• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Cabut-Serat Nylon 600 Tertanam Dalam Matriks Sementitis Berbasis Fraktur | Susilorini | Jurnal Semesta Teknika 774 2313 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Cabut-Serat Nylon 600 Tertanam Dalam Matriks Sementitis Berbasis Fraktur | Susilorini | Jurnal Semesta Teknika 774 2313 1 SM"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL CABUT-SERAT NYLON 600 TERTANAM

DALAM MATRIKS SEMENTITIS BERBASIS FRAKTUR

Rr. M.I. Retno Susilorini

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Soegijapranata

Jl. Pawiyatan Luhur IV/1, Bendan Dhuwur, Semarang 50234 email: retno_susilorini@yahoo.com; susilorini@unika.ac.id

ABSTRACT

The fracture mechanics is known as a fracture based approach to prohibit a catastrophic failure of structure. In micro scale field, the fracture mechanics is implemented especially to determine the performance of interface between fiber and cementitious matrix in ‘fiber-reinforced cementitious composite’. The studies and applications of nylon clearly define the advance characteristic of nylon may influence the overall performance of composites and become a crucial issue to be learned, therefore, this paper forwards a fractured based pull-out model of short nylon 600 embedded in cementitious matrix with main concern on fracture phenomenon. The research applies experiment that applies pull-out test with embedded nylon 600 in cementitious matrixand the analytical method that constructs the fractured based pull-out model. The experiment results show the specimens with pull-out fibers have embedded length lf = 30-60 mm and the broken

fibers lf = 70-100 mm. The pull-out test also shows several stages: (a) Pre-slip

stage, (b) Slip stage, and (c) Strain-hardening stage. The model fits to experimental results. Several theories meet conclusions: (a) Whenever fracture takes place, it is always an unstable crack, (b) Stable cracks are established by the presence of crack arrester, (c) There is no way directly to determine the length of stable crack, but it still can be determined by fractured based approach, (d) The length of stable crack is determined by the position of crack arrester, (e) There is an equation derived for pull-out model (f) There is an equation to determine the stable crack length, (g) Stable cracks may be used to determined the bond capacity, (h) After the establishment of stable cracks, increasing strain beyond strain 1 will not increase

stress 1, hence do not induce additional fracture, (i) Increasing of strain after

the establishment of stable cracks will increase stress , then the second slip will not take place, (j) Broken nylon fibers have a longer embedded length because of the possibility of crack arrester presence is bigger than the shorter ones.

(2)

PENDAHULUAN

Mekanika fraktur dikenal sebagai suatu pendekatan berbasis fraktur untuk mencegah kerusakan struktur yang signifikan. Dengan mengimplementasikan mekanika fraktur, desain struktur akan lebih aman dan ekonomis serta memiliki keuntungan-keuntungan structural yang lebih besar (Susilorini, 2007b). Mekanika fraktur telah diimplementasikan seja lima puluh tahun lalu oleh Bresler and Wollack, 1952, Kaplan, 1961, dan sebagainya (Bazant, 1992). Dalam skala mikro, pendekatan berbasis fraktur digunakan untuk merencanakan struktur bangunan gedung yang aman. Hal ini dapat dimengerti karena desain yang aman diperlukan saat pembangunan gedung untuk menjamin kriteria keamanan. Pendekatan berbasis fraktur juga digunakan dalam skala mikro, khususnya dalam menentukan kinerja antar-muka antara serat dan matriks sementitis dalam ‘Komposit Sementitis Berserat’, KSB. Bazant (1992) mengemukakan konsep utama mekanika fraktur dalam studi kasus skala mikro analisa fraktur. Menurut Bazant, kegagalan struktur berhubungan erat dengan distribusi retak pada kondisi pelunakan-regangan dan pengerasan. Retak yang terlokalisasi akan menjalar dan berkembang menjadi fraktur dan akhirnya mengakibatkan kegagalan. Mengkaji hal tersebut, perlu adanya upaya mengurangi kemungkinan terjadinya fraktur dengan cara antara lain meningkatkan keliatan dan daktilitas tarik yaitu dengan mengaplikasikan serat ke dalam komposit sementitis (Li and Wang, 2005).

