• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DANA DEKONSENTRASI (03-DK)TAHUN 2019 BIDANG KESMAS DINAS KESEHATAN PROVINSI BENGKULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DANA DEKONSENTRASI (03-DK)TAHUN 2019 BIDANG KESMAS DINAS KESEHATAN PROVINSI BENGKULU"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKUNTABILITAS

KINERJA INSTANSI

PEMERINTAH (LAKIP)

DANA DEKONSENTRASI

(03-DK)TAHUN 2019

BIDANG KESMAS

DINAS KESEHATAN

PROVINSI

BENGKULU

(2)

KATA PENGANTAR

Bidang

Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu unit eselon II di Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Salah satu komponen SAKIP adalah membuat Laporan Kinerja yang menggambarkan kinerja yang dicapai atas pelaksanaan program dan kegiatan yang menggunakan APBN.

P e n yu s u n a n la p o r a n k in e r j a b e r p e d o ma n p a d a P e r a t u r a n Me n t e r i Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Permenpan) Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja ini merupakan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai. Dalam laporan kinerja ini juga menyertakan berbagai upaya perbaikan berkesinambungan yang telah dilakukan dalam lingkup Bidang Kesehatan Masyarakat, untuk meningkatkan kinerjanya pada masa mendatang.

Bidang Kesehatan Masyarakat, telah menyelesaikan Laporan Kinerja tahun 2019 sebagai bentuk akuntabilias perjanjian kinerja yang dibuat pada awal tahun 2019. Secara garis besar laporan berisi informasi tentang tugas dan fungsi organisasi; rencana kinerja dan capaian kinerja sesuai dengan Rencana Stategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, disertai dengan faktor pendukung dan penghambat capaian, serta upaya tindak lanjut yang dilakukan.

Peningkatan kualitas laporan kinerja ini menjadi perhatian kami, masukan dan saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan penyusunan laporan di tahun yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan dan pengembangan program di masa mendatang.

Bengkulu, Januari 2020

(3)

IKHTISAR EKSEKUTIF

Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam Peraturan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi dan dalam PermenPAN Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka Bidang Kesehatan Masyarakat menyusun laporan kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja yang telah dilakukan pada tahun 2019.

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2019 mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan masing -masing unit Seksi di lingkup Bidang Kesehatan Masyarakat. Laporan kinerja disusun berdasarkan capaian kinerja tahun 2019 sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang terdiri dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data dalam laporan ini diperoleh dari Seksi di lingkup Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2019.

Berdasarkan Perjanjian Kinerja tahun 2019 antara Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, Bidang Kesehatan Masyarakat memiliki 28 Indikator Kinerja dan Realisasi anggaran dilingkup Bidang Kesehatan Masyarakat meliputi anggaran dekonsentrasi sebesar 99,59%. Keseluruhan indikator kinerja utama program kesehatan masyarakat dilaksanakan di tingkat Puskesmas. Oleh karena itu alokasi anggaran tersebut bertujuan untuk memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya mulai dari level kebijakan, standar, pedoman dan evaluasi.

Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran di tahun 2019 dikarenakan adanya beberapa peserta tidak hadir dan sisa dari transport yang tidak terserap.

Perbaikan ke depan perlu koordinasi lebih baik antar Seksi dalam penyusunan rencana operasional kegiatan terutama dengan melibatkan seluruh program dan Kabupaten/Kota sehingga rencana kegiatan yang dibuat dapat terlaksana dengan baik. Proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal (tidak melewati triwulan 2) agar tidak semua pengadaan menumpuk pada akhir tahun.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

IKHTISAR EKSEKUTIF ... iii

DAFTAR ISI………iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB I ... 1

A. Latar Bela kang ... 1

B. Maksud dan Tujuan ... 2

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi... 2

D. Tugas Pokok dan Fungsi ... 5

E. Potensi dan Permasalahan ... 5

F. Sistematika ... 7

BAB II ... 8

A. Perjanjian Kinerja ... 8

B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat ...8

BAB III ...12

A. Capaian Kinerja Organisasi ... 12

1.

Indikator Kinerja Program ... 12

B. Realisasi Anggaran ... 14

BAB IV ... 15

Kesimpulan ... 15

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Tahun 2019 ... 9

Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2019.. 12

Tabel 3. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2019 ... 14

(6)
(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidang Kesehatan Masyarakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan melalui pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2016 yang merupakan awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 02.02/ Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, yang mempunyai visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2) penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko. Bidang Kesehatan Masyarakat merupakan unit yang sangat berperan dalam mewujudkan pilar pertama dalam “Program Indonesia Sehat”.

Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.

Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan Bidang Kesehatan Masyarakat di tahun 2019.

Dengan perubahan Susunan Organisasi baru Permenkes Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka dilakukan perubahan dalam penyusunan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja yang ditandatangani Direktur

(8)

Jenderal Kesehatan Masyarakat dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu terdiri dari 6 sasaran dan 28 indikator kinerja.

B. Maksud dan Tujuan

Penyusunan laporan kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2019 dalam mencapai target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat oleh pejabat yang bertanggungjawab.

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi 1. Visi

Visi Gubernur Bengkulu, yaitu

Mewujudkan Bengkulu Yang Maju,

Sejahtera, Bermartabat, Dan Berdaya Saing Tinggi

.

2. Misi

Misi Gubernur Bengkulu yaitu:

a.

Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih melalui reformasi tata

kelola birokrasi.

;

b.

Mewujudkan sistem pengelolaan APBD yang akuntabel, transparan, dan

berorientasi pada pelayanan publik

;

c.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan dasar

;

d.

Meningkatkan dan memantapkan kapasitas infrastruktur dasar

; e.

Meningkatkan daya saing dan iklim investasi daerah

;

f.

Mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa

;

g.

Mewujudkan pola pengelolaan sumberdaya alam yang berkeadilan dan

berkelanjutan

h.

Meningkatkan kapasitas infrastruktur strategis dan berdaya saing;

i.

Mewujudkan pembangunan kepariwisataan yang tangguh dan berdaya saing;

j.

Mewujudkan pembangunan Kemaritiman yang integratif dan berdaya saing;

k.

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;

l.

Mewujudkan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan;

m.

Meningkatkan daya saing Kepemudaan dan Keolahragaan;

n.

Menanggulangi Kemiskinan dan Ketertinggalan;

o.

Meningkatkan Peranan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK)

p.

Meningkatkan infrastruktur dibidang Informasi dan Telematika Globalisasi

menuntut adanya

kecukupan infrastruktur informasi dan telematika yang

memungkinkan Bengkulu menjadi bagian integral

dari sistem informasi

global;

q.

