HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF TERHADAP
WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S. Psi)
Shinta Hardiantie Rukmana
B77212121
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
PERNYATAAN
viii
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan gaya
kepemimpinan partisipatif terhadap
work engagement
pada
karyawan di PT. Saba Pratama Surabaya. Penelitian ini merupakan
penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data
berupa skala
work engagement
dan skalagaya kepemimpinan
partisipatif. Subjek penelitian berjumlah 52 karyawan bagian
teknisi. Pengambilan sampling pada penelitian ini adalah random
sampling.
Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik
Product
Moment
dengan menggunakan SPSS versi 16.00
for Windows
dengan signifikansi sebesar 0,004 < 0,05 maka hipotesis diterima.
Maka hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan gaya
kepemimpinan partisipatif terhadap
work engagement
.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the relationship of participative
leadership style to the work engagement of employees at PT. Saba Pratama
Surabaya. This research is a correlation using data collection techniques such as
scale work engagement and participative leadership style. Subjects numbered 52
employees. The technicians Sampling in this study is a random sampling.
Were analyzed using the technique Product Moment by using SPSS version 16.00 for
Windows with a significance of 0.004 <0.05 then the hypothesis is accepted. The
results show that there is a relationship participatory leadership style to work
engagement.
Keywords: participatory leadership style, work engagement
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……….. i
Halaman Pengesahan ……… ii
Halaman Pernyataan ………. iii
Kata Pengantar ……….. iv
Daftar Isi ………... v
Daftar Tabel ……….. vi
Daftar Lampiran ……… vii
Intisari……….. viii
Abstrak ……….. ix
BAB I Pendahuluan ………. 1
A.
Latar Belakang ……….. 1
B.
Rumusan Masalah ……… 6
C.
Tujuan Penelitian ………. 7
D.
Manfaat Penelitian ……… 7
E.
Keaslian Penelitian ………8
BAB II Kajian Pustaka ………. 14
A.
Work Engagement
……...………... 14
1.
Pengertian
Work Engagement
……….………... 14
2.
Komponen
Work Engagement
………...………... 17
3.
Ciri-ciri
Work Engagement
………...………... 21
4.
Faktor yang mempengaruhi Work Engagement………...…... 22
B.
Gaya Kepemimpinan Partisipatif ……….. 30
1.
Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif .……….... 30
2.
Teori Kepemimpinan………... 32
3.
Tipe-tipe Kepemimpinan ………...36
4.
Fungsi Kepemimpinan……... 38
5.
Dimensi Gaya Kepemimpinan Partisipatif……... 39
6.
Karakteristik Kepemimpinan Partisipatif……... 42
7.
Keuntungan-keuntungan Potensial dari Kepemimpinan
Partisipatif...48
C.
Hubungan Gaya Kepemimpinan Partisipatif dengan
Work
Engagement
...50
D.
Landasan teoritis ……...………... 51
E.
Hipotesis ………... 55
BAB III Metode Penelitian ………... 56
A.
Variabel dan Definisi Operasional ……… 56
1.
Variabel Penelitian ……….……… 57
2.
Definisi Operasional ………... 57
B.
Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ………... 57
C.
Teknik Pengumpulan Data ……… 58
D.
Validitas dan Reliabilitas ……….. 63
E.
Analisis Data ………. 66
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ………... 69
vi
1.
Deskripsi Subjek ………. 69
2.
Deskripsi Hasil Penelitian ………... 71
1.
Uji Reliabilitas ……….. 71
3.
Hasil………...……….. 72
1.
Uji Normalitas……….. 73
2.
Uji Linieritas………,,……….. 74
B.
Pembahasan ……….………... 76
BAB V Penutup ……… 79
A.
Kesimpulan ………... 79
B.
Saran ……… 79
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel bobot nilai
………...
60
Tabel 2 Blueprint Skala Work Engagement …….………. 60
Tabel 3 Blueprint Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif ………... 62
Tabel 4 Blue Print Aitem Valid Gaya Kepemimpinan Partisipatif ………... 64
Tabel 5 Deskripsi Subyek berdasarkan pendidikan …... 69
Tabel 6 Deskripsi Subyek berdasarkan jenis kelamin ………...….. 70
Tabel 7 Deskripsi Subyek berdasarkan lama bekerja ………….………… 70
Tabel 8 Uji Estimasi Reliabilitas ……….…. 72
Tabel 9 uji Normalitas ……...…… 73
Tabel 10 Uji Linieritas ………...………... 74
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian Try Out Work Engagement………. 84
Lampiran 2: Uji Reliabilitas Work Engagement dari Modul UWES……… 86
Lampiran 3: Skoring Skala Work Engagement setelah uji coba……... 87
Lampiran 4: Uji Reliabilitas Skala work Engagement setelah uji coba ….... 88
Lampiran 5: Skala gaya kepemimpinan partisipatif uji coba………... 90
Lampiran 6: Data Mentah Skala gaya kepemimpinan partispatif try out…. 95
Lampiran 7: Skoring Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif try out…….. 99
Lampiran 8: Uji Validitas Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif ….….... 103
Lampiran 9: Sebaran aitem Valid dan Gugur skala kepemimpinan... 105
Lampiran 10: uji Reliabilitas Skala gaya kepemimpinan try out……...…. 107
Lampiran 11: Skala Gaya Kepemimpinan Partisipatif setelah try out…... 109
Lampiran 12: Data Mentah Skala Kepemimpinan setelah try out …... 113
Lampiran 13: Skoring Skala Kepemimpinan setelah try out……… 119
Lampiran 14: Uji reliabilitas Skala Gaya Kepemimpinan setelah try out… 125
Lampiran 15: Uji Normalitas Data ………... 126
Lampiran 16: Uji Linieritas……….………... 127
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Usaha dalam mencapai tujuan organisasi atau industri perlu
membutuhkan kerjasama yang solid antara dua orang atau lebih. Kerja
sama akan memudahkan untuk mencapai tujuan daripada dikerjakan
sendiri. Organisasi adalah suatu sistem kerja sama yang dijalankan oleh
beberapa orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan. Pentingnya
perusahaan memberi pengarahan terhadap pentingnya melakukan suatu
pekerjaan dengan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Sebenarnya setiap orang terlibat atau melibatkan diri dalam pembentukan
tim. Tim adalah terciptanya sinergi atau kekuatan yang berasal dari
kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi (Wibowo, dalam
Warsihna, 2004).
Nitisemo dan Alex (1996) Dengan demikian semakin tinggi
kesadaran mengenai pentingnya kerja sama, diharapkan kerja sama dapat
meningkat. Sebaliknya karyawan kurang dapat bekerja sama karena
kesadaran mengenai arti pentingnya kerja sama masih minim. Minimnya
kerja sama di antara karyawan akan mempengaruhi dalam pencapaian
tujuan organisasi. Dalam kerja sama tim, setiap karyawan harus
karakter, potensi, bakat, pengetahuan dan motivasi masing-masing
individu secara efektif. Untuk itu, perlu menjadikan seorang karyawan
mempunyai
engaged
yang tinggi.