Sejak jaman purba, serat telah digunakan untuk memperkuat komposit sementitis yang getas (Susilorini, 2007a). Kinerja serat dipastikan turut menentukan kinerja komposit secara keseluruhan. Oleh sebab itu, kinerja antar-muka antara serat dan matriks sementitis serta transfer tegangan memegang peranan penting dalam penentuan kinerja komposit, pemilihan kandungan komposit, dan prediksi kegagalan struktur komposit. Kinerja KSB keseluruhan dicirikan oleh antar-muka antara serat dan matriks sementitis dan dapat ditentukan melalui uji cabut-serat.

(3)
[image:3.499.76.432.205.350.2]

peneliti (Suseno, et, al, 2000a,b, dan Susilorini, 2007a,b,c,d; 2008a,b). Suseno, et al. (2000a,b) menggunakan benda uji balok lentur dan silinder beton serat dengan serat pendek lurus dan bergumpal dan menemukan bahwa kuat lentur dan kuat-tarik belah beton serat nylon lebih tinggi daripada beton normal. Penelitian Suseno, et al. tersebut juga menemukan bahwa lebar retak pada beton normal lebih besar. Kajian dan aplikasi nylon tersebut di atas memperjelas keunggulan karakteristik nylon yang mempengaruhi kinerja komposit secara keseluruhan dan menjadi hal penting untuk dipelajari.

Gambar 1. Deskripsi Masalah Cabut-Serat

Sun dan Lin (2001) menyatakan bahwa kajian masalah cabut-serat harus dititikberatkan pada mekanisme antar-muka antara serat dan matriks, juga pada kekuatan dan distribusi tgangan di sepanjang antar-muka. Secara umum, masalah cabut-serat dapat dijelaskan oleh Gambar 1. Serat tertanam pada matriks sementitis. Beban tarik P bekerja pada ujung serat dan menimbulkan perpindahan sebesar pada ujung serat.

Para peneliti terdahulu telah memperlihatkan bahwa model dapat dibangun untuk merepresentasikan proses cabut-serat, antara lain model analitis, model berbasis mekanika fraktur, dan model mikro fraktura. Sebagian model tersbut mengaplikasikan serat baja, mengimplementasikan tegangan geser dan tegangan geser gesek di sepanjang serat, serta mengabaikan pengaruh angka Poisson (Wang, Li, Backer, 1988a, b; Li, Stang, 1987; Morrison, Shah, Jenq, 1988; Li, Chan, 1994; Sumitro, Tsubaki, 1997). Hanya sedikit peneliti (Naaman, et.al., 1994 dan Bentur, et.al., 1996)yang mempertimbangkan pengaruh angka Poisson yang berbasis pada teori ‘shrink-fit’ dari Timoshenko. Di antara model-model tersebut, belum terdapat pendekatan dengan panjang retak stabil dalam matriks. Tentu saja, panjang serat tertanam akan membuat beberapa perbedaan. Kinerja beberapa seri serat pendek nylon 600 tertanam dalam matriks sementitis akan dikaji, serat panjang tidak akan dibahas dalam tulisan ini.

P

matrix

debonded zone fiber

embedded fiber length, lf

debonded length, l2

(4)

Hal penting untuk dicatat adalah fenomena fraktur pada masalah cabut-serat. Untuk itu, sebuah model harus dibangun untuk merepresentasikan fenomena fraktur yang berlangsung selama cabut-serat seperti yang dibahas oleh tulisan ini. Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam pemodelan cabut-serat berbasis fraktur (Susilorini, 2007a) meliputi: (1) Kapasitas fraktur dari serat tertanam merupakan fungsi dari angka Poisson serat, (2) Beberapa tahapan terjadi selama berlangsungnya proses cabut-serat, (4) Fenomena ‘bergerigi’ terjadi di bagian regangan-pengerasan pada kurva beban-perpindahan (P-) dan tegangan-regangan (), dan (4) Fenomena proses fraktur tak stabil dan stabil terjadi selama berlangsungnya proses cabut-serat. Merujuk pada aspek-aspek tersebut, menjadi sebuah keharusan bagi tulisan ini untuk mengedepankan model berbasis fraktur untuk serat nylon 600 pendek yang tertanam dalam matriks sementitis dengan perhatian khusus pada fenomena fraktur.