Meningkatkan kerukunan kehidupan umat beragama Bengkulu merupakan

miniatur Indonesia yang di dalamnya terdiri dari berbagai suku, agama, dan

golongan dengan beragam kepentingan.

(9)

3. Tujuan

Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Bidang Kesehatan Masyarakat dalam rangka terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar meningkatnya status kesehatan masyarakat.

4. Nilai-nilai

Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan kesehatan, Bidang Kesehatan Masyarakat menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:

a. Pro Rak yat; b. Inklusif; c. Resp ons if ; d. Efektif; e. Bersih.

5. Strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat

Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan.

Strategi pembangunan kesehatan masyarakat tahun 2015-2019 meliputi:

a. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut Usia yang Berkualitas.

b. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat. c. Meningkatkan Penyehatan Lingkungan.

d. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 6. Sasaran Bidang Kesehatan Masyarakat

Sasaran Bidang Kesehatan Masyarakat, adalah meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.

7. Indikator Kinerja

Indikator kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat yaitu: a. Pembinaan Gizi Masyarakat

 Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan;

 Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD);  Persentase Bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI

Eksklusif;

 Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD);  Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan;

 Persentase remaja putrid yang mendapatkan Tablet Tambah Darah. b. Pembinaan Kesehatan Keluarga

 Persentase kunjungan neonatal pertama (KN 1);

 Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4);

(10)

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1;

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10;

 Persentase Puskesmas yang meneyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja;

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil;

 Persentase Puskesmas yang melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). c. Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga

 Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar;

 Jumlah Pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI;

 Persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar;

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya.

d. Penyehatan Lingkungan

 Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat);

 Persentase Sarana air minum yang dilakukan pengawasan;

 Persentase Tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan;

 Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar;

 Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan;

 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kaeasan sehat.

e. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

 Persentase Kabupaten/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS;  Persentase desa yang memanfaatkan dana desa untuk UKBM;  Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program

kesehatan;

 Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan.

f. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat

 Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksana tugas teknis lainnya Program Kesehatan Maysrakat.

(11)

D. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan Permenkes Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Bidang Kesehatan Masyarakat adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Dalam melaksanakan tugas, Bidang Kesehatan masyarakat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;

4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

6. Pelaksanaan administrasi Bidang Kesehatan Masyarakat, dan

7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu.

Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi dengan susunan: a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat;

b. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga; c. Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. E. Potensi dan Permasalahan

Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input dalam menentukan arah kebijakan dan strategi Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu

.

Saat ini akses ibu hamil, bersalin dan nifas terhadap pelayanan kesehatan sudah cukup baik, akan tetapi Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi. Kondisi ini kemungkinan disebabkan antara lain karena kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil dan bersalin yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum, selain itu penyebab karena lain-lain juga semakin meningkat. Penyebab ini dapat diminimalisir apabila kualitas Antenatal Care dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu menskrining kelainan pada ibu hamil sedini mungkin.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara lain adalah, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi, malaria, TB, HIV, Hepatitis B dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun, terlalu dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per

(12)

melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini diperkuat oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin.

Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai. Demikian juga secara kuantitas, jumlah Puskesmas PONED dan RS PONEK meningkat namun belum diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan

kesehatan ibu sebelum hamil terutama pada masa remaja, menjadi faktor penting dalam penurunan AKI dan AKB.

Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni 19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN) terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, angka kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian pada kelompok perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death (IUFD) sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%, ini berarti faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya. Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan melahirkan dan menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi bayi dari infeksi. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.

Untuk status gizi remaja, hasil Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi remaja usia 13-15 tahun yang pendek dan amat pendek adalah 35,1% dan pada usia 16-18 tahun sebesar 31,4%. Sekitar separuh remaja mengalami defisit energi dan sepertiga remaja mengalami defisit protein dan mikronutrien.

Pelaksanaan UKS harus diwajibkan di setiap sekolah dan madrasah mulai dari TK/RA sampai SMA/ SMK/MA, mengingat UKS merupakan wadah untuk mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini menjadi penting dan strategis, karena pelaksanaan program melalui UKS jauh lebih efektif dan efisien serta berdaya ungkit lebih besar. UKS harus menjadi upaya kesehatan wajib Puskesmas. Peningkatan kuantitas dan kualitas Puskesmas melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang menjangkau remaja di sekolah dan di luar sekolah. Prioritas program UKS adalah perbaikan gizi usia sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi dini penyakit tidak menular.

Selain penyakit tidak menular yang mengancam pada usia kerja, penyakit akibat kerja dan terjadinya kecelakaan kerja juga meningkat. Jumlah yang meninggal akibat kecelakaan kerja semakin meningkat hampir 10% selama 5 tahun terakhir. Proporsi kecelakaan kerja paling banyak terjadi pada umur 31-45 tahun. Oleh karena itu program kesehatan usia kerja harus menjadi prioritas, agar sejak awal faktor risiko sudah bisa dikendalikan. Prioritas untuk kesehatan usia kerja adalah mengembangkan pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja, selain itu dikembangkan Pos Upaya Kesehatan Kerja sebagai salah satu bentuk UKBM pada pekerja dan peningkatan kesehatan kelompok pekerja rentan seperti Nelayan, TKI, dan pekerja perempuan.

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah stunting. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak

(13)

berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan. Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari, dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting, masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up Nutrition)

dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari pertama kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun) dalam menyelesaikan masalah stunting secara terintegrasi karena masalah gizi tidak hanya dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik) tetapi juga oleh sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

F. Sistematika

Sistematika penulisan laporan kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat adalah sebagai berikut :

- Ringkasan Eksekutif - Kata Pengantar - Daftar Isi

- BAB I

Penjelasan umum organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat, penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issued) yang sedang dihadapi organisasi.

- BAB II

Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2019.

- BAB III

Penyajian capaian kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut: Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.

- BAB IV

Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

- LA MPIRA N

(14)

BAB II

A. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.

Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian penetapan kinerja tahun 2019 yang telah ditandatangani bersama oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu berisi Indikator, antara lain:

B. Indikator Kinerja Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat

Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari 28 indikator di 6 sasaran yang dianggap dapat merefleksikan kinerja program.

a. Pembinaan Gizi Masyarakat

 Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan;

 Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD);  Persentase Bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI

Eksklusif;

 Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD);  Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan;

 Persentase remaja putrid yang mendapatkan Tablet Tambah Darah. b. Pembinaan Kesehatan Keluarga

 Persentase kunjungan neonatal pertama (KN 1);

 Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4);

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1;

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10;

 Persentase Puskesmas yang meneyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja;

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil;

 Persentase Puskesmas yang melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).

c. Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga

 Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar;

(15)

 Jumlah Pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI;

 Persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar;

 Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya.

d. Penyehatan Lingkungan

 Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat);

 Persentase Sarana air minum yang dilakukan pengawasan;

 Persentase Tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan;

 Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar;

 Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan;

 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kaeasan sehat.

e. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

 Persentase Kabupaten/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS;  Persentase desa yang memanfaatkan dana desa untuk UKBM;  Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program

kesehatan;

 Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan.

f. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat

 Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksana tugas teknis lainnya Program Kesehatan Maysrakat.

