• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI YANG BEKERJA SEBAGAI KARYAWAN PABRIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI YANG BEKERJA SEBAGAI KARYAWAN PABRIK"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN KEPUASAN

PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI YANG

BEKERJA SEBAGAI KARYAWAN PABRIK

OLEH

MOLEK AMALIA 802012074

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Molek Amalia Nim : 802012074 Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-ekslusif (non-excusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI YANGBEKERJA

SEBAGAI KARYAWAN PABRIK

Dengan hak bebas royalty non-ekslusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 01 November 2016 Yang menyatakan,

Molek Amalia

Mengetahui,

Pembimbing

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Molek Amalia NIM : 802012074 Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI YANG BEKERJA

SEBAGAI KARYAWAN PABRIK

Yang dibimbing oleh :

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-oleh sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber lainnya.

Salatiga, 01 November 2016

Yang memberi pernyataan

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI YANG BEKERJA

SEBAGAI KARYAWAN PABRIK

Oleh Molek Amalia

802012074

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyarataan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui Pada Tanggal 01 November 2016 Oleh Pembimbing Dr. Chr. Soetjiningsih, MS Diketahui oleh, Kaprogdi Dr. Chr. Soetjiningsih, MS Disahkan oleh, Dekan

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN KEPUASAN

PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI YANG

BEKERJA SEBAGAI KARYAWAN PABRIK

Molek Amalia Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku asertif terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan suami-istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Penelitian ini menggunakan metode kuanitatif dengan teknik pengambilan data snowball samplling. Subjek penelitian ini pasangan suami istri yang bekerja di pabrik, di daerah sekitar Karangjati, Kab. Semarang yang berjumlah 35 pasangan (70 orang), sudah menikah selama 2-10 tahun, menganut agama yang sama dan memiliki anak yang berusia 0-10 tahun. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kepuasan pernikahan berdasarkan teori dari Olson dan Fowers, (1989) dan skala perilaku asertif berdasarkan teori dari Alberti dan Emmons, (1986). Metode analisis data mengguakan bantuan fasilitas program SPSS versi 16.0 untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara perilaku asertif dan kepuasan pernikahan pada pasanngan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Hasil dari uji korelasi diperoleh hasil r=0,789 yang artinya ada hubungan antara perilaku asertif dan keepuasan pernikahan pada pasangan suami-istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik.

(9)

ii Abstract

The purpose of this study was to knowing correlation assertive behavior and marital satisfaction in couples who work as employees of the factory. This study uses a quantitative method to collect the data by using snowball samplling. Subject in this research is couple who work in factories, in the area Karangjati, Kab. Semarang totaling 35 pairs (70 people), have been married for 2-10 years, the same religion and have children aged 0-10 years. The scale in this study used the marital satisfaction scale based on the theory of Olson and Fowers, (1989) and a scale based on the theory of assertive behavior Alberti and Emmons, (1986). The data analysis method uses the facilities SPSS version 16.0 to examined correlation assertive behavior and marital satisfaction couple who worked as a factory worker. Results of correlation test results obtained r = 0.789, which means there is correlation assertive behavior and marital satisfaction on couples who work as employees of the factory.

(10)

1

PENDAHULUAN

Menikah atau pernikahan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap orang. Pernikahan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik dengan membawa pribadi masing-masing dengan latar budaya dan pengalaman yang berbeda (Santrock, dalam Pratama, 2016). Membicarakan pernikahan, menikah biasanya dilakukan oleh dua insan yang saling mencintai, dan dilakukan untuk membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin. Dijelaskan dalam UU pernikahan No 1 tahun 1974 yang mengatakan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan YME (Walgito, 2000).

Setiap orang pasti mengharapkan kehidupan pernikahan bersama pasangannya senantiasa bahagia serta jauh dari perselisihan, karena di dalam pernikahan yang solid segala permasalahan yang menghadang akan dapat segera diatasi dengan mudah. Cinta dan kasih sayang menjadi dasar supaya terciptanya pernikahan yang bahagia. Setiap pasangan yang menikah tentu memiliki harapan memiliki rumah tangga yang bahagia dan berhasil dalam pernikahannya. Burgess dan Locke, (1960) mencetuskan kriteria dalam mengukur keberhasilan pernikahan, dan salah satunya adalah kepuasan pernikahan.