METODOLOGI PENELITIAN

[image:4.499.71.428.453.599.2]

Penelitian ini mengaplikasikan metode eksperimental dan analitis yang akan dijelaskan sebagai berikut. Metode eksperimental mengimplementasikan uji cabut-serat dengan rancangan specimen seperti pada Gambar 2 dan 3, sedangkan tata letak uji cabut-serat pada Gambar 4. Spesimen cabut-serat menggunakan serat nylon 600 buatan local (merk “Golden Fish”) berdiameter 1.1 mm yang tertanam dalam matriks sementitis. Terdapat 2 jenis specimen, yaitu tipe A untuk panjang tertanam pendek 30, 40, 50, dan 60 mm, serta tipe A untuk panjang tertanam pendek 70 dan 100 mm. Komposisi campuran matriks sementitis dinyatakan dengan perbandingan semen : pasir : air sebesar 1:1:0.6. Metode analitis membangun model cabut-serat berbasis fraktur dengan merujuk pada hasil uji eksperimental.

Gambar 2. Rancangan Benda Uji Cabut-Serat Tipe A 70 mm

30 mm

embedded length, lf

fixed part length, 120 mm

fixed part length, 120 mm specimen length,

l1 = 100 mm

(5)
[image:5.499.76.427.114.251.2]

Gambar 3. Rancangan Benda Uji Cabut-Serat Tipe B

Gambar 4. Tata Letak Uji Cabut-Serat

ANALISIS DA PEMBAHASAN

Hasil uji cabut-serat memperlihatkan bahwa specimen dengan serat tercabut memiliki panjang serat tertanam lf = 30-60 mm sedangkan specimen dengan serat

putus lf = 70-100 mm (Gambar 5). Yang menarik adalah dijumpainya tahapan

selama berlangsungnya proses cabut-serat, yaitu: (a) Tahap pra-selip, (b) Tahap selip, dan (c) Tahap pengerasan-regangan. Beban pra-selip pada uji cabut-serta adalah 400-430 N dengan perpindahan tidak lebih dari 0.1 mm. Beban selip ditemukan dalam kisaran yang sama dengan beban pra-selip dengan perpindahan

specimen width = 20 mm

fixed part length, 150 mm 70 mm

specimen length, l1 = 250 mm

fixed part length, 150 mm fiber outer length, 30 mm

embedded length, lf

pull-out specimen

[image:5.499.99.329.313.452.2]
(6)

berkisar 3-30 mm. Beban pengerasan-regangan sebesar 1000-2000 N dengan perpindahan berkisar 80-120 mm.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

0 20 40 60 80 100 120

EMBEDDED LENGTH (mm)

L

O

A

D

(N

)

FIBER PULLED-OUT

[image:6.499.70.415.128.378.2]

FIBER BROKEN

Gambar 5. Rekapitulasi Hasil Uji Cabut-Serat

Hasil uji eksperimental memperlihatkan bahwa serat putus ditemukan pada panjang serat tertanam lf > 60 mm. Alasan untuk terjadinya fenomena ini adalah

kemungkinan timbulnya penahan retak lebih besar pada panjang serat tertanam lf >

60 mm dibandingkan dengan panjang serat tertanam lf < 60. Dengan demikian,

penyempitan berulang akan terjadi pada panjang serat tertanam lf = 70 dan 100 mm

(7)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0 5 10 15 20 25 30

PERPINDAHAN (mm)

B

E

B

A

N

(N

) 40

[image:7.499.78.412.95.329.2]

41

Gambar 6. Relasi Beban-Perpindahan untuk Spesimen Cabut-Serat dengan lf = 30

mm

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

0 20 40 60 80 100 120

DISPLACEMENT (mm)

L

O

A

D

(N

)

2380

2381

2382

Gambar 7. Relasi Beban-Perpindahan untuk Spesimen Cabut-Serat dengan lf = 100

[image:7.499.78.415.389.594.2]
(8)
[image:8.499.97.409.189.290.2]

Pemodelan cabut-serat berbasis fraktur mempertimbangkan beberapa aspek: (1) Kapasitas fraktur serat tertanam merupakan fungsi angka Poisson serat, (2) Terdapat tahapan selama proses cabut-serat, (3) Fenomena ‘bergerigi’ terjadi pada bagian pengerasan-regangan pada kurva beban-perpindahan (P-) dan tegangan-regangan () hasil uji cabut-serat, dan (4) Fenomena proses fraktur tak stabil dan stabil terjadi selama berlangsungnya proses cabut-serat.