Work engagement menjadi perhatian serius dalam dunia. Dalam
situs beritaagar.id (2016) menyatakan Di seluruh dunia, menurut Business
Insider, lebih dari 50 persen pekerja merasa tidak dihargai oleh bos
mereka. Apalagi jika bos mereka bertingkah kasar seperti suka menyela
diskusi, hanya memberikan sedikit perhatian terhadap pendapat orang lain,
tidak bisa menyemangati bawahan, dan tidak pernah mengucapkan terima
kasih.
Sementara itu studi lapangan yang dijelaskan dalam situs
beritaagar.id
(2016) melibatkan 95 orang karyawan yang berasal dari
beragam industri. Para peserta uji laboratorium dibagi dalam tiga
kelompok. Satu kelompok selalu diperlakukan secara adil. Kelompok
satunya lagi diperlakukan secara tidak adil, dan kelompok terakhir
diperlakukan secara adil dan tidak adil. Menurut papar peneliti
mengatakan bahwa berbeda dengan pendapat umum yang menyebutkan
bos yang lebih adil selalu lebih baik, pada penelitian tersebut
menunjukkan bahwa selalu diperlakukan secara tidak adil bisa lebih baik
bagi para karyawan daripada diperlukan kadang-kadang secara adil dan
kadang secara tidak adil. Menurut Brent Scott peneliti lainnya
dari Michigan State University. Meskipun studi ini mengungkapkan
baiknya, para peneliti menekankan bahwa atasan yang selalu baik akan
memberi dampak yang baik pula pada bawahannya.
Work engagement
atau
worker
engagement
merupakan sebuah
konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang
memiliki
engagement
tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibatan
penuh dan memiliki semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya maupun
dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang.
Kata lain, definisi
work
engagement
mengacu pada keterlibatan, kepuasan
dan antusiasme karyawan dalam bekerja.
Work engagement
telah
berkembang dari berbagai konsep melingkupi motivasi, kepuasan kerja
dan komitmen organisasi.(Mujiasih & Ratnaningsih, 2014). Perlunya kerja
sama antara atasan dan bawahan yang dapat menciptakan hubungan yang
sinergi dalam menjalankan bisnis.
Salah satu alasan karyawan tidak
engaged
dengan pekerjaan
mereka karena tidak merasakan dukungan dari perusahaan. Bakker et al.,
(2011) dalam jurnal yang berjudul
“Key questions regarding work
engagement”
mengungkapkan 10 pertanyaan kunci
engagement
. Salah
satunya seorang karyawan yang menerima dukungan, terinspirasi dan
kualitas dari pimpinannya akan merasa tertantang, puas dengan
pekerjaannya dan menjadi
engagement
dengan pekerjaan yang menjadi
tugasnya, sehinga sebuah organisasi membutuhkan seorang pemimpin
yang memiliki kepemimpinan atau strategi mempengaruhi orang lain
merupakan konsep yang kompleks dan dipengaruhi banyak faktor,
diantaranya adalah budaya ditempat kerja, komunikasi organisasional,
gaya manajerial yang memicu kepercayaan dan penghargaan serta
kepemimpinan yang dianut dan reputasi perusahaan itu sendiri.
Dalam suatu organisasi memerlukan seseorang untuk menempati
posisi sebagai pemimpin (leader), yaitu seseorang menduduki posisi
teratas di dalam suatu organisasi dan mengemban tugas melaksanakan
kepemimpinan (Nawawi dan Hadari, 2006). Seorang pemimpin memiliki
peranan penting untuk kemajuan perusahaan. Pemimpin perusahaan
merupakan tokoh utama untuk menentukan strategi perusahaan. Gaya
kepemimpinan yang dipilih oleh seorang pemimpin yang akan menjadi
faktor keterlibatan karyawan dalam menjalankan tujuan perusahaan.
Davis, K., Newstrom., John W (1994) menyatakan ada perbedaan
pendekatan di kalangan pemimpin dalam upaya mereka memotivasi
pegawai. Apabila pendekatan itu menekankan imbalan-ekonomik atau
sebaliknya, pemimpin menggunakan kepemimpinan yang
positif
(
positive
leadership
). Pendidikan pegawai yang lebih baik, tuntutan untuk mandiri
yang lebih besar dan berbagai faktor lainnya telah membuat motivasi
pegawai yang memuaskan lebih bergantung pada kepemimpinan yang
Kepemimpinan yang positif adalah gaya kepemimpinan
partisipatif. Pemimpin partisipatif mendesentralisasikan wewenang.
Keputusan partisipatif tidak bersifat sepihak, seperti halnya dengan
autokratik, karena keputusan itu timbul upaya konsultasi dengan pengikut
dan keikutsertaan mereka. Pemimpin dan kelompok bertindak sebagai
suatu unit sosial. Para pegawai memperoleh informasi dari pemimpin
tentang kondisi yang mempengaruhi pekerjaan mereka dan didorong untuk
mengungkapkan gagasan dan mengajukan saran. Kecenderungan yang
umum adalah kearah penerapan praktek partsipasi lebih luas karena
konsisten dengan model perilaku organisasi yang suportif dan kolegial.
Di Samarinda, perusahaan PT Harapan Rimba Raya terindikasi
melegitimasi penganiayaan yang terjadi pada pekerjanya. Penganiayaan
dilakukan oleh kepala asisten perusahaan. Peristiwa tersebut dialami dua
pekerja, pelaku menurunkan jabatan, dianiaya, dan di maki-maki.
Samarinda Post (2016) Dari paparan kasus tersebut tidak mencerminkan
seorang pemimpin yang baik bagi pekerja sehingga pekerja merasa tidak
dianggap sebagai pekerja yang dimanusiakan dan memiliki tingkat
engaged
yang minim. Kajian yang dilakukan oleh majalah “SWA”
(Januari-Februari, 2000), majalah bisnis, bersama-sama dengan “Asia
Market Intelligence Indonesia” , tentang ciri kepemimpinan dan
ciri kepribadian dari para CEO yang berhasil, menemukan bahwa tiga
ciri-ciri kepemimpinan yang paling sering disebut ialah: 1. Memiliki visi, 2.
Memiliki pengenalan situasi (
cognisance
) yang luas. Ketiga ciri
kepribadian pemimpin yang paling sering disebut adalah 1. Jujur, 2.
Berpendidikan, 3. Memiliki rasa sosial (
social sense
) yang tinggi.