Levinson, (1993) mengungkapkan bahwa kepuasan pernikahan dianggap penting karena pernikahan bisa mempengaruhi kesehatan baik mental maupun fisik, Kepuasan pernikahan didefinisikan sebagai evaluasi terhadap area-area pernikahan. Area ini mencakup komunikasi yang menyenangkan, kehidupan beragama yang baik, cara mengisi waktu senggang, menyelesaikan masalah, mengatur keuangan, kualitas dan kuantitas hubungan seksual, hubungan baik dengan keluarga dan teman, pengasuhan terhadap anak, menerima sifat

(11)

2

pasangan, dan berbagi peran antara suami istri didalam pernikahanya (Olson dan Fowers, 1989).

Didalam kepuasan pernikahan tentunya memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti latar belakang ekonomi, pendidikan, dan hubungan dengan orang tua merupakan faktor sebelum menikah yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan. Kehadiran anak, lamanya pernikahan, merupakan faktor setelah menikah yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan dan terdapat faktor lain yaitu jenis kelamin, agama dan pekerjaan (Hendrick dan Hendrick, 1992).

Chasan, dalam Uyun dan Kumaladewi, (2010) mengungkapkan bahwa tercapainya kepuasan pernikahan ditandai dengan segala permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan bijaksana, rasa cinta tetap bersemi sehingga terhindar dari kebosanan serta timbulnya kesetiaan dan kasih sayang yang kuat. Dalam menentukan kepuasan pernikahan suami-istri dapat dievaluasi berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Olson dan Fowers, (1989). Adapun aspek-aspek tersebut yaitu, komunikasi yang menyenangkan, mengisi waktu senggang, kehidupan beragama yang baik, penyelesaian masalah, mengatur keuagan, hubungan baik dengan keluaga dan teman, kualitas dan kuantitas seksual, Pegasuhan terhadap anak, menerima sifat pasangan, pembagian peran

Perlu diketahui, kepuasan pernikahan sendiri bersifat subjektif, subjektif yang dimaksud yaitu perasaan puas yang dirasakan seseorang atas pernikahannya tergantung dengan dari penilaiannya sendiri dan perasaan puas itu tidak bersifat mutlak namun bisa mengalami perubahan. Sangat mungkin terjadi pada seseorang yang pada usia pernikahan memasuki tahun ketiga merasa puas dengan kehidupan pernikahannya, namun ketika ditanya kembali dua tahun kemudian orang tersebut mungkin memiliki nilai yang berbeda (Levinson, 1993).

(12)

3

Kepuasan dalam pernikahan memang dikatakan subjektif, walaupun begitu, Skolnick dalam Lemme, (1995) menjelaskan bahwa pasangan yang memiliki kepuasan pernikahan tinggi memiliki beberapa kriteria yaitu pasangan memiliki relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga, memiliki model parental role yang baik, dan serta bisa menerima konflik-konflik yang terjadi dalam hubungan pernikahan.

Namun, harapan untuk mencapai pernikahan yang memuaskan tidak dapat tercapai dengan mudah, karena dalam perjalanannya ditemui permasalahan-permasalahan dan terkadang sulit untuk diselesaikan. Menurut pengamatan berdasarkan pengalaman beberapa teman, pasangan suami istri yang sama-sama bekerja memiliki kesulitan ketika membagi waktu antara pekerjaan, rumah tangga, anak.

Di Kabupaten Semarang, khususnya Karangjati banyak terdapat pabrik tekstil, dan banyak masyarakat yang memilih bekerja di pabrik. Di Karangjati banyak ditemukan pasangan suami-istri bekerja dalam satu pabrik. Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti melakukan wawancara terhadap 10 subjek yaitu 5 wanita dan 5 pria dan berumur 22-32 tahun, memiliki anak berusia 3-7 tahun, usia pernikahan antara 2,5-8 tahun dengan pekerjaan sebagai karyawan pabrik garmen di Karangjati. Wawancara dilakukan pada tanggal 8 dan 16 Maret 2016.

Dari hasil wawancara mengatakan bahwa pertengkaran dalam rumah tangga merupakan hal yang biasa terjadi. Beberapa masalah seperti perdebatan tentang cara mengasuh anak, dan masalah keuangan rumah tangga biasa terjadi. Selain itu, terdapat subjek yang mengatakan bahwa masalah kurang mesra dalam hubungan intim juga pernah menjadi bahan pertengkaran. Hal ini merupakan masalah yang bisa saja terjadi melihat jam kerja di pabrik sekitar 8 jam

(13)

4

bahkan sampai 15 jam ketika lembur, akibatnya rutinitas sexual yang biasanya menjadi terganggu.