Gambar 8. Model Cabut-Serat pada Tahap Elastis

Gambar 8 memperlihatkan serat tertanam (A’A) dengan ujung serat tertanam A’ yang dikekang pada A dan B, namun bebas kekangan pada C. Panjang serat dengan ujung bebas disebut l0 dan panjang serat tertanam dinamakan lf. Suatu

perpindahan sebesar A  dikenakan pada C dan pada saat ini baik serat maupun matriks sementitis dalam keadaan komposit. Perpindahan  menimbulkan tegangan matriks m. Selanjutnya, tegangan matriksm akan terus meningkat hingga tercapai

kondisi

m

m

m

 

. Perlu dicatat bahwa nilai tegangan matriks kritis

m merupakan kapasitas lekatan pada saat terjadinya retak yang merepresentasikan kapasitas tarik fraktur ultimit. Dengan demikian, regangan dan tegangan pada BC dapat dirumuskan sebagai:

0 1

l

(1)

s 1

1

E

(2)

A B C

l0  lf

m



(9)
[image:9.499.66.430.81.199.2]

Gambar 9. Model Cabut-Serat pada Saat Proses Fraktur Tak Stabil

Merujuk pada Gambar 9, bila perpindahan  terus meningkat, maka akan terbentuk retak. Retak tersebut akan menimbulkan proses fraktur tak stabil. Segera setelah retak terbentuk, tegangan pada komposit akan dipindahkan ke serat. Dengan terbentuknya retak, maka proses fraktur tak stabil akan melepas kekangan pada B. Panjang retak akan meningkat sehingga mencapai sebesar l2, sementara itu

kekangan pada A akan terus berpindah ke arah kiri. Bila panjang retak l2 lebih

besar daripada panjang tertanam lf, maka serat akan tercabut.

Gambar 10. Model Cabut-Serat pada Saat Proses Fraktur Stabil

Proses fraktur stabil dapat terjadi setalah proses fraktur tak stabil berlangsung. Diasumsikan bahwa retak telah terbentuk (Gambar 10), maka meningkatnya perpindahan akan meningkatkan regangan 1 dan tegangan 1 pada

B’B. Peningkatan regangan 1 d an tegangan 1 akan mencapai nilai kritis dari

tegangan

m dan regangan  matriks. Oleh sebab itu, peningkatan perpindahan  akan berulang pada B’ pada saat bersamaan terbentuknya retak baru, dan menimbukan x di sisi sebelah kiri serat. Hal ini terjadi terus menerus hingga kekangan pada A tetap, tidak bergerak. Dengan demikian kekangan pada A akan menjadi penahan retak yang mencegah berkembangnya reta. Dalam hal ini retak akan berhenti berkembang dan panjang retak akan tetap sebesar l2. Sekali panjang

A B C

l2 l

0 

lf m

A’

lsf

B’

x A

B C

l2 l0 

lf

m

A’ [image:9.499.70.430.345.443.2]
(10)

retak tercapai l2, maka regangan pada bagian l0 akan dipindahkan ke bagian l2.

Tegangan dan regangan yang timbul dirumuskan sebagai:

r 0 l

1 2  

 (3)

r 0 2 1

1

(4)

2 0 r

l

l

δ

ε

(5)

Bila

m

m

 

tercapai dan regangan pada AC adalah sebesar , maka

sehingga besarnya regangan menjadi:

2 0

l

l

where

 

(6)

Dengan demikian panjang retak stabil dirumuskan sebagai:

0 2

l

[image:10.499.50.441.113.504.2]

l

(7)

