pembuat kebijakan untuk lebih pro terhadap lingkungan terbukti dari diberlakukannya Perdes Tentang Zona Perlindungan Bersama (ZPB) di Desa Bangsring.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualititatif deskriptif dengan jenis pendekatan studi kasus, menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan Teori yang dilakukan adalah Politik LIngkungan dan Civil Society. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan yaitu 1) Yang dilakukan dalam memelihara ekosistem Laut Bangsring diantaranya pertama merubah pola tangkap. Kedua pelestarian terumbu karang, kegiatan ini dilakukan untuk memulihkan rumah-rumah ikan yang telah rusak. Ketiga yaitu pengembangan kawasan konservasi yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat tradisional Bangsring sendiri. Restoking, yaitu penaburan benih ikan. Selanjutnya yaitu penyuluhan pentingnya lingkungan. Dan yang terakhir yaitu Pengembangan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Samudera Bakti. 2) Kendala yang muncul dalam proses pemulihan ekosistem laut bangsring yaitu pertama Mindset masyarakat Desa. Kedua Pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum dalam pengelolaan ekosistem laut bangsring yang masih lemah. Yang ketiga Kualitas sumberdaya manusia di Desa Bangsring yang masih rendah. 3) Perhatian pemerintah daerah terhadap inisiasi aktor dalam pemulihan ekosistem laut bangsring yang dilakukan oleh Ikhwan Arief sangat mendukung, karena terlihat dari dukungan material dan juga dalam bentuk peraturan, yaitu berlakukanya Perdes terkait konservasi Laut Bangsring, serta tindakan sanksi bagi yang melanggar.

Inisiasi yang dilakukan oleh Ikhwan Arief tergolong dapat membawa motivasi untuk tetap selalu menjaga alam, karena dalam teori etika politik yaitu biosentrisme yang berargumen bahwa tidak benar hanya manusia yang mempunyai nilai. Alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia.

(7)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

H. Sistematika Pembahasan ... 25

BAB II KAJIAN TEORI A. Politik Lingkungan 1. Definisi Politik Lingkungan ... 26

2. Kajian Gerakan Aktor ... 29

3. Etika Lingkungan ... 29

(8)

xii

5. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan ... 32

6. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik dan Pengelolaan Lingkungan Hidup... 39

7. Kelompok Masyarakat Pengawas ... 43

B. Civil Society 1. Definisi Civil Society ... 47

2. Konsep Civil Society ... 48

BAB III SETTING PENELITIAN A. Setting Lokasi ... 50

B. Identifikasi Ekosistem Laut Bangsring ... 64

C. Perolehan Ikan Hias di Laut Bangsring ... 67

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pembahasan 1. Kegiatan Pemulihan Ekosistem Laut Bangsring ... 68

2. Kendala yang Muncul dalam Proses Pemulihan Ekosistem Laut Bangsring ... 78

3. Perhatian Pemerintahan Daerah dalam Pemulihan Ekosistem Laut Bangsring ... 83

B. Analisa Terhadap Inisiasi Aktor dalam Pemulihan Ekosistem Laut Bangsring Perspektif Politik Lingkungan ... 85

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 92

(9)

xiii

DAFTAR GAMBAR

1.1 Peta Desa ... 92

(10)

xiv

DAFTAR TABEL

2.1 Iklim di Desa Bangsring ... 53

2.2 Jumlah Penduduk Desa Bangsring Berdasarkan Jenis Kelamin dan Dusun Perhitungan perkembangan skor individu ... 55

2.3 Jumlah Penduduk Desa Bangsring Berdasarkan Umur ... 56

2.4 Pendapatan Riil di Desa Bangsring Perbulan ... 60

(11)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

3.1 Guide Interview ... 94

3.2 Hasil Wawancara ... 96

3.3 Struktur Pemerintahan Desa ... 102

3.4 Peraturan Desa ... 103

3.5 Lembar dokumentasi ... 108

3.6 Daftar Informan ... 114

3.7 Struktur Keanggotaan POKMASWAS ... 115

(12)

1

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Ekosistem pesisir di Indonesia tengah berada dalam kondisi kerusakan

yang serius, hal ini terjadi karena lemahnya komitmen Pemerintah untuk

melakukan perlindungan terhadap ekosistem pesisir yang ada. Semestinya

kawasan pantai berpasir, ekosistem mangrove, padang lamun, habitat terumbu

karang harus dijaga keberadaan alamiahnya dari ancaman perusakan, alih fungsi

kawasan serta pemanfaatan secara eksploitatif. Fakta yang ada justru memberikan

bukti sebaliknya, perusakan terhadap ekosistem pesisir selalu atas dalih

pembangunan dan bahkan atas kepentingan investasi korporasi justru menjadi hal

biasa dalam kebijakan pemanfaatan maupun dalam proses revisi-nya ditingkat

lokal maupun nasional. Fakta ini sekaligus memberikan gambaran bahwa

pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir ini, sudah terbiasa bertentangan

dengan asas dan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang itu sendiri.

Berbagai macam kerusakan yang ada di lingkungan laut, banyak yang

menyebut bahwa laut kita sedang sakit. Laut yang pernah dianggap begitu luas

serta mempunyai kekayaan alam yang melimpah yang tidak akan pernah habis

untuk selama-lamanya, ternyata mempunyai kemampuan terbatas pula. Maka dari

itu, keberadaan laut harus mendapat perhatian dari kita semua agar sumberdaya

(13)

Melihat fakta yang ada salah satu ekosistem laut yang telah rusak adalah

ekosistem Laut Bangsring Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi.

Dimana Laut Bangsring memiliki potensi sumberdaya ikan hias dan karang yang

sudah tidak diragukan lagi. Potensi Bangsring Underwater (BUNDER) dan juga

potensi Pulau Tabuhan sebagai pariwisata sangat diminati oleh wisatawan lokal

maupun mancanegara.

Penyebab dari kerusakan ekosistem Laut Bangsring salah satunya yaitu

dari kegiatan penangkapan ikan yang salah.Penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering dilakukan oleh nelayan

di dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya di dalam melakukan

penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan

menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik bagi

ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi

penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar

daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain

rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat

menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan.

Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan penangkapan dengan

menggunakan bahan peledak juga berakibat buruk untuk ikan-iakn yang ada.

Ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan bahan peledak umumnya tidak

memiliki kesegaran yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap dengan

menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya,

(14)

penangkapan karena hasil yang mereka peroleh cenderung lebih besar dan cara

yang dilakukan untuk melakukan proses penangkapan tergolong mudah.

Selain menggunakan bahan peledak nelayan Laut Bangsring juga

melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan beracun. Bahan

bearacun yang sering digunakan adalah potassium sianida. Seiring dengan

meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias, akhirnya memicu

nelayan Bangsring melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan

menggunakan racun. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk

memperoleh ikan hidup. Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan

ikan yang masih hidup, akan tetapi penggunaannya pada daerah karang

memberikan dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu

penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan

karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi

mabuk dan mati. Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat

menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai

dengan perubahan warna karang yang berwarna-warni menjadi putih, yang lama

kelamaan karang menjadi mati. Indikatornya adalah karang mati.

Hingga akhirnya apa yang dilakukan oleh nelayanmengakibatkan

ekosistem Laut Bangsring mengalami kerusakan hingga mencapai 82 % pada

tahun 2008. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ikan hias pun sulit

didapatkan.1

1

(15)

Jika melihat undang-undang tentang perikanan dalam pasal 6 ayat 1 yang

berbunyi :2 Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan dan/atau alat

yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya.

Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang juga melarang setiap orang atau badan

hukum melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan

sumberdaya ikan dan lingkungannya. Selain itu terdapat dalam peraturan daerah

Kabupaten Banyuwangi Bagian Kelima tentang Strategi Penataan Ruang Wilayah

Kabupaten Pasal 8 (3) Pengembangan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b dengan strategi meliputi:3

a. Mengembangkan dan mengoptimalkan kawasan perikanan tangkap;

b. Mengembangkan dan mengotimalkan kawasan perikanan budidaya air laut,

budidaya air payau, dan budidaya air tawar;

c. Mengoptimalkan kawasan pertambakan;

d. Mengoptimalkan pengembangan dan pengelolaan kawasan minapolitan;

e. Mengembangkan sentra-sentra produksi perikanan yang mendukung

pengoptimalan industri pengolahan perikanan di kawasan minapolitan;

f. Mengendalikan pencemaran lingkungan pada sentra-sentra produksi perikanan

dengan meningkatkan pengelolaan limbah industri perikanan yang bersih,

sehat, dan ramah lingkungan;

2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan

3

(16)

g. Mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur penunjang kawasan

perikanan;

h. Meningkatkan kelembagaan pengelolaan kawasan perikanan;

i. Mengawasi dan mengendalikan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya

perikanan dan kelautan; dan

j. Mengembangkan dan mengendalikan kawasan hutan bakau dan kawasan

terumbu karang bagi keberlanjutan ekosistem kawasan perikanan.

Berpijak dari undang-undang dan perda Kabupaten Banyuwangi telah

melarang keras segala bentuk kegiatan yang dapat merusak lingkungan. Namun

kurangnya kesadaran terhadap pentingnya pelestarian lingkungan bagi

kelangsungan hidup nelayan itu sendiri dapat berimbas pada pola tangkap ikan

yang salah. Nelayan bangsring hanya memikirkan bagaimana mereka

mendapatkan tangkapan ikan sebanyak-banyaknya dengan tidak harus bersusah

payah tanpa memikirkan efek dari aktivitas yang dilakukannya. Hingga akhirnya

ekosistem laut Bangsring kian hari semakin parah kerusakannya.

Sebenarnya terdapat sanksi bagi yang melanggar undang-undang tersebut

yaitu terdapat dalam undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan

pembaharuan atas undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, telah

memberikan kepastian, hukum dan kejelasan bagi penegak hukum terhadap tindak

pidana dibidang perikanan. Dalam meningkatkan efesiensi dan efektivitas

penegakan hukum terhadap tindak pidana dibidang perikanan, telah diatur

mengenai pembentukan pengadilan perikanan dilingkungan peradilan umum.

(17)

dalam melakukan penangkapan ikan di laut, maka perlu ditingkatkan penyuluhan

hukum bagi masyarakat nelayan tentang bahaya dari akibat penggunaan bahan

peledak dan beracun tersebut. Selain itu bagi pelanggaran terhadap ketentuan

pasal 6 ayat 1 dan pasal 7 ayat 1 tersebut di atas dapat dipidana penjara

selama-lamanya 10 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,00.4 Walaupun penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan beracun

adalah terlarang yang bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku, akan

tetapi dalam kenyataannya di wilayah Laut Bangsring Kecamatan Wongsorejo

Kabupaten Banyuwangi, masih sering terjadi penangkapan ikan secara ilegal

dengan cara menggunakan bahan peledak dan beracun oleh nelayan setempat.

Dampak dari rusak dan matinya terumbu karang menyebabkan ikan-ikan

di Laut Bangsring kian hari semakin sulit di dapat oleh nelayan. Sampai suatu

ketika, Ikhwan Arief yang baru pulang kampung seusai menimba ilmu di

Universitas Islam Malang, Jawa Timur, mendapati bahwa ekosistem di Pantai

Bangsring rusak. Melihat kondisi tersebut, Ikhwan kemudian berinisiatif untuk

memulai gerakan mengembalikan ekosistem Selat Bali di Desa Bangsring.5

Ikhwan Arief datang dari lingkungan pedagang ikan hias. Dia lahir dan

besar di Bangsring, sebuah desa di tepi Selat Bali yang banyak menghasilkan ikan

hias untuk ekspor. Sewaktu masih kecil, para nelayan bisa menangkap banyak

ikan dari laut untuk dijual kepada ayahnya. Dia juga tahu bahwa mengebom

menjadi cara yang dipilih nelayan di Bangsring untuk menangkap ikan ketika itu.

4

Takdir Rahmadi,Hukum Lingkungan di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2011), 241

5

SiwiYunitaCahyaningrum. Ikhwan Arief; Menyelamatkan Ekosistem Selat

Bali.http://rumahpengetahuan.web.id/ikhwan-arie-menyelamatkan-ekosistem-selat-bali

(18)

Ikhwan ingin menebus kesalahan para pendahulu. Oleh karena itu, ia rela

meluangkan waktu untuk memperbaiki lingkungan laut Bangsring.6

Ikhwan Arief melakukan gebrakan baru untuk keluar dari masalah

lingkungan yang kian rusak di daerahnya. Ia mengajak nelayan Bangsring untuk

merubah cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Namun pemikiran dan

perubahan yang dilakukannya mendapatkan hambatan, karena pola pikir

masyarakat yang masih pragmatis dan praktis menjadi faktor utama yang menjadi

kendala. Dimana nelayan setempat hanya ingin mendapatkan tangkapan ikan yang

banyak dengan cara instan tanpa harus memikirkan dampak lingkungan yang

mereka perbuat. Tantangan terbesar dalam melestarikan ekosistem laut dan

memulihkan ekosistem laut yaitu mengubah mindsite warga Bangsring, karena

yang mereka fikirkan hanyalah bisnis dan ekonomi pribadi yang tanpa

memikirkan dampak terhadap lingkungan dengan apa yang mereka lakukan.7 Dari inisiasi aktor dalam pemulihan ekosistem laut Bangsring yang

dilakukan Ikhwan dapat mengubah pandangan dan sikap yang lebih baik, dimana

tetap memikirkan aspek ekonomi namun tidak mengenyampingkan aspek

lingkungan.

Ikhwan Arief mempunyai program khusus untuk melestarikan dan

memulihkan ekosistem laut Bangsring, yaitu penanaman terumbu karang yang

dilakukan oleh nelayan setempat serta mengajak pengunjung ikut turut dalam

penyelenggaraan penanaman terumbu karang tersebut. Alasan Ikhwan melakukan

6

Ibid

7

(19)

penanaman terumbu karang karena, terumbu karang merupakan rumah bagi

ikan-ikan maupun biota laut di pantai tersebut. Apabila terumbu karang masih terjaga,

maka ikan-ikan dan biota laut lainnya akan tetap lestari. Sehingga pemulihan

ekosistem laut Bangsring di mulai dari pemulihan terumbu karang.8

Namun lambat laun ikhwan arief mengajak nelayan lokal untuk bergabung

dalam pemulihan ekosistem laut. Yang mengatasnamakan sebagai kelompok

Samudera Bakti. Kelompok tersebut melakukan pengawasan dan kegiatan

melestarikan alam agar tidak rusak. Kelompok masyarakat pengawas adalah

sekelompok nelayan yang secara sadar akan kepedulian lingkungan atau

kelestarian lingkungan sehingga kelompok tersebut melakukan pengawasan dan

pengamanan wilayah pesisir maupun lautnya. Pengawasan sebagai suatu

pengendalian merupakan pencegahan awal dapat dengan proses perijinan,

verifikasi/pemeriksaan, pengaturan larangan-larangan dan sosialisasi. Pengawasan

sebagai suatu tindakan merupakan penanganan, pemberian sanksi atas

pelanggaran dengan maksud menimbulkan efek jera/menciptakan kehendak

menaati aturan.