Tabel 1. Indikator kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat Tahun 2019

No Sasaran

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target

Target Provinsi 1 Pembinaan Gizi

Masyarakat a.

Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik yang

mendapat makanan tambahan 95% 95%

b. Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet

Tambah Darah (TTD) 98% 98%

c. Persentase Bayi usia kurang dari 6 bulan yang

(16)

d. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi

Menyusu Dini (IMD) 50% 50%

e. Persentase balita kurus yang mendapat makanan

tambahan 90% 90%

f. Persentase remaja putrid yang mendapatkan

Tablet Tambah Darah 30% 30%

2 Pembinaan Kesehatan

Keluarga a. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN 1) 90% 90%

b. Persentase ibu hamil yang mendapatkan

pelayanan antenatal ke empat (K4) 80% 80%

c.

Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1

70% 70%

d.

Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10

60% 60%

f. Persentase Puskesmas yang meneyelenggarakan

kegiatan kesehatan remaja 45% 45%

g. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas

ibu hamil 90% 90%

h.

Persentase Puskesmas yang melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K)

100% 100%

3

Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga

a. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan

kesehatan kerja dasar 80% 80%

b. Jumlah Pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI 730 151 c. Persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI

yang memenuhi standar 100%

-d.

Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya

60% 60%

4 Penyehatan Lingkungan a. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan

STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) 45,000 618 b. Persentase Sarana air minum yang dilakukan

pengawasan 50% 50%

c. Persentase Tempat-tempat umum (TTU) yang

memenuhi syarat kesehatan 58% 58%

d. Persentase RS yang melakukan pengelolaan

limbah medis sesuai standar 36% 36%

f. Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)

yang memenuhi syarat kesehatan 32% 32%

g. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan

tatanan kaeasan sehat 386 3

5

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat

a. Persentase Kabupaten/Kota yang memiliki

(17)

b. Persentase desa yang memanfaatkan dana desa

untuk UKBM 50% 50%

c. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya

untuk program kesehatan 20 20

d.

Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan

15 15

6

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat

a.

Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksana tugas teknis lainnya Program Kesehatan Maysrakat

(18)

BAB III

A. Capaian Kinerja Organisasi

Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran.

Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja

1. Indikator Kinerja Program

Program Kesehatan Masyarakat adalah salah satu program Kementerian Kesehatan dengan upaya prioritas untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan prevalensi gizi kurang. Sebagaimana telah termuat dalam dokumen Perjanjian Kinerja (PK) tahun 2019.

Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2019

No Sasaran

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target

Target Provinsi Capaian Target 1 Pembinaan Gizi Masyarakat a.

Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan

95% 95% 104,8 %

b. Persentase ibu hamil yang mendapat

Tablet Tambah Darah (TTD) 98% 98% 86,2 %

c. Persentase Bayi usia kurang dari 6 bulan

yang mendapat ASI Eksklusif 50% 50% 144,2 %

d. Persentase bayi baru lahir mendapat

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 50% 50% 124,9 %

f. Persentase balita kurus yang mendapat

makanan tambahan 90% 90% 110,7%

g. Persentase remaja putri yang

mendapatkan Tablet Tambah Darah 30% 30% 93%

2 Pembinaan

Kesehatan Keluarga a.

Persentase kunjungan neonatal pertama

(KN 1) 90% 90% 103,9 %

b. Persentase ibu hamil yang mendapatkan

pelayanan antenatal ke empat (K4) 80% 80% 109,4 % c.

Persentase Puskesmas yang

melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1

70% 70% 131,7%

(19)

d.

Persentase Puskesmas yang

melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10

60% 60% 149%

f.

Persentase Puskesmas yang

meneyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja

45% 45% 179%

g. Persentase Puskesmas yang

melaksanakan kelas ibu hamil 90% 90% 110,4 %

h.

Persentase Puskesmas yang melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

100% 100% 98,89 %

3

Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga

a. Persentase Puskesmas yang

menyelenggarakan kesehatan kerja dasar 80% 80% 100% b. Jumlah Pos UKK yang terbentuk di

daerah PPI/TPI 730 151 246

c. Persentase fasilitas pemeriksaan

kesehatan TKI yang memenuhi standar 100% -

-d.

Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya

60% 60% 100%

4 Penyehatan

Lingkungan a.

Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)

45,000 618 1121

b. Persentase Sarana air minum yang

dilakukan pengawasan 50% 50% 41%

c. Persentase Tempat-tempat umum (TTU)

yang memenuhi syarat kesehatan 58% 58% 78%

d. Persentase RS yang melakukan

pengelolaan limbah medis sesuai standar 36% 36% 92% f.

Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan

32% 32% 64%

g.

Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat 386 3 3 5 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

a. Persentase Kabupaten/Kota yang

memiliki Kebijakan PHBS 80% 80% 100%

b. Persentase desa yang memanfaatkan

dana desa untuk UKBM 50% 50% 90,69 %

c. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan

CSRnya untuk program kesehatan 20 20 72

d.

Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan

(20)

6

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan

Masyarakat

a.

Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksana tugas teknis lainnya Program Kesehatan Maysrakat

94% 94% 99, 77%

I. PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT

A. Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan

Capaian Indikator Ibu Hamil KEK yang mendapat makanan tambahan pada tahun 2019 secara nasional melebihi dari target yang ditetapkan dalam Renstra Kemenkes RI 2015-2019, yaitu 99,5%, dimana target yang ditetapkan pada tahun 2019 sebesar 95%. Secara keseluruhan, indikator ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan (PMT) mencapai target yang ditetapkan,

GRAFIK A.1

Ibu Hamil KEK yang Mendapat PMT Tahun 2019

Sumber: Laporan Rutin Bulanan tahun 2019

98.5 98.6 99.3 99.4 99.5 99.6 99.8 100 100 100 100 R E J A N G L E B O N G B E N G K U L U U T A R A L E B O N G K O T A B E N G K U L U P R O V IN S I B E N G K U L U M U K O -M U K O B N E G K U L U T E N G A H B E N G K U L U S E L A T A N K A U R S E L U M A K E P A H IA N G Target 2019 : 95 %

(21)

GRAFIK A. 2

Pencapaian Indikator Ibu Hamil KEK yang Mendapat PMT Tahun 2016-2019

Sumber : Laporan Tahunan 2016-2019

Sementara itu bila dilihat trend pencapaian antar tahun, terlihat pencapaian yang sama pada tahun 2018 dan 2019.