Gambar 11. Relasi Beban-Perpindahan pada Model Cabut-Serat

Untuk jelasnya, model cabut-serat menghasilkan kurva P- (beban-perpindahan) (Gambar 11) dan persamaan (8) yang terdiri atas 3 (tiga) tahap: (a) Tahap pra-selip, (2) Tahap selip, dan (3) Tahap pengerasan-regangan. Selama tahap pra-selip berlangsung, retak tidak terbentuk sehingga fenomena proses fraktur tidak terjadi. Bila tegangan matriks kritis

m terlampaui, maka retak terbentuk sehingga tahap selip dan proses fraktur tak stabil dimulai. Jenis fraktur pada tahap ini adalah fraktur lateral. Proses fraktur tak stabil ini akan terus berlangsung dan panjang retak akan terus meningkat hingga panjangretak stabil l2

P

Pps



pre-slip strain-hardening

Ps 0 slip Detail I Ppr x2 x1

1 2

(11)

tercapai di akhir tahap selip. Dengan tercapainya panjang retak stabil l2, maka

proses fraktur tak stabil akan berubah menjadi proses fraktur stabil. Proses fraktur stabil berlanjut hingga ke tahap pengerasan-regangan, sementara fenomena ‘bergerigi’ yang disebabkan penyempitan berulang pada serat nylon timbul. Pada tahap ini, meningkatnya regangan  akan menyebabkan meningkatnya tegangan

hingga serat putus. Proses cabut-serat ini dapat diformulasikan sebagai persamaan beban dalam fungsi perpindahan sebagai berikut:

                   

E A

a a r A E a a r A E a a r P pr 2 1 III s 2 1 II ps 2 1 I

[image:11.499.60.445.199.444.2]

n (8)

Tabel 1. Kisaran nilai Es, Eps, dan Epr

STAGE OF STAGE OF SLIP STAGE OF

PRE-SLIP INITIAL SLIP FINAL SLIP HARDENING

STRAIN-lf l2 Eps Es Es Epr

(mm) (mm) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)

30 53.3903 100000 - 600000 1000000 - 1500000 500 -1500 --- 40 42.4539 100000 - 600000 1000000 - 1500000 500 -1500 --- 50 51.4764 100000 - 600000 1000000 - 1500000 500 -1500 --- 60 75.2632 100000 - 600000 1000000 - 1500000 500 -1500 --- 70 37.7375 500000 - 650000 1500000 - 2000000 500 -1500 400 -1500 100 37.7375 500000 - 650000 2000000 - 3000000 500 -1500 400 - 2000 Kisaran nilai Es, Eps, dan Epr untuk model cabut-serat dijelaskan pada Tabel

(12)

0 200 400 600 800 1000 1200

0 20 40 60 80 100 120

PERPINDAHAN (mm)

B

E

B

A

N

(N

)

lf=30 mm

lf=40 mm

lf=50 mm

lf=60 mm

lf=70 mm

[image:12.499.73.413.96.354.2]

lf=100 mm

Gambar 12. Relasi Beban-Perpindahan untuk Model Cabut-Serat

Berdasarkan analisa hasil uji eksperimental dan model, diperoleh beberapa asumsi mendasar yang perlu mendapat perhatian: (1) Kapasitas fraktur dari lekatan pada antar-mmuka serat-matriks adalah konstan dan homogen di sepanjang serat, (2) Serat dan matriks adalah material homogen, (3) Permukaan serat nylon sangat licin sehingga geser tidak terjadi di sepanjang serat terlepas selama berlangsungnya proses cabut-serat, atau dengan kata lain geser terjadi di sepanjang serat tertanam pada saat serat dan matriks masih dalam keadaan komposit, (4) Kapasitas lekatan

m

tidak dipengaruhi oleh geser, (5) Tegangan matriks m merupakan fungsi
(13)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

0 20 40 60 80 100 120

PERPINDAHAN (mm)

B

E

B

A

N

(N

)

2380

2381

2382

[image:13.499.87.400.95.335.2]

MODEL

Gambar 13. Representasi Relasi Beban-Perpindahan Hasil Uji Eksperimental dan Model Cabut-Serat dengan lf = 100 mm

KESIMPULAN

Beberapa teori telah dikemukakan oleh tulisan ini dengan perhatian khusus pada fenomena fraktur. Teori-teori tersebut mencapai kesimpulan sebagai berikut: 1. Saat terjadi fraktur, maka akan selalu timbul retak tak stabil