Sehingga dari latar belakang di atas peneliti merasa tertarik untuk meneliti

secara mendalam terkait keadaan yang ada di Laut Bangsring. Sehingga peneliti

dapat merumuskan penelitian ini dengan judul “Inisiasi Aktor dalam Pemulihan

Ekosistem Laut Bangsring di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi

Perspektif Politik Lingkungan”.

8

(20)

Adapun alasan memilih lokasi Laut Bangsring di Kecamatan Wongsorejo

Kabupaten Banyuwangi karena: Pertama, Laut Bangsring merupakan selat Bali

yang mempunyai sumberdaya alam yang melimpah terutama dalam bidang ikan

hias dan terumbu karang. Hal ini dimaksud berusaha memahami sejauh mana

masyarakat lokal dapat memanfaatkan sumberdaya alam untuk kehidupannya.

Kedua, Adanya inisiasi aktor non pemerintahan atau perencanaan masyarakat

setempat dalam pemulihan ekosistem laut. Dari sisi tersebut adanya kesadaran

yang besar terhadap masyarakat (civil society) akan pentingnya pelestarian

lingkungan. Ketiga, adanya pengelolaan dan pemulihan ekosistem laut yang

dilakukan oleh nelayan tradisional dapat berdampak terhadap kehidupan yang

lebih sejahterah namun ramah lingkungan. Keempat, Unsur keterjangkauan lokasi

penelitian oleh peneliti, baik dari segi tenaga, dana maupun dari segi efisiensi

waktu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat

diidentifikasikan beberapa permasalahan utama yang mendasari penelitian, antara

lain:

1. Bagaimana pemulihan yang dilakukan oleh aktivis lingkungan dalam

memeliharaekosistem Laut Bangsring?

2. Apa saja kendala yang muncul dalam proses pemulihan ekosistem Laut

Bangsring?

3. Bagaimana perhatian Pemerintah Daerah terhadap inisiasi yang dilakukan

(21)

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pemulihanyang dilakukan aktivis lingkungan dalam memelihara

ekosistem Laut Bangsring.

2. Mengetahui kendala yang muncul dalam proses pemulihan ekosistem Laut

Bangsring.

3. Mengetahui perhatian Pemerintah Daerah terhadap inisiasi yang dilakukan

aktivis lingkungan dalam pemulihan ekosistem Laut Bangsring

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, bagi Universitas

diharapkan dapat menjadi tambahan bagi pengembangan ilmu pengetahuan

karya ilmiah penelitian skripsi. Dalam bidang ini kajian ilmu politik mengenai

politik lingkungan yang kini kian hangat menjadi topik utama dalam

perbincangan politik global. Membedah bagaimana perhatian Pemerintah

dalam pengelolaan sumberdaya alam, serta peran aktor dalam pemulihan

lingkungan yang dapat merubah wajah LautBangsring sebagai salah satu

destinasi wisata pendidikan yang indah di Banyuwangi, termasuk jika

penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai rujukan referensi bagi

penelitian-penelitian berikutnya dengan tema yang sama yaitu seputar politik

lingkungan.

2. Secara Praktis

(22)

a. Sebagai evaluasi dalam pengelolaan sumber daya alam yang ramah

lingkungan.

b. Rekomendasi untuk tidak lagi melakukan pengrusakan dan eksploitasi

besar-besaran terhadap sumberdaya alam yang dapat berdampak terhadap

kerusakan lingkungan.

c. Rekomendasi untuk Pemerintah agar lebih tegas terhadap oknum-oknum

yang tidak taat peraturan dalam eksploitasi sumberdaya alam.

E. Fokus Penelitian

Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun

maksud dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus

yaitu Pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi; Kedua, penetapan fokus

berfungsi untuk memenuhi inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar atau

informasi baru yang diperoleh di lapangan.9Dalam metode kualitatif, fokus penelitian berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus

penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh di lapangan.

Oleh karena itu fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang

dan mengarahkan penelitian.

Fokus penelitian bersifat tentatif seiring dengan perkembangan penelitian.

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus

membatasi penelitian guna memilih data yang relevan dan yang baik. Dalam

penelitian ini, penelitian memfokuskan penelitian pada inisiasi aktor dalam

pemulihan ekosistem Laut Bangsring berdasarkan perspektif Politik Lingkungan

9

(23)

dengan studi kasus pada inisiasi aktor di Laut Bangsring Kecamatan Wongsorejo

Kabupaten Banyuwangi. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Pemulihan ekosistem laut yang akan diteliti adalah Laut Bangsring terletak di

di Dusun Krajan, Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi,

terdapat gugusan terumbu karang yang tak kalah cantik dengan wakatobi.

Pengelolaanya adalah kelompok nelayan tradisional setempat (Samudera

Bakti).

2. Apa saja yang dilkukan aktivis lingkungan dalam memelihara ekosistem Laut

Bangsring.

3. Inisiasi aktor disini maksudnya adalah perencanaan aktor untuk melakukan

perubahan yang lebih baik. Inisiasi aktor yang menjadi subjek peneliti adalah

perencanaan yang dilakukan aktivis lingkungan di Laut Bangsring. Dimana

mereka melakukan pemulihan ekosistem laut, yang telah lama rusak oleh

oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

4. Perhatian Pemerintah disini adalah bagaimana langkah Pemerintah Daerah

terhadap inisiasi yang dilakukan oleh aktivis lingkungan Bangsrig. Selain itu

bagaimana keterlibatan peran Pemerintah dalam pemulihan ekosistem Laut

Bangsring.

F. Metodologi Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai bulan

Januari 2016 yang berlokasi di kawasan Laut Bangsring, Desa Bangsring

(24)

2. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan

dikembangkan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengatasi permasalahan.10 Selain itu metode penelitian dalam arti luas merupakan cara dan prosedur yang

sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan

maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah

tersebut.11 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus, dengan pendekatan kualitatif.

Kata kualitatif menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang

tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas, jumlah,

intensitas, atau frekuensinya. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses

penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini,

peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat

antara peneliti dan subjek yang diteliti.12

Studi kasus meliputi analisis mendalam dan kontekstual terhadap

situasi yang mirip dalam organisasi lain, di mana sifat dan definisi masalah

yang terjadi adalah serupa dengan masalah yang dialami saat ini. Studi kasus

pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu atau kelompok

10

Sugiyono,Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D(Bandung: Alfabeta,

2010), 2-3

11

Ulber Silalahi, MA,Metode Penelitian Sosial(Bandung: Refika Aditama, 2010), 12-13

12

(25)

yang dipandang mengalami kasus tertentu.13 Menggunakan jenis penelitian studi kasus karena sebagai berikut:14

a. Studi kasus memberikan “deskripsi yang padat” yang penting bagi

evaluasi (penelitian) naturalistik.

b. Studi kasus adalah grounded; ini memberikan perspektif eksperiensial.

c. Studi kasus bersifat holistik dan seperti kehidupan.

d. Studi kasus menyederhanakan kisaran data yang diminta seseorang untuk

dipertimbangkan, ini dapat dibuat seindah mungkin sehingga dapat

memerankan tujuan dengan sebaik-baiknya yang ada di dalam pikiran

peneliti.

e. Studi kasus memfokuskan perhatian pembaca dan memperjelas makna.

