• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA INTERNAL LOCUS OF CONTROL DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA INTERNAL LOCUS OF CONTROL DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

OLEH

WINDA WULANDARI 802014062

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA INTERNAL LOCUS OF CONTROL

DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

Winda Wulandari M. Erna Setianingrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

8

ABSTRAK

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku agresi adalah internal locus of control. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara internal locus of control

dengan perilaku agresif pada siswa SMP Negeri 5 Boyolali. Subjek penelitian adalah siswa SMP Negeri 5 Boyolali sebanyak 198 siswa. Metode dalam penelitian ini adalah korelasional dengan menggunakan teknik sampel jenuh. teknik analisis data menggunakan spearman 'rho. Berdasarkan analisis data menggunakan SPSS versi 17.00 for windows, menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan pada siswa SMP Negeri 5 Boyolali, dengan nilai r = -0,228 dan nilai sig. = 0,198 (p <0,05).

Kata kunci: internal locus of control, perilaku agresif, remaja

(9)

Abstract

One of the factors that influence aggression behavior is internal locus of control. The purpose of this study was to examine the relationship between internal locus of control with aggression behavior in 5 students of Boyolali State Junior High School. The subjects of the study were 5 students of Boyolali State Junior High School as many as 198 students. the method in this research is correlational by using saturated sample technique. Technique of data analysis using spearman 'rho. Based on data analysis using SPSS version 17.00 for windows, shows there is significant negative relation on junior high school students 5 Boyolali, with value of r = -0,228 and value of sig. = 0.198 (p <0.05).

Keywords: Internal Locus of Control, Aggression Behavior, Adolescent

(10)

1

PENDAHULUAN

Aksi-aksi kekerasan terjadi dimana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi-aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan non verbal (memukul, meninju). Buss & Perry (1992, dalam Deejay, 2011) telah mengklasifikasikan agresivitas dalam empat bentuk yaitu agresi fisik (mengarah pada bentuk yang dilakuakan dengan menyerang fisik), agresi verbal (umpatan. Sindiran, fitnah, dan sarkasme), agresi kemarahan (perasaan benci terhadap orang lain), dan agresi permusuhan perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan). Dimana manusia memperlihatkan kematangan emosional, menerima realitas, bisa bekerja sama dan bisa hidup bersama dengan orang lain, serta memiliki filsafat hidup yang menjaga dirinya ketika komplikasi-komplikasi kehidupan sehari-hari menjadi gangguan (Sutardjo, 2007). Gangguan-gangguan atau masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan reaksi emosi pada manusia sehingga dapat memunculkan sikap agresif terutama pada remaja yang masih dalam tahap perkembangan.

Pada kalangan remaja, bentuk kekerasan ini seringkali muncul dalam bentuk tawuran antar pelajar dengan saling menyerang menggunakan senjata tajam, berkelahi antar teman, pengrusakan fasilitas umum, bahkan hingga pembunuhan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa pelajar, mereka seringkali berperilaku kasar terhadap orang lain terutama pada teman sebayanya seperti menabok, menendang, mencubit, dsb. Tidak hanya itu, beberapa siswa kadang berbicara menggunakan kalimat kasar atau kurang sopan atau menghina teman sebayanya. Seperti halnya yang terjadi di SMP Negeri 5 Boyolali, sebagian

(11)

besar siswa kelas VIII SMP tersebut berperilaku agresif, yaitu menyuruh temannya untuk membelikan makanan di kantin pada saat jam istirahat, apabila temannya tidak mau maka diberi umpatan dengan kata-kata kasar. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dan bersifat informal yang dilakukan penulis pada tanggal 17 November 2017 terhadap 1 guru Bimbingan Konseling dan 2 orang siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Boyolali. Wawancara pertama dilakukan kepada guru BK di kelas VIII, berdasarkan hasil wawancara, beliau menceritakan bahwa siswa kelas VIII hampir setiap hari ada yang bermasalah dengan temannya berawal dari memanggil temannya dengan kata kasar yang berakibat temannya tersinggung dan berakibat bertengkar bahkan kadang ada yang sampai berkelahi. Hasil wawancara lain yang dilakukan kepada 2 siswa kelas VIII diwaktu yang berbeda, namun kedua siswa ini mengatakan bahwa berkata kasar dan memanggil temannya dengan sebutan hewan ataupun yang lainnya adalah hal yang biasa bagi mereka, selain itu salah satu dari mereka mengatakan bahwa pernah bertengkar bahkan sampai berkelahi di kelas karena berbeda pendapat ataupun karena karena temannya tidak memberi contekan PR atau saat ulangan. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa siswa kelas VIII belum dapat mengontrol emosi secara maksimal sehingga sering terjadi perselisihan dengan temannya.