1) Faktor pendukung:

a. Proses pengadaan PMT bumil KEK dilakukan oleh Direktorat Gizi Kemenkes RI di Jakarta, Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu pada tahun 2019 mendapat alokasi PMT bumil KEK sebanyak 31.500 Kg dengan rincian alokasi per Kabupaten/Kota sebagai berikut :

Tabel A. 1

Daftar Alokasi PMT Bumil KEK Provinsi Bengkulu Tahun 2019 Sumber Direktorat Gizi Kemenkes RI

No Kabupaten/Kota Jumlah PMT (Kg) 1 Muko – Muko 1.512 2 Bengkulu Tengah 1.512 3 Bengkulu Selatan 756 4 Seluma 3.780 5 Rejang Lebong 2.646 6 Kepahiang 1.134 7 Lebong 756 8 Kota Bengkulu 3.024 Total 15.120 82 98.6 98.6 99.5 0 40 80 120 2016 2017 2018 2019

(22)

b. Distribusi PMT dari Pusat ke Provinsi hingga Puskesmas dilakukan dengan cepat dan jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah sasaran bumil KEK. Dan mulai didistribusi pada bulan November ke 179 puskesmas se Provinsi Bengkulu. Daftar alokasi PMT bumil KEK per puskesmas terlampir

c. Kesadaran pengelola program gizi di kabupaten/kota dalam pencatatan dan pelaporan sudah baik walaupun belum tepat waktu setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

d. Saat ini telah diterapkan system pencatatan dan pelaporan distribusi makanan tambahan di puskesmas melalui aplikasi e-PPGBM yang langsung dapat diakses oleh daerah maupun pusat.

e. Ketersediaan logistic buffer stok makanan tambahan bagi ibu hamil KEK yang diadakan oleh APBD I sangat membantu mengurangi ketergantungan daerah kepada logistik dari Pusat (Kemenkes). Pada tahun 2019 melalui dana DAK Non Fisik provinsi mengadakan penyediaan PMT bumil KEK sebanyak KG, dengan alokasi per Kabupaten/Kota sebagai berikut :

Tabel A. 2

Daftar Alokasi PMT Bumil

Sumber DAK non Fisik Provinsi Bengkulu

No Kabupaten/Kota Jumlah PMT (Kg)

1 Bengkulu Utara 7.045

2 Kaur 11.693

Total 18.738

f. Daya terima makanan tambahan pada ibu hamil KEK baik, sebagian ibu hamil dapat menghabiskan makanan tambahan yang diterima dari puskesmas.

g. Petugas kesehatan selalu memberikan penjelasan kepada ibu hamil KEK sebagai sasaran penerima PMT antara lain: bahaya kurang gizi pada masa kehamilan, bagaimana cara mencegah kurang gizi, alasan ibu menerim PMT, mamfaat setelah mengkonsumsi PMT dan mematuhi aturan mengosumsi PMT.

2) Hambatan dan kendala

a. Masih kurangnya sosialisasi pencatatan dan pelaporan bumil KEK mendapat PMT melalui aplikasi e-PPGBM sehingga petugas kesehatan masih belum memahami mekanisme pencatatan dan pelaporan dengan baik.

b. Integrasi tenaga gizi dan bidan dalam pemberian makanan tambahan ibu hamil, sehingga makanan tambahan bumil KEK yang ada di puskesmas sudah terdistribusi sesuai sasaran.

(23)

c. Kurangnya buku pedoman dan sosialisasi pedoman penanggulangan Kurang Energi Kronik pada ibu hamil oleh pusat.

d. Masalah gudang sebagai tempat penyimpanan, di puskesmas tidak tersedia gudang khusus tempat penyimpanan PMT sehingga masih tergabung dengan tempat penyimpanan obat dan alat kesehatan.

e. Masalah tingkat kepatuhan dari sasaran bumil KEK untuk dapat menghabiskan biskuit yang diberikan petugas dengan alasan masih mual untuk banyak makan. f. Masalah makanan pendamping dan keberlanjutan pangan di tingkat keluarga. g. Alasan Ibu hamil KEK tidak menghabiskan PMT antara lain: dimakan oleh

anggota keluarga lain, rasa terlalu manis, tidak suka tekstur, ada efek samping (diare, alergi, dll)

3). Alternatif pemecahan masalah

a. Melakukan konfirmasi data IMT (Indeks Massa Tubuh) ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan.

b. Melakukan konfirmasi ketersediaan makanan tambahan atau pembiayaan untuk makanan tambahan bagi ibu hamil, misalnya melalui dana BOK berupa bahan pangan lokal.

c. Melakukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas dalam penanganan masalah ibu hamil KEK, serta peningkatan sistem pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi e PPGBM.

d. Monitoring dan evaluasi suplementasi gizi dilaksanakan pada akhir tahun 2019 dengan tujuan memantau distribusi PMT dan sosialisasi aplikasi pencacatan dan pelaporan sasaran penerima PMT.

e. Memberikan edukasi pentingnya kepatuhan terhadap konsumsi PMT sehingga memberi dampak untuk peningkatan status gizi.

B. Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)

Capaian indikator ibu hamil yang mendapat TTD 90 tablet selama kehamilan di Provinsi Bengkulu sebesar 98,10%. Angka tersebut sudah sedikit melampaui angka yang ditetapkan dalam Renstra Kemenkes untuk tahun 2019 yaitu sebesar 98%.Di Provinsi Bengkulu seluruh kabupaten/kota belum mencapai target yang telah ditetapkan. Angka terendah yaitu 91,5% (Bengkulu Tengah) dan tertinggi sebesar 100% (Kabupaten Seluma).

(24)

GRAFIK B. 1

Ibu Hamil yang Mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) 90 Tablet selama kehamilan

GRAFIK B. 2

Ibu Hamil yang Mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) 90 Tablet selama kehamilan Tahun 2016-2019

Sumber : Laporan Tahunan 2016-2019

1) Faktor pendukung:

a. Tersedianya alokasi anggaran untuk belanja obat program bersumber dari DAK kabupaten/kota sehingga ketersediaan TTD di Provinsi Bengkulu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kabapaten/kota.

a. TTD sudah masuk dalam e-catalog, sehingga kabupaten/kota dapat untuk memenuhi TTD bila mengadakan sendiri dari sumber dana lainnya (misalnya

91.5 93.8 96.6 98.4 98.8 99.1 99.1 99 .4 99.4 99.6 100 Be n gku lu T en gah Le b o n g Kot a Be n gku lu Ke p ah ian g Be n gku lu S elat an Be n gku lu U ta ra Pro vin si Be n gku lu K au r Re ja n g Le b o n g Mu ko - m u ko Se lu m a 77.3 86.7 86.4 98.1 0 40 80 120 2016 2017 2018 2019 Target 2019 : 98%

(25)

dana DAK non fisik)

b. Program pemberian TTD pada ibu hamil merupakan program yang sudah berlangsung lama, sehingga dsitribusi dan pencatatannya sudah terbangun dengan baik.

c. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan desa tidak mencukupi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota segera mengirim TTD ke puskesmas.