Gaya kepemimpinan yang dianut adalah hal yang penting untuk
meningkatkan work engagement karyawan. Dan salah satu kepemimpinan
yang positif menurut Somech (2005) adalah gaya kepemimpinan
partisipatif. Gaya kepemimpinan partisipatif merupakan kepemimpinan
partisipatif didefinisikan sebagai proses pembuatan keputusan bersama
atau setidaknya berbagi dan bawahannya (Bell, Clement & Mjoli, Themba,
2014). Adanya kerja sama dalam fisik maupun psikis antara atasan dan
bawahan. Menurut pandangan John Naisbitt dalam buku mutakhirnya
Mindset!: Reset Your Mindset And See The future
(2006), karyawan akan
tidak bahagia,
they die before they have to die
(mereka mati sebelum
waktunya). Karyawan akan kehilangan komitmen untuk berbuat terbaik
bagi perusahaan (dalam Ancok, Jamaludin, 2014) jika pemilihan gaya
kepemimpinan yang salah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi menemukan adanya
fenomena pada kegiatan di perusahaan. Pada pagi hari dilakukan
breafing
untuk penjelasan project baru, suasana tersebut terlihat karyawan dengan
semangat mengeluarkan pendapat atau ide dalam strategi penyelesaian
pekerjaan tersebut. Akan tetapi bagi peneliti itu hanya sekedar asumsi dan
observasi awal yang belum dibuktikan. Sehingga peneliti berminat untuk
karyawan di PT. Saba Pratama Surabaya yang memperkuat peneliti untuk
meneliti dan menganalisis apakah hubungan gaya kepemimpinan
partisipatif dengan
work engagement.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penjelasan yang melatarbelakangi penelitian ini dapat
ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan partisipatif terhadap
work
engagement
pada karyawan ?
C.
Tujuan Penelitian
Dari uraian diatas tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh dari gaya kepemimpinan partisipatif terhadap
work engagement
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1.
Secara teoritis
a.
Untuk memberikan kontribusi pada ilmu psikologi terutama
psikologi industri dan organisasi.
b.
Untuk mengaplikasikan teori gaya kepemimpinan partisipatif dan
work engagement
.
c.
Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.
2.
Secara praktis
a.
Untuk memberikan masukan dan informasi bagi perusahaan dalam
mengelola Sumber Daya Manusia berdasarkan gaya kepemimpinan
yang dianut terutama partisipatif.
b.
Memberikan sumbangan kajian bagi para pemimpin-pemimpin
perusahaan yang dapat menjadi acuan dan sumbangan ilmu tentang
E.
Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan Bell dan Mjoli (2014) menyatakan efek
kepemimpinan partisipasi yang telah diujikan terhadap komitmen
organisasi: membandingkan dengan dua kelompok gender dari pegawai
bank. Data yang diambil dari sampel 70 pegawai bank di Alice dan King
Williams Town, menggunakan kuesioner kepemimpinan partisipatif
adaptasi dari Arnold et al. (2000); dan kuesioner komitmen organisasi
adaptasi dari Mowday et al. (1979). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh kepemimpinan partisipatif terhadap
komitmen organisasi ditinjau dua kelompok gender, dan pengaruh positif
terhadap komitmen organisasi.
Perbedaan dan persamaan dari penelitian ini adalah pendekatan
yang diambil yaitu pendekatan komparasi dan persamaan yaitu mengambil
variabel kepemimpinan partisipatif.
Penelitian oleh Fince Masambe, Agus S, Soegoto, Jacky
Sumarauw, Universitas Sam Ratulangi (2015) yang berjudul Pengaruh
Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Inovasi Pemimpin
Terhadap Kinerja Karyawan Daihatsu Kharisma Manado menunjukkan
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan,
budaya organisasi dan inovasi pemimpin terhadap kinerja karyawan
Daihatsu Kharisma Manado baik secara simultan maupun parsial. Metode
penelitian berjumlah 37 karyawan dan sampel berjumlah 37 responden.
Hasil penelitian menunjukkan gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan
inovasi pemimpin berpengaruh secara simultan. Secara parsial pengaruh
gaya kepemimpinan dan inovasi pemimpin berpengaruh baik dan positif
terhadap kinerja karyawan Daihatsu Kharisma Manado. Sedangkan
pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan tidak berpengaruh
signifikan dan negatif. Sebaiknya pihak manajemen terus memperhatikan
gaya kepemimpinan dan inovasi pimpinan agar kinerja pegawai dapat
meningkat lebih dari sebelumnya.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan sekarang adalah pada
tempat yang berada di kota Manado dan variabel yang diteliti yakni
Budaya Organisasi, Inovasi Pemimpin, dan Kinerja Karyawan
Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh
Job Demands
,
Personal
Resources
, dan jenis kelamin terhadap
Work Engagement
pada karyawan
oleh Palupi Bimantari (2015). Perbedaan penelitian yang terdahulu dan
sekarang adalah variabel yang dibahas yakni
Job Demands
,
Personal
Resources
, dan jenis kelamin (variabel bebas).
Penelitian yang dilakukan I Nyoman Tri PP dan I Nyoman
Sudharma (2012) yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Partisipatif Dan Insentif Finansial Terhadap Semangat Kerja Karyawan
Pada Grand Komodo
Tour & Travel
menunjukkan penelitian ini bertujuan
finansial baik secara simultan ataupun parsial, dan untuk mengetahui
variabel yang berpangaruh lebih besar terhadap semangat kerja karyawan
pada Grand Komodo
Tour & Travel
. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara, kuesioner, dan observasi. Responden
penelitian adalah 49 orang karyawan Grand Komodo
Tour & Travel
. Data
yang diperoleh diuji terlebih dahulu dengan uji reliabilitas, uji validitas
dan analisis faktor. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan
bahwa, dari hasil uji menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 29,327 lebih
besar dari nilai Ftabel = 3,22, maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel gaya
kepemimpinan partisipatif dan insentif finansial terhadap semangat kerja.
Hail uji thitung = 4,130 lebih besar dari ttabel = 1,684, maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh positif yang signifikan secara parsial
dari variabel gaya kepemimpinan partisipatif dan insentif finansial
terhadap semangat kerja. Variabel insentif finansial memiliki pengaruh
yang lebih besar terhadap semangat kerja jika dibandingkan dengan
variabel gaya kepemimpinan partisipatif.
Perbedaan dan persamaan dengan penelitian peneliti adalah pada
variabel yaitu Insentif finansial dengan Semangat Kerja dan juga
mengenai pada analisis data yang berbeda pula. Akan tetapi, sama
mengangkat tema gaya kepemimpinan partisipatif.
Pada penelitian Grace SM dan Cholicul H (2013) yang berjudul
Engagement
Pada Guru SMA Swasta di Surabaya yang menunjukkan
organizational support dengan work engagement pada guru SMA Swasta
di Surabaya. Persepsi terhadap dukungan organisasi merupakan sebagai
kepercayaan dari karyawan bahwa organisasi menghargai kontribusi dan
kesejahteraan mereka. Sedangkan keterikatan kerja adalah keadaan mental
seseorang berhubungan dengan pekerjaannya yang bersifat positif dan
penuh yang ditandai oleh vigor, dedikasi dan absorption. Subjek dari
penelitian ini adalah guru SMA Swasta yang berada di Surabaya dengan
sampel awal sebanyak 165 orang dan kemudian disaring berdasarkan
kelengkapan data yang ada hingga menjadi 128 orang, terdiri dari 92 orang
perempuan dan 36 orang laki-laki. Alat pengumpul data yang digunakan
merupakan dua alat terjemahan, yaitu Utrecht Work Engagement Scale
dari Schaufelli,dkk (2002) untuk work engagement dan skala Perceived
Organizational Support dari Rhoedes dan Eisenberger (1989), untuk
perceived organizational support. Analisis data dilakukan menggunakan
teknik korelasi nonparametrik dengan bantuan program IBM SPSS
Statistics 20. Hasil dari analisis data penelitian ini menggunakan korelasi
Spearman menyatakan bahwa perceived organizational support dan work
engagement memiliki hubungan positif yang lemah, r = 0,237, n = 128, p
< 0,01. Hal ini berarti tingginya persepsi terhadap organisasi memiliki
Perbedaan dalam penelitian sebelumnya dan sekarang adalah
pada variabel yang berfokus pada organisasi dalam menganalisis work
engagement sedangkan peneliti berfokus pada bawahan terhadap atasan.
