• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penggunaan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Sekolah Dasar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SEKOLAH DASAR Lutvi Anggi Prayoga

PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya, Langgix@yahoo.com Asri Susetyo Rukmi

PGSD FIP Universitas Negeri Surabayaaa

Abstrak: Penelitian ini didasarkan pada rendahnya keterampilan berbicara siswa. Kenyataan ini terjadi karena guru dalam pengajarannya masih mendominasi menggunakan metode ceramah sehingga siswa bosan, hal inilah yang mengurangi minat belajar siswa karena siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif pada proses pembelajaran, sehingga pembelajaran berpusat pada guru. Dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa melalui metode bermain peran. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan teknik analisis data diskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan persentase keterlaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus I dan II memperoleh 100% dengan kriteria sangat baik. Adapun, nilai ketercapaiannya pada siklus I sebesar 70,86 dan mencapai 92,97 pada siklus II. Nilai rata-rata hasil belajar keterampilan berbicara siswa pada siklus I sebesar 73,32 dan mengalami peningkatan menjadi 86,17 pada siklus II. Sementara itu, persentase ketuntasan hasil belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar 60%, sedangkan siklus II mencapai 87,5%. Instrumen yang digunakan lembar observasi, tes dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan di setiap siklusnya dan memenuhi indikator keberhasilan. Disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menerapkan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Bungur II Nganjuk. Untuk itu, disarankan kepada guru, sekolah, dan peneliti lain sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran yang inovatif sesuai dengan materi pembelajaran. Kata Kunci: bahasa Indonesia, keterampilan berbicara, metode bermain peran, drama.

Abstract: The research was based on students' lack of speaking skills. Due to the material presented is still conventional without getting the actual information and learning dominated by the teacher, so it made teacher-centered learning. With the purpose to know the increasing of students' improve speaking skills through Role Playing Method. This research is a classroom action research using descriptive qualitative and quantitative data analysis techniques. This research consists of two cycles. The results showed that the percentage of the relizement speaking learning skills in first and second cycle acquiring 100% with very well criteria. Meanwhile, the value of the first cycle at 70.86 and reached 92.97 on the second cycle. The average value of the learning outcomes of students' speaking skills in the first cycle was 73,32 and increased to be 86.17 on the second cycle. Beside that, the percentage of completeness classical learning outcomes of students in the first cycle is 60%, while the second cycle reaches 87.5%. The Instruments that used was observayion, test sheets and field note. The results research show that the student’s ability of speaking skills has increased in each cycle and fulfill the success

Minimum

Completeness Criteria (MCC). It can be concluded that the implementation of speaking skills

learning by applying the role playing method can improve students' speaking skills on fithh grade of elementary school Bungur II Nganjuk. Therefore, it is recommended to teachers, schools, and other researchers to use the innovative teaching strategies that suitable with the learning materials.

Keywords: indonesia language, speaking skill, role playing method, drama.

PENDAHULUAN

Bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia yaitu, bahasa sebagai alat berkomunikasi manusia, kerja sama manusia, dan mengidentifikasi diri. Dengan bahasa, seseorang dapat

mengembangkan kemampuan intelektualnya, kepekaan sosial dan kematangan sosialnya.

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar apabila dilihat dari tujuan yang dicapai, adalah ingin menjadikan siswa sekolah dasar terampil berbahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan.

(2)

Menurut Tarigan (2008:1), keterampilan berbahasa terdiri atas empat keterampilan, yaitu: keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa sekolah dasar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Widayani (dalam Tarigan 1998:34), mengatakan bahwa keterampilan berbicara sangat menunjang keterampilan berbahasa lainnya. Keterampilan berbicara menunjang keterampilan menyimak sebab pembicara yang baik memberi contoh yang dapat ditiru oleh penyimak yang baik, juga memudahkan penyimak menangkap isi atau gagasan. Keterampilan berbicara menunjang kemampuan menulis, sebab pada hakikatnya kedua keterampilan tersebut bersifat produktif menyampaikan informasi, pendapat, perasaan dan pengalaman.

Hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2012 di SDN Bungur II Nganjuk di kelas V, menunjukkan bahwa ditemukan ada 2 faktor yang menjadi permasalahan di dalam proses pembelajaran berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Untuk yang pertama faktor kebahasaan, mencakup kurangnya penggunaan intonasi pada saat membaca teks drama sehingga terdengar monoton, Faktor non kebahasaan yaitu pada saat berbicara di depan teman-temannya mereka cenderung tidak menatap lawan bicara, sehingga terjadi komunikasi yang tidak lancar sehingga yang menjadi lawan bicara merasa kurang terlibat serta kurang diperhatikan. Selain itu juga kurangnya keberanian siswa untuk berbicara di depan teman-temannya, rasa takut salah dan malu yang menyebabkan mereka kurang percaya diri untuk berbicara serta berekspresi di depan teman-temannya. Selain itu, guru dalam pengajarannya masih mendominasi menggunakan metode ceramah sehingga siswa bosan, hal inilah yang mengurangi minat belajar siswa karena siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif di dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V hasil belajar siswa kelas V SDN Bungur II maka diperoleh fakta bahwa hasil belajar siswa yang masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, nilai KKM di kelas tersebut 69, tetapi hanya 60% atau 24 dari 40 siswa yang masih di bawah KKM.

Berdasarkan hal tersebut, kemudian dilakukan observasi oleh penulis di SDN Bungur II Nganjuk ditemukan ada 2 faktor yang menjadi permasalahan di dalam proses pembelajaran berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Untuk yang pertama faktor kebahasaan, mencakup kurangnya penggunaan

intonasi pada saat membaca teks drama sehingga terdengar monoton, Faktor non kebahasaan yaitu pada saat berbicara di depan teman-temannya mereka cenderung tidak menatap lawan bicara, sehingga terjadi komunikasi yang tidak lancar kemudian menyebabkan lawan bicara merasa kurang terlibat serta kurang diperhatikan. Selain itu juga kurangnya keberanian siswa untuk berbicara di depan teman-temannya, rasa takut salah dan malu yang menyebabkan mereka kurang percaya diri untuk berbicara serta berekspresi di depan teman-temannya.