2. Retak stabil akan timbul oleh karena hadirnya penahan retak

3. Tidak ada suatu cara langsung untuk menentukan panjang retak stabil, namun hal tersebut dapat ditentukan berdasrakan pendekatan berbasis fraktur

4. Panjangh retak stabil ditentukan oleh posisi penahan retak 5. Diperoleh suatu persamaan untuk model cabut-serat 6. Diperoleh suatu persamaan untuk panjang retak stabil

7. Panjang retak dapat digunakan untuk menentukan kapasitas lekatan

8. Setelah retak stabil terbentuk, peningkatan regangan yang melampaui regangan

1 tidak akan meningkatkan tegangan 1 (tahap selip terjadi), dengan demikian

tidak akan menimbulkan fraktur tambahan

(14)

10.Serat nylon yang putus memiliki panjang serat tertanam yang lebih besar oleh karena kemungkinan hadirnya penahan retak lebih besar dibandingkan dengan panjang serat tertanam yang lebih kecil

DAFTAR PUSTAKA

Avarett, RD (2004). Fracture Mechanics of High Performance Nylon Fibers, Thesis, Georgia Institute of Technology, USA.

Balaguru, P.N., Shah, S.P. (1992). Fiber Reinforced Cement Composites, McGraw-Hill International Edition, Singapore.

Bazant, ZP. (1992). “Fracture Mechanics of Concrete: Concepts, Models, and Determination of Material Properties – State of the Art Report”,

Proceedings, First International Conference on Facture Mechanics Concrete Structure (Framcos 1), (Ed. Bazant, ZP), Colorado, USA, pp.6-140.

Bentur, A., Wu, S.T., Banthia, N., Baggott, R., Hansen, W., Katz, W., Leung, C.K.Y, Li, V.C., Mobasher, B., Naaman, A.E., Robertson, R., Soroushian, P., Stang, H., Taerwe, L.R. (1996). “Fiber-Matrix Interfaces”, High Performance Fiber Reinforced Cement Composites 2, (eds. Naaman, A.E., Reindhardt, H.W.), E&FN Spons, London, 149-191.

Hummel, R.E. (1998). Understanding Materials Science: History, Properties, Applications, Springer-Verlag Inc., New York.

Li, V.C., Chan, Y.W., Wu, H.C. (1994). “Interface Strengthening Mechanism in Polymeric Fiber Reinforced Cementitious Composites”, Proceedings of International Symposium on Brittle Matrix Composites, (eds. Brandt, A.M, Li, V.C., Marshall, L.H), IKE and Woodhead Publ, Warsaw, pp. 7-16. Li, V.C., Stang, H. (1997). “Interface Property Characterization and Strengthening

Mechanism in Fiber Reinforced Cement Based Composites”, (Review Arcticle), Journal of Advanced Cement Based Materials, Vol. 6, pp. 1-20. Li, V.C., and Wang, S. (2005). “Suppression of Fracture Failure of Structures by

Composite Design based on Fracture Mechanics”, corresponding paper in Compendium of Papers CD ROM, Paper 5543.

Morisson, J.K., Shah, S.P., Jenq, Y.S. (1988). “Analysis of Fiber Debonding and Pull-out in Composites”, Journal of Engineering Mechanics, ASCE, Vol. 114, No. 2, February, pp. 277-294.

Naaman, AE., Namur, GG., Alwan, JM., Najm, HS. (1990). “Fiber Pullout and Bond Slip. I: Analytical Study”, Journal of Structural Engineering, ASCE, vol. 117, No. 9, pp. 2769-2790.

Nadai, A. (1950). Theory of Flow and Fracture of Solids, Volume I, McGraw-Hill Company. Inc, New York, USA.

(15)

Sun, W., Lin, F. (2001). “Computer Modelling and FEA Simulation for Composite Single Fiber Pullout”, Journal of Thermoplastic Composite Materials, Vol. 14, No. 4, pp. 327-343.

Suseno, W., Saptono, K., Yosephine, P., Andre, S. (2000a). “Pengaruh Fiber Senar Pancing Terhadap Kuat Lentur Beton”, Jurnal Sipil Supra, Vol. 2, No. 4, April-Juni , pp. 116-124.