2) Hambatan dan kendala

a. Dropping pusat sudah memenuhi semua cakupan sasaran ibu hamil, ini dibuktikan dengan cakupan pemberian TTD yang sudah 98,1%.

3) Alternatif pemecahan masalah

a. Menginformasikan kepada Penanggung jawab program kesga dan gizi kabupaten/kota yang membutuhkan TTD agar segera menyurati ke Kepala Dinas Kesehatan Provinsi agar mengirimkan stock TTD yang ada di provinsi sesuai kebutuhan daerah

b. Memastikan dan memantau proses distribusi TTD tahun mendatang yang dilaksanakan oleh Dit. Farmalkes.

c. Bila TTD masih tersedia cukup banyak, maka puskesmas harus melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya kegiatan Ante Natal Care (ANC)

d. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah.

C. Persentase Bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif

Capaian indikator bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif di Provinsi Bengkulu sebesar 72.05%. Angka ini melebihi target yang ditetapkan dalam Renstra Kemenkes RI untuk tahun 2019 sebesar 50%. Secara keseluruhan, indikator bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif mencapai target yang ditetapkan, hanya ada satu kabupaten yang masih belum mencapai target yaitu Kota Bengkulu (65.9%).

(26)

TABEL C.1

Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang Mendapat ASI Eksklusif Tahun 2019

GRAFIK. C.1

Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang Mendapat ASI Eksklusif Tahun 2016-2019

Sumber : Laporan Tahunan 2016-2019

BIla dilihat dari trend pencapaian antar tahun, terlihat bahwa ada penurunan pencapaian sebesar 2,8% indikator tersebut pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun 2018.

1) Faktor pendukung :

a. Adanya kebijakan yang mendukung pemberian ASI Eksklusif, yaitu: a) PP No 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. b) Permenkes No 15 tahun 2013 tentang Tatacara Penyediaan Fasilitas

Khusus Menyusui dan /atau Memerah Air Susu Ibu.

64.4 65.9 67.3 69.5 72.1 73.8 76 .6 79.4 82.1 83.3 M U K O M U K O K O T A B E N G K U L U R E J A N G L E B O N G B E N G K U L U S E L A T A N P R O V IN S I B E N G K U L U B E N G K U L U U T A R A S E L U M A K A U R L E B O N G K E P A H IA N G B E N G K U L U T E N G A H 73.5 65.7 74.9 72.1 0 40 80 120 2016 2017 2018 2019 Target 2019 : 50%

(27)

c) Permenkes No 39 tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya

d) Permenkes no 15 Tahun 2014 tentang Tata cara Pengenaan sanksi Administrasi bagi Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan Kesehatan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi lainnya.

e) Permenkes No 49 Tahun 2014 tentang Standar Mutu Gizi, Pelabelan dan Periklanan Susu Formula Pertumbuhan dan Formula Pertumbuhan Anak Usia 1-3 Tahun.

f) Perda Gizi No. 13 Tahun 2013 di Provinsi Bengkulu terdapat pasal tentang ASI Esklusif yang turut menguatkan pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan.

b. Pedoman tentang pemberian makanan bayi dan anak sudah diterbitkan sebagai acuan bagi petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan dan konseling kepada ibu menyusui.

c. Komitmen petugas pelayanan kesehatan dalam mendukung tercapainya ASI Eksklusif semakin baik, terutama petugas kesehatan di RS Pemerintah maupun Swasta dan di Puskesmas.

2) Hambatan dan kendala

a. Pemasaran susu formula masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yang tidak ada masalah medis.

b. Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi dan kampanye terkait pemberian ASI dan belum semua RS melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM).

c. Penerapan sanksi terkait PP no. 33 tahun 2012 belum terlaksana. d. Ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI masih terbatas.

e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum terbangun maksimal.

f. Masih banyak bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif karena tingkat pengetahuan ibu yang kurang.

g. Ibu beranggapan bahwa bayi menangis berarti lapar, dan ibu merasa ASI tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, sehingga bayi membutuhkan makanan tambahan (bubur, pisang, sagu, dll). Akibatnya bayi mendapat makanan pendamping ASI secara dini (kurang dari enam bulan).

h. Pola asuh yang kurang tepat seperti : penanggung jawab masalah bayi adalah sang nenek, yang menentukan cara (metode) terkait menyusui bayi (kapan, seberapa sering dan lamanya menyusui).

(28)

3) Alternatif Pemecahan Masalah

a. Terus menggerakkan dukungan pemberian ASI Eksklusif melalui Pekan ASI Nasional.

b. Bekerjasama dengan lintas program dan sektor dalam mendukung pemberian ASI Eksklusif di tempat kerja.

c. Membangun kembali sistem pencatatan dan pelaporan dengan lebih baik. d. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam

melakukan konseling ASI.

e. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah dilatih.

f. Pendampingan ibu yang mempunyai bayi sehingga mampu menyusui hingga 6 bulan tercapai.

g. Peningkatan cakupan dan kualitas IMD melalui peningkatan pengetahuan petugas kesehatan

D. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Capaian indikator bayi baru lahir mendapat IMD di Provinsi Bengkulu sebesar 69.3 % (IMD <1 jam). Bila dibandingkan dengan target nasional, sudah mencapai target yang ditetapkan, yaitu 50 %. Jika dilihat pencapaian antar kabupaten/kota, terdapat 1 kabupaten dengan angka dibawah target nasional.Angka terendah sebesar 38.5% (Kabupaten Lebong) dan tertinggi sebesar 88,9% (Kabupaten Muko - Muko).