Dalam Koeswara (1988) perilaku agresif dapat muncul karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah faktor kepribadian. Sifat kepribadian ini menunjukkan bahwa setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Dalam hal emosi yang negatif, umumnya remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik. Kebiasaan remaja menguasai emosi-emosi yang negatif dapat membuat mereka

(12)

3

sanggup mengontrol emosi dalam banyak situasi. Sehingga akan muncul berbagai perilaku agresif. Remaja yang memiliki karakter internal locus of control, penuh inisiatif, ulet, kritis, dan suka bekerja keras cenderung akan menjauhi perilaku agresif karena remaja tersebut memiliki mekanisme lain untuk menyikapi berbagai permasalahan yang memicu terjadinya perilaku agresif. Mereka selalu mencoba berpikir seefektif mungkin dalam menemukan pemecahan masalahnya. Sementara remaja dengan karakter pribadi yang pasif, mudah menyerah, dan kurang berusaha cenderung rentan berperilaku agresif karena mereka percaya bahwa faktor luar seperti lingkungan dan kelompok teman sebaya yang lebih mengontrol perilakunya. Aspek kepribadian yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah locus of control. Dalam kaitan dengan agresivitas, locus of control adalah sebagai kendali. Pengertian locus of control dalam konsep Rotter adalah konsep kepribadian yang memberi gambaran mengenai keyakinan seseorang dalam menentukan perilakunya. Pengertian tersebut dikenal dengan istilah internal locus dan eksternal locus (Rosyid dalam Patria, 2009). Sehingga remaja yang memiliki internal locus of control baik maka perilaku agresif yang dimunculkannya akan semakin sedikit.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alfiana & Nurhalimah (2012) didapatkan hasil ada hubungan negatif antara locus of control internal dan agresivitas di SMK Negeri 1 Bekasi dan SMK Patriot 1 Bekasi. Artinya semakin tinggi locus of control internal, maka semakin rendah agresivitasnya, dan sebaliknya. Kendati angka korelasinya cenderung rendah/kecil, namun sangat signifikan, artinya variabel locus of control internal memang signifikan berpengaruh pada variabel agresifitas. Namun penelitian lainnya yang dilakukan

(13)

oleh Syaiful (2012) didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh locus of control terhadap perilaku agresif di Asrama “C” Pondok Pesantren Ngalah Purwosari Pasuruan.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut apakah ada hubungan antara internal locus of control dengan perilaku agresif pada remaja khususnya di SMP Negeri 5 Boyolali. Peneliti memilih sekolah tersebut dengan alasan bahwa sebagian besar siswa-siswi kelas VIII berperilaku agresif terhadap teman sekelasnya. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif signifikan antara internal locus of control dengan perilaku agresif pada remaja. Berarti semakin tinggi internal locus of control pada remaja maka semakin rendah perilaku agresif. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah internal locus of control pada remaja maka semakin tinggi perilaku agresif. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara internal locus of control dengan perilaku agresif pada remaja.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Agresivitas

Agresif menurut Baron (dalam Koeswara, 1988) adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.

Moore dan Fine (dalam Koeswara, 1988) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain ataupun terhadap objek-objek. Menurut Buss & Perry (dalam Pasaribu, 2013) agresi merupakan suatu perilaku yang berniat untuk menyakiti orang lain baik

(14)

5

secara fisik maupun psikologis. Demi menunjang penelitian ini maka penulis menggunakan teori dari Buss & Perry.

Jenis-jenis agresivitas

Buss dan Perry (dalam Pasaribu, 2013) mengklarifikasikan agresivitas dalam empat bentuk, yaitu:

a. Agresi fisik (physical aggression)

Bentuk perilaku agresif yang dilakukan dengan menyerang secara fisik dengan tujuan untuk melukai atau membahayakan seseorang.

b. Agresi verbal (verbal aggression)

Agresivitas dengan kata-kata yang dapat menyakiti atau melukai orang lain. agresi verbal dapat berupa umpatan, sindiran, fitnah, dan sarkasme.

c. Agresi kemarahan (anger)

Suatu bentuk indirect aggression atau agresi tidak langsung berupa perasaan benci kepada orang lain maupunsesuatu hal atau karena seseorang tidak dapat mencapai tujuannya.

d. Agresi permusuhan (hostility)

Komponen kognitif dalam agresivitas yang terdiri atas perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.