Jenis penelitian studi kasus terkait inisiasi aktor dalam pemulihan

ekosistem Laut Bangsring di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi.

3. Obyek dan Subyek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya

sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam

penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Untuk mendapat data yang

tepat maka perlu ditentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai

dengan kebutuhan data (purposive). Sementara obyek penelitian adalah

inisiasi aktor dalam pemulihan ekosistem Laut Bangsring.

Di dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah:

13

Ibid, 35

14

Rulam Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA,

(26)

a. Aktivis lingkungan yang menjadi pionir dalam penggerak pemulihan

ekosistem Laut Bangsring.

b. Masyarakat Desa Bangsring.

c. Aparatur Pemerintahan setempat.

4. Sumber Data

Data untuk suatu penelitian dapat dikumpulkan dari berbagai sumber.

Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sekunder. Mampu

memahami dan mengidentifikasi sumber data akan dapat memudahkan

peneliti untuk memilih metode pengumpulan data yang tepat guna dan hasil

guna dan memudahkan melakukan pengumpulan data.15 a. Primer

Data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari subjek

peneliti dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengambilan data

langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.16 Yang termasuk di dalam data primer yaitu subyek atau orang dan tempat.

Adapun yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah masyarakat

nelayan yang menjadi pionir dalam pemulihan ekosistem laut di pantai

Bangsring, yaitu Ikhwan. Selain itu aparatur Pemerintah Daerah

Bangsring, beserta masyarakat setempat.

15

Ulber Silalahi,MA,Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), 289

16

(27)

b. Sekunder

Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan

kedua atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian

dilakukan. 17

Data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka yaitu mencari

data atau informasi, yang berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku,

internet, dokumen peraturan desa, peraturan daerah kabupaten banyuwangi

dan karya tulis ilmiah.18 Data sekunder ini merupakan data pendukung atau sebagai data pelengkap dari data primer. Data yang termasuk ke

dalam data sekunder yaitu, data yang diperoleh dari bahan-bahan

literaturyang berkaitan dengan inisiasi aktor dalam pemulihan ekosistem

Laut Bangsring.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam

penelitian apapun, termasuk penelitian kualitatif, dan digunakan untuk

memperoleh informasi atau data sebagaimana tujuan penelitian.

Observasi digunakan untuk mengumpulkan beberapa informasi

atau data yang berhubungan dengan ruang (tempat), pelaku, kegiatan,

objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Salah satu

17

Ulber Silalahi,MA,Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2010),291

18

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek(Jakarta: Rineka

(28)

peranan pokok dalam melakukan observasi adalah untuk menemukan

interaksi yang kompleks dengan latar belakang yang alami.19

Dalam penelitian ini, menggunakan observasi partisipasi pasif.

Para pengamat yang terlibat di dalam partisipasi atau berinteraksi dengan

orang-orang lain pada ukuran tertentu. Tentang segala hal yang perlu anda

lakukan ialah mendapatkan suatu pasca-observasi darimana mengamati

dan merekam apa yang sedang berlangsung. Jika partisipasi pasif

menduduki peranan di dalam situasi sosial, itu hanya merupakan orang

yang berdiri di dekatnya, penonton atau pemerhati, atau orang yang

luntang lantung. 20

Peneliti bisa melakukan pengamatan melalui berdiri dan melihat

dari dekat apa yang sedang dilakukan kelompok masyarakat atau subyek

peneliti lakukan.

b. Wawancara

Wawancara adalah satu peristiwa umum dalam kehidupan sosial

sebab ada banyak bentuk berbeda dari wawancara. Metode wawancara

merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau

keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu

percakapan yang sistematis dan terorganisasi. Hasil percakapan tersebut

dicatat atau direkam oleh pewawancara.21

19

Iskandar,MetodePenelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, Cet.XII, 2000), 122

20

Rulam Ahmad,Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA,

2014), 170

21

(29)

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap

informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara

yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan

tidak terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah di

buat. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan

atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana

pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif

lama.22 c. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya

barang-barang tertulis. Dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan

mencatat data-data yang sudah ada.23Dokumentasi merupakan metode penunjang dari metode observasi dan wawancara. Dokumentasi

merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku. Dokumen biasanya

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data

yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.

Jadi dengan dokumen kita dapat mengumpulkan data dengan

melihat beberapa dokumentasi sebagai bahan informasi tambahan atau

22

Juliansyah Noor, S.E.,M.M,Metodologi Penelitian (Jakarta: KENCANA, 2015),

138-139

23

(30)

bukti otentik sebagai penunjang dalam pengumpulan data sebuah

penelitian.

6. Teknik Pemilihan Informan

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah

berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data,

dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Teknik pemilihan

informan dengan cara purposive. Purposive adalah menentukan subyek atau

obyek sesuai tujuan.Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai

dengan topik peneliti, peneliti memilih subyek/obyek sebagai unit analisis.

Peneliti memilih unit analisi tersebut berdasarkan stratifikasi informan sebagai

berikut:

a. Civil society : Aktivis lingkungan yang menjadi pionir dalam pemulihan

ekosistem Laut Bangsring (Ikhwan Arief), masyarakat Bangsring, tokoh

masyarakat.

b. Pemangku kebijakan : Kepala Desa Bangsring, aparatur Desa Bangsring

7. Teknik Analisa Data

Setelah memperoleh data-data yang dibutuhkan melalui teknik

pengumpulan data yang tidak peneliti terangkan, peneliti kemudian

menganalisis data tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis data

deskriptif. Model analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengambarkan,

meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena sosial

(31)

realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, model, karakteristik, sifat, tanda

atau gambaran tentang kondisi, situasi maupun fenomena tertentu.24 Alasan peneliti menggunakan model analisis deskriptif karena, dalam penelitian ini

peneliti mengamati secara langsung fenomena yang terjadi atau dengan kata

lain peneliti melakukan case study (studi kasus) terkait Inisiasi Aktor Dalam

Pemulihan Ekosistem Laut Bangsring di Kecamatan Wongsoreje Kabupaten

Banyuwagi Perspektif Politik Lingkungan.

8. Teknik Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif.

Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting.

Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat

tercapai.

Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini dilakukan member

checks (pengecekan anggota). Pengecekan anggota di mana data, kategori

analisis, interpretasi, dan kesimpulan diuji dengan para anggota dari mereka

pemegang saham dari mana data asli dikumpulkan, ini merupakan teknik yang

krusial untuk menciptakan kredibilitas. Jika peneliti dapat mengartikan hal

tersebut penyusunannya dapat diketahui oleh para anggota informan sebagai

penggambaran yang cukup memadai dari realita mereka sendiri. Suatu hal

yang penting ialah mereka diberikan kesempatan untuk memberikan reaksi.25 Pengecekan anggota adalah suatu proses yang dilaksanakan dengan

24

Burhan Bunging, Penelitian Kualitatif edisi kedua (Jakarta: Kencana, 2011), 68

25

Rulam Ahmad,Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA,

(32)

memerhatikan berbagai konstruksi. Pengecekan anggota diarahkan pada

pertimbangan kredibilitas keseleruhan.

Selain itu member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data. Ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh

data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data atau

informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data

berarti datanya tersebut valid. Pelaksanaan member check dapat dilakukan

setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah mendapat suatu

temuan atau kesimpulan.26

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang inisiasi aktor dalam pemulihan ekosistem Laut

Bangsring di kecamataan Wonsorejo Kabupaten Banyuwangi perspektif politik

lingkungan, sebelumnya juga telah banyak digunakan oleh peneliti terdahulu.