Berdasarkan wawancara, penyebab pertengkaran paling sering dalam pernikahan adalah masalah keuangan. Pada pasangan karyawan pabrik, keuangan jelas menjadi masalah untuk mereka karena mereka harus banting tulang bekerja sampai lembur untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Jika terdapat pengeluaran anggaran yang tidak sesuai dan terdapat salah satu pasangan mendominasi karena merasa gaji lebih banyak menyebabkan tidak bahagianya sebuah pernikahan. Namun, terdapat juga subjek yang mengungkapkan bahwa setiap masalah yang terjadi tidak sampai berlarut-larut karena langsung diskusikan dengan pasangan mengenai hal-hal yang mengganggu dan menyebabkan masalah sehingga tidak sampai terjadi pertengkaran.

Membangun rumah tangga yang harmonis tidak mudah dilakukan, dan membutuhkan kesadaran dari kedua belah pihak untuk saling terbuka satu sama lain. Kemampuan setiap pasangan dalam mengatasi permasalahan berbeda-beda. Mereka yang dapat mempertahankan pernikahannya hingga usia tua bukan berarti kehidupan pernikahan mereka selama ini aman-aman saja. Masalah diatas menunjukkan bahwa pentingnya berkomunikasi untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga. Sebuah pertengkaran dapat menyebabkan tidak bahagianya sebuah hubungan pernikahan. Walgito, (2000) menambahkan bahwa komunikasi antara suami istri harus saling terbuka dan berlangsung dua arah. Komunikasi dua arah dapat membantu menghindari masalah-masalah kecil menjadi besar. Hal ini juga didukung Gottman, 1994 dalam Leopater dan Westheimer, (2004) bahwa bukan kemarahan yang menyebabkan pernikahan tidak memuaskan melainkan kritikan, penghinaan, pembelaan diri, dan pembatasan

(14)

5

diri (menolak untuk mendiskusikan atau menegosiasikan suatu masalah) adalah hal yang lebih berbahaya.

Sebelumnya peneliti telah mengungkapkan pentingnya komunikasi dalam hubungan rumah tangga, maka dari itu, supaya komunikasi dapat berlangsung secara efektif, suami maupun istri dituntut untuk mampu berperilaku asertif. Komunikasi yang baik dan disampaikan secara asertif diharapkan dapat membantu pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah dengan mengekspresikan perasaan dan pemikiran tanpa harus menyinggung atau menyakiti pihak lain. Perilaku asertif didefinisikan oleh Alberti dan Emmons, (1986) adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar orang lain.

Berperilaku asertif dapat membantu menciptakan membina hubungan yang harmonis antara suami istri. Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa perilaku asertif berhubungan dengan kepuasan pernikahan yang dirasakan suami dan istri. Terdapat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gottman dan Krokoff, dalam Uyun, dan Kumaladewi, (2010) menemukan bahwa kemampuan suami istri untuk berperilaku asertif, yaitu mengekspresikan rasa marah dan tidak setuju tanpa respon yang defensif, berkorelasi positif dengan kepuasan pernikahan suami istri. Uyun dan Kumaladewi, (2010) juga menemukan bahwa hubungan positif yang sangat signifikan antara perilaku asertif dengan kepuasan perkawinan pasangan suami istri. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Antara Perilaku Asertif Terhadap Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Suami-Istri yang Bekerja Sebagai Karyawan Pabrik?

(15)

6

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada Hubungan Antara Perilaku Asertif Terhadap Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Suami-Istri yang Bekerja Sebagai Karyawan Pabrik. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana kepuasan pernikahan pada karyawan yang bekerja sebagai karyawan pabrik, dan menjadi sumbangsih penelitian supaya dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai kepuasan pernikahan.

KAJIAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERNIKAHAN

Olson dan Fowers, (1989) mengungkapkan kepuasan pernikahan adalah evaluasi terhadap area-area pernikahan. Area ini mencakup komunikasi yang menyenangkan, kehidupan beragama yang baik, cara mengisi waktu senggang, menyelesaikan masalah, mengatur keuangan, kualitas dan kuantitas hubungan seksual, hubungan baik dengan keluarga dan teman, pengasuhan terhadap anak, menerima sifat pasangan, dan berbagi peran antara suami istri didalam pernikahanya.

Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan menurut Olson dan Fowers, (1989)

a. Komunikasi yang menyenangkan

Aspek ini berfokus pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam membagi dan menerima informasi emosional dan kognitif.

b. Mengisi waktu senggang

Aspek ini merefleksikan aktivitas sosial versus aktivitas personal, pilihan untuk saling berbagi antar individu, dan harapan dalam menghabiskan waktu senggang bersama pasangan.