GRAFIK D.1

Cakupan Bayi Baru Lahir mendapat IMD Tahun 2019

GRAFIK D.1 38.5 46.7 58.7 64.4 69.6 77.8 79.4 82.8 84.4 88.9 69.3 L E B O N G R E J A N G L E B O N G K O T A B E N G K U L U B E N G K U L U T E N G A H S E L U M A K A U R K E P A H IA N G B E N G K U L U S E L A T A N B E N G K U L U U T A R A M U K O M U K O B E N G K U L U Target 2019 : 50 %

(29)

GRAFIK D.2

Tren Capaian Bayi Baru Lahir mendapat IMD Tahun 2016-2019

Sumber : Laporan Tahunan 2016-2019

Bila dilihat pencapaian antar tahun, diketahui bahwa trend pencapaian indikator bayi baru lahir mendapat IMD terlihat menurun dari 70,3% menjadi 69,3%.

1) Faktor pendukung

a. Adanya peraturan pemerintah No 33 tahun 2012 tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, dimana pada pasal 9 tercantum butir tentang praktek IMD yang harus dilakukan pada bayi baru lahir.

b. Terbitnya PERDA GIZI No, 13 Tahun 2013 yang didalamnya tertuang pasal tentang ASI Eksklusif yang turut menguatkan pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir.

c. Adanya buku petunjuk teknis “Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial” sebagai Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Kemenkes RI tahun 2018

d. Tersosialisasinya kegiatan IMD kepada petugas kesehatan khususnya Bidan yang membantu persalinan untuk dapat meningkatkan cakupan dan kualitas IMD.

2) Hambatan dan Kendala

a. Indikator ini adalah indikator baru sehingga banyak daerah yang belum membangun sistem pencatatan dan pelaporannya dari puskesmas ke kabupaten selanjutnya ke provinsi, bahwa indikator IMD belum tercatat pada kohort bayi. b. Sosialisasi mengenai indicator IMD yang berkualitas belum maksimal, sehingga

belum tercipta pemahaman yang sama terkait definisi operasional serta pencatatan dan pelaporannya.

74 74.5 70.3 69.3 0 40 80 120 2016 2017 2018 2019

(30)

3) Alternatif pemecahan masalah

a. Sosialisasi secara berkesinambungan mengenai indikator persentase bayi baru lahir mendapat IMD beserta definisi operasionalnya agar mudah pelaksanaannya di daerah.

b. Sosialisasi mengenai impelementasi 1000 HPK kepada petugas kesehatan dan masyarakat.

c. Kerjasama lintas program dan lintas sektor dengan unit teknis penanggung jawab pengelolaa persalinan RS, Puskesmas dalam upaya penataan dan penempatan konselor ASI pada ruang persalinan.

d. Kampanye melawan Makanan Pendamping ASI dini seperti susu formula, madu, pisang, dll sesuai budaya yang dianut masyarakat setempat.

e. Pendampingan kepada ibu yang mempunyai bayi f. Edukasi tentang makanan kaya gizi dan stimulasi bayi g. Pemberian makanan ibu selama menyusui

E.

Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan

Capaian indikator balita kurus yang mendapat makanan tambahan di Provinsi Bengkulu sebesar 99.1%.Angka ini melebihi target yang ditetapkan dalam Renstra Kemenkes RI untuk tahun 2019 sebesar 90%.Secara keseluruhan telah mencapai target yang ditetapkan.

GRAFIK E.1

Balita Kurus yang Mendapat Makanan Tambahan Tahun 2019

98.5 99.0 99.7 100 100 100 100 100 100 100 100 B E N G K U L U T E N G A H K A U R P R O V IN S I B E N G K U L U K O T A B E N G K U L U S E L U M A M U K O M U K O L E B O N G K E P A H IA N G B E N G K U L U S E L A T A N R E J A N G L E B O N G B E N G K U L U U T A R A Target 2019 : 90%

(31)

GRAFIK E.2

Balita Kurus yang Mendapat Makanan TambahanTahun 2016-2019

Sumber : Laporan Tahunan 2016-2018

1) Faktor yang mendukung

a. Penyediaan MP ASI pabrikan dari Pusat dan dukungan MP ASI lokal dari daerah (melalui dana BOK). Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu pada tahun 2019 mendapat alokasi PMT bumil KEK sebanyak 25.196 Kg dengan rincian alokasi per Kabupaten/Kota sebagai berikut :

Tabel E.1

Daftar Alokasi Pemberian Makanan Tambahan Balita Kurus Provinsi Bengkulu Tahun 2019

Sumber Direktorat Gizi Kemenkes RI

No Kabupaten/Kota Jumlah PMT (Kg) 1 Bengkulu Utara 5.040 2 Muko – Muko 2.520 3 Bengkulu Tengah 1.512 4 Bengkulu Selatan 2.520 5 Seluma 2.520 6 Kaur 1.760 7 Rejang Lebong 3.024 8 Kepahiang 1.008 9 Lebong 1.260 10 Kota Bengkulu 4.032 Total 25.196 73.5 93.5 99.4 99.1 0 40 80 120 2016 2017 2018 2019

(32)

b. Distribusi PMT balita kurus dari Pusat ke Provinsi hingga Puskesmas dilakukan dengan cepat dan jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah sasaran bumil KEK. Dan mulai didistribusi pada bulan November ke 179 puskesmas se Provinsi Bengkulu.

c. Kesadaran pengelola program gizi di daerah dalam pencatatan dan pelaporan yang belum maksimal.

d. Saat ini telah diterapkan system pencatatan dan pelaporan distribusi makanan tambahan di puskesmas melalui aplikasi e-PPGBM yang langsung dapat diakses oleh daerah maupun pusat.

e. Daya terima makanan tambahan pada ibu hamil KEK baik, sebagian besar ibu hamil dapat menghabiskan makanan tambahan yang diterima dari puskesmas.

2) Hambatan dan kendala

a. Diperlukan satu tahap konfirmasi untuk menentukan status balita kurus yang menerima PMT.

b. Masalah gudang sebagai tempat penyimpanan, di puskesmas tidak tersedia gudang khusus tempat penyimpanan PMT sehingga masih tergabung dengan tempat penyimpanan obat dan alat kesehatan.

c. Pencatatan dan pelaporan yang ada belum maksimal dan tertata dengan baik, seharusnya balita penerima PMT juga diiput dalam aplikasi e PPGBM.

d. Masalah makanan pendamping ASI dan keberlanjutan pangan PMT di keluarga yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan ketersediaan bahan pangan di rumah tangga.

e. Beberapan alasan balita tidak menghabiskan PMT adalah ; Ibu tidak sempat memberikan PMT, aroma tidak enak, dimakan anggota rumah tanggal yang lain, anak menolak (bosan), jenis kurang variasi, rasa tidak enak, ada efek samping (diare, alergi, dll)

3) Alternatif Pemecahan Masalah

a. Melakukan konfirmasi data status gizi balita kurus sudah tepat oleh petugas gizi puskesmas sehingga perlu mendapat makanan tambahan untuk proses pemulihan.