Pustaka-pustaka yang mendasari penelitian ini adalah penulisan hasil penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut

diantaranya:

a. Rudianto, artikel tentang “Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir

Terpadu Berbasis Co-Management: Studi Kasus di Kecamatan Ujung Pangkah

dan Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik”. Dalam penelitian ini

disimpulkan bahwa Strategi untuk memulihkan ekosistem pesisir secara

terpadu adalah dengan peran masyarakat. Peran masyarakat sangat

menentukan untuk melakukan restorasi ekosistem pesisir dan memerlukan

26

Sugiyono,Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan kombinasi: Mixed Methods

(33)

kolaborasi dengan pemerintah, dan swasta. Untuk itu diperlukan kelembagaan

untuk mewujudkan kolaborasi tersebut. Rencana tindak memulihkan

ekosistem pesisir dengan menggunakan restorasi terpadu adalah dengan

memprioritaskan mangrove sebagai penanganan yang utama, diikuti dengan

penanganan terumbu karang, kemudian penanganan estuaria dan terakhir

penanganan dengan padang lamun. Berdasarkan prioritas penanganan tersebut

disusun kerangka strategi mulai dari visi, misi dan prioritas strategi. Model

pengelolaan restorasi ekosistem pesisir terpadu adalah dengan menggunakan

model co-management. Penanganan restorasi ekosistem secara terpadu dalam

co-management mengutamakan 3 (tiga) hal pokok dari masyarakat yaitu:

kesadaran masyarakat, kemampuan masyarakat dan pendapatan masyarakat.

Sedang dari pihak pemerintah diperlukan ada kemauan pemerintah

mendesentralisasikan tanggung jawab dan wewenang, termasuk perlu

dukungan kepada masyarakat dan swasta baik secara legalitas, iklim yang

kondusif bagi usaha swasta yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan,

serta bantuan pendanaan bagi aktivitas masyarakat melakukan upaya restorasi

secara terpadu. 27

b. Febby Tamara Viyanda pada tahun 2015 seorang mahasiswa Universitas

Brawijaya Malang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, tentang “Rencana

Strategis Kelompok Masyarakat Pengawas Samudera Bakti di Desa Bangsring

27

Rudianto. Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis

Co-Management: Studi Kasus di Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik.

http://rudianto.rjls.ub.ac.id/article-Analisis-Restorasi-Ekosistem-Wilayah-Pesisir-Terpadu-Berbasis-Co-Management

(34)

Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi”. Dalam penelitian ini

disimpulkan bahwa pilihan strategi/kebijakan pengembangan kelompok

masyarakat pengawas POKMASWAS Samudera Bakti di Desa Bangsring

Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi adalah pada kuadran satu

yaitu kebijakan Growth Oriented Strategy dengan menggunakan strategi

Strength Oppurtunities (SO), yaitu 1) Melindungi dan melestarikan potensi

sumberdaya alam yang ada di kawasan Desa Bangsring, Kecamatan

Wongsorejo Kabupaen Banyuwangi, 2) Mengoptimalkan fungsi networking

atau jejaring untuk pengelolaan kawasan Desa Bangsring, 3) Program

pelatihan dan pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Bangsring Kecamatan

Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi, 4) Alternatif mata pencaharian

masyarakat pesisir, 5) Memanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk

memasarkan ekowisata desa bangsring agar lebih dikenal oleh wisatawan

lokal maupun mancanegara. Sedangkan arahan strategi/kebijakan yang

diprioritaskan untuk mendukung pengembangan kelompok masyarakat

pengawas (POKMASWAS) samudera bakti adalah 1) Pengembangan sarana

dan prasarana, 2) Pengembangan pariwisata, 3) mengembangkan kualitas

SDM, 4) Meningkatkan pendapatan, 5) Pengembangan sumberdaya ikan hias

dan terumbu karang, 6) Penegakan hukum, 7) Keputusan pemerintah

Kabupaten Banyuwangi.

Dalam berbagai penelitian terdahulu skripsi dan jurnal belum dimunculkan

dalam adanya inisiasi aktor dalam Pemulihan Ekosistem Laut Bangsring dalam

(35)

kajiannya adalah Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis

Co-Management, yang dilakukan di Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan

Bungah, sedangkan dalam penelitian ini terfokus pada inisiasi aktor (civil society)

terhadap perlindungan ekosistem laut Bangsring. Persamaan dalam penelitian

tersebut yaitu sama-sama membahas pengelolaan dan memulihkan ekosistem.

Dalam penelitian yang kedua fokus kajiannya adalah pada rencana strategi

pengembangan kelompok nelayan bangsring dalam mengelola ekosistem laut

Bangsring. Sedangkan pada penelitian ini terfokus pada inisiasi aktor yang

dilakukan untuk memulihkan ekosistem laut dalam perspektif politik lingkungan.

Persamaan dalam penelitian tersebut adalah tempat/lokasi serta subyek yang

diteliti merupakan tempat yang sama yaitu Laut Bangsring di Kecamatan

Wongsorejo Kabupaten Bnayuwangi.

Penelitian ini menarik karena masyarakat sendiri yang sadar akan

pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik. Dari kesadaran masyarakat

nelayan akan pentingnya pelestarian lingkungan maka dapat memunculkan

gerakan aktivis lingkungan yang disebut (Samudera Bakti). Karena berangkat dari

kelompok gerakan samudera bakti dapat merubah wajah ekosistem laut Bangsring

yang lebih indah, bahkan tempat ini menjadi destinasi wisata yang menggiurkan

di daerah Banyuwangi. Selain itu menariknya yaitu tentang kurangnya ketegasan

dari penegak hukum terhadap pelanggaran yang masayarakat lakukan. Sehingga

(36)

ekosistem laut Bangsring, dan bagaimana perhatian Pemerintah Daerah terhadap

pemulihan ekosistem laut Bangsring yang telah dilakukan oleh aktivis lingkungan.

H. Sistematika Pembahasan

a. Bab I Pendahuluan (Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Fokus Penelitian, Metodelogi Penelitian,

Penelitian Terdahulu, Sistematika Pembahasan)

b. Bab II Landasan Teori (Politik Lingkungan, Civil Society)

c. Bab III Setting Penelitian (Setting Lokasi, Identifikasi Ekosistem Laut

Bangsring, Data Perolehan ikan hias)

d. Bab IV Pembahasan (Menjawab Rumusan Masalah dan Analisa)

e. Bab V Penutup (Kesimpulan dan Saran)

f. Daftar Pustaka

(37)

26

Bab II

Landasan Teori

A. Politik Lingkungan

1. Definisi Politik Lingkungan

Banyak ilmuan (Peterson, 2000; Bryant, 1992; Vayda, 1983; Blaikie

dan Brookfield, 1987; Abe Ken-ichi,2003; dan sebagainya) memberikan

definisi yang berbeda. Paterson mengatakan bahwa politik lingkungan adalah

suatu pendekatan yang menggabungkan masalah lingkungan dengan politik

ekonomi untuk mewakili suatu pergantian tensi yang dinamik antara

lingkungan dan manusia, dan antara kelompok yang bermacam-macam di

dalam masyarakat dalam skala dari individu lokal kepada transnasional secara

keseluruhan.1 Ilmuan lain mendefinisikan politik lingkungan adalah sebagai suatu bingkai untuk memahami kompleksitas saling berhubungan antara

masyarakat lokal, nasional, politik ekonomi global dan ekosistem. Konsep ini

telah diangkat dalam cara yang beraneka seperti “Dunia-Ketiga Politik

Lingkungan”, politik lingkungan boleh didefinisikan sebagai usaha untuk

memahami sumber-sumber politik, kondisi dan menjadi suatu jaringan dari

pergantian lingkungan. Pemahaman terkini politik lingkungan adalah

cenderung untuk melihat mendalam dinamika lingkungan dan memfokuskan

atas suatu susunan sistem manusia. Abe Ken-ichi mendefinisikan politik

1

Herman Hidayat,Politik Lingkungan: Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan

(38)

lingkungan sebagai suatu kolektif nama untuk semua usaha intelektual

untuk secara kritis menganalisis masalah ketepatan sumber daya alam dan asal

usul kerusakan sumberdaya secara politik ekonomi, dengan maksud itu

diperoleh studi akademik atau aplikasi yang bersifat praktis. Dalam pengertian

lain, politik lingkungan peduli pada dimensi politik dalam penggunaan dan

pemanfaatan sumberdaya alam. Jelaslah, bahwa lingkup dari politik

lingkungan telah merujuk sebagai suatu metode analisis daripada disiplin ilmu

pengetahuan yang menyatu atau subdisiplin, yang biasanya diwarnai oleh

rangkuman gagasan yang berhubungan, premis dan teori.2

Istilah ekologi politik secara etimologis berasal dari dua kata, yaitu

ekologi dan politik. Ekologi di sini difokuskan pada konteks sumberdaya

alam. Artinya membahas ekologi berarti membahas sumberdaya alam.

Sementara itu, istilah politik pada konteksini berarti “kekuasaan”. Oleh karena

itu secara sederhana ekologi politik mencermati persoalan sumberdaya alam

sebagai persoalan sosial-politik. Senada dengan pengertian sederhana tersebut,

Bryant dan Bailey menjelaskan bahwa ekologi politik fokus pada usaha

mempelajari sumber, kondisi, dan implikasi politik dari perubahan lingkungan

hidup. Menurut Bryant asumsi pokok ekologi politik ialah perubahan

lingkungan tidak bersifat netral, tetapi merupakan suatu bentuk politik

lingkungan yang banyak melibatkan aktor-aktor yang berkepentingan baik

pada tingkat lokal, regional, maupun global.

2

(39)

Politik lingkungan hidup merupakan kajian yang membahas interaksi

antar berbagai elemen sistem (variable) di dalam proses perumusan dan

pengambilan keputusan publik yang menuju terbentuknya public policy

terhadap masalah-masalah lingkungan. Secara komprehensif dibahas berbagai

isu krisis lingkungan, ideologi politik lingkungan, gerakan lingkungan, sistem

politik, partai politik dan lingkungan, dan proses politik dan lingkungan.

Singkatnya, politik lingkungan hidup secara sederhana, meminjam istilah

Bryant dan Bailey dimaknai sebagai bidang kajian dalam ilmu politik terhadap

masalah-masalah lingkungan.

Politik lingkungan adalah sama atas suatu metode terapan oleh

ahli-ahli lingkungan yang menganalisis kebijakan mengenai masalah lingkungan

yang relevan, ini yang dikenal dengan sebutan progressive contextualization

(kontekstualisasi yang maju). Pendekatan ini memulai dengan aktor (pelaku),

dalam hal ini para pemakai sumber daya alam yang langsung, dan

mempertimbangkan suatu konteks dengan apa mereka berbuat atau tidak

berbuat dalam cara yang khsusus terhadap sumberdaya alam. Pendekatan ini

juga bermaksud untuk menerangkan mengapa masyarakat menggunakan

lingkungan dalam cara-cara yang khusus, kadang-kadang menyebabkan

sumberdaya berkurang atau rusak sehingga dapat membahayakan masyarakat

dan lingkungan sekitar.3

3

(40)

2. Kajian Gerakan Aktor (Pelaku)

Ada dua alasan kritis untuk mengidentifikasi gerakan aktor (pelaku)

pengelolaan lingkungan di Indonesia. Pertama, adalah mengkaji pelaku

langsung yang dapat digolongkan misalnya, Negara dan pengusaha, baik lokal

maupun transnasional. Kedua, mengkaji pelaku tidak langsung, misalnya

Lembaga keuangan internasional (Bank Dunia, IMF, ADB dan sebagainya),

akademisi, LSM dan masyarakat lokal).4

Di Indonesia berdasarkan konstitusi 1945, pasal 33 ayat 3 mengatakan

bahwa: tanah, air, dan sumberdaya alam, dan yang ada di dalamnya akan

dikontrol oleh Negara dan akan diperuntukan untuk kemakmuran rakyat. Ini

juga tercatat dalam Undang-Undang Agraria (1960) dalam hak-hak

penggunaan tanah, bahwa semua lahan hutan dan sumberdaya alam dimiliki

mutlak oleh Negara sebagai organisasi yang mempunyai kewenangan dari

bangsa.5

3. Etika Lingkungan

Etika lingkungan hidup disini di pahami sebagai disiplin ilmu yang

berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia

dalam berhubungan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku

manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.6Etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam. Etika

lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan

4

Herman Hidayat,Politik Lingkungan: Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan

Reformasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), 15

5

Ibid, 15

6

(41)

alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak

pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam

secara keseluruhan. Termasuk di dalamnya, berbagai kebijakan politik dan

ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap

alam.7

Etika lingkungan di bagi menjadi tiga yaitu:

a. Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang

memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan

kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan

ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam,

baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia

dan kepentingannya. Oleh karena itu, alampun dilihat hanya sebagai

obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan

manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak

mempunyai nilai pada dirinya sendiri.8 b. Biosentrisme

Bagi biosentrisme, tidak benar bahwa hanya manusia yang

mempunyai nilai. Alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas

dari kepentingan manusia. Ciri utama etika ini adalah biosentrik, karena

teori ini menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai

nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Teori ini menganggap serius setiap

7

Ibid, 41-42

8

(42)

kehidupan dan makhluk hidup di alam semesta. Semua makhluk hidup

bernilai pada dirinya sendiri sehingga pantas mendapat pertimbangan dan

kepedulian moral. Teori ini mendasarkan moralitas pada keluhuran

kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya.9 c. Ekosentrisme

Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan

hidup biosentrisme. Sebagai kelanjutan biosentrisme, ekosentrisme sering

disamakan begitu saja dengan biosentrisme, karena ada banyak kesamaan

diantara kedua teori ini. Kedua teori ini mendobrak cara pandang

antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada

komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk

mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, etika diperluas

untuk mencakup komunitas biotis. Sementara pada ekosentrisme, etika

diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Ekosentrisme

justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang

hidup maupun tidak.10 4. Komitmen Moral Pemerintah

Komitmen moral pemerintah sangat diperlukan bagi perlindungan

lingkungan hidup. Komitmen moral ini diperlukan terutama yaitu sebagai

berikut:11

9

Ibid, 65-66

10

Ibid, 92

11

(43)

a. Untuk memberi tempat sentral kepada perlindungan lingkungan hidup

dalam keseluruhan kebijakan pembangunan nasional.

b. Komitmen moral diperlukan untuk membeangun pemerintah yang bersih

dan baik, yang memungkinkan pemerintah lebih serius dalam menjaga

lingkungan hidup, termasuk secara konsekuen mengimplementasikan

kebijakan perlindungan lingkungan hidup.

c. Komitmen pemerintah juga dibutuhkan untuk membangun suatu

kehidupan ekonomi global yang lebih pro kepada lingkungan hidup, dan

tidak menjadikan lingkungan hidup sekadar sebagai alat untuk

kepentingan ekonomi dan politik berbagai Negara, khususnya

Negara-negara maju.