Suseno, W., Saptono, K., Sapthina, M., Wibowo, M. (2000b). “Uji Tarik Belah pada Beton Serat dengan Senar Pancing”, Jurnal Sipil Supra, Vol. 2, No. 6, Oktober-Desember, pp. 238-247.

Susilorini, Retno, M.I. (2007a). “Model Masalah Cabut-Serat Nylon 600 Tertanam dalam Matriks Sementitis yang Mengalami Fraktur”, Disertasi, Parahyangan Catholic University, Bandung.

Susilorini, Retno, Rr. M.I. (2007b). “The Performance Improvement of Fiber Pull-Out of Nylon 600 with Clumped Fiber End, In: First International Conference of European Asian Civil Engineering Forum (EACEF), 26-27 September, Pelita Harapan University, Lippo Karawaci, Jakarta, D64-D71. Susilorini, Retno, Rr. M.I. (2007c). “Fractured Based Approach for Structural

Element Design – Safe Building, Safe City”, Proceeding Third International Conference on Economic and Urban Management “City Marketing, Heritage, and Identity), PMLP Unika Soegijapranata, Semarang, pp.451-465.

Susilorini, Retno, Rr. M.I. (2007d). “Integral-J Kritis untuk Model Elemen Hingga pada Cabut Serat Fraktur Nylon 600”, Prosiding Seminar Nasional Tiga Roda Forum “Perkembangan Terkini Teknologi dan Rekayasa Konstruksi Beton di Indonesia”, Hotel Bumi Karsa - Bidakara, Jakarta, pp.1-14.

Susilorini, Retno, Rr. M.I. (2008a). “The Role of Shear-Friction on Pull-Out Fractured Based Modeling of Nylon 600 with Clumped Fiber End”, Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil IV, Program Studi Teknik Sipil Pascasarjana dan Jurusan Teknik Sipil, ITS, Surabaya, pp. B91-B101. Susilorini, Retno, Rr. M.I. (2008b). “Fracture to Failure: a Fracture Mechanics

Approach for Bridge Failure Analysis”, Proceeding International Seminar “Rekayasa Perencanaan XI”, UPN Jawa Timur, Surabaya, pp. M.20.1- M.20.6.

Wang, Y., Li, V.C., Backer, S. (1988a). “Analysis of Synthetic Fiber Pull-out from a Cement Matrix”, (eds. Mindess, S., Shah, S.P), Proceedings of Material Research Society Symposium, Vol. 114, Pittsburgh, pp. 159-165.

Gambar

Gambar 1. Deskripsi Masalah Cabut-Serat
Gambar 2. Rancangan Benda Uji Cabut-Serat Tipe A
Gambar 3. Rancangan Benda Uji Cabut-Serat Tipe B
Gambar 5. Rekapitulasi Hasil Uji Cabut-Serat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Studi survei karakteristik ibu hamil dengan kejadian anemia yang dilakukan oleh Yuniarti (2008) didapatkan bahwa ibu hamil yang menderita anemia lebih banyak

kedisiplinan dalam mewujudkan cita-citanya, namun juga memiliki keberanian menanggung segala resiko atas keputusannya sendiri dengan membuka usaha menjadi

(ghurrah kamilah) adalah senilai 5 ekor unta. Menurut undang-undang jenayah di.. Malaysia, sanksi hukum akan diberikan berupa penjara atau denda atau kedua- duanya

Sel telur ini masuk dalam salah satu saluran falopian dan jika pada saat ini terdapat sperma yang masuk maka terjadilah pembuahan.. Jika terjadi pembuahan sel telur yang telah

Pada usia kurang lebih 2 tahun, anak menggunakan istilah yang berkaitan dengan gender seperti &#34;anak laki-laki, anak perempuan, ayah, ibu,&#34;, dan cenderung.

Kelompok Kerja Peningkatan Jalan SJK - Tua Nanga (DAK + Pendamping) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang / Jasa Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun Anggaran 2013, akan

Nilai error menandakan bahwa dalam melakukan tugas mengemudikan bus, sopir memiliki beberapa faktor penyebab human error diantaranya Sedikitnya kesempatan melatih pikiran

Dalam skala lokal, Indonesia yang merupakan bagian dari dunia global menghadapi gejala pluralitas etnis, agama, dan budaya.Indonesia sebagai negara bangsa mempunyai