Selain itu, guru dalam pengajarannya masih mendominasi menggunakan metode ceramah sehingga siswa bosan, hal inilah yang mengurangi minat belajar siswa karena siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif di dalam proses belajar mengajar.

Untuk memaksimalkan hasil belajar siswa, terutama keterampilan berbicara, diperlukan metode yang tepat. Metode tersebut hendaknya menekankan pelaksanaan pembelajaran belajar aktif dan kreativitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, penggunaan metode sangat penting karena hal ini dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar, selain itu metode juga berpengaruh pada pemahaman siswa terhadap pelajaran yang diajarkan oleh guru, dan di dalam metode tersebut haruslah mengandung prinsip pembelajaran yang menyenangkan, aktif, dan kreatif, sehingga siswa juga lebih antusias untuk mengikuti pelajaran. Untuk itu peneliti berupaya menerapkan suatu metode yang nantinya dapat membuat seorang anak terampil berbicara, yaitu metode bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Widayani (2011). Penelitian tersebut berjudul ”Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Pada Siswa Kelas IV SDN Lidah Kulon III Surabaya.” dengan materi penyampaian pesan yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi pesan, hasil penelitiannya mampu meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa serta mampu menciptakan suasana baru dalam proses belajar mengajar sehingga siswa merasa senang dan terhibur.

Perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi, pada penelitian ini subjeknya adalah siswa kelas V serta dengan materi yang berbeda, yaitu Memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Selain itu lokasi penelitian adalah di Nganjuk.

Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan di atas maka peneliti berkolaborasi dengan guru kelas V SDN Bungur II Nganjuk untuk mengupayakan peningkatan keterampilan berbicara melalui metode bermain peran. Penelitian ini berjudul ”Penggunaan Metode Bermain

(3)

Peran untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Bungur II Nganjuk”.

Adapun kajian teori penelitian ini adalah sebagai berikut: Dalam menyampaikan pesan seseorang menggunakan suatu media atau alat yaitu bahasa, dalam hal ini bahasa lisan. Seseorang yang akan menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan tersebut juga dengan pembicara dan penerima pesan disebut menyimak atau mendengar. Peristiwa penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara. Dapat diartikan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan (Tarigan, dkk, 1998:34).

Manusia adalah makhluk sosial dan tindakan pertama dan yang sangat penting adalah tindakan sosial, suatu tindakan tepat saling menukar pengalaman, mengemukakan dan menerima pikiran, mengutarakan pengalaman, mengemukakan dan menerima pikiran, mengutarakan perasaan atau mengekspresikan serta menyetujui suatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu di dalam tindakan sosial haruslah terdapat elemen-elemen umum, yang sama-sama disetujui dan dipahami oleh sejumlah orang atau disebut masyarakat. Untuk menghubungkan sesama anggota masyarakat maka diperlukan komunikasi.

Menurut Powers, (dalam Tarigan 2008:4), bahwa Berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi sangat mempengaruhi kehidupan-kehidupan individual kita. Dalam sistem inilah kita saling bertukar pendapat, gagasan, perasaan, dan keinginan, dengan bantuan lambang-lambang yang disebut kata-kata. Sistem inilah yang memberikan keefektifan bagi individu dalam mendirikan hubungan mental dan emosional dengan

anggota-anggota lainnya. Agaknya tidak perlu

disangsikan lagi bahwa berbicara merupakan ekspresi dari gagasan-gagasan seseorang, dan menekankan hubungan-hubungan yang bersifat dua arah, memberi dan menerima.

Jenis berbicara menururt (dalam Widayani, 2011:13-14) menyimpulkan bahwa ada lima landasan tumpu yang dapat digunakan dalam pengklasifikasian berbicara, yaitu: a) Situasi, berdasarkan situasi pembicaraan, jenis berbicara terdiri atas berbicara informal dan berbicara formal. b) Tujuan, berdasarkan tujuan pembicaraan, jenis berbicara dapat dirinci menjadi: (1) berbicara menghibur, (2) berbicara menginformasikan, (3) berbicara menstimulasi, (4) berbicara meyakinkan, (5) berbicara menggerakkan. c) Metode penyampaian, berdasarkan metode penyampaian ada empat jenis berbicara, yaitu: (1) berbicara dengan metode mendadak, (2) berbicara dengan metode

ekstemporan, (3) berbicara dengan metode naskah, (4) berbicara dengan metode menghafal. d) Jumlah penyimak, berdasarkan jumlah penyimak, pembicara dapat dibedakan atas: (1) berbicara antar pribadi, (2) berbicara dalam kelompok kecil, (3) berbicara dalam kelompok besar. e) Peristiwa khusus, berdasarkan peristiwa khusus yang melatari, berbicara (khususnya pidato) dapat diklasifikasikan menjadi enam macam, yaitu: penyambutan, perpisahan, jamuan, perkenalan dan nominasi.

Metode Bermain Peran merupakan pembelajaran yang memberikan kepada siswa untuk menempatkan diri mereka ke dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain Ekawarna (dalam Widayani, 2011:18). Bermain peran dapat membantu mereka memahami dan mengerti mengapa mereka berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan.

Bermain peran merupakan salah satu penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman. Pada umumnya kebanyakan siswa sekitar usia 9 atau yang lebih tua, menyenangi penggunaan metode ini karena berkenaan dengan isu-isu sosial dan kesempatan komunikasi interpersonal di dalam kelas (Hamalik, 2008:23)

Metode bermain peran sangat baik untuk mendidik siswa dalam menggunakan ragam bahasa. Cara berbicara orang tua tentunya berbeda dengan cara berbicara anak-anak. Cara berbicara penjual berbeda pula dengan cara berbicara pembeli. Fungsi dan peranan seseorang menuntut cara berbicara dan berbahasa tertentu pula Tarigan (dalam Widayani 2011:18).