(15)

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Agresi

Koeswara (1988) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi pengaruh dan pencetus terjadinya perilaku agresi, yaitu :

a. Frustasi

Frustasi adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, frustasi bisa mengarahkan individu untuk bertindak agresi karena frustasi itu bagi individu merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan dia ingin mengatasi atau menghindarinya dengan berbagai cara termasuk cara agresif.

b. Stress

Engle (dalam Koeswara, 1988) mengajukan bahwa stress itu meliputi sumber-sumber stimulasi internal dan eksternal. Stres menunjuk kepada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal maupun lingkungan eksternal yang menuntut penyesuaian atas organisme. Stress eksternal

c. Deindividuasi

Dun dan Rogers (dalam Koeswara, 1988), Diener (dalam Koeswara, 1988), Mann, Newton dan Innes (dalam Koeswara, 1988) mengungkapkan bahwa deindividuasi memiliki efek memperbesar keleluasaan individu untuk melakukan agresi dikarenakan deindividuasi menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat

(16)

7

pada individu, yakni identitas diri atau personalitas individu pelaku maupu identitas diri korban agresi, dan keterlibatan emosional individu pelaku agresi terhadap korbannya.

d. Kekuasaan dan kepatuhan

Peranan kekuasaan sebagai pengaruh kemunculan agresi tidak dapat dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan itu, yakni pengabdian atau kepatuhan (compliance). Kekuasaan cenderung disalahgunakan dan penyalahgunaan kekuasaan itulah yang mengubah kekuasaan menjadi kekuatan yang memaksa (coercive).

e. Provokasi

Hal ini didukung dengan adanya sejumlah sejumlah teroris yang percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi karena provokasi itu oleh pelaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respons agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu (Moyer, dalam Koeswara, 1988).

Pengertian internal locus of control

Keyakinan bahwa keberhasilan yang diraih sebanding dengan usaha yang mereka lakukan dan sebagian besar dapat mereka kendalikan. Friedman & Schustack, Dillon & Kaur (dalam Hadi, 2012) menjelaskan bahwa locus of control internal menunjukan adanya keyakinan bahwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil dari perilakunya. Zulkaida dkk (2007) menyatakan seseorang dengan locus of control internal akan menjadi lebih aktif dan mampu memilih informasi

(17)

yang dia butuhkan. Dengan kemampuannya sendiri dia dapat membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusannya tersebut, apakah itu baik atau buruk.

Menurut Rotter (1996) locus of control internal yaitu, individu dengan locus of control internal melihat independency yang besar dalam kehidupan terhadap semua peristiwa yang terjadi pada dirinya yang sangat ditentukan oleh diri sendiri.

Bentuk-bentuk internal locus of control

Menurut Rotter (1996) locus of control internal ada 4, yaitu;

a) Kecakapan (skill)

Kecakapan (skill) yaitu kemampuan untuk melakukan atau mengoperasikan suatu hal menjadi lebih bernilai dan kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan beberapa tugas yang merupakan pengembangan dari hasil pengalaman yang didapat.

b) Kemampuan (ability)

Kemampuan (ability) yaitu bakat yang dimiliki seseorang yang telah melekat pada diri seseorang tersebut untuk melakukan suatu perkerjaan atau kegiatan yang diperoleh melalui proses belajar, pengalaman atau dibawa sejak lahir,

c) Usaha (effort)

Usaha (effort), yaitu kemampuan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan mengerahkan tenaga serta pikiran

(18)

9

Faktor-faktor internal locus of control

Menurut Phares (dalam Alfiani, 2016) berpendapat bahwa terdapat bebrapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya locus of control, antara lain:

a. Keluarga (family)

Keluarga yang mengembangkan kehangatan, perlindungan, dan mengembangkan anak ke arah locus of control internal. Perkembangan ke arah locus of control internal terjadi pula pada keluarga yang mengembangkan disiplin dan sikap yang konsisten dalam mendidik anak.

b. By and large

Individu yang berasal dari kelompok dengan akses yang terbatas pada kekuatan, kesempatan, dan keuntungan materi, maka di masa yang akan datang individu tersebut cenderung mengembangkan locus of control eksternal.

c. Gender (sex differences)

Beberapa penelitian telah melaporkan adanya perbedaan locus of control internal dan eksternal antara pria dan wanita. Hochreich (dalam Phares, 1984) menyebutkan bahwa antara subjek pria dan wanita, diperoleh hasil yang menunjukkan adanya skor locus of control eksternal yang tinggi wanita.