b. Melakukan konfirmasi ketersediaan makanan tambahan atau pembiayaan untuk makanan tambahan bagi balita kurus pada tingkat rumah tangga, misalnya melalui dana BOK berupa bahan pangan lokal.

c. Melakukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas dalam penanganan masalah balita kurus, serta peningkatan sistem pencatatan dan

(33)

pelaporan melalui aplikasi e PPGBM.

d. Monitoring dan evaluasi suplementasi gizi dilaksanakan pada akhir tahun 2019 dengan tujuan memantau distribusi PMT dan sosialisasi aplikasi monev PMT. e. Memberikan edukasi pentingnya kepatuhan terhadap konsumsi PMT sehingga

memberi dampak untuk peningkatan status gizi balita kurus

F. Persentase Remaja Puteri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)

Capaian indikator remaja putri yang mendapat TTD sebesar 27.9%. Angka tersebut telah dibawah target yang ditetapkan Renstra Kemenkes untuktahun 2019, yaitu 30 %. Bila dilihat pencapaian antar kabupaten/kota, terdapat 2 kabupaten dengan capaian di bawah target dan 8 kabupaten/kota yang sudah mencapai target. Angka terendah sebesar 4.5% (Kabupaten Kaur) dan tertinggi sebesar 28,3% (Kabupaten Rejang Lebong).

Gambar 3.6

Cakupan remaja putri yang mendapat TTD Tahun 2019

Gambar 3.2

Tren Capaian remaja putri yang mendapat TTD Tahun 2016-2019

4.6 7.4 18.4 21.6 25.8 28.1 28.5 41.7 42.0 49.6 27.9 K A U R L E B O N G K E P A H IA N G B E N G K U L U U T A R A K O T A B E N G K U L U B E N G K U L U T E N G A H R E J A N G L E B O N G S E L U M A M U K O M U K O B E N G K U L U S E L A T A N P R O V IN S I B E N G K U L U Target 2019 : 20 %

(34)

Sumber : Laporan Tahunan 2016-2018 1) Faktor yang mendukung

a. Adanya Stock tablet tambah darah di Dinkes Provinsi Bengkulu yang digunakan untuk memberikan TTD bagi remaja putri.

b. Beberapa kabupaten sudah melaksanakan program pemberian TTD pada remaja putri sebelum program ini dilaksanakan secara nasional dan mengadakan TTD bagi remaja putri melalui dana APBD.

c. Berapa sekolah di kabupaten/kota telah melaksanakan program ini menggunakan TTD mandiri sehingga tidak tergantung dari Dinkes Provinsi Bengkulu.

2) Hambatan dan Kendala

a. Beberapa puskesmas hasil monev tim gizi provinsi tidak mempunyai stock TTD, sehingga target tidak tercapai.

b. Belum semua sekolah SMP dan SMA di 10 kabupaten dan kota tersosialiasinya pedoman TTD bagi remaja putri dengan baik.

c. Program Kesehatan Remaja di puskesmas belum optimal.

d. Cakupan pemberian dan tingkat kepatuhan minum TTD masih rendah.

e. Edukasi gizi (penganekaragaman pangan dan citra tubuh yang sehat) belum kontinyu dilakukan.

f. Sistem pencatatan dan pelaporan pemberian TTD rematri yang menggunakan kohort per minggu menyulitkan petugas UKS dan kader remaja sebaya untuk melakukan pencatatan, sehingga pelaporan oleh petugas gizi puskesmas diwilayah kerjanya semakin lambat.

3 44.4 47.1 27.9 0 40 80 120 2016 2017 2018 2019

(35)

3) Alternatif pemecahan masalah

a. Seksi Kesga dan Gizi Masyarakat akan terus berkoordinasi dengan seksi Farmasi dalam melaksanakan distribusi TTD Rematri untuk 10 kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu.

b. Mensosialisasi pedoman TTD bagi remaja putri agar pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan pemberian TTD remaja putri dapat berjalan lancar.

c. Membangun sistem pencatatan dan pelaporan yang lebih baik dengan berkoordinasi pihak sekolah (guru UKS dan kader sebaya) yang menyelenggarakan pemberian TTD di sekolah SMP/SMA.

d. Meningkatkan cakupan dan tingkat kepatuhan pemberian TTD (sedian Fe yang menarik dan tidak bau).

e. Penguatan program kesehatan remaja (pencegahan kehamilan diluar nikah, perkawinan usia dini)

f. Untuk puskesmas yang cakupan rendah, agar dapat melakukan peningkatan integrasi program UKS.

II. PEMBINAAN KESEHATAN KELUARGA

A. Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KNI)

Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang dikenal dengan sebutan dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6 - 48 jam setelah lahir, dengan cara mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang mungkin dihadapi bayi baru lahir, sekaligus memastikan pelayanan yang seharusnya didapatkan oleh bayi baru lahir yang diantaranya terdiri dari konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum diberikan) dan Hepatitis B 0 (nol) injeksi (bila belum dberikan). Kunjungan ini dilakukan dengan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).

Perhitungan cakupan ini dilakukan dengan cara membandingkan bayi baru lahir yang mendapatkan kunjungan neonatal pertama dengan jumlah seluruh bayi baru lahir di wilyahnya yang kemudian dikonversi dalam bentuk persentase. Target Indikator KN 1 diawal Renstra 2015 -2019 adalah sebesar 75 % (2015),

penentuan target ini dibuat berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dengan cakupan KN 1 sebesar 73% dan besar peningkatan rata-rata KN 1 sebesar 2 poin sehingga ditentukan target KN 1 sebesar 75%. Indikator KN1 pada Renstra 2014-2015 dengan Renstra 2015-2019 adalah hal yang berbeda, yang semula berfokus pada akses (Renstra 2014-2015) dan pada Renstra 2015-2019 difokuskan pada kualitas pelaksanaan KN1. Dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan hal yang ingin dicapai melalui kegiatan KN 1.

(36)

Grafik 29. Trend Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama Provinsi Bengkulu Tahun 2015 sd Tahun 2019

Berdasarkan grafik di atas, Analisa Capaian Kinerja Sepanjang Renstra 2015 – 2019, untuk indikator KN 1 terlihat fluktuatif setiap tahunnya. Namun secara pencapaian Provinsi selalu melebihi Target setiap Tahunnya. Terjadi peningkatan cakupan KN 1 dari Kondisi awal Tahun 2016 sebesar 92,40% menjadi 93,56% Pada Akhir RPJMN 2019. Artinya secara Nasional Provinsi sudah berhasil dalam meningkatkan keterjangkauan Bayi Baru Lahir mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Sebanyak 34.712 Bayi Baru Lahir mendapatkan pelayanan sesuai standar dari sasaran lahir hidup 37.103 (Sumber BPS). Dengan cakupan tersebut capaian kinerja Seksi Kesga dan Gizi Masyarakat adalah sebesar 103,9%.