Mengajar siswa dengan metode bermain peran yaitu suatu proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa untuk memerankan watak-watak yang digambarkan kedalam karya sastra. Dengan bermain peran siswa diharapkan mampu menghayati tokoh yang sedang diperankannya. Melalui bermain peran, siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman emosi dan estetik, sehingga dapat menunjang perkembangan emosi anak

Peran pengajar dalam pelaksanaan metode bermain peran adalah sebagai pembimbing yang mengatur kegiatan-kegiatan siswa, diantaranya membagi siswa kedalam beberapa kelompok, menentukan naskah bersama-sama dengan siswa dan mengelola kegiatan bermain peran.

Menurut Naffi (dalam Ampera 2010:38) bermain peran dapat berguna; (1) Membimbing pelajar menggunakan prinsip-prinsip dasar berlakon. (2) Memberikan pemahaman siswa mengenai motivasi atau tujuan orang lain dengan melakonkan suatu peran. (3) Meningkatkan kesadaran pelajar berkaitan dengan masalah-masalah psikologi dan sosiologi. (4) Memahami

(4)

nilai-nilai kebenaran hidup (Realisme). (5) Memperkaya kegiatan bagi tercapainya proses belajar mengajar yang obyektif.

Dari berbagai pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran yaitu suatu metode yang dalam pengajarannya berbasis aktivitas, dimana dalam prosesnya dituntut keaktifan dari siswa sehingga dapat merangsang siswa untuk berbicara lebih aktif dalam mengikuti proses belajar, selain itu juga menunjang perkembangan emosi siswa.

Langkah-langkah metode bermain peran yaitu terdiri dari beberapa tahap, mulai tahap persiapan hingga penutup berikut langkah-langkah yang dikemukakan oleh Naffi (dalam Ampera 2010:39), yaitu: (1) Rancang situasi main peran disamping mengenali secara pasti masalah-masalah dengan teliti. Tentukan peranan-peranan yang diperlukan seperti memilih siswa untuk memerankan watak tertentu. Kelengkapan lain yang diperlukan. Sebelumnya, pengajar harus menerangkan kepentingan, kelengkapan yang diperlukan serta peran yang perlu dimainkan dalam kegiatan bermain peran. (2) Pelajar-pelajar yang mendapatkan tugas untuk memerankan watak tertentu harus dengan suka cita untuk berperan. Hal ini penting karena bermain peran dapat

Menurut Brooks (dalam Tarigan, 2008:28), Berbicara merupakan cara seseorang untuk mengungkapkan ide ,gagasan dan perasaan ke orang lain, hal ini berarti ada begitu banyak cara yang digunakan setiap orang untuk mengungkapkannya, oleh sebab itu perlunya evaluasi untuk menentukan keterampilan berbicara seseorang. Berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk mengevaluasi keterampilan seseorang. a. Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan)

diucapkan dengan tepat?

b. Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku kata, memuaskan?

c. Apakah ketepatan dan ketetapan ucapan mencermikan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya? d. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk

dan urutan yang tepat?

e. Sejauh manakah “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun “kenative-speakeran” yang tercermin bila seseorang berbicara?

Kriteria penilaian keterampilan berbicara dalam bermain peran yaitu: a) intonasi, b) ekspresi, c) pelafalan, d) kelancaran, e) keruntutan cerita dan f) kesesuaian dialog dengan naskah. Penilaian ini disusun dengan skala 1-4, 1 berarti kurang dan 4 berarti sangat baik. Berikut ini deskripsi masing-masing komponen : intonasi : (1) kurang jika siswa tidak mampu mengucapkan dengan intonasi yang tepat, (2) cukup jika siswa kurang mampu mengucapkan dengan intonasi

yang tepat, (3) baik jika siswa mampu mengucapkan dengan intonasi yang tepat, (4) sangat baik jika siswa mampu mengucapkan kalimat seluruhnya dengan intonasi yang jelas dan tepat. ekspresi : (1) kurang jika siswa tidak mengucapkan kalimat dengan ekspresi yang tepat, (2) cukup jika siswa kurang mampu mengucapkan kalimat dengan ekspresi yang tepat. (3) baik jika siswa mampu mengucapkan kalimat dengan ekspresi yang tepat, (4) sangat baik jika siswa mampu mengucapkan kalimat seluruhnya dengan mimik dan ekspresi yang tepat dan jelas. pelafalan : (1) kurang jika siswa tidak mampu melafalkan kata-kata dengan tepat, (2) cukup jika siswa kurang mampu melafalkan kata-kata dengan tepat, (3) baik jika siswa mampu melafalkan kata-kata dengan tepat tetapi belum sempurna, (4) sangat baik jika siswa mampu melafalkan kalimat seluruhnya dengan tepat. Kelancaran : (1) kurang jika siswa tidak mampu berinteraksi dengan lancer, (2) cukup jika siswa kurang mampu berinteraksi dengan lancar (3) baik jika siswa mampu berinteraksi dengan lancer tetapi kurang tepat, (4) sangat baik jika siswa mampu berinteraksi dengan lancar. keruntutan cerita : (1) Kurang jika siswa dalam memerankan tokoh drama tidak sesuai alur cerita, (2) Cukup jika siswa dalam memerankan tokoh drama sebagian kecil sesuai alur, (3) Baik jika siswa dalam memerankan tokoh drama sebagian besar sesuai alur cerita, (4) Sangat baik jika siswa dalam memerankan tokoh drama sesuai alur keseluruhan cerita.

Kesesuaian naskah : (1) kurang jika siswa tidak mampu mengungkapkan kata-kata dengan benar sesuai di dalam naskah, (2) cukup jika siswa kurang mampu mengungkapkan kata-kata dengan benar sesuai di dalam naskah (3) baik jika siswa mampu mengungkapkan sebagian kata-kata sesuai yang terdapat di dalam naskah, (4) sangat baik jika siswa mampu mengungkkapkan kata-kata seluruhnya sesuai dengan yang ada di dalam naskah.

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini memiliki tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) pembelajaran di kelas melalui suatu tindakan (treatment) tertentu dalam satu atau beberapa siklus sesuai yang dibutuhkan. Adapun tahap-tahap penelitian ini menurut Kemmis dan Taggart (dalam Taniredja, dkk, 2011:24) adalah (1) perencanaan, (2) Pelaksanaan tindakan dan observasi (3) refleksi .