Tanpa komitmen moral ini, dan berarti tanpa etika tata praja yang baik,

krisis lingkungan hidup global akan sulit diatasi.

5. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan

Dengan mendasarkan diri pada teori etika biosentrisme, ekosentrisme,

teori mengenai hak asasi alam, dan ekofeminisme, dapat merumuskan

beberapa prinsip moral yang relevan untuk lingkungan hidup. Prinsip-prinsip

ini bisa menjadi pegangan dan tuntunan bagi perilaku dalam berhadapan

dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku

terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam. Lebih dari

(44)

perubahan kebijakan sosial, politik, dan ekonomi untuk lebih pro lingkungan

hidup dan dalam rangka itu untuk bisa mengatasi krisis ekologi sekarang ini.12 Perlu ditekankan bahwa prinsip-prinsip etika lingkungan hidup ini

terutama bertumpu pada dua unsur pokok dari teori biosentrisme dan

ekosentrisme. Pertama, komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas

sosial, melainkan mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Kedua, hakikat

manusia bukan hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga makhluk

ekologis.13

Antara lain prinsip-prinsip etika lingkungan yaitu:14 a. Sikap Hormat Terhadap Alam

Terlepas dari perbedaan cara pandang di antara antroposentrisme,

biosentrisme, dan ekosentrisme, dan ekofeminisme, semua teori etika

lingkungan hidup tersebut sama-sama mengakui bahwa alam semesta

perlu dihormati. Dengan mendasarkan diri pada teori bahwa bahwa

komunitas ekologis adalah komunitas moral, setiap anggota

komunitas-manusia ataupun bukan mempunyai kewajiban moral untuk saling

menghormati.

Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia

sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap

anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai

kehidupan bersama, demikian pula setiap anggota komunitas ekologis

(45)

harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam

komunitas ekologis itu, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga

kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup ini.

b. Prinsip Tanggung Jawab

Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam di atas adalah

tanggung jawab moral terhadap alam, karena secara ontologisme manusia

adalah bagian integral dari alam. Kenyataan ini saja melahirkan sebuah

prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap

alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan

dan kelestarian setiap bagian dan benda di alam semesta ini, khususnya

makhluk hidup. Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual

melainkan juga kolektif.

c. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian

Ini merupakan prinsip etika yang paling ditekankan oleh

ekofeminisme. Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara,

manusia digugah untuk mencintai, menyayangi dan peduli kepada alam,

dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang

dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama

anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk

dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.

d. Prinsip “No Harm

Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya

(46)

kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia

tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan

diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral

untuk melindungi kehidupan di alam semesta ini. Dengan demikian pula,

karena merasa dirinya sebagai anggota komunitas ekologis, manusia

merasa solider dengan dan peduli terhadap alam beserta segala isinya.

e. Prinsip Hidup Sederahana dan Selaras dengan Alam

Yang ditekankan adalah nilai, kualitas, cara hidup yang baik, dan

bukan kekayaan, sarana, standar material. Yang ditekankan bukan rakus

dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya. Yang

lebih penting adalah mutu kehidupan yang baik.

Prinsip ini penting karena, pertama krisis ekologi sejauh ini terjadi

karena pandangan antroposentris yang hanya melihat alam sebagai obyek

eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Kedua, krisis ekologi

terjadi karena, sebagaimana ditekankan Naess dan DE, pola dan gaya

hidup manusia modern yang konsumtif, tamak, dan rakus. Tentu saja tidak

berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk

kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral

dari alam, ia harus memanfaatkan alam secara secukupnya. Ada batas

sekadar untuk hidup secara layak sebagai manusia. Maka, prinsip hidup

sederhana menjadi prinsip fundmental.

Pada tingkat ini, dibutuhkan sebuah gerakan bersama untuk secara

(47)

f. Prinsip Keadilan

Berbeda dengan keenam prinsip tersebut, prinsip keadilan ini, dan

juga beberapa prinsip lain di bawah ini, tidak berbicara tentang perilaku

manusia terhadap alam. Kehidupan masyarakat adat sangat bergantung

pada keberadaan ekosistem alam di sekitar tempat tinggalnya. Alam tidak

hanya memberi mereka sumber kehidupan ekonomi, tetapi juga

menentukan budaya, cara pikir, dan cara berada. Itu berarti, rusak dan

hilangnya ekosistem alam di sekitar mereka akan secara langsung

menyebabkan rusak dan hilangnya budaya, dan berarti punahnya eksistensi

mereka sebagai manusia.

g. Prinsip Demokrasi

Prinsip demokrasi terkait erat dengan hakikat alam. Isi alam

semesta selalu beraneka ragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah

hakikat alam, hakikat kehidupan itu sendiri. Artinya, setiap kecenderungan

reduksionistis dan antikeanekaragaman serta antipluralitas bertentangan

dengan alam, dan anti kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat

seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, pluralitas. Oleh karena

itu, setiap orang yang peduli kepada lingkungan hidup, adalah orang yang

demokratis. Sebaliknya, orang yang demokratis sangat mungkin seorang

pemerhati lingkungan hidup.

Prinsip demokrasi disini sangat relevan dalam bidang lingkungan

hidup, terutama dalam kaitan dengan pengambilan kebijakan di bidang

(48)

tidaknya lingkungan hidup. Ini sebuah prinsip moral politik yang menjadi

garansi bagi kebijakan yang pro-lingkungan hidup. Sebaliknya, ada

kekhawatiran yang sangat besar bahwa kehidupan politik yang tidak

demokratis, dan sistem politik yang tidak menjamin adanya demokrasi,

akan membahayakan bagi upaya perlindungan lingkungan hidup.

Prinsip demokrasi mencakup beberapa prinsip moral lainnya.

Pertama, demokrasi menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas,

baik pluralitas kehidupan maupun pluralitas aspirasi, kelompok politik,

dan nilai. Ini memungkinkan nilai lingkungan hidup mendapat tempat

untuk diperjuangkan sebagai agenda politik dan ekonomi yang sama

pentingnya dengan agenda lain. Kedua, demokrasi menjamin kebebasan

dalam mengeluarkan pendapat dan mempejuangkan nilai yang dianut oleh

setiap orang dan kelompok masyarakat dalam bingkai kepentingan

bersama. Demokrasi menjamin setiap orang dan kelompok masyarakat

untuk menentukan hidupnya sejauh tidak merugikan kepentingan bersama

dan kelompok lain. Ketiga, demokrasi menjamin setiap orang dan

kelompok masyarakat ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan

publik dan memperoleh peluang yang sama untuk memperoleh manfaat

dari kebijakan publik tersebut. Demokrasi menentang setiap kebijakan

yang otoriter dan tidak aspiratif. Karena selain cenderung menyepelekan

aspirasi rakyat, juga akan sulit untuk didukung oleh rakyat. Dalam kaitan

dengan lingkungan hidup, kebijakan semacam ini sangat berbahaya,

(49)

terhadap lingkungan hidup sementara partisipasi masyarakat untuk

memasukkan agenda lingkungan hidup dalam kebijakan publik tidak

mendapat tempat, lingkungan akan dikorbankan. Keempat, demokrasi

menjamin hak setiap orang dan kelompok masyarakat untuk memperoleh

informasi yang akurat tentang setiap kebijakan publik dan segala sesuatu

yang berkaitan dengan kepentingan publik. Dalam kaitan dengan itu,

transparansi merupakan aspek penting dari demokrasi. Kelima, demokrasi

menuntut adanya akuntabilitas publik agar kekuasaan yang diwakilkan

rakyat kepada penguasa tidak digunakan secara sewenang-wenang

melainkan digunakan secara bertanggung jawab demi kepentingan publik.