(19)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif.

Variabel Penelitian

Variabel tergantung (Y) : Perilaku Agresif

Variabel bebas (X) : Internal locus of control

Definisi Operasional

Variabel Y : Perilaku Agresif

Agresi merupakan merupakan tingkah laku pelampiasan dari perasaan frustasi untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau menghukum orang lain, yang ditujukan untuk melukai pihak lain secara fisik maupun psikologis pada orang lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun verbal.

Variabel X : Internal locus of control

Internal locus of control merupakan persepsi atau pandangan individu bahwa segala macam kejadian yang menimpa hidupnya ditentukan oleh usaha dan kemampuannya sendiri.

Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Boyolali yang berjumlah 198 siswa dan sampel penelitian adalah berjumlah 198 siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Boyolali.

Pengumpulan data dilakukan dengan meminta surat ijin penelitian dan ditujukan kepada kepala sekolah SMP Negeri 5 Boyolali. Pengambilan data oleh peneliti dilakukan 26-31 Maret 2018 yang dimana penulis menyebarkan skala

(20)

11

pada siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 5 Boyolali di kelas pada jam pelajaran BK.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 2 skala yang terdiri dari skala internal locus of control dan skala perilaku agresif dengan model skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).

1. Skala Internal Locus Of Control

Untuk mengungkap skala internal locus of control dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan 3 (tiga) bentuk pengendali dalam dirinya menurut Rotter (1996). Keseluruhan angket berjumlah 23 item dengan 11 item favorable dan 12 item unfavorable. Pengendali dalam dirinya menurut Rotter (1996) adalah Kecakapan (skill), Kemampuan (ability), dan Kemampuan (ability).

Setelah dilakukan uji diskriminasi item pada skala internal locus of control, diketahui terdapat 6 item yang gugur dengan daya diskriminasi item antara 0,3 sampai dengan 0,7 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,886.

Tabel 1. Reliabilitas skala Internal locus of control

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha

Based on

Standardized Items N of Items

(21)

2. Skala Perilaku Agresif

Untuk mengungkap skala perilaku agresif dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan 4 (empat) bentuk perilaku agresif menurut Buss dan Perry (dalam Pasaribu, 2013). Keseluruhan angket berjumlah 30 item dengan 15 aitem favorable dan 15 aitem unfavorable. Bentuk perilaku agresif menurut Buss dan Perry (dalam Pasaribu, 2013) adalah Agresi fisik (physical aggression), Agresi verbal (verbal aggression), Agresi kemarahan (anger), dan Agresi permusuhan (hostility).

Setelah dilakukan uji diskriminasi item pada skala perilaku agresif, diketahui terdapat 8 item yang gugur dengan daya diskriminasi item antara 0,3 sampai dengan 0,7 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,875.

Tabel 2. Reliabilitas skala Perilaku Agresif

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha

Based on

Standardized Items N of Items

.875 .876 22

Kedua skala ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari 4 jawaban pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Dengan masing-masing pilihan jawaban memiliki skor. Untuk aitem favorable skor jawaban SS adalah 4, jawaban S adalah 3, jawaban TS adalah 2, dan jawaban STS 1. Untuk aitem unfavorable, skor jawaban yang diberikan kebalikan dari skor jawaban aitem favorable. Dalam modifikasi skala telah

(22)

13

mendapatkan pengawasan dan bimbingan dari ahli yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing.

HASIL PENELITIAN

ANALISIS DESKRIPTIF

a. Variabel Internal Locus Of Control

Dalam menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel internal locus of control, peneliti menggunakan 3 kategori yaitu tinggi, sedang, rendah. Untuk mengetahui interval maka digunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2012):

Jumlah skor tertinggi – jumlah skor terendah

Tabel 3.