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Bungur II Nganjuk yang berjumlah 40 siswa yang terdiri dari 25 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan.

(5)

Lokasi penelitian ini adalah SDN Bungur II Nganjuk yang beralamat di Desa Kajang Kecamatan Sukomoro .

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan: (1) observasi atau pengamatan; (2) pemberian tes Teknik tersebut digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa, hasil belajar siswa berupa penguasaan materi ajar dan penugasan ketrampilan berbicara setelah diterapkan Metode Bermain Peran.

Instrumen penilaian yang digunakan adalah: (1) Lembar observasi; (2) Lembar tes; (3) catatan lapangan , berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan mengukur sejauh mana kemampuan dan hasil belajar bahasa Indonesia pada pokok menulis narasi. Tes lembar penilaian dirancang untuk mengukur untuk mengukur keterampilan menulis narasi siswa. Catatan lapangan dilakukan untuk memperoleh hal-hal yang terjadi pada waktu berlangsungnya pembelajaran.

Teknik analisis data merupakan cara yang paling penting dalam menyusun dan mengolah data yang terkumpul, sehingga diambil kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan. Sebagaimana pendapat Arikunto (2009: 268), menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan analisisis deskriptif kualitatif adalah penelitian evaluasi yang bertujuan untuk menilai sejauh mana variabel yang diteliti telah sesuai dengan tolak ukur yang sudah ditentukan.

Data hasil observasi didapat dari pelaksanaan pembelajaran guru saat proses pembelajaran berlangsung dalam lembar observasai yang telah diamati selama kegiatan belajar mengajar, mulai dari awal sampai akhir.

Adapun inditator keberhasilan adalah Pelaksanaan pembelajaran guru pada pembelajaran pemeranan tokoh drama menggunakan ekpresi, lafal dan intonasi yang tepat memperoleh nilai keterlaksanaan ≥ 80% (Aqib, dkk., 2009:41). Ketercapaian Pelaksanaan pembelajaran >75. Hasil belajar individu yang harus dicapai oleh siswa pada pemeranan tokoh drama menggunakan ekpresi, lafal dan intonasi yang tepat adalah > 68. Batas ketuntasan tersebut sesuai dengan KKM yang ditentukan oleh sekolah untuk pembelajaran diskusi dan bermain drama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ketuntasan belajar secara klasikal tercapai apabila > 80 % dari keseluruhan siswa yang ada di kelas tersebut telah tuntas belajar (Aqib, dkk., 2009:41). Kendala-kendala yang muncul selama pembelajaran pemeranan tokoh drama menggunakan ekpresi, lafal dan intonasi yang tepat dapat diatasi dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam poin ini dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu dengan menerapkan metode bemain peran, untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada materi memerankan tokoh drama dengan memperhatikan lafal, intonasi dan ekspresi .Data penelitian yang diperoleh adalah data evaluasi dan pada setiap siklus. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yang tiap siklusnya terdiri dari dua pertemuan, pemaparan hasil penelitian akan dijelaskan hasil penelitian setiap siklusnya.

Di setiap siklus selalu melaksanakan tahapan-tahapan berikut ini: Menganalisis kurikulum kelas V semester 2 Peneliti menganalisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V semester II. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dijadikan dalam penelitian ini sesuai dengan standar kompetensi berbicara adalah mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain peran. Adapun kompetensi dasarnya adalah memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran. Adapun komponen-komponen dalam rencana pelaksanaan pembelajaran mencakup: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber dan media pembelajaran. Komponen-komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Standar Kompetensi

Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain peran. Kompetensi Dasar. Kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Indikator, Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar maka peneliti dapat merumuskan indikator kognitif, psikomotor dan afektif. Indikator kognitif yang dirumuskan yaitu: membaca dialog drama pendek dengan lancar dan jelas, memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Adapun indikator psikomotor yang dirumuskan adalah memerankan tokoh drama pendek anak-anak dengan lafal, intonasi, ekspresi serta penghayatan sesuai dengan karakter tokoh.. Sementara itu, indikator afektif yang dirumuskan adalah mengembangkan perilaku berkarakter meliputi: peduli, bertanggung jawab dan bekerjasama, serta mengembangkan keterampilan sosial yang meliputi: mengajukan pertanyaan atau pendapat dalam proses pembelajaran, melaksanakan tugas dengan baik dan benar.

(6)

Tujuan Pembelajaran. Tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran keterampilan berbicara ini meliputi tiga aspek, yaitu: aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pada aspek kognitif terdiri dari dua komponen yaitu kognitif proses dan kognitif produk, kognitif proses meliputi: (1) Dengan disediakannya naskah drama pendek, siswa dapat memerankan tokoh drama sesuai dengan lembar penilaian proses. (2) Dengan disediakannya naskah drama, siswa dapat membaca naskah drama dengan lafal dan intonasi yang tepat sesuai dengan lembar penilaian proses. (3) Dengan memerankan tokoh drama sesuai karakter tokoh tersebut siswa dapat memahami peranan tokoh yang diperankan di masyarakat. Kognitif Produk meliputi: (1) Tanpa membuka buku, siswa dapat mencatat penggunaan lafal, intonasi dan ekpresi yang tepat melalui pengamatan. (2) Tanpa membuka buku, siswa dapat menuliskan unsur drama sesuai dengan lembar penilaian produk. Pada aspek afektif juga dibagi menjadi dua komponen yaitu afektif ketrampilan sosial dan afektif keterampilan berkarakter. Afektif keterampilan sosial meliputi: (1) Dengan mengikuti proses pembelajaran yang menerapkan metode bermain peran, siswa dapat mengajukan pertanyaan atau pendapat dalam proses pembelajaran sesuai dengan aspek penilaian. (2) Dengan mengikuti proses pembelajaran yang menerapkan metode bermain peran, siswa dapat merespon pertanyaan dan pendapat teman. Selanjutnya adalah afektif keterampilan berkarakter, yaitu: (1) Dengan terlibat dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa, siswa dapat mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: jujur, peduli, bertanggung jawab, bekerjasama, terbuka, dan mendengarkan pendapat teman. Pada aspek psikomotor, yaitu: Dengan berkelompok, siswa dapat memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekpresi yang tepat di depan kelas.