(16)

7

c. Kehidupan beragama yang baik

Aspek ini mengukur makna kepercayaan agama dan prakteknya dalam pernikahan.

d. Penyelesaian Masalah

Aspek ini mengukur persepsi pasangan mengenai eksistensi dan resolusi terhadap konflik dalam hubungan mereka dan berfokus pada keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pengenalan dan penyelesaian dan strategi yang digunakan untuk menghentikan argumen serta saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama dan membangun kepercayaan satu sama lain.

e. Mengatur keuagan

Aspek ini mengukur bagaimana pasangan membelanjakan uang mereka dan perhatian mereka terhadap keputusan finansial mereka. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya juga tidak percaya terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan. f. Kualitas dan kuantitas seksual

Aspek ini menunjukan sikap mengenai isu-isu seksual, komunikasi seksual, kontrol kelahiran, dan kesetiaan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan.

g. Hubungan baik dengan keluaga dan teman

Aspek ini menunjukan perasaan-perasan dan berhubungan dengan hubungan dengan anggota keluarga dan keluarga dari pasangan, dan teman-teman. Aspek ini menunjukkan harapan dan kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman.

(17)

8

h. Pegasuhan Terhadap Anak

Aspek ini mengukur sikap dan perasaan mengenai mempunyai dan membesarkan anak. Aspek ini berfokus pada keputusan yang berhubungan dengan disiplin, tujuan untuk anak dan pengaruh anak terhadap hubungan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam mengasuh dan mendidik anak penting dalam pernikahan.

i. Menerima sifat pasangan

Aspek ini mengukur persepsi individu mengenai pasangan mereka dalam menghargai komunikasi dan tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap masalah.

j. Pembagian peran

Aspek ini mengukur perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan.

Faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan menurut Hendrick dan Hendrick, (1992)

1. Premarital Faktor

a. Latar Belakang Ekonomi

Status ekonomi yang tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan.

b. Pendidikan

Pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah.

(18)

9

c. Hubungan dengan orang tua

Hubungan dengan orang tua akan mempengaruhi sikap anak terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian.

2. Postmarital Faktor

a. Kehadiran anak

Kehadiran anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan pernikahan terutama pada wanita. Penelitian menunjukan bahwa bertambahnya anak bias menambah stress pasangan dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick dan Hendrick, 1992).

b. Lama Pernikahan

Miller, dalam Hendrick dan Hendrick, (1992) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan yang paling tinggi pada awal pernikahan, menurun sampai anak mulai meninggalkan rumah dan meningkat pada tahun selanjutnya.

3. Faktor Lain

a. Jenis kelamin

Holahan dan Levenson dalam Lemme, (1995) mengatakan bahwa pria lebih puas dengan pernikahanya daripada wanita, karena pada umumnya wanita lebih sensitif dibanding pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahanya.

b. Agama

Clark, 1998 dalam Lemme, (1995) menyatakan bahwa agama memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap terhadap pernikahan yang selanjutnya mempengaruhi komunikasi yang berhubungan dengan pernikahan.

(19)

10

c. Pekerjaan

Pekerjan yang membutuhkan waktu yang lama menyebabkan kurangnya waktu yang dimiliki suami dan istri untuk anak, mengurus pekerjan rumah tangga seperti membersihkan rumah, menyediakan makanan, dan lain lain (Degenova, 2008).

Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Gottman dan Krokoff, dalam Uyun dan Kumaladewi, (2010) menyatakan bahwa kemampuan suami istri untuk berperilaku asertif, yaitu mengekspresikan rasa marah dan tidak setuju tanpa respon yang defensif, berkorelasi positif dengan kepuasan pernikahan suami istri.

Kriteria dari pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi menurut (Skolnick, dalam Lemme, 1995)

1. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan dimana dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan menerima antar sesama anggota dalam keluarga.

2. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga.

3. Model pola asuh yang baik, pola orangtua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini bisa membentuk keharmonisan dalam keluarga.

4. Penerimaan terhadap konflik-konflik, konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan menguntungkan bagi semua anggota keluarga.

(20)

11

5. Kepribadian yang sesuai, dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama lain. Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat menutupi kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling melengkapi satu sama lain.

6. Mampu memecahkan konflik, kemampuan pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan pernikahan pasangan tersebut.

B. PERILAKU ASERTIF

Alberti dan Emmons, (1986) mengungkapkan perilaku asertif adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar orang lain.

Aspek-Aspek perilaku asertif menurut Alberti dan Emmons, (1986)

a. Mengutamakan kesetaraan di dalam hubungan manusia

Meliputi semua manusia hidup setara, menguatkan secara personal orang-orang yang diremehkan, memungkinkan setiap orang untuk lebih berkembang.

b. Bertindak sesuai dengan minat sendiri

Meliputi kemampuan untuk membuat keputusan, kemampuan mengambil inisiatif, percaya pada yang dikemukakan sendiri, dapat menentukan suatu tujuan dan berusaha mencapainya, mampu untuk meminta bantuan orang lain, mampu berpartisipasi dalam pergaulan.

c. Mampu mempertahankan diri

Meliputi mampu mengatakan “tidak”, kemampuan menentukan batasan pada waktu dan tenaga, mampu menanggapi kritik, celaan, dan kemarahan dari orang lain secara terbuka, mampu

(21)

12

mengekspresikan pendapat, mampu mendukung sebuah pendapat, serta mempertahankan pendapat.

d. Mampu mengekspresikan perasaan jujur dan nyaman.