Penelitian Istiqomah Y, Ika W dan Ika Adita S (2012) yang
berjudul Pengaruh
Psychological Capital
Dan
Organizational-Based
Self
Esteem
Terhadap
Work Engagement.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh
psychological capital
dan
organizational-based self
esteem
terhadap
work engagement.
Sampel dalam penelitian ini ialah guru
SMA Brawijaya Smart School (BSS), SMA Laboratorium UM, SMA
Negeri 1 Malang, SMA Negeri 10 Malang, dan SMA Negeri 3 Malang
sebanyak 134 guru. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling.
Data diperoleh melalui tiga alat ukur yang telah di
transadaptasi, yaitu
Psychological Capital
Questionare
(PCQ),
organization-based self esteem scale,
dan
Utrecth Work
Engagement
Scale
-9 (UWES-9). Analisis data yang digunakan adalah uji regresi
berganda dengan menggunakan uji F (untuk uji hipotesis secara simultan)
dan uji T (untuk uji hipotesis secara parsial). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
Psychological
capital
dan
organizational-based
self-esteem
secara simultan berpengaruh terhadap
work engagement.
Selain itu
,
Psychological capital
secara parsial mempengaruhi
work
engagement.
Akan tetapi,
Organizational-based self-esteem
apabila tidak disertai
Perbedaannya adalah pada subyek dan juga perbedaan variabel.
Subyek pada peneliti mengambil karyawan di perusahaan sedangkan
perbedaannya penelitian pada jurnal mengambil subyek pada guru. Dan
juga perbedaan variabel yaitu
Psychological Capital
Dan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Work Engagement
1.
Pengertian
Work Engagement
Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker
(2002) mendefinisikan
work engagement
sebagai positivitas,
pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan,
Work
engagement
merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang
berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan
vigor,
dedication dan
absorption.
Jadi seorang yang bercirikan dari ketiga
tersebut adalah seorang yang memiliki
engaged
dalam bekerja
Brown (dalam Robbins, 2003) memberikan definisi
work
engagement
yaitu dimana seorang karyawan dikatakan
work
engagement
dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat
mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan
menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi.
Karyawan dengan
work engagement
yang tinggi dengan kuat memihak
pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan
engagement
adalah mencurahkan dari fisik dan psikis pada
pekerjaannya.
Menurut Kahn (dalam Mujiasih,E & Ratnaningsih,IZ, 2004)
work engagement
dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota
organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan
mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama
bekerja. Yang artinya bahwa pekerjaan adalah segalanya untuk
kehidupannya.
Pengertian yang dikemukan Wellins & Concelman (dalam
Mujiasih, 2004) mengenai
work
engagement
adalah kekuatan ilusif
yang memotivasi karyawan meningatkan kinerja pada level yang lebih
tinggi, energi ini berupa komitmen terhadap organisasi, rasa memiliki
pekerjaan dan kebanggaan, usaha yang lebih (waktu dan energi),
semangat dan etertarikan, komitmen dalam melaksanakan pekerjaan.
Menurut Wilmar S, Di organisasi modern, modal mental
adalah menaikkan kepentingan. Oleh karena itu mereka tidak
membutuhkan kekuatan pekerja yang sekedar “sehat” tetapi kekuatan
pekerja yang termotivasi adalah
engaged
.(Scaufeli, W, 2011).
paksaan baik secara fisik maupun psikis dengan adanya semangat dan
kepuasan dalam diri selama bekerja.
2.
Komponen
Work Engagement
Secara ringkas Schaufeli, Salanova,
Gonzales-Roma, & Bakker,
(2002)
menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat
dalam
work
engagement
, yaitu:
a.
Vigor
Merupakan curahan energi dan mental
yang kuat selama bekerja,
keberanian
untuk berusaha sekuat tenaga dalam
menyelesaikan
suatu pekerjaan, dan tekun
dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga
kemauan untuk menginvestasikan segala
upaya dalam suatu
pekerjaan, dan tetap
bertahan meskipun menghadapi kesulitan.
b.
Dedication
Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu
pekerjaan dan mengalami
rasa
kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan,
inspirasi dan
c.
Absorption
Dalam bekerja karyawan selalu penuh
konsentrasi dan serius
terhadap suatu
pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa
berlalu
begitu cepat dan menemukan
kesulitan dalam memisahkan diri
dengan
pekerjaan.
Luthan (2006) Komponen yang digunakan dalam mengukur
keterlibatan kerja menurut beberapa pakar:
1.
Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan
Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunujukan seorang
pekerja terlibat dalam pekerjaan. Aktif berpartisipasi adalah
perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi inilah
maka dapat diketahui seberapa seorang karyawan perhatian,
peduli, dan menguasai bidang yang menjadi perhatiannya.
2.
Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama
Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama pada karyawan yang
dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya. Apabila karyawan
merasa pekerjaannya adalah hal yang utama. Seorang karyawan
yang mengutamakan pekerjaan akan berusaha yang terbaik untuk
pekerjaannya dan menganggap pekerjaannya sebagai pusat yang
3.
Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.
Keterlibatan kerja dapat di lihat dari sikap seseorang pekerja dalam
pikiran mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan
menganggap pekerjaan penting bagi harga dirinya. Harga diri
merupakan panduan keprcayaan diri dan penghormatan diri,
mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan
kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan
sanggup mengatasi masalahmasalah kehidupan. Harga diri adalah
rasa suka dan tidak suka akan dirinya. Apabila pekerjaan tersebut
dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan
psikologis pada pekerja tersebut maka pekerja tersebut menghargai
dan akan melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin sehingga
keterlibtan kerja dapat tercapai, dan karyawan tersebut merasa
bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya.
Pendapat Lockwood (2007),
work
engagement
mempunyai tiga
dimensi yang merupakan perilaku utama, aspek tersebut mencakup:
a.
Membicarakan hal-hal positif mengenai organisasi pada
b.
Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi anggota
organisasi tersebut, meskipun terdapat kesempatan untuk
bekerja di tempat lain.
c.
Memberikan upaya dan menunjukkan perilaku yang keras
untuk berkontribusi dalam kesuksesan bisnis perusahaan.
Menurut Development Dimensions International (DDI) Dalam
Bakker & Leiter (2010), terdapat 3 komponen dalam
work
engagement
, yaitu:
a.
Cognitive
Memiliki keyakinan dan mendukung atas tujuan dan nilai-nilai
organisasi
b.
Affective
Memiliki rasa kepemilikan, kebanggaan dan kelekatan terhadap
organisasi dimana ia bekerja.
c.
Behavioral
Keinginan untuk melangkah jauh bersama organisasi dan memiliki
3.