Kegiatan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan dengan alokasi waktu 2×35 menit dan pertemuan kedua dilaksanakan dengan alokasi waktu 3×35 menit.

Pembelajaran belum berhasil karena tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran pada pertemuan pertama mendapat nilai 68,66. Pembelajaran dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ketercapaian ≥ 80 seperti yang tertera pada indikator keberhasilan.

Pelaksanaan pembelajaran guru yang dilakukan dengan baik dengan skor 4 adalah guru melakukan apersepsi dengan cara bertanya kepada siswa tentang unsur-unsur bermain peran, menjelaskan penggunaan tanda jeda pada teks drama, mendemontrasikan cara membaca teks dialog dengan menggunakan lafal dan

intonasi yang tepat, membagikan LKS yang berupa tanda jeda pada teks drama, membentuk kelompok secara heterogen. Sementara itu, pelaksanaan pembelajaran guru yang dilakukan dengan cukup dengan skor 3,5 adalah guru menjelaskan materi pembelajaran tentang bermain peran, kemudian meminta siswa membaca teks drama yang sudah diberi tanda jeda, guru mengecek pemahaman siswa dengan meminta siswa maju kedepan sesuai kelompoknya untuk membacakan teks drama.

Kegiatan pembelajaran yang mendapat nilai rata-rata 3 adalah saat guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, guru membimbing siswa membaca teks dialog untuk menggunakan lafal dan intonasi yang tepat, menyimpulkan materi pembelajaran, memberikan tugas rumah untuk menghafal dialog pada teks drama dan menutup pembelajaran.

Sementara pelaksanaan pembelajaran guru yang mendapat skor 2,5 adalah saat guru memberikan umpan balik berupa penguatan terhadap hasil kerja siswa apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan, guru tidak melibatkan siswa secara langsung.

Tingkat keterlaksanaan pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus I pertemuan pertama dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran memperoleh persentase 100% karena setiap aspek telah dilaksanakan. Pembelajaran dikatakan belum berhasil karena tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru dalam pelaksanaan keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran mendapat nilai 68,66. Pembelajaran dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ketercapaian ≥ 80 seperti yang tertera pada indikator keberhasilan.

Tingkat keterlaksanaan pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus I pertemuan kedua dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran memperoleh persentase 100% karena setiap aspek telah dilaksanakan.

Pembelajaran dapat dikatakan berhasil karena tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran pada pertemuan kedua mendapat nilai 73,07. Pembelajaran dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ketercapaian ≥ 80 seperti yang tertera pada indikator keberhasilan.

Pelaksanaan pembelajaran guru yang dilakukan dengan baik dengan skor 4 adalah guru melakukan apersepsi kepada siswa tentang pemeranan tokoh, guru menjelaskan pengertian ekspresi dan penggunaannya, guru mendemontrasikan penggunaan ekspresi yang tepat, guru membagikan LKS berupa menentukan ekspresi yang tepat pada setiap dialog, guru membentuk kelompok, memberikan umpan balik dengan memberikan

(7)

penguatan terhadap hasil kerja siswa apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan, menyimpulkan materi pembelajaran, menutup pembelajaran. Sementara itu pelaksanaan pembelajaran guru yang mendapat nilai 3,5 adalah membimbing siswa menggunakan ekspresi yang tepat sesuai karakter tokoh drama.

Pelaksanaan pembelajaran guru yang dilakukan cukup baik dengan skor 3 adalah menyampaikan tujuan pembelajaran, meminta siswa untuk memerankan sesuai karakter tokoh drama menggunakan ekspresi yang tepat tanpa membaca teks drama, mengecek pemahaman siswa melalui LP, dan memberikan tugas rumah untuk memperbaiki penggunaan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat.

Berdasarkan data hasil pelaksanaan pembelajaran guru pertemuan pertama dan pertemuan kedua di atas ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru siklus I adalah 70,86. Dari ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru yang diperoleh pada siklus I ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan ≥ 80. Hasil ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru perlu diperbaiki dan ditingkatkan pada siklus selanjutnya. Dari hasil perhitungan di atas didapatkan nilai rata- rata tes hasil belajar siswa dalam pemeranan tokoh drama menggunakan ekpresi, lafal dan intonasi yang tepat siklus I sebesar 74,16 dengan siswa yang mendapat nilai ≥ 69 sebanyak 24 siswa dan persentase ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 60 %. Persentase tersebut jika dikualifikasikan pada ketuntasan hasil belajar siswa, maka ketuntasan hasil belajar siswa sudah baik, namun belum mencapai target peneliti yaitu ketuntasan hasil belajar ≥ 76 % maka penelitian ini dikategorikan belum berhasil. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus II.

Pada pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran ini juga mengalami kendala-kendala yang terangkum dalam hasil catatan lapangan. Kendala-kendala yang dihadapi adalah kurangnya interaksi antara guru dan siswa sehingga siswa merasa canggung baik untuk bertanya ataupun berpendapat, selain itu siswa tidak serius dalam memerankan drama sehingga drama yang seharusnya dimainkan dengan serius menjadi seperti lawakan, guru juga belum bisa mengontrol siswa, selain itu guru juga kurang bisa mengelola waktu dengan baik.

Adapun cara untuk mengatasi kendala-kendala di atas yaitu guru mengondisikan siswa dengan memberi ice breaking berupa permainan yang melibatkan guru dan murid yaitu permainan konsentrasi “dengarkan saya bukan lihat saya” selain itu guru juga memberlakukan sistem reward dimana siswa yang paling banyak mengumpulkan bintang akan mendapatkan hadiah

sehingga ini akan memotivasi anak untuk bersemangat dalam belajar dan guru juga bisa mengontrol siswa agar tidak gaduh jadi guru bisa mengatur waktu dengan baik.

Selain itu, posisi bangku diubah menjadi setiap 4 bangku berhadap-hadapan sehingga saat latihan kelompok lebih efektif. Guru juga memberitahukan manfaat-manfaat apa yang didapat setelah pembelajaran ini sehingga siswa bisa lebih memahami dan serius untuk belajar bermain peran.