Kategorisasi Pengukuran Skala Internal Locus Of Control

Interval Kategori Mean N Presentase%

53,33 < x ≤ 66 Tinggi 41 20,7

40,66 < x ≤ 53,33 Sedang 46,80 122 61,6

28 < x ≤ 40,66 Rendah 35 17,7

Jumlah 198 100

SD=7,54 Min=28 Max=66

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa partisipan yang memiliki skor internal locus of control tinggi sebanyak 41 partisipan (20,7%), skor sedang 122 partisipan (61,6%), dan skor rendah 35 partisipan (17,7%).

Jumlah Kategori =

66 -28 3

(23)

b. Variabel Perilaku Agresif

Dalam menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel perilaku agresif, peneliti menggunakan 3 kategori yaitu tinggi, sedang, rendah. Untuk mengetahui interval maka digunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2012):

Jumlah skor tertinggi – jumlah skor terendah

Tabel 4.

Kategorisasi Pengukuran Skala Perilaku Agresif

Interval Kategori Mean N Presentase%

60,33 < x ≤ 79 Tinggi 16 8,1

41,66 < x ≤ 60,33 Sedang 46,35 118 59,6

23 ≤ x ≤ 41,66 Rendah 64 32,3

Jumlah 198 100

SD=9,55 Min=23 Max=79

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa partisipan yang memiliki skor perilaku agresi tinggi sebanyak 16 partisipan (8,1%), skor sedang 118 partisipan (59,6%), dan skor rendah 64 partisipan (32,3%).

Jumlah Kategori = 3 = 18,67

(24)

15

UJI ASUMSI

Uji Normalitas

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogrov-Smirnov Test, data menunjukkan dari variabel internal locus of control menunjukkan bahwa nilai koefisien Internal Locus Of Control 1,133 dengan signifikansi sebesar 0,154 (P>0,05) yang berarti bahwa data Internal Locus Of Control terditribusi normal. Koefisien perilaku agresif diketahui memiliki skor sebesar 0,686 dengan signifikansi 0,734 (P>0,05) yang berarti bahwa data perilaku agresif terdistribusi normal.

Dengan demikian pada penelitian ini memenuhi asumsi normalitas dan model regresi layak digunakan untuk memprediksi Internal Locus Of Control dan perilaku agresif.

Tabel 5.

Hasil Uji Normalitas Internal Locus Of Control dengan Perilaku Agresif

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

INTERNAL AGRESIF

N 198 198

Normal Parametersa,,b Mean 46.80 46.35

Std. Deviation 7.545 9.554

Most Extreme Differences Absolute .080 .049

Positive .080 .049

Negative -.057 -.043

Kolmogorov-Smirnov Z 1.133 .686

Asymp. Sig. (2-tailed) .154 .734

(25)

Uji Linieritas

Uji linieritas pada variabel internal locus of control dan perilaku agresif dapat diketahui bahwa nilai signifikan sebesar 0,001 (P<0,05) yang berarti terdapat linieritas antara Internal Locus Of Control dengan perilaku agresif.

Tabel 6.

Hasil Uji Linieritas Internal Locus Of Control dengan Perilaku Agresif

ANOVA Table Sum of Squares Df Mean Square F Sig. INTERNAL * AGRESI

Between Groups (Combined) 3789.871 44 86.133 1.775 .006

Linearity 584.966 1 584.966 12.053 .001 Deviation from Linearity 3204.905 43 74.533 1.536 .031 Within Groups 7425.447 153 48.532 Total 11215.318 197 Uji Korelasi

Berdasarkan hasil korelasi menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif signifikan antara internal locus of control dengan perilaku agresi pada siswa SMP Negeri 5 Boyolali. Artinya semakin tinggi internal locus of control siswa maka semakin rendah perilaku agresinya. Dengan besar nilai r = -0,228 dan nilai p sig. 0,001 (p<0,05). Hubungan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

(26)

17

Tabel 7.

Hasil Uji Korelasi Internal Locus Of Control dengan Perilaku Agresif

Correlations

INTERNAL AGRESIF

INTERNAL Pearson Correlation 1 -.228**

Sig. (1-tailed) .001

N 198 198

AGRESFI Pearson Correlation -.228** 1

Sig. (1-tailed) .001

N 198 198

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara internal locus of control dengan perilaku agresif pada remaja didapatkan hasil uji korelasi yang menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan dengan besarnya r = -0,228 dan nilai p sig. 0,001 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi internal locus of control remaja SMP Negeri 5 Boyolali, maka semakin rendah perilaku agresifnya, sebaliknya semakin rendah internal locus of controlnya maka semakin tinggi perilaku agresifnya. Sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima.