Ciri-ciri
Work Engagement
Karyawan yang memiliki
work
engagement
terhadap
organisasi/ perusahaan
memiliki karakteristik tertentu. Berbagai
pendapat mengenai karakteristik karyawan
yang memiliki
work
engagement
yang tinggi
banyak dikemukakan dalam berbagai literatur,
diantaranya Federman (2009) mengemukakan
bahwa karyawan yang
memiliki
work
engagement
yang tinggi dicirikan sebagai
berikut:
1.
Fokus dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan dan juga pada
pekerjaan yang
berikutnya
2.
Merasakan diri adalah bagian dari sebuah
tim dan sesuatu yang
lebih besar daripada diri mereka sendiri
3.
Merasa mampu dan tidak merasakan
sebuah tekanan dalam
membuat sebuah
lompatan dalam pekerjaan
4.
Bekerja dengan perubahan dan mendekati
tantangan dengan
tingkah laku yang
dewasa
1.
Say
– secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi
dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang
potensial dan juga kepada pelanggan
2.
Stay
– Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi
dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di
organisasi lain
3.
Strive
– Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif
untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi.
Robertson, Smythe (2007) berpendapat bahwa karyawan yang
engaged menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata mengenai
pekerjaannya dan untuk organisasi yang mempekerjakan mereka.
Karyawan yang engaged menikmati pekerjaan yang mereka lakukan
da berkeinginan untuk memberikan segala bantuan yang mereka
mampu untuk dapat mensukseskan organisasi dimana mereka bekerja.
Karyawan yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi
dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya
4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Work Engagement
manajerial yang memicu kepercayaan dan penghargaan serta
kepemimpinan yang dianut dan reputasi perusahaan itu sendiri.
Engagement juga dipengaruhi karakteristik organisasional, seperti
reputasi untuk integritas, komunikasi internal yang baik dan inovasi
budaya.
Menurut Luthans (2006) tiga kondisi psikologis yang
meningkatkan kemungkinan keterlibatan individu dalam pekerjaan,
sebagai berikut :
1.
Perasaan berarti
Perasaan berarti secara psikologis adalah perasaan diterima melalui
energi fisik, kongnitif, dan emosional. Perasaan berarti adalah
merasakan pengalaman bahwa tugas yang sedang dikerjakan
adalah berharga, berguna dan atau bernilai.
2.
Rasa aman
Rasa aman secara psikologis muncul ketika individu mampu
menunjukan atau bekerja tanpa rasa takut atau memiliki
konsekuensi negatif terhadap citra diri, status, dan atau karier.
3.
Perasaan ketersediaan
Perasaan ketersediaan secara psikologis berarti individu merasa
bahwa sumbersumber yang memeberikan kecukupan fisik
personal, emosional, dan kongnitif tersedia pada saat-saat yang
dibutuhkan.
Gallup (dalam Luthas, 2006) Penyebab utama keterlibatan
kerja ialah kecocokan jenis pekerjaan dengan individudalam. Peyebab
lainnya dari keterlibatan kerja didindikasikan dengan kecocokan
lingkungan kerja dengan individu.
Faktor pendorong
work engagement
yang dijabarkan oleh
Perrins (2003) meliputi 10 hal yang dijabarkan secara berurutan:
1.
Senior Management
yang memperhatikan keberadaan karyawan
2.Pekerjaan yang memberikan tantangan
3.
Wewenang dalam mengambil keputusan
4.
Perusahaan/ organisasi yang fokus pada kepuasan pelanggan
5.Memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk berkarier
6.
Reputasi perusahaan
7.
Tim kerja yang solid dan saling mendukung
9.
Memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat pada saat
pengambilan keputusan.
10.
Penyampaian visi organisasi yang jelas oleh senior management
mengenai target jangka panjang organisasi.
Faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja menurut
Demerouti (dalam Puspita, 2012) adalah
.
Job Demands
(Tuntutan Kerja). Tuntutan kerja merupakan
aspek-aspek fisik, sosial, maupun organisasi dari pekerjaan yang
membutuhkan usaha terus-menerus baik secara fisik maupun
psikologis demi mencapai atau mempertahankannya. Tuntutan
kerja meliputi empat faktor yaitu:
a.
beban kerja yang berlebihan (
work overload
)
.tuntutan emosi (
emotional demands
)
.
ketidaksesuaian emosi (
emotional dissonance
)
d.
perubahan terkait organisasi (
organizational changes
).
.Job Resources
(Sumber Daya Pekerjaan)
Keterikatan kerja juga dapat dipengaruhi oleh sumber daya
pertumbuhan dan perkembangan personal individu. Sumber daya
pekerjaan meliputi empat faktor yaitu: otonomi (
autonomy
),
dukungan sosial (
social support
), bimbingan dari atasan
(supervisory coaching), dan kesempatan untuk berkembang secara
profesional (
opportunities for professional development
), (3)
Personal Resources
(Sumber Daya Pribadi).
Karakteristik pribadi yang berperan penting dalam
Work
Engagement
adalah usia, kebutuhan yang kuat akan pertumbuhan dan
kepercayaan etis pekerjaan. Dan karakteristik pekerjaan yang berperan
penting dalam keterlibatan kerja adalah pekerjaan yang kuat:
pekerjaan yang memiliki otonomi, kebergaman, identitas tugas, umpan
balik dan partisipasi kerja yang tinggi. Selain itu faktor sosial dari
pekerjaan juga dapat mempengaruhi
work engagement
yaitu:
a.
Karakteristik Pribadi
1)
Usia. Karyawan yang berusia lebih tua, biasanya akan lebih
terlibat dalam kerjanya daripada karyawan yang muda. Hal ini
mungkin disebabkan pada karyawan yang lebih tua
bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya.
memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, kebutuhan tersebut
adalah kebutuhan yang terpuaskan melalui proses bekerja itu
sendiri.
3)
Adanya kepercayaan dalam etnik pekerjaan yang lama. Adanya
rasa percaya terhadap keberagaman keterampilan yang dimiliki
oleh setiap individu di dalam bekerja.
b.
Faktor Sosial
Faktor sosial dalam pekerjaan juga dapat mempengaruhi Work
Engagement. Indidvidu yang bekerja didalam sebuah kelompok
menunjukkan adanya keterlibatan kerja yang lebih kuat
dibandingkan dengan individu yang bekerja sendiri.
c.
Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik Pekerjaan yang memperlihatkan kaitannya dengan
keterlibatan kerja yaitu:
1)
Kebergaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang
2)
Jati diri tugas. Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan
keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai
bagaian dari pekerjaan yang lebih besar membuat karyawan
bekerja tanpa keraguan.
3)
Tugas yang penting. Rasa pentingnya tugas bagi seseorang .
jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja.
Maka ia cenderung memiliki keterlibatan yang tinggi.
4)
Otonomi. Pekerjaan yang memberikan kebebasan,
ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan
lebih mempengaruhi keterlibatan kerja karyawan terhadap
tugas yang dikerakan.
5)
Umpan balik. Pemberian balikan pada pekerjaan yang
membantu meningkatkan keterlibatan kerja karyawan sehingga
dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak.
d.