Meliputi kemampuan untuk menyatakan rasa tidak setuju, kemampuan untuk menyatakan rasa marah, menunjukkan afeksi dan persahabatan terhadap orang lain, mengakui perasaan takut atau cemas, mengekspresikan persetujuan, menunjukkan dukungan serta mampu bersikap spontan.

e. Mampu menyatakan pendapat tanpa mengabaikan hak-hak orang lain

Meliputi kemampuan menyatakan pendapat atau gagasan, mengadakan suatu perubahan, menanggapi pelanggaran terhadap dirinya dan orang lain, kemampuan untuk menyatakan kritik secara adil tanpa mengancam, kemampuan untuk menyatakan kritik tanpa melukai orang lain, tidak mengejek orang lain. tidak mengintimidasi, tidak memanipulasi, serta tidak mengatur orang lain.

Hubungan Antara Perilaku Asertif dan Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Suami-Istri yang Bekerja Sebagai Karyawan Pabrik.

Pernikahan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik dengan membawa pribadi masing-masing dengan latar budaya dan pengalaman yang berbeda (Santrock, dalam Pratama, 2016). Setiap pasangan yang menikah tentu memiliki harapan memiliki rumah tangga yang bahagia dan berhasil dalam pernikahannya. Terdapat kriteria untuk mengukur keberhasilan pernikahan salah satunya adalah kepuasan pernikahan (Burgess dan Locke, 1960). Kepuasan pernikahan dianggap penting karena pernikahan bisa mempengaruhi kesehatan baik mental maupun fisik, (Levinson, 1993). Tercapainya kepuasan pernikahan ditandai dengan segala permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan bijaksana, rasa cinta tetap bersemi sehingga

(22)

13

terhindar dari kebosanan serta timbulnya kesetiaan dan kasih sayang yang kuat (Chasan, dalam Uyun dan Kumaladewi, 2010).

Namun, harapan untuk mencapai pernikahan yang memuaskan tidak dapat tercapai dengan mudah, karena dalam perjalanannya ditemui permasalahan-permasalahan dan terkadang sulit untuk diselesaikan. Beberapa masalah seperti perdebatan tentang cara mengasuh anak, dan masalah keuangan rumah tangga biasa terjadi. Penyebab pertengkaran paling sering dalam pernikahan adalah masalah keuangan.

Membangun rumah tangga yang harmonis tidak mudah dilakukan, dan membutuhkan kesadaran dari kedua belah pihak untuk saling terbuka satu sama lain. Masalah diatas menunjukkan bahwa pentingnya berkomunikasi untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga. Pertengkaran dapat menyebabkan tidak bahagaianya sebuah hubungan pernikahan. Walgito, (2000) menambahkan bahwa komunikasi antara suami istri harus saling terbuka dan berlangsung dua arah. Komunikasi dua arah dapat membantu menghindari masalah-masalah kecil menjadi besar, supaya komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Berperilaku asertif dapat membantu menciptakan membina hubungan yang harmonis antara suami istri. Komunikasi yang baik dan disampaikan secara asertif diharapkan dapat membantu pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah dengan mengekspresikan perasaan dan pemikiran tanpa harus menyinggung atau menyakiti pihak lain.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gottman dan Krokoff, dalam Uyun dan Kumaladewi, (2010) yang menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan. Semakin tinggi perilaku asertif maka tingkat kepuasan pernikahan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah perilaku asertif maka semaki rendah tingkat kepuasan pernikahannya.

(23)

14 Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis ada hubungan yang positif antara perilaku asertif dan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Semakin tinggi perilaku asertif yang dimiliki oleh pasangan suami-istri maka semakin tinggi tingkat kepuasan pernikahan. Sebaliknya semakin rendah perilaku asertif yang dimiliki pasangan suami-istri semakin rendah kepuasan pernikahannya.