Internal locus of control merupakan salah satu faktor kepribadian yang berpengaruh terhadap perilaku agresif remaja. Adapun internal locus of control berperan dalam mempengaruhi dan menentukan pusat kendali individu. Menurut

(27)

Baron (dalam Koeswara, 1988) setiap individu akan berbeda cara dalam menetukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Dimana proses mendekati atau menjauhi perilaku agresif memerlukan tanggung jawab pribadi dan keberanian dalam mengambil keputusan. Dalam Koeswara (1988) remaja yang memiliki internal locus of control biasanya akan mengambil tanggung jawab pribadi dan berani dalam mengambil tindakan dibandingkan dengan individu yang internal locus of controlnya rendah. Siswa yang memiliki internal locus of control memiliki kendali diri yang lebih kuat serta keberanian yang lebih besar untuk menjauhi perilaku agresif.

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara internal locus of control dan perilaku agresi siswa SMP Negeri 5 boyolali, semakin tinggi internal locus of control berarti semakin rendah perilaku agresifnya. Remaja yang memiliki internal locus of control cenderung dapat mengendalikan perilaku agresifnya. Seperti halnya pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alfiana & Nurhalimah (2012) didapatkan hasil ada hubungan yang berlawanan antara locus of control internal dan agresivitas. Artinya semakin tinggi locus of control internal, maka semakin rendah agresivitasnya, dan sebaliknya. Remaja yang memiliki karakter internal locus of control, penuh inisiatif, ulet, kritis, dan suka bekerja keras cenderung akan menjauhi perilaku agresif karena remaja tersebut memiliki mekanisme lain untuk menyikapi berbagai permasalahan yang memicu terjadinya perilaku agresif. Mereka selalu mencoba berpikir seefektif mungkin dalam menemukan pemecahan masalahnya. Sementara remaja dengan karakter pribadi yang pasif, mudah menyerah, dan kurang berusaha cenderung rentan berperilaku agresif karena mereka percaya

(28)

19

bahwa faktor luar seperti lingkungan dan kelompok teman sebaya yang lebih mengontrol perilakunya (Lewin dalam Soliha, 2010). Orang yang terlalu tinggi skor locus of control internalnya cenderung menganggap bahwa segala hal yang terjadi dalam hidupnya adalah karena faktor usaha dari diri individu itu sendiri. Tidak hanya yang berkaitan dengan keberhasilan, namun juga kegagalannya. Seseorang dengan internal locus of control akan menjadi lebih aktif dan mampu memilih informasi yang dia butuhkan. Dengan kemampuannya sendiri dia dapat membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusannya tersebut, apakah itu baik atau buruk (Zulkaida dkk, 2007).

Kategorisasi subjek penelitian ini yaitu remaja kelas VIII yang bersekolah di SMP Negeri 5 Boyolali. Siswa-siswi tersebut terdiri dari delapan kelas yaitu kelas VIII A-VIII G.

Locus of control internal dalam penelitian ini memberikan sumbangan efektif sebesar 5% terhadap perilaku agresif, sehingga masih terdapat 95% faktor lain yang mempengaruhi perilaku agresif. Dengan begitu internal locus of control memiliki kontribusi terhadap perilaku agresif terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Boyolali, yang artinya berdasarkan penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa perilaku agresif siswa dipengaruhi internal locus of control dan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi internal locus of control, maka semakin rendah perilaku agresif.

(29)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan negatif signifikan antara internal locus of control dan perilaku agresif pada siswa SMP Negeri 5 Boyolali. Semakin tinggi internal locus of control maka semakin rendah perilaku agresif dan semakin rendah internal locus of control maka semakin tinggi perilaku agresifnya.

2. Berdasarkan statistic deskriptif sebagian besar partisipan penelitian berada pada kategori internal locus of control sedang dan sebagian besar partisipan penelitian berada pada kategori perilaku agresif sedang.

3. Internal locus of control memberi sumbangan efektif terhadap perilaku agresif sebesar 5%.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Remaja

Untuk mengurangi perilaku agresif maka remaja direkomendasikan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk mengurangi perilaku agresif, berusaha mengurangi kebiasaan buruk seperti berbicara

(30)

21

kasar, memukul teman, memperbanyak waktu dengan keluarga, dan melatih diri untuk mengendalikan emosi

2. Orang tua

Untuk selalu mendukung dan mengontrol anaknya sehingga tidak menjadi pribadi yang tidak baik dan merugikan orang lain, karena dengan adanya dukungan dari orang tua dan pihak lain maka anak akan merasa mempunyai keyakinan dalam dirinya untuk lebih bijak dalam mengambil keputuasan.