Begitu juga Bila dilihat menurut kabupaten/Kota, untuk Indikator Kunjungan Neonatal Pertama (KN 1) Provinsi Bengkulu sudah melebihi Target yaitu sebesar 93,56%, termasuk 6 Kabupaten/Kota lainnya melebihi Target Nasional 90%. Sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 30. Persentase Kunjungan Neonatal 1 Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2019 92.40 94.41 93.86 93.56 91.00 91.50 92.00 92.50 93.00 93.50 94.00 94.50 95.00 Renstra 2016 : 78%, 2017 : 81%, 2018 : 85%, 2019 : 90 83.45 86.98 87.77 87.93 90.20 90.75 96.10 93.96101.96104.14 93.56

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

(37)

Pada akhir RPJMN 2019 ada 4 Kabupaten yang KN 1 nya belum mencapai target yaitu Kabupaten Mukomuko dengan 83,45%, Kabupaten Bengkulu Tengah dengan 86,98%, Kabupaten Lebong 87,77 % dan Kabupaten Seluma 87,93%. Dari grafik di atas juga terlihat 2 kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Rejang Lebong dan Kota Bengkulu memiliki pencapaian target melebihi 100%, yaitu Kabupaten Rejang Lebong sebesar 104,14% dan Kota Bengkulu sebesar 101,96%, hal ini dikarenakan jumlah Real bayi Baru lahir lebih tinggi dari sasaran Pusdatin/BPS yang diwajibkan oleh kementerian Kesehatan sebagai pembanding dalam penghitungan persentase capaian program. Walaupun Provinsi sudah berhasil dalam pencapaian Cakupan KN 1, namun masih ada beberapa bayi baru lahir tidak mendapat pelayanan sesuai standar (tertuang dalam PMK Nomor 25 Tahun 2014 tentang upaya kesehatan Anak). Baru 34.712 Bayi Baru Lahir yang mendapatkan Pelayanan kesehatan sesuai standar pada usia 6 jam-48 Jam dari 37.103 bayi yang lahir Hidup Pada Tahun 2019 (Sasaran Bayi lahir Hidup Pusdatin/BPS).

Analisa Keberhasilan Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh bidan. Kementerian Kesehatan RI (Pusat) di era desentralisasi membagi wewenangnya dengan daerah. Kerjasama pusat dan daerah (kementrian Kesehatan dan jaringannya serta adanya dukungan Jejaring terkait; Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi, Perguruan Tinggi, Lintas Sektor/Lintas program, PKK, Perangkat Desa dan masyarakat, Media elektronik,dll) memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin setiap bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan pada Bayi baru Lahir yang berkualitas (sesuai standar).

Faktor pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1 seperti yang disampaikan di atas, diantaranya :

b. Adanya pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/ standar pelayanan kesehatan bayi baru lahir yang didalamnya termasuk adalah kunjungan neonatal. Indikator KN 1 saat ini menjadi target RPJMN dan RPJMD, oleh sebab itu maka perencanaan dan anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat c. Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam

penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat diperoleh melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan pelibatan organisasi profesi terkait didalam kegiatan.

d. Terdapatnya pedoman di instansi pelayanan kesehatan. Di awal distribusi ini dilakukan di pusat untuk kemudian diadvokasi ke daerah untuk menyelenggarakan secara mandiri. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku pelayanan neonatal esensial maka cakupan dapat

(38)

tercapai. Buku ini menjadi pedoman sekaligus suatu bentuk perlindungan terhadap nakes didalam melaksanakan Kunjungan Neonatal Pertama.

e. Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 di integrasikan dan menjadi satu kesatuan dengan kegiatan upaya mendorong persalinan di fasilitas kesehatan. Melalui persalinan di fasilitas kesehatan maka diharapkan bayi yang dilahirkan juga akan mendapatkan pelayanan sesuai standar.

f. Sosialisasi kepada masyarakat saat event nasional sebagai contoh adalah saat Perayaan Hari Anak Nasional

g. Peningkatan kapasitas SDM kesehatan,

h. Penempatan bidan/perawat di Desa (termasuk desa yang aksesnya jauh dari Fasyankes,

i. Pemenuhan sarana prasarana, j. Dukungan anggaran,

k. Dukungan masyarakat dimana Animo masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sudah cukup tinggi,

l. Pembinaan Program secara berkala sudah dilakukan (Superfisi fasilitatif, Monev, Bimbingan teknis program secara terpadu)

m. Adanya Inovasi dari beberapa Kabupaten untuk Kesehatan Anak

B. Persentase Ibu Hamil yang mendapatkan Pelayanan Antenatal Ke empat (K4)

Cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil yang sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil disuatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :

 Minimal 1 kali pada triwulan pertama  Minimal 1 kali pada triwulan kedua

Mi

nimal 2 kali pada triwulan ketiga

Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini

Gambar

Tabel 1. Indikator kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat  Tahun 2019
Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2019
Grafik 29. Trend Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama   Provinsi Bengkulu Tahun 2015 sd Tahun 2019
Grafik 16. Grafik Trend Persentase Ibu Hamil Mendapatkan Pelayanan Antenatal (K4)                           Provinsi Bengkulu Tahun 2015 sd Tahun 2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada studi lain penggunaan gen flagelin adalah metode pendeteksian dengan nested PCR yang paling efisien, tidak diperlukan konsentrasi dan aplifikasi dengan inkubasi

Akan tetapi secara statistik pada penelitian ini menunjukan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada usia lanjut pasca

Risk collision yang menunjukkan peluang kapal tersebut akan menubruk kapal lain dihitung dengan parameter Closest Point of Approach (DCPA) dan Time to Closest Point of Approach

Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, 4.3 Menyelesaikan masalah penaksiran dari jumlah, selisih, hasil kali, dan hasil bagi dua bilangan cacah

Gedung kantor Pengadilan Negeri Gianyar berdiri diatas tanah seluas 1.812 m² luas tanah untuk bangunan 621 m² berlantai 2, terletak disebelah utara Kantor Pemerintahan

[r]

Tidak tahu Jawaban No KOLOM D Ya Tidak 1 Apakah selama bekerja anda merasa nyaman

Sebuah sepeda Bosozoku khas disesuaikan biasanya terdiri dari sebuah sepeda jalan rata-rata Jepang yang muncul untuk menggabungkan unsur-unsur seorang Amerika helikopter sepeda