Kegiatan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Juli 2013, pukul 07.00-08.10 WIB. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Pada kegiatan awal, guru melakukan apersepsi dengan cara bertanya kepada siswa tentang unsur-unsur bermain peran yaitu lafal dan intonasi. Guru meminta siswa untuk membaca kata Indonesia dan nama-nama hari lalu guru bertanya apakah menurut mereka sudah benar membacanya. Kegiatan apersepsi ini dilakukan dengan sangat baik oleh guru karena guru memberikan apersepsi dengan mengaitkan dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan serta melalui tanya jawab, guru menyampaikannya dengan jelas. sementara itu, kegiatan dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan baik, hal itu karena guru menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti siswa, menuliskannya di papan tulis sesuai indikator yang akan dicapai.

Pada kegiatan inti, guru menjelaskan materi pembelajaran tentang bermain peran. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan baik karena guru menjelaskan pengertian drama dan unsur-unsur yang ada di dalam bermain peran, menjelaskan langkah-langkah bermain peran. Setelah itu, guru menjelaskan penggunaan tanda jeda pada teks drama. Pada kegiatan ini, guru melakukannya dengan sangat baik. Guru menjelaskan fungsi tanda jeda, menjelaskan langkah-langkah penggunaan tanda jeda, memberi contoh serta mengaitkannya dengan lafal dan intonasi. Guru membagikan media yang berupa naskah drama. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan baik karena guru menjelaskan terlebih dahulu media tersebut, siswa teratur dan semua mendapatkannya. Kegiatan berikutnya, guru mendemontrasikan cara membaca teks dialog dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan sangat baik karena guru mengucapkan dialog dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat sesuai karakter yang diperankannya, suara jelas pada saat menjelaskan sehingga siswa tertarik untuk memperhatikannya.

(8)

Setelah guru mendemontrasikan cara membaca teks drama, guru membagikan LKS yang berupa memberi tanda jeda pada teks drama. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan baik karena guru menjelaskan terlebih dahulu perintah-perintah yang ada pada LKS tersebut dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa. Selanjutnya, guru meminta siswa membaca teks drama yang sudah diberi tanda jeda. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan baik karena guru meminta siswa untuk memperhatikan tanda jeda, menggunakan lafal dan intonasi yang tepat.

Guru membentuk kelompok secara heterogen. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan sangat baik karena guru membagi kelompok secara heterogen, menentukan nama kelompok, memberikan nomor pada kelompok dan mengatur jumlah kelompok. Setelah membagi kelompok, guru membimbing siswa membaca teks dialog untuk menggunakan lafal dan intonasi yang tepat. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan sangat baik karena guru meminta siswa menggunakan lafal dan intonasi yang tepat, untuk menggunakan suara yang nyaring dan mengatur tempo pengucapan.

Guru mengecek pemahaman siswa dengan meminta siswa maju ke depan sesuai kelompoknya untuk membacakan teks drama. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan baik karena guru menyuruh siswa maju sesuai kelompoknya, mengecek kesiapan siswa dan memberi contoh membacakan teks drama. Kegiatan selanjutnya, guru memberikan umpan balik berupa penguatan terhadap hasil kerja siswa apabila terdapat keslahan atau kekurangan. Guru melakukan kegiatan ini dengan baik karena guru memberikan pertanyaan kepada siswa, pertanyaan dimengerti oleh siswa dan kegiatan ini melibatkan siswa.

Pada kegiatan menyimpulkan materi pembelajaran. Guru melakukannya dengan sangat baik karena guru membantu siswa menyimpulkan hasil belajar yang melibatkan siswa, serta menuliskannya di papan tulis dan meminta siswa untuk menyalinnya di buku tulis, siswa merespon dengan sangat baik. Setelah itu, guru memberikan tugas rumah untuk menghafal dialog pada teks drama.

Pada saat guru menutup pembelajaran, guru melakukannya dengan sangat baik karena guru bertanya apakah ada materi yang belum dipahami, menyampaikan pesan moral, membacakan agenda pertemuan selanjutnya dan menutup pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Juli 2013, pukul 07.00-08.45 WIB. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Pada kegiatan awal, guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab kepada siswa mengenai penggunaan tanda jeda yang sudah dikerjakan pada pertemuan sebelumnya. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan sangat baik karena guru memberikan apersepsi sesuai dengan materi sebelumnya dengan jelas melalui Tanya jawab dan siswa antusias merespon apersepsi yang diberikan guru. selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dalam kegiatan ini, guru melakukannya dengan baik karena guru menuliskan tujuan pembelajaran di papan tulis, menyampaikannya sesuai indikator dengan jelas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.

Pada kegiatan inti, guru menjelaskan pengertian ekspresi dan penggunaannya. Pada, kegiatan ini guru melakukannya dengan sangat baik karena guru menjelaskan penggunaan ekpresi yang tepat dan salah sehingga siswa bisa membedakannya. Selanjutnya guru mendemontrasikan penggunaan ekspresi yang tepat. Pada kegiatan ini, guru melakukannya dengan sangat baik. Karena, pada pelaksaannya guru mendemontrasikan penggunaan ekspresi yang tepat dan salah, guru memberi contoh penggunaan ekspresi oleh 3 tokoh yang berbeda karakter dan mendemontarsikan dengan suara yang keras. Guru membagikan LKS berupa menentukan ekspresi yang tepat pada setiap dialog. Pada kegiatan ini guru melakukannya dengan baik karena guru menjelaskan terlebih dahulu perintah-perintah yang terdapat pada LKS tersebut, menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa, semua siswa mendapat bagian dan teratur ketika pembagiannya. Selanjutnya, guru membentuk kelompok. Pada kegiatan ini, guru melaksanakannya dengan baik karena guru membagi kelompok secara heterogen, memnentukan nama kelompok, memberikan nomor kelompok dan mengatur jumlah anggota kelompok.