Karakteristik Kondisi Kerja yangt menunjang
Bekerja dalam ruangan kera yang sempit, panas, yang cahaya
lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak
memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi tentunya akan
mempengaruhi keterlibatan kerjanya.
e.
Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi seperti sifat-sifat dan perilaku
pemimpin berhubungan dengan keterlibatan kerja. Pemimpin yang
dilihat kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas
bawahan, kecerdasan, ketegasan, penuh kepercayaan diri, inisiatif
dan memiliki team kerja yang baik dengan bawahan, maka akan
meningkatkan keterlibatan kerja yang tinggi.
B.
Gaya Kepemimpinan Partisipatif
1.
Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Menurut Davis, K & Newstrom, John W (1994) Pemimpin
partisipatif mendesentralisasikan wewenang. Keputusan partisipatif
tidak bersifat sepihak, seperti halnya dengan autokratik, karena
keputusan itu timbul upaya konsultasi dengan pengikut dan keikut
sertaan mereka. Yang dimaksud bahwa pemimpin yang partisipatif
adalah seorang yang melibatkan sepenuhnya kepada semua karyawan
Menurut Robins (2002) kepemimpinan adalah suatu keahlian
untuk memberikan pengaruh terhadap karyawan sehingga mereka mau
melakukan pekerjaan sehingga berhasil mencapai tujuan.
Menurut Siagian (2007) seorang pemimpin harus dapat
mewujudkan semangat kerja karyawannya. Hal ini menunjukkan
bahwa berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya, itu semua bergantung pemimpin. Oleh karena itu
diperlukanlah suatu pendekatan ke karyawan agar pemimpin dapat
memberikan pengaruhnya kepada karyawan. Menurut Mangkunegara
(dalam Siagian, 2007) gaya kepemimpinan partisipatif adalah gaya
dimana seorang pemimpin melibatkan seluruh karyawannya dalam
pengambilan keputusan. Sehingga ada kesan bahwa gaya
kepemimpinan partisipatif ini dapat menumbuhkan rasa demokrasi
yang tinggi. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap karyawan, mereka
merasa dihargai karena mereka dilibatkan langsung dalam
pengambilan kebijakan.
Menurut Gary Yukl (dalam Ardana, 2011) kepemimpian
artinya sikap pemimpina tidak hanya mempengaruhi tetapi ikut serta
dalam memajukan perusahaan.
Menurut Martoyo yang dikutip oleh Ardana (2011)
kepemimpinan adalah kegiatan memberikan pengaruh kepada
karyawan dan mendelegasikan tugas sehingga semua pekerjaan dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya. Yang dimaksud
bahwa seorang pemimpin akan memberikan pengaruh juga
mendelegasikan tugas karyawan.
Somech (dalam Bell, Clement & Mjoli, Themba, 2014)
Kepemimpinan partisipatif didefinisikan sebagai proses pembuatan
keputusan bersama atau setidaknya berbagi dan bawahannya. Yang
artinya bahwa pemimpin tidak berjalan sendiri dalam membuat
keputusan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan pertisipatif adalah aktivitas yang bersifat autokratik,
membuat keputusan dengan melibatkan karyawan, mendelegasikan
tugas, mempengaruhi karyawan dan membuat karyawan ikut serta
dalam memajukan perusahaan, sehingga dapat menumbuhkan
2.
Teori-Teori Kepemimpinan
Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan
mempengaruhi orang lain atau bawahan agar mau melakukan apa yang
diperintahnya. Hal ini penting karena bagaimanapun seorang
pemimpin mempunyai peran sebagai figur yang dapat dijadikan
contoh oleh para bawahannya. Selain itu, Pemimpin juga disebut-sebut
sebagai
leader
yang berfungsi melakukan hubungan interpersonal
dengan bawahannya dengan cara memimpin, memotivasi,
mengembangkan, dan mengendalikan para bawahannya supaya
bekerja sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya
masing-masing.
Menurut Nawiwi (2006 : 128-169) teori kepemimpinan dapat
dibedakan menjadi empat yaitu teori sifat, teori perilaku, teori
situasional dan teori atribusi. Adapun penjelasan beberapa poin diatas,
akan diuraikan dibawah ini.
a.
Teori Sifat
Studi awal tentang kepemimpinan dilakukan pada tahun 1940an -
karakteristik-karakteristik seperti kepribadian, emosional, fisik,
intelektual dan karakteristik-karakteristik individual lainnya dari
pemimpin yang berhasil dimasa lampau. Ralph Stogdill
mengidentifikasi enam klasifikasi dari system kepemimpinan,
yaitu:
a.
Karakteristik fisik diantaranya seperti umur, penampilan, tinggi
dan berat badan, telah dipelajari pada berbagai penelitian awal
tentang kepemimpinan.
b.
Latar belakang social ekonomi dari pemimpin telah
memfokuskan pada factor-faktor seperti pendidikan, status
social, dan mobilitas
c.
Intelegensia yakni pemimpin memiliki kemampuan lebih tinggi
dalam memutuskan, lebih tegas, pengetahuannya lebih luas dan
berbicara lebih fasih.
d.
Kepribadian yakni kepemimpinan menyarankan bahwa
pemimpin yang efektif berkaitan dengan factor-faktor
kepribadian seperti kewaspadaan, kepercayaan diri, dan
integritas pribadi.
e.
Karakteristik hubungan tugas yaitu pemimpin memiliki ciri-ciri
f.
Karakteristik social yakni pemimpin umumnya aktif terlibat
dalam berbagai aktifitas, bergaul secara luas dengan semua
orang, dan bekerja sama dengan orang lain.
2.
Teori Perilaku
Berbeda dengan teori sifat, pendekatan perilaku dipusatkan pada
efektifitas pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin
tersebut. Teori perilaku menekankan pada dua gaya kepemimpinan
yaitu gaya kepemimpinan berorientasi tugas
(task orientation)
dan
orientasi pada karyawan
(employ orientation)
. Orientasi tugas
adalah perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas-tugas
dilaksanakan dengan baik dengan cara mengarahkan dan
mengendalikan secara ketat bawahannya.
Orientasi karyawan adalah perilaku pimpinan yang menekankan
kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya dengan melibatkan
bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan tugasnya, dan mengembangkan hubungan yang bersahabat
saling percaya mempercayai dan saling menghormati diantara
anggota kelompok.
3.
Teori Situasional
memahami factor-faktor yang berpengaruh. Situasi yang perlu
didiagnose oleh manajer meliputi empat bidang yaitu:
1.
Karakteristik manajerial yang terdiri dari kepribadian,
kebutuhan dan motivasi, serta pengalaman masa lampau dan
penguatan
2.
Faktor bawahan yang terdiri dari kepribadian, kebutuhan dan
motivasi, serta pengalaman masa lampau dan penguatan
3.
Faktor kelompok yang terdiri dari tingkat perkembangan
kelompok, struktur kelompok, dan tugas kelompok
4.
Faktor organisasi yang terdiri dari basis kekuasaan, aturan dan
prosedur, profesionalisme, dan desakan waktu.
4.
Model Keatribusian
Pemimpin pada dasarnya adalah pengolah informasi, dengan
demikian pemimpin akan mencari berbagai informasi tentang
mengapa sesuatu ini terjadi, dan mencoba mencari penyebabnya
3.