Dalam kaitan dengan lingkungan hidup, demokrasi menjamin

bahwa setiap orang dan kelompok masyarakat mempunyai hak untuk

memperjuangkan kepentingannya di bidang lingkungan hidup,

berpartisipasi dalam menentukan kebijakan di bidang lingkungan hidup,

mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang akurat di bidang

lingkungan hidup. Demikian pula, demokrasi menjamin bahwa pemerintah

wajib mempertanggungjawabkan kebijakannya di bidang lingkungan

hidup, khususnya kebijakan yang merugikan lingkungan hidup.

h. Prinsip Integritas Moral

Prinsip ini terutama dimaksudkan untuk pejabat publik. Prinsip ini

menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang

terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang

(50)

sedemikian rupa sebagai orang yang bersih dan disegani oleh publik

karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kepentingan

masyarakat. Ia dituntut untuk tidak menyalahgunakan kekuasaanya untuk

kepentingan dirinya dan kelompoknya dengan merugikan kepentingan

masyarakat. Singkatnya, ia dituntut untuk bertindak dengan tetap menjaga

nama baik sebagai orang yang baik dan terhormat.

Prinsip ini berkaitan erat dengan lingkungan hidup. Karena, selama

pejabat publik tidak mempunyai integritas moral, sehingga

menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingannya dan kelompoknya

dengan mengorbankan kepentingan masyarakat, lingkungan hidup bisa

ditebak akan dengan mudah dirugikan. Secara konkret, ini terutama

berlaku baik dalam kaitan dengan kebijakan publik yang berdampak pada

rusaknya lingkungan hidup maupun dalam kaitan dengan pemberian izin

yang mempunyai dampak yang merugikan bagi lingkungan hidup.

6. Penyelengaraan Pemerintahan yang Baik dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Berbagai teori dan gerakan etika lingkungan hidup, yang memberi arah

bagaimana kita bisa menyelamatkan atau mencegah krisis ekologi lebih lanjut.

Perubahan paradigma atau cara pandang dan perilaku memang sangat perlu

demi mengatasi krisis ekologi sekarang ini. Akan tetapi, itu saja tidak

memadai. Yang juga diperlukan adalah perubahan politik, tidak hanya dalam

hal komitmen dan kebijakan politik yang lebih pro lingkungan hidup dan

(51)

lanjut. Perubahan politik itu terutama menyangkut perubahan dalam

menjalankan pemerintahan.15

Perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan aspek

yang niscaya demi mengatasi krisis ekologi sekarang ini. Alasannya, krisis

ekologi sekarang ini, selain karena kesalahan cara pandang dan perilaku

manusia, juga disebabkan oleh kegagalan pemerintah. Kegagalan pemerintah

tersebut terjadi pada beberapa tataran. Pertama, kegagalan pemerintah dalam

memilih model pembangunan, yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi

dengan segala akibat negatif bagi lingkungan hidup. Kedua, kegagalan

pemerintah dalam memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama,

termasuk kepentingan bersama akan lingkungan hidup yang baik. Ketiga,

kegagalan pemerintah dalam membangun suatu penyelenggaraan

pemerintahan yang baik yang menyebabkan penyimpangan terhadap berbagai

ketentuan formal di bidang lingkungan hidup.16

Sehubungan dengan itu, ada tiga hal yang akan dikaji, yaitu:

a. Konsep Mengenai Penyelenggraan Pemerintahan Yang Baik (Good

Governance)

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan menentukan sejauh

mana tujuan penyelenggaraan pemerintahan itu bisa dicapai dan

diwujudkan. Paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang benar adalah,

pemerintah memerintah berdasarkan aspirasi dan kehendak masyarakat

demi menjamin kepentingan bersama seluruh rakyat. Untuk mewujudkan

15

Sonny Keraf,Etika Lingkungan Hidup (Jakarta:Kompas, 2010), 217

16

(52)

paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang benar ini,

penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri harus dilaksanakan secara

baik.17

Ini mensyaratkan beberapa hal. Pertama, penyelenggaraan

pemerintahan yang baik mensyaratkan agar pemerintah itu sendiri harus

benar-benar efektif dalam memerintah. Kedua, pemerintahan itu sendiri

tunduk kepada aturan hukum yang berlaku. Ketiga, pemerintah berdiri

tegak sebagai wasit dan penjaga aturan hukum yang ada demi menjamin

kepentingan bersama seluruh rakyat. Keempat, demi menjamin semua hal

tersebut, perlu dijamin adanya perangkat-perangkat kelembagaan

demokrasi yang berfungsi secara maksimal dan efektif.18

b. Otonomi Daerah Sebagai Langkah Strategis dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Yang Baik

Dengan desentralisasi disini dimaksudkan tidak hanya otonomi

daerah yang kini sedang dilaksanakan di Negara Indonesia, melainkan

juga kebijakan untuk mengurangi pemusatan kekuasaan politik pada

pemerintah nasional. Desentralisasi dan otonomi daerah harus dipahami

dalam kerangka upaya membangun demokrasi khususnya dan

penyelenggaraan pemerintahan yang baik pada umumnya. 19

Desentralisasi juga harus dipahami sebagai upaya untuk

membangun kekuatan masyarakat dan kekuatan politik dalam masyarakat,

Gambar

Tabel 2.1 Iklim di Desa Bangsring
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Desa Bangsring Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Desa Bangsring Berdasarkan Pengelompokan
Tabel 2.4 Pendapatan Riil keluarga di Desa Bangsring Perbulan
+2

Referensi

Dokumen terkait

IX/2011 TENTANG PENGAKUAN MODEL NOKEN DALAM PEMILUKADA KABUPATEN LANNY JAYA PAPUA PERSPEKTIF TEORI HUKUM MURNI

Metode ini digunakan penulis untuk mencari data yang ada, dengan cara datang langsung ke objek atau lokasi penelitian dengan memperhatikan dan mencatat segala

Kandou Manado tahun 2020 dalam meningkatkan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas-tugas teknis dapat dilihat melalui hasil pengukuran pencapaian target tiap-tiap

Dalam prakteknya di kelas, pemanfaatan aplikasi powerpoint membutuhkan dukungan perangkat keras (hardware) yaitu satu unit komputer portable yaitu laptop dan in-focus

Durasi adalah rentang waktu lamanya suatu peristiwa dapat berlangsung yang biasanya dihitung dalam satuan waktu. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang

penelitian dengan menguraikan isi dari objek yang diteliti. 4) Pendidik menugasi peserta didik untuk mendiskusikan unsur intrinsik dan nilai pendidikan akhlak pada

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik “grinding” suatu bahan adalah kombinasi air, kecenderungan kehigroskopisan terhadap flokulat dan aglomerat, kemudahan bahan

i) berikrar akan mengikuti segala peraturan dan syarat yang ditetapkan oleh Politeknik Sultan Azlan Shah dari masa ke semasa sepanjang pengajian saya. ii) berikrar