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Variabel terikat (dependent variabel) : Kepuasan Pernikahan Variabel bebas (independent variabel) : Perilaku Asertif

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang bekerja di pabrik, di daerah sekitar Karangjati, Kab. Semarang yang berjumlah 35 pasangan (70 orang). Kriteria partisipan yaitu pasangan yang sudah menikah selama 2-10 tahun, dengan pertimbangan memilih usia pernikahan dengan rentang 2-10 tahun karena pada usia awal pernikahan dianggap masih hangat. Menganut agama yang sama dan memiliki anak yang berusia 0-10 tahun, dengan alasan pasangan yang bekerja dan memiliki anak yang masih kecil masih kerepotan karena itu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang kepuasan pernikahanya. Sampel ini telah memenuhi syarat pengambilan sampel dari populasi terkecil yaitu 30 (Azwar, 2004).

(24)

15

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode skala. Skala yang digunakan adalah skala kepuasan pernikahan yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan teori dari Olson & Fowers, (1989) dan skala perilaku asertif yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan teori dari Alberti & Emmons, (1986). Teknik pengambilan sampel data menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh teman-temannya untuk dijadikan sampel, begitu seterusnya sehingga sampel semakin banyak. Ibarat bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin makin membesar. Peneliti langsung memberikan kuesioner kepada pasangan suami-istri yang berada di rumah. Peneliti mendatangi masing-masing rumah subjek. Berikutnya peneliti mendapatkan informasi subjek lain yang sesuai kriteria dari subek sebelumnya.

Alat Ukur Penelitian

A. Kepuasan Pernikahan

Skala yang digunakan untuk mengukur kepuasan pernikahan adalah skala baku yang diadaptasi dan dimodifikasi berdasarkan pandangan teori dari Olson & Fowers, (1989). Adapun aspek-aspek kepuasan adalah Komunikasi yang menyenangkan, Mengisi waktu senggang, Kehidupan beragama yang baik, Penyelesaian Masalah, Mengatur keuagan, Hubungan baik dengan keluaga dan teman, Kualitas dan kuantitas seksual, Pegasuhan Terhadap Anak, Menerima sifat pasangan, Pembagian peran. Alat ukur ini terdiri dari 24 item dengan 5 alternatif jawaban yaitu tidak sesuai (TS), agak sesuai (AS), netral (N), sesuai (S), sangat sesuai (SS). Terdapat item gugur yaitu item 8, 9, 10, 13, 14, 15, 24 dan memperoleh reliabilitas sebesar 0,884 dengan Corrected Item-Total Correlation 0,323-0,668.

(25)

16

Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku asertif adalah skala baku yang diadaptasi dan dimodifikasi berdasarkan pandangan teori dariAlberti & Emmons, (1986). Adapun aspek dari perilaku asertif adalah Mengutamakan kesetaraan di dalam hubungan manusia, Bertindak sesuai dengan minat sendiri, Mampu mempertahankan diri, Mampu mengekspresikan perasaan jujur dan nyaman, Mampu menyatakan pendapat tanpa mengabaikan hak-hak orang lain. Skala ini terrdiri dari 45 item dan menggunakan format likert yang terdiri dari 5 alternatif jawaban yaitu tidak sesuai (TS), agak sesuai (AS), netral (N), sesuai (S), sangat sesuai (SS). Terdapat item gugur yaitu item 39, 41, 42 dan diperoleh reliabilitas sebesar 0, 925 dengan Corrected Item-Total Correlation 0,271-0,715.

Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini penulis mencari hubungan antara perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan. Analisis yang dilakukan degan bantuan program SPSS (Statistic Packages For Social Science) versi 16 for Windows.

HASIL PENELITIAN A. Uji asumsi 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya dari data variabel penelitian. Hasil uji normalitas dari variabel perilaku asertif dan kepuasan pernikahan diperoleh skor dengan metode Kolmogorov-Smirnov Test. Data dikatakan normal apabila p>0,05. Berdasarkan uji normalitas diperoleh Kolmogorov-Smirnov Test untuk kedua sampel variabel sebesar 0,619 (p>0,05). Hal ini berarti kedua jenis sampel datanya berdistribusi normal.

(26)

17

Dari hasil uji linearitas menujukkan adanya hubungan linear antara perilaku asertif dengan kepuasan pernikahann pada pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik dengan

Deviation from Linearity 0,206 (p>0,05).