3. Penelitian Selanjutnya

Bila ingin memperluas khasanah pemahaman tentang perilaku agresif remaja, untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk mengangkat tema yang sama diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang lebih mempengaruhi perilaku agresi remaja seperti eksternal locus of control dan disarankan perlu ditambahkan seperti observasi dan wawancara agar hasil yang didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak semua hal dapat diungkap dengan skala psikologi.

(31)

Daftar Pustaka

Achadiyah, B. N & Laily, N. (2013). Pengaruh Locus Of Control Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, XI, 11-18.

Alfilani, P. A. (2016). Hubungan Locus Of Control Internal dengan Aggressive Driving pada Mahasiswa UMM. Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas Muhammaddiyah Malang.

Azwar, S. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

________. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Friedman & Schustack, M. W. (2009). Kepribadian: Teori Klasik & riset Modern. Jakarta: Erlangga.

Ghufron, M. N & Risnawita, R. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogjakarta: ArRuzz Media.

Hadi, S. (1991). Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

_____. (2012). Pengaruh Locus Of Control Terhadap Perilaku Agresif Di Asrama “C” Pondok Pesantren Ngalah Sengonagung Purwosari Pasuruan. Jurnal Psikologi. 1. 86-93.

Koeswara, E. (1988). Agresi Manusia. Bandung: ROSDA OFFSET.

__________. (1991). Teori-Teori Kepribadian. Bandung: ERESCO.

Muslimah, A. I & Nurhalimah. (2011). Agresivitas Ditinjau dari Locus Of Control Internal Pada Siswa SMK Negeri 1 Bekasi dan Siswa di SMK Patriot 1 Bekasi. Jurnal Soul, 5.

Nugrasanti, R. Locus of Control dan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Jurnal Provitae, 1, 25-33.

Nuriskha, A. (2010). Perbedaan disiplin kerja pada polisi lalu lintas dan samapta ditinjau dari locus of control (studi penelitian di polwiltabes semarang). Skripsi: Fakultas psikologi Universitas Negeri Semarang.

(32)

23

Pasaribu, W. (2013). Perbedaan Agresivitas Remaja yang Memiliki Ibu Bekerja dan Remaja yang Memiliki Ibu tidak Bekerja. Skripsi: Program Studi Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Rotter, J.B., 1996. Generalized Expectancies for Internal Versus External Control Reinforcement. Psycological Monographs, 80, No. 609.

Sarwono, W. (2005). Psikologi Sosial Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarata: Balai Pustaka.

Sugiyo. (2006). Psikologi Sosial. Semarang : Unnes press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suryanti, R. 2011. Hubungan Antara Locus Of Control Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Skripsi: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Zulkaida, A, dkk. 2007. Pengaruh Locus of Control dan Efikasi Diri terhadap Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Proceeding Pesat. 2, 1-4.

Gambar

Tabel 1. Reliabilitas skala Internal locus of control
Tabel 2. Reliabilitas skala Perilaku Agresif

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Belajar Tentang Sistem Kehidupan Tumbuhan Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Binjai Kabupaten Langkat yang Memiliki Locus of Control Internal dan Locus of Control

Seorang pegawai yang mempunyai locus of control internal kemungkinan akan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasinya, mereka yang memiliki sikap

Berdasarkan hasil analisis maka diperoleh korelasi antara locus of control internal dengan komitmen organisasi (r) sebesar 0,840 dengan p=0,000 dimana p &lt; 0,01, hal

Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara locus of control eksternal dengan perilaku konsumtif pada remaja putri tingkat akhir.. Sedangkan tingkat locus

Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara locus of control eksternal dengan perilaku konsumtif pada remaja putri tingkat akhir. Sedangkan tingkat locus

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara locus of control internal dengan resiliensi pada remaja tunadaksa, dimana semakin tinggi skor locus of control

Dengan nilai signifikansi di bawah 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, maka hipotesis 3 dalam penelitian ini diterima artinya antara internal locus of control dan

Rini Hayati &amp; Saiful Indra: Hubungan Marah dan Perilaku Agresir Pada… │ 72 agresif pada remaja, artinya jika marah tinggi maka perilaku agresif pada. remaja akan tinggi, dan