Tipe–Tipe Ke pemimpinan
Menurut Siagian (2008) Ada tiga tipe pokok kepemimpinan, yaitu :
a.
Tipe Kepemimpinan Otoriter.
Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu
orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal.
Kedudukan dan tugas anak buah semata–mata hanya sebagai
pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak
pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala
hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan
selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu
berbuat sesuatu tanpa diperintah.
b.
Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas.
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe
kemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.
Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan
penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan
dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan
masing-masing, baik secara perorangan maupun
kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya
c.
Tipe Kepemimpinan Demokratis.
Tipe kemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor
utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi.
Pemimpin memandang dan menempatkan orang yang
dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan
berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak,
kemampuan, hasil pikiran, pendapat, kreativitas, inisiatif yang
berbeda-beda dapat dihargai disalurkan secara wajar. Tipe
pemimpin ini selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap
orang yang dipimpin.
Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif,
4.
Fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll (1997) yaitu
memiliki dua dimensi diantaranya sebagai berikut:
a.
Dimensi tingkat kemampuan mengarahkan (direction) tindakan
atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang
yang dipimpinnya.
b.
Dimensi tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang
yang dipimpin dalam melaksanakan tugas kelompok atau
organisasi, yang dijabarkan melalui keputusan dan kebijaksanaan
pemimpin.
Menurut Siagian (2009) terdapat lima fungsi kepemimpinan
yakni :
a.
Pemimpin sebagai penentu arah yaitu sebagai penentu arah yang
hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya sedemikian
rupa sehingga mengoptimalkan penempatan segala sarana dan
prasarana yang tersedia.
b.
Pemimpin sebagai wakil atau juru bicara yaitu pemimpun
merupakan puncak organisasi menjadi wakil dan juru bicara resmi
organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak diluar
c.
Pemimpin sebagai komunikator yang efektif yaitu suatu proses
pemeliharaan hubungan yang baik kedalam maupun keluar oleh
seorang pimpinan melalui komunikasi baik lisan maupun tertulis.
d.
Pemimpin sebagai moderator yang handal yaitu seorang pemimpin
yang berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan situasi
komplek yang mungkin timbul dalam organisasi, tanpa
mengurangi pentingnya situasi konflik dalam hubungan keluar
yang dihadapi dan diatasi.
.
Dimensi Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Adapun dimensi-dimensi dan indikator dari kepemimpinan
partisipatif menurut Vroom dan Yetto (1973), House dan Mitchell
(1974) yaitu:
a.
Proses pengambilan keputusan
1.
Konsultasi
2.
Partisipatif
Dalam partisipatif, pemimpin dalam memecahkan masalah
bersama yang relevan dengan bawahan secara kelompok,
tingkat keserasian antara atasan dan bawahan dalam
menciptakan dan mengevaluasi dalam memecahkan masalah,
peran atasan terhadap bawahannya.
b.
Variabel situasi
1.
Karakteristik tugas
Pemimpin memberikan tugas yang tidak terstruktur kepada
bawahannya, memberikan peran yang jelas kepada
bawahannya.
2.
Lingkungan karakteristik bawahan
Bawahan merasa senang dalam bekerja, bawahan puas dengan
pekerjaannya, bawahan mempunyai keinginan untuk berhasil
yang tinggi dalam bekerja, pekerja diberi kebebasan yang
tinggi.
c.
Penerimaan keputusan
1.
Komitmen
2.
Keputusan
Bawahan memiliki kepuasan terhadap keputusan yang diambil.
d.
Peraturan keputusan
1.
Waktu
Adanya tekanan waktu pekerjaan terhadap bawahan.
2.
Motivasi
Pemimpin mempunyai keinginan untuk mengembangkan
bawahannya.
Menurut Thoha (2004) adapun aspek-aspek dalam gaya
kepemimpinan partisipatif mencakup: konsultasi, pengambilan
keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi dan
manajemen yang demokratis. Indikator langsung dari adanya
.
Karakteristik Kepemimpinan Partisipatif
Menurut Wahjosumidjo (dalam Fitriani, 2013) gaya
kepemimpinan partisipatif, dicirikan oleh:
a.
Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila
pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya
saran dan pendapat dari bawahan.
b.
Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan
pekerjaan.
c.
Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam
suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai.
d.
Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga
didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan
tugas-tugas organisasi.
Sedangkan
menurut
Nawawi
menuliskan
bahwa
kepemimpinan
partisipatif
sama
pemahamannya
dengan
kepemimpinan kompromi (compromiser) yang menunjukkan
a.
Seorang pemimpin dalam gaya ini untuk mempertahankan
kekuasaanya tidak berorientasi pada anggota organisasi, tetapi
pada pimpinan atasanya yang berpengaruh dan menentukan
jabatan kepemimpinannya.
b.
Mengikutsertakan bawahan dalam mengambil keputusan, bukan
untuk kesempatan menyampaikan gagasan, kreativitas dan
lain-lain.
c.
Dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan,
pemimpin selalu memperhitungkan untung rugi bagi dirinya
bukan bagi bawahan atau organisasinya.
d.
Tidak tertarik pada pengembangan pekerjaan dan organisasi
melainkan untuk menjalankan tugas guna mempertahankan
kepemimpinannya.
e.
Mampu bekerja sama dengan bawahan dalam melaksanakan
pekerjaan.
f.
Memberikan dorongan (motivasi) secara selektif pada anggota
organisasi atau bawahan.
Yulk (1998) Kepemimpinan partisipatif menyangkut penggunaan
berbagai macam prosedur keputusan yang memberikan orang lain
Istilah-istilah lain yang biasanya digunakan untuk menunjuk kepada
aspek-aspek kepemimpinan partisipatif mencakup konsultasi,
pengambilan keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi,
serta manajemen yang demokratis
Membuat keputusan adalah salah satu fungsi paling penting yang
dilakukan oleh pemimpin. Banyak aktivitas pemimpin yang
menyangkut pembuatan keputusan, termasuk merencanakan
pekerjaan, memecahkan masalah-masalah teknis, memilih para
bawahan, menentukan kenaikan upah, membuat penugasan kerja, dan
sebagainya.
Yulk (1998) Kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha
seorang pemimpina untuk mendorong atau memudahkan partisipasi
orang lain dalam pengambilan keputusan yang jika tidak akan dibuat
sendiri oleh pimpinan. Mengikutsertakan orang lain dalam
pengambilan keputusan adalah suatu bagian yang perlu dari proses
politisi untuk memperoleh dan implementasi dalam organisasi atau
perusahaan.
Macam-macam prosedur pengambilan keputusan yang dapat
digunakan pada kepemimpinan partisipatif dengan mengikutsertakan
1.
Konsultasi: manajer / pimpinan menanyakan opini dan gagasan,
kemudian
mengambil
keputusannya
sendiri
setelah
mempertimbangkan secara serius saran-saran dan perhatian
mereka.
2.
Keputusan bersama: manajer / pimpinan bertemu untuk
mendiskusikan masalah keputusan tersebut dan mengambil
keputusan bersama, manajer / pimpinan tidak mempunyai
pengaruh lagi terhadap keputusan terakhir.