B. Analisis Deskriptif

Berdasarkan hasil katagorisari yang dilakukan, kepuasan pernikahan pada pasangan suami-istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik sebanyak 37 orang berada pada katagori sedang dengan persentase sebanyak 53% dan sebanyak 23 orang berada pada katagori rendah dengan persentase 47%. Hasil katagorisasi perilaku asertif pada pasangan suami-istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik sebanyak 47 orang berada pada katagori sedang dengan persentase 67% dan sebanyak 23 orang berada pada katagori tinggi dengan persentase 33%. Hasil penghitungan menggunakan rumus jumlah skor tertinggi dikurangi jumlah skor terrendah kemudian dibagi tiga katagori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

C. Uji Korelasi

Berdasarkan uji asumi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan correlation coefficients dari pearson. Hasil dari uji korelasi menunjukan adanya korelasi positif yang signifikan antara perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang bekerja sebagi karyawan pabrik, r=0,776 dengan

p=<0,01. Hal ini menyatakan adanya korelasi positif antara perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Berdasarkan hasil uji korelasi, adapun sumbangan efektif yang diberikan oleh perilaku asertif terhadap kepasan pernikahan pada pasangan suami-istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Ini berarti perilaku asertif memiliki kontribusi 60,2% terhadap kepuasan pernikahan, sedangkan 39,8%

(27)

18

dipengaruhi oleh faktor lain seperti kebutuhan ekomoni terpenuhi, kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama keluarga, kesepakatan pasangan dalam mengasuh dan mendidik anak.

PEMBAHASAN

Dari hasil uji korelasi menunjukkan adanya korelasi yang positif antara perilaku asertif dengan kepuasan perrnikahan pada pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik (r=0,789). Hal ini menunjukan semakin tinggi perilaku asertif pasangan suami istri maka semakin tinggi kepuasan pernikahannya, sebaliknya semakin rendah perilaku asertif pasangan suami istri maka semakin rendah kepuasan pernikahannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitiaan yang dilakukan Gottman dan Krokoff dalam Uyun dan Kumaladewi, (2010) yang menyatakan bahwa kemampuan suami istri untuk berperilaku asertif, yaitu mengekspresikan rasa marah dan tidak setuju tanpa respon yang defensif, berkorelasi positif dengan kepuasan pernikahan suami istri. Berperilaku asertif sendiri dapat menciptakan hubungan yang harmonis dalam kehidupan rumah tangga. Suami istri memiliki kewajiban untuk saling menghormati hak dan pendapat pasangannya. Selain itu, dengan berperilaku asertif dapat menciptakan komunikasi dua arah antara pasangan suami istri untuk membantu menghindari masalah-masalah kecil menjadi besar. Komunikasi yang baik dan disampaikan secara asertif diharapkan dapat membantu pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah dengan mengekspresikan perasaan dan pemikiran tanpa harus menyinggung atau menyakiti pihak lain. Adanya perilaku asertif yang tinggi antara pasangan suami istri menjadikan kepuasan pernikahannya juga tinggi.

Pentingnya kepuasan pernikahan dipertegas oleh penelitian dari Levinson, (1993) yang mengatakan bahwa kepuasan pernikahan dianggap penting karena pernikahan bisa

(28)

19

mempengaruhi kesehatan baik mental maupun fisik. Dengan kata lain, pasangan dari pernikahan yan puas memiliki tingkat kesehatan mental dan fisik lebih baik dari pasangan yang merasa tidak puas dengan pernikahannya. Rerata pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik mempunyai kepuasan pernikahan pada katagori sedang dan juga rerata pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik memiliki perilaku asertif pada katagori sedang. Berdasarkan hasil uji korelasi, adapun sumbangan efektif yang diberikan oleh perilaku asertif terhadap kepasan pernikahan pada pasangan suami-istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Ini berarti perilaku asertif memiliki kontribusi 60,2% terhadap kepuasan pernikahan, sedangkan 39,8% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kebutuhan ekomoni terpenuhi, kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama keluarga, kesepakatan pasangan dalam mengasuh dan mendidik anak.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa perilaku asertif mempengaruhi kepuasan pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari korelasi positif yang signifkan antara perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang menemukakan tentang perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan menyatakan

(29)

20

1. Ada hubungan positif yang signifikan antara peilaku asertif dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik.

2. Rerata tingkat perilaku asertif dan kepuasan pernikahan pada subjek berada pada katagori sedang.

3. Sumbangan efektif yang diberikan oleh perilaku asertif terhadap kepasan pernikahan pada pasangan suami-istri yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Ini berarti perilaku asertif memiliki kontribusi 60,2% terhadap kepuasan pernikahan, sedangkan 39,8% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kebutuhan ekomoni terpenuhi, kesepakatan antara pasangan dalam mengasuh dan mendidik anak penting dalam pernikahan, dan kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama keluarga.