Guru membimbing siswa menggunakan ekspresi yang tepat sesuai karakter tokoh drama. pada kegiatan ini guru melaksanakannya dengan baik, karena guru membimbing siswa untuk menggunakan lafal dan intonasi yang tepat, guru mendatangi kelompok satu-persatu. Kegiatan selanjutnya adalah meminta siswa untuk memerankan sesuai karakter tokoh drama menggunakan ekspresi yang tepat tanpa membaca teks drama. Pada pelaksanaannya, guru melaksanakannya dengan baik karena guru memili siswa secara acak, dengan perintah yang mudah dimengerti oleh siswa dan dengan suara yang jelas.

Guru memberikan umpan balik dengan memberikan penguatan terhadap hasil kerja siswa apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan. Pada kegiatan ini, guru melaksanakannya dengan sangat baik karena guru

(9)

memberikan pertanyaan kepada siswa, pertanyaan dimengerti oleh siswa, mengembangkan pertanyaan dan melibatkan siswa. Setelah itu, guru mengecek pemahaman siswa melalui LP. Pada pelaksanaannya guru melakukannya dengan sangat baik karena guru membacakan LP yang telah diberikan, memberi instruksi cara mengerjakan LP, memberi aturan selama mengerjakan LP dan menilai siswa selama mengerjakan LP.

Guru menyimpulkan materi pembelajaran. Pada pelaksanaannya, guru melakukannya dengan sangat baik karena melibatkan siswa, membantu siswa menyimpulkan hasil belajar, menulis rangkuman di papan tulis dan meminta siswa menyalin di buku tulis. Kagiatan selanjutnya adalah memberikan tugas rumah untuk memperbaiki penggunaan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. pada pelaksanaannya, guru melakukannya dengan baik karena meminta siswa berlatih penggunaan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat, memberikan instruksi yang jelas, dan siswa mengerti dengan tugas yang dimaksud. Setelah itu, guru menutup pembelajaran. Pada pelaksanaannya guru melakukannya dengan sangat baik karena menanyakan apakah ada materi yang belum dipahami, menyampaikan pesan moral, membacakan agenda pertemuan selanjutnya dan menutup pembelajaran dengan salam.

Pembelajaran dapat diakatakan berhasil karena tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran pada pertemuan pertama mendapat nilai 91,33. Pembelajaran dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ketercapaian ≥ 80 seperti yang tertera pada indikator keberhasilan.

Tingkat keterlaksanaan pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus II pertemuan kedua dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran memperoleh persentase 100% karena setiap aspek telah dilaksanakan.

Pembelajaran dapat dikatakan berhasil karena tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran pada pertemuan kedua mendapat nilai 94,61. Pembelajaran dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ketercapaian ≥ 80 seperti yang tertera pada indikator keberhasilan.

Berdasarkan data hasil pelaksanaan pembelajaran guru pertemuan pertama dan pertemuan kedua di atas ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru siklus II adalah 92,97. Dari ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru yang diperoleh pada siklus II ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah berhasil mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan ≥ 80.

Nilai rata-rata keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran adalah 86,17. Sedangkan nilai ketuntasan belajar klasikal hasil keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran adalah 87,5 %. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran pada siklus II dikatakan tuntas. Pembelajaran dikatakan tuntas secara klasikal apabila ≥ 76 % dari keseluruhan siswa yang ada di kelas tersebut telah tuntas belajar. Ini menunjukkan bahwa siswa kelas V SDN Bungur 2 Nganjuk memahami materi keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran yang telah dirancang dengan baik.

Pada pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran ini juga mengalami kendala-kendala yang terangkum dalam hasil catatan lapangan. Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru belum bisa mengelola waktu sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran. Guru masih sulit mengontrol siswa.

Adapun cara untuk mengatasi kendala-kendala di atas yaitu guru harus senantiasa melihat jam berapa waktu yang diperlukan dalam melakukan kegiatan awal, inti dan akhir. Sehingga, pembelajaran akan berakhir tepat pada waktu yang direncakan pada rpp, guru lebih mengatur waktu dengan memberi batasan waktu saat siswa mengerjakan, agar siswa tidak ramai dan guru dapat mengatur waktu. Guru mengondisikan siswa dengan mempertegas aturan kelas serta memberlakukan sistem reward, sehingga diakhir pelajaran guru memberi semacam penghargaan untuk anak yang mendapat reward, mengatur tempat duduk siswa sesuai kelompok yang sebelumnya sudah ditentukan oleh guru dan dipilih secara heterogen, cara tersebut dapat mengurangi agar anak tidak ramai, seorang anak ramai karena adanya interaksi yang berlebihan.

Penggunaan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Bungur 2 Nganjuk mencapai hasil yang diharapkan. Kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran guru dan hasil keterampilan berbicara siswa, hal itu dapat dilihat dari keterlaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus I dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran belum terlaksana dengan baik karena belum mencapai kriteria yang telah ditentukan pada indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80 (Aqib, dkk., 2009:41). Hal ini dapat dilihat dari data hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran guru siklus I hanya mencapai nilai 70,86 dan dikategorikan baik (B). Penelitian pada siklus I dikatakan belum berhasil. Kualitas pembelajaran dan tingkat ketercapaian

(10)

pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus I diperbaiki dan ditingkatkan pada siklus II.

Pada siklus II, tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru mencapai nilai 92,97 dan dikategorikan amat baik (A). Hasil ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Guru telah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran keterampilan berbicara sesuai dengan pendapat Naffi (dalam ampera 2010:39) yang menyatakan bahwa langkah-langkah metode bermain peran meliputi merancang situasi bermain peran disamping mengenali seacara pasti masalah-masalah dengan teliti, memotivasi siswa yang mendapatkan tugas untuk memerankan watak tertentu harus dengan suka cita untuk berperan, ketika satu kelompok ambil bagian melakukan pertunjukkan, siswa lain perlu melakukan apersepsi dan selesai kegiatan bermain peran, guru dan siswa perlu melakukan diskusi seputar kesan setiap pelajar dalam bermain peran.