3.
Pendelegasian: manajer / pimpinan memberi kepada seorang
individu atau kelompok, kekuasaan serta tanggung jawab untuk
membuat keputusan, manajer / pimpinan tersebut biasanya
memberi spesifikasi mengenai batas-batas dalam mana pilihan
terakhir harus senada dan persetujuan terlebih dahulu mungkin
tidak perlu dimintai sebelum keputusan tersebut dilaksanakan.
Ciri-ciri seorang pemimpin ini menurut teori sifat (dalam Ismail
Nawawi U, 2010) diantara sifat-sifat yang dianggap harus dimiliki
oleh seorang pemimpin, antara lain:
1.
Intellegensi
Orang umumnya beranggapan bahwa tingkat intelegensi seorang
2.
Inisiatif
Hal ini terdiri dari dua bagian (1) kemampuan untuk bertindak
sendiri dan mengatur tindakan-tindakan;(2) kemampuan untuk
“melihat” arah tindakan yang tidak “terlihat” oleh pihak lain.
3.
Energi atau rangsangan
Banyak orang berpendapat bahwa salah satu diantara ciri
pemimpin yang menonjol adalah bahwa ia adalah lebih energik
dalam usaha mencapai tujuan daripada seorang bukan pemimpin.
Energi, mental dan fisik diperlukan.
4.
Kedewasaan emosional
Seorang pemimpin dapat diandalkan janji-janji mengenai apa yang
akan dilaksanakannya.
5.
Persuasif
Tidak terdapat adanya kepemimpinan tanpa persetujuan pihak
yang akan dipimpin.
6.
Skill komunikasi
7.
Kepercayaan pada diri sendiri
Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai kepercayaan dalam skill
kepemimpinannya. Seorang pemimpin adalah seorang yang cukup
matang dan ia tidak banyak memiliki sifat-sifat anti sosial.ia
berkeyakinan bahwa ia dapat menghadapi secara berhasil,
kebanyakan situasi yang dihadapinya.
8.
Perseptif
Sifat ini berhubungan dengan kemampuan untuk mendalami
ciri-ciri dan kelakuan orang-orang lain dan terutama pihak
bawahannya.
9.
Kreatifitas
Kapasitas untuk bersifat orisinil untuk memikirkan cara-cara baru
dan merintis jalan baru sama sekali guna memecahkan sebuah
problem merupakan sifat yang sangat didambakan pada seorang
pemimpin.
10.
Partisipasi sosial
berbagai kelompok dan ia memiliki kemampuan untuk berhadapan
dengan orang-orang dari kalangan manapun juga dan ia pula
berkemampuan untuk melakukan konversi tentang macam-macam
subyek.
7.
Keuntungan-Keuntungan Potensial dari Kepemimpinan
Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif menawarkan sejumlah keuntungan
yang potensial. Pemimpin kemungkinan akan meningkatkan
kualitas sebuah keputusan bila para karyawan mempunyai
informasi dan pengetahuan yang tidak dipunyai pemimpin tersebut
dan bersedia untuk kerja sama dalam mencari suatu pemecahan
yang baik untuk suatu masalah keputusan. Disamping itu, peluang
untuk memperoleh suatu pengaruh terhadap hal tersebut. Jika
makin banyak pengaruh yang dipunyai orang terhadap sebuah
keputusan, maka semakin besar pula kemungkinan akan komitmen
mereka.
Konsultasi ke bawah dapat digunakan untuk
b.
Meningkatkan penerimaan bawahan terhadap
keputusan-keputusan dengan memberikan mereka rasa turut memiliki
c.
Mengembangkan keterampilan dalam pengambilan keputusan
para bawahan dengan memberikan kepada mereka pengalaman
dalam membantu menganalisis masalah-masalah keputusan
dan mengevaluasi pemecahan-pemecahannya.
d.
Membatasi pada keputusan-keputusan yang dibutuhkan
sehingga waktu tidak dibuang-buang dalam pertemuan yang
tidak perlu.
Konsultasi ke atas dapat digunakan untuk:
a.
Memungkinkan bawahan untuk dapat menarik keahlian
pimpinan.
b.
Pimpinan agar mengetahui masalah yang dihadapi bawahan
dan dapat bereaksi terhadap usulan bawahan tersebut.
c.
Mengurangi rasa percaya diri dari kemungkinan terlalu
tergantung pada pimpinan dalam membuat keputusan.
Konsultasi dengan pihak luat digunakan untuk:
b.
Mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka.
c.
Memperkuat jaringan kerja eksternal
d.
Memperbaiki koordinasi
e.
Memecahkan masalah bersama yang berhubungan dengan
pekerjaan.
C.
Hubungan Gaya Kepemimpinan Partisipatif terhadap
Work
Engagement
Pembahasan antara bawahan dan atasan merupakan hal yang cukup
intens untuk perusahaan. Gaya kepemimpinan yang efektif dalam
perusahaan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
work
engagement
pada karyawannya. Menurut Mangkunegara (dalam Siagian,
2007) gaya kepemimpinan partisipatif adalah gaya dimana seorang
pemimpin melibatkan seluruh karyawannya dalam pengambilan
keputusan.
Seorang pemimpin mampu melaksanakan kepemimpinannya secara
persuasif, mampu menciptakan kerjasama yang serasi antara atasan dan
bagi perusahaan yaitu menciptakan rasa ikut memiliki perusahaan,
misalkan dengan cara mengikutsertakan karyawannya untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan dengan memberikan informasi,
saran-saran dan pertimbangan. Karyawan dengan
work engagement
yang
tinggi akan mendorongnya lebih fokus pada pekerjaan itu sehingga
mereka merasakan menjadi bagian penting dari perusahaan yang akan
termotivasi untuk bekerja dengan sepenuh hatinya.
Bakker dan Demeroti (dalam Wright, 2009) mengungkapkan ada
empat alasan tentang karyawan dengan
work engagement
tinggi memiliki
performa yang lebih baik, yaitu
dapat menimbulkan emosi positif,
dapat
mempengaruhi kesehatan menjadi lebih baik,
dapat menciptakan energi
atau sumber kekuatan dalam menyelesaikan pekerjaan, dan
dapat
mempengaruhi lingkungan kerja. Oleh karena itu, hubungan antara atasan
dan bawahan tersebut akan mempermudah dalam pencapaian visi dan misi
perusahaan.
Sehingga dari penjelasan tersebut bahwa adanya pengaruh Gaya
Kepemimpinan Partisipatif terhadap
Work engagement.
D.
Landasan Teoritis
work engagement
dari para karyawan sangat berdampak positif pada
organisasi. Karyawan yang memiliki
work engagement
yang tinggi akan
menunjukkan peningkatan produktivitas dan nantinya berdampak pada
pencapaian nilai dan tujuan dari organisasi. Dan sebaliknya, karyawan
yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang rendah, akan menunjukkan
penurunan produktivitas sehingga standart dan tujuan organisasi tidak
dapat dicapainya.
Schaufeli, Salanova,
Gonzales-Roma, & Bakker, (2002)
menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat
dalam
work engagement
,
yaitu: (1)
Vigor,
(2)<