Saran

1. Bagi subjek penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan kepada pasangan suami istri dapat menyikapi dengan baik pentingnya berperilaku asertif dalam rumah tangga untuk menciptakan kepuasan pernikahan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

- Bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti tentang perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan hendaknya menambahkan wawancara secara mendalam kepada subjek. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat lebih mengkaji dalam jangkauan yang lebih luas dengan mengkaitkan faktor-faktor lain yang berhubungan. Selain itu, peneliti selanjutnya hendaknya menambahkan metode lain ketika menyebar kuesioner misalnya dengan dibantu lembaga terkait untuk meminimalisir terjadinya pemalsuan respon, dan mencocokkan item yang sesuai dengan keadaan subjek sehingga bisa mengurangi kelemahan penelitian.

(30)

21

DAFTAR PUSTAKA

Alberti, R.E. & Emmons, M.L. (1982). Your perfect right. A guide to assertive behaviour. San Luis Obispo, California: Impact Publishers.

Alberti, R.E. & Emmons, M.L. (1982). The asertivness inventory. San Luis Obispo, California: Impact Publishers.

(31)

22

Amin, A. (2015). Definisi sampling dan jenis metode sampling diakses melalui

http://statitiskaikip.blogspot.co.id/2015/05/Pengertian-Teknik-Samplingpengambilan.html?m=I pada 15 September 2016.

Ardianita, I. & Andayani, B. (2013). Kepuasan pernikahan ditinjau dari berpacaran dan tidak berpacaran. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Azwar, S. (2004). Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2012). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Burgess, E.W. & Locke, H. J. (1960). The family from institution to companionship. 2nd edition. New York: American Book Company.

Desideria, B. (2016). Penyebab pertengkaran nomor 1 pada hubungan pernikahan. Diakses melalui

http://m.liputan6.com/health/read/2438480/penyebab-pertengkaran-nomor-1-pada-hubungan-pernikahan pada 30 mei 2016.

Fowers, B.J & Olson, D. H. (1989). Enrich marital inventory: A discriminant validity & cross validity assesment. Journal of Marital and Family Therapy. 15, 1, 65-79

Fowers, B.J. & Olson, D. H. (1993). Enrich marital scale: A brief research and clinical tool.

Journal of Family Psychology. 7, 2, 176-185

Degenova, Maty. (2008). Intimate relationship marriage, & fammily development 6th ed. New York: Harper & Row Publisher

Hendrick, S & Hendrick, C. (1992). Liking, loving, relating. California: Books/Cole Publishing Company Pacific Grove.

Indah, A. (2014). Kepuasan pernikahan ditinjau dari ketrampilan komunikasi interpersonal.

Journal Soul. 32, 2, 101-111

Lemme, B. H. (1995). Development in adulthood. USA. Allyn & Bacon.

Leopater, S. & Westheimer, K. (2004). Human sexuality: A psychological perspective 2nd edition. Publishing Lippincott Williams Wilkins.

Levenson, R. (1993). Long term marriage. Age, gender and satisfaction. Psychology and Aging.

Olson, D. H. (2003). Marriages and families strenghets7th ed. New York: McGraw-Hill.

Pratama, R. (2016). Hubungan kepercayaan pada kepuasan pernikahan ibu rumah tangga yang memiliki suami bekerja di luar kota. Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana.

Setiawan, A. C. Penyebab pertengkaran dalam rumah tangga yang perlu dihindari diakses melalui

https://keluarga.com/1499/pernikahan/penyebab-pertengkaran-dalam-rumah-tangga-yang-perlu-dihindari pada 30 mei 2016.

Uyun, Q. & Kumaladewi, V. (2010). Hubungan perilaku asertif dan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri. Skripsi. Fakultas Psikologi Gunadarma.

(32)

23

Walgito, B. (2000). Bimbingan dan konseling perkawinan. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi.

Referensi

Dokumen terkait

Pasar tradisional selama ini lebih diidentikan sebagai tempat kumuh, kotor, semrawut, becek, bau, sumpek, sumber kemacatan, sarang preman dan seterusnya. Singkat kata

[r]

1. Kawasan Lindung, yang terdiri dari : a) Kawasan hutan lindung; b) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c) Kawasan perlindungan

Penelitian dilakukan pada pesrta didik kelas VII A SMP Negeri 3 Manisrenggo Subjek penelitian ini adalah 26 peserta didik dan 1 guru pendamping. Jenis data yang digunakan adalah

Pada hidrolisis enzim dengan pengadukan 130 rpm dan cairan hidrolisat tidak diautoklaf dapat dilihat bahwa yield glukosa pada konsentrasi substrat 100 gr/L tidak terlalu

Tolok ukur kondisi Sosial (sesuai baku mutu/ penera/ volume target Nilai Besaran Parameter Indikator Sosial setelah Pengelolaan Sosial 1 2 5 6 7 8 9 10 11 12 13

In order to efficiently retrieve the nearest neighbor information, we proposed a spatial access method known as clustered hierarchical structure.. This structure is

[r]