Nilai rata-rata hasil keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Bungur 2 Nganjuk pada siklus I mencapai 73,32 sedangkan pada siklus II mencapai 86,17. Sementara itu, ketuntasan belajar siswa pada siklus I mencapai 60 % dan termasuk dalam kategori baik atau minimal. Hal ini belum mencapai keberhasilan siswa secara klasikal. Namun, pada siklus II ketuntasan belajar mencapai 87,5 %. Perolehan tersebut termasuk dalam kategori baik sekali atau optimal. Oleh karena itu, pada siklus II keberhasilan pembelajaran secara klasikal tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat (Djamarah, 2005: 97) yang menjelaskan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal tercapai apabila ≥ 76 % dari keseluruhan siswa yang ada di kelas tersebut.

Peningkatan hasil keterampilan berbicara siswa menunjukkan bahwa metode bermain peran sangat efektif. Hal ini seperti yang dikatakan Naffi (dalam Ampera 2010:38), bahwa penggunaan metode bermain peran mempunyai banyak manfaat diantaranya membimbing siswa menggunakan prinsip-prinsip dasar berlakon, memberikan pemahaman siswa mengenai motivasi atau tujuan orang lain dengan melakonkan suatu peran, meningkatkan kesadaran siswa berkaitan dengan masalah-masalah psikologi dan sosiologi, memahami nilai-nilai kebenaran hidup (realisme) dan memperkaya kegiatan bagi tercapainya proses belajar mengajar yang obyektif.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis data pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode bermain peran dapat meningkatkan hasil keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Bungur 2 Nganjuk. Hasil pengamatan pada siklus I dan siklus II menunjukkan keterlaksanaan sebanyak 100 %. Perolehan ini dikategorikan istimewa atau maksimal. Tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus I memperoleh nilai total 70,86 dan dikategorikan baik (B). Sementara itu, tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran guru pada siklus II memperoleh nilai total 92,97 dan dikategorikan amat baik (A).

Nilai hasil keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode bermain peran pada siklus II mengalami peningkatan dibanding siklus I. Nilai rata-rata hasil keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran pada siklus I adalah 73,32. Sementara itu, pada siklus II nilai rata-rata hasil keterampilan berbicara siswa meningkat menjadi 86,17. Ketuntasan belajar klasikal hasil keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran pada siklus I memperoleh persentase 60 % dan dikategorikan baik atau minimal. Sementara itu, ketuntasan belajar klasikal pada siklus II memperoleh persentase 87,5 % dan dikategorikan baik sekali atau optimal.

Kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode bermain peran adalah kurangnya waktu yang digunakan guru selama proses pembelajaran berlangsung, mengingat berlatih dan mementaskan drama memerlukan waktu yang cukup lama. Seharusnya guru mengatur waktu pembelajaran dengan baik sehingga proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam RPP. Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung ada beberapa siswa yang membuat kegaduhan. Seharusnya guru dapat bersikap tegas kepada siswa tersebut dan memberikan perhatian agar tidak mengganggu proses pembelajaran. Kendala yang terjadi pada siklus I dapat diatasi guru pada siklus II dengan lebih memperhatikan hasil refleksi siklus I dan terus memberikan motivasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Saran

Guru disarankan untuk menggunakan penelitian ini sebagai alternatif dalam menyajikan pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan supaya pembelajaran lebih efektif dan bermakna bagi siswa. Selain itu, guru juga disarankan untuk memahami dan menguasai strategi

(11)

pembelajaran yang akan diterapkan, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.

Kepada pihak sekolah.

Sekolah disarankan memiliki keterbukaan dalam pengembangan pembelajaran. Kepala sekolah hendaknya mendukung setiap inovasi yang ingin dikembangkan oleh guru, serta memberikan penyuluhan kepada guru–guru untuk mengembangkan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif dalam rangka peningkatan perbaikan mutu pembelajaran di sekolah.

Sebaiknya peneliti lain menggunakan penelitian ini untuk dijadikan referensi dalam melakukan kegiatan penelitian yang sejenis.

DAFTAR PUSTAKA

Ampera, Naffi 2010. Pengajaran Sastra:Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis Pelaksanaan pembelajaran. Bandung: Widya Padjadjaran. Arikunto, suharsimi. 2006. Prosedur penelitian suatu

tindakan praktik. Jakarta: rineka cipta

Aqib, Z., Diniati, E, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, TK. Bandung: Yrama Widya.

Daryanto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah Beserta Contoh-contohnya. Yogyakarta: Gaya Media.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Ekawarna. 2009. Penelitian tindakan kelas . Jakarta :

Gaung Persada

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Julianto, dkk. 2011. Teori dan Implementasi Model-model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Unesa Unive rsity Press.

Indarti, Titik. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Ilmiah. Surabaya Fbs Unesa.

Kemmis, Stephen dan Robin Mac Taggart. 1998. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press.

Mansyur. 1996. Pemanfaatan Model-model Pembelajaran: Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka.

Sagala, syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Bandung.

Sudjana, Nana. 2005 Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sunendar, Dadang dan Iskandarwassid. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Taniredja, Pujiati dan Nyata. 2011. Penelitian Tindakan Kelas: Untuk Pengembangan Profesi Guru Praktik, Praktis dan Mudah. Bandung: ALFABETA, cv. Tarigan, Djago, dkk. 1997/1998. Pengembangan

Keterampilan Berbicara. Jakarta: depdikbud.

Tarigan, Henry Guntur 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkanperolehan data yang kemudiandiolahdandianalisisdaripenelitian yang telahdilaksanakanpadasiswadi SDN Cimalaka IIIdan SDN Mandalaherang II selama 12 kali

Kinerja manajerial kepala sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini, menurut pendapat peneliti adalah tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugas, yang didasari

These three things should be integrated into the museum products, so as to add value to the product for visitors, and provide a comprehensive experience to

Kami sebagai mahasiswa melihat sebuah peluang usaha yang menarik yaitu membuat chory dengan rasa yang lezat dan bentuk yang menarik1. Selain rasanya yang lezat, coklat ini

Corporate Social Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) telah menjadi trend baru yang menarik. Bahkan CSR merupakan isu yang hangat di Indonesia. Berbagai

Media Pembelajaran sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran, dimana hal ini dapat dilihat dengan adanya kemauan dan keinginan siswa dalam menerima pelajaran yang di

[r]

Memecah kan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola  Menggunakan rumus luas selimut dan volume untuk. memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut