• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Self-Relevant Value dan Cafe-Relevant Value Terhadap Electronic Word-Of-Mouth

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Self-Relevant Value dan Cafe-Relevant Value Terhadap Electronic Word-Of-Mouth"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Self-Relevant Value dan Cafe-Relevant Value Terhadap

Electronic Word-Of-Mouth

Indra Wicaksono Sugianto1 & Luki Adiati Pratomo2

1. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti, Indonesia 2. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti, Indonesia

Abstrak

Tujuan –Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh self-relevant value dan cafe-relevant value terhadap electonic word-of-mouth.

Desain / Metodologi / Pendekatan: Penelitian ini menggunakan sumber data primer yang diperoleh secara langsung dengan mendistribusikan kuesioner menggunakan teknik purposive sampling. Data yang digunakan adalah 210 responden yang berusia 17-45 tahun dan mengonsumsi kopi di kedai kopi seperti Starbucks Coffee, Excelso, Coffee Bean and Maxx Coffee dalam 6 bulan terakhir ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah electonic word-of-mouth, sedangkan variabel independennya adalah self-relevant value dan rancangan penelitian ini adalah uji hipotesa dan metode analisa yang digunakan adalah SEM.

Temuan: Hasil penelitian menunjukkan pengaruh positif antara reflected appraisal of self, self image congruency and cafe quality of cafes terhadap electronic word of mouth, sedangkan conspicuous value dan price fairness tidak mempunyai pengaruh terhadap electronic word –of-mouth. Saran untuk pengelola kedai kopi agar focus pada aspek-aspek yang dapat meningkatkan self-relevant dan cafe-relevant bagi konsumen.

Abstract

Purpose –The aim of this research is to analyze the influence of self-relevant value and cafe-relevant value to electonic word-of-mouth.

Design/Methodology/Approach: The primary data in this study obtained from distributing questionnaires using purposive sampling techniques. The data used are 210 respondents with criteria from 17-45 years old and have consumed coffee in coffee shops such as Starbucks Coffee, Excelso, Coffee Bean and Maxx Coffee. Dependent variable in this research is electonic word-of-mouth, while the independent variables are self-relevant value (reflected appraisal of self, conspicuous value, self and image congruency) and cafe-relevant value (cafe quality and price fainess)This study used hypothese testing and data was analyzed using SEM.

Findings:The results showed a positive influence between reflected appraisal of self, self image congruency and cafe quality of cafes toward the electronic word of mouth, while there is no effect of conspicuous value and price fairness on electronic word –of-mouth. Suggestions to coffee shop owner/manager to focus on things that enhance consumers’ self-relevant value and cafe-relevant value.

Keyword: reflected appraisal of self, conspicuous value, self image congruency, cafe quality, price fainess, electonic word-of-mouth.

PENDAHULUAN

Globalisasi merupakan salah satu pendorong bagi berbagai usaha jasa untuk mengembangkan bisnisnya.Keinginan untuk terus berkembang dan berinovasi membawa perubahan pada banyak industri, termasuk industri cafe (Chen & Hu, 2010). Saat ini industri cafe di Indonesia berkembang pesat mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu

Submission date:

20 Juli 2019

Accepted date:

(2)

Penghasil kopi terbesar di dunia (Kementrian Perindustrian, 2017). Cafe menjadi salah satu tempat favorit dalam gaya hidup modern masyarakat perkotaan (Scott, 2006).Persaingan industri cafe sangatlah ketat (Murphy & Jenner-Leuthart, 2011). Dengan peluang bisnis yangmelimpah, sektor cafe akan memberikan prospek bisnis yang segar dan pengaruh positif untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut dan dapat diakui di dunia(Chen & Hu, 2010).

Media social merupakan salah satu tempat perusahaan dapat melakukan komunikasi dengan konsumen mereka (Balaji, Khong, & Chong, 2016). Konsumen menggunakan situs jejaring sosial untuk saling berinteraksi dengan konsumen lain dalam memperoleh informasi mengenai ulasan produk(Kaplan & Haenlein, 2010). Di mana dapat menguntungkan bagi perusahaan dan berpotensi mengirimkan pesan pemasaran melalui elektronik

word-of-mouth (Kim, Jang, & Adler, 2015b).

Media sosial membentuk sebuah channel baru untuk terjadinya word-of-mouth yang dikenal sebagai electronic word-of-mouth (eWOM) (Dwyer, 2007). Tidak jauh berbeda dengan

word-of-mouth yang ada sebelumnya, eWOM memungkinkan seorang konsumen berbagi

informasi kepada yang lain dengan tidak memberitahukan identitas dirinya / anonymous (Jansen, Zhang, Sobel, & Chowdury, 2009). Kim et al., (2015), menjelaskan bahwa eWOM dapat didorong melalui beberapa faktor, diantaranya self-relevant value yang meliputi

reflected appraisal of self, conspicuous value dan self-image congruity, sedangkan cafe-relevant

value meliputi cafe quality dan price fairness.

Choi et al. (2017) mengatakan bahwa reflected appraisal of self merupakan stimuli

psikologis yang mendorong konsumen ingin diakui oleh lingkungan sosialnya, konsumen percaya dengan mengonsumsi produk atau jasa tertentu mereka dapat membentuk citra diri yang lebih baik pada lingkungan sosial tertentu. Hal tersebut dilakukan demi untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain dengan menunjukkannya melalui media sosial (Kim

et al., 2015).

Conspicuous value dapat diartikan sebagai perilaku konsumsi (Acikalin, Gul, &

Develioglu, 2009), dan juga dapat diartikan sebagai perilaku pembelian, di mana semua yang konsumen tersebut beli merupakan produk atau jasa yang nantinya dimaksudkan untuk meningkatkan nilai diri konsumen tersebut (Abel, Buff, & O’Neill, 2013). Menurut Lewis & Moital (2016), produk atau jasa yang dikonsumsi cenderung yang bernilai eksklusif, bermerek ternama dan mahal. Saat konsumen merasa produk yang dikonsumsi dapat meningkatkan gengsinya, maka konsumen tersebut akan dengan sengaja membagikan pengalamannya mengonsumsi produk atau jasa tersebut ke dalam media social.

Self-image congruency adalah upaya mengubah citra jasa yang dibeli agar sejalan

dengan citra dirinya (Kim et al., 2015). Self-image congruency dapat mempengaruhi perilaku pembelian ketika konsumen akan membeli jasa tertentu yang dirasa sesuai atau dapat mencerminkan bagaimana dirinya (Sirgy & Su, 2000). Jika suatu produk atau jasa dirasa dapat mewakili atau menggambarkan dengan baik ekspresi dari konsumen, maka konsumen tersebut akan terikat secara emosional dan mereka akan membagikan pengalamannya ke dalam media social (Wallace, Buil, de Chernatony, & Hogan, 2014)

Kualitas pelayanan adalah bagaimana kemampuan memberikan pelayanan yang dapat memuaskan pelanggan (Kotler dan Keller, 2016). Cafe yang dapat memenuhi kepuasan konsumen dapat dikatakan sebagai cafe yang berkualitas, di mana hal tersebut bergantung juga pada tingkat persepsi konsumen. Menurut Kim et al., (2015) saat mengunjungi sebuah cafe, konsumen akan mengevaluasi kualitas produk, suasana cafe tersebut, dan kualitas pelayanannya. Kualitas produk yang dimaksud mengacu kepada makanan dan minuman yang disajikan pada cafe tersebut. Sedangkan yang dimaksudkan dengan suasana adalah

(3)

bagaimana cafe tersebut dapat membuat konsumen merasa nyaman selama berada pada cafe tersebut. Bagaimana pelayanan yang diberikan, keramahan, kecepatan, menjadi atribut untuk kualitas pelayanan yang diberikan cafe tersebut.

Persepsi dari price fairness sendiri bergantung pada seberapa jumlah konsumen merasa harga yang diberikan sepadan dengan apa yang dibayarkan (Andrés-Martínez, Gómez-Borja, & Mondéjar-Jiménez 2013), setiap konsumen memiliki persepsi yang berbeda-beda sesuai pengalaman mereka masing-masing, sekalipun pada produk atau jasa yang sama.

Kim et al., (2015) menjelaskan ketika pembeli menganggap bahwa harga yang ditawarkan

adil bagi mereka (price fairness), maka konsumen akan cenderung menceritakan kesenangan mereka telah menggunakan jasa tersebut kepada teman atau kerabatnya. Kepercayaan konsumen terhadap jasa tertentu yang dibangun dari price fairness, dapat menjadi faktor penentu untuk memberi ulasan yang baik ke media sosial. Ulasan baik di media sosial tersebut dapat menjadi referensi bagi orang lain yang akan membeli produk ataupun jasa yang sama.

Salah satu alasan konsumen mau menyampaikan informasi secara luas, jika jasa yang dikonsumsi cocok dengan self value (nilai diri) yang telah melekat pada diri konsumen (Kim

et al., 2015). Penelitian ini akan melihat bahwa seseorang menyampaikan eWOM tidak hanya

dari kualitas cafe tetapi juga berdasarkan nilai diri konsumen (self-relefan value). Menurut

Kim et al,. (2015) reflected appraisal of self, conspicuous value dan self-image congruity akan

membentuk self-relevant valued dari masing-masing orang, sedangkan cafe-relevant value meliputi kualitas kafe dan keadilan harga yang dirasakan konsumen (price fairness).

Fenomena yang terjadi saat ini penggunaan media sosial dirasakan sebagai kebutuhan penting bagi setiap individu dalam menumbuhkan self-relevant value yang merupakan kondisi yang menyebabkan pelanggan puas dan menghasilkan nilai-nilai positif sehingga dapat memicu aktivitas eWOM (Kim et al. 2015). Tidak hanya bagi setiap individu, pengunaan situs jejaring sosial sebagai media untuk menumbuhkan self-relevant value juga dianggap penting untuk kelompok dan perusahaan (Berezina, Cobanoglu, Miller, & Kwansa, 2012). Menurut Barreda & Bilgihan (2013) bagi semua kalangan saat ini kafe juga digunakan sebagai tempat nongkrong, berfoto, yang kemudian di update kedalam situs internet. Pengalaman yang dirasakan konsumen baik kualitas makanan, tempat dan juga suasana, serta jasa pelayanan yang diberikan, dapat menjadi salah satu konten yang dapat diunggah ke situs jejaring sosial.

Memberikan informasi dengan cara membagi ulasan mengenai cafe quality dan price

fairness ke jejaring sosial sangat sering dilakukan oleh kosumen. Kualitas pelayanan

didasarkan pada kinerja pelayanan seperti sopan santun, komunikasi yang baik, tanggung jawab, dan kredibilitas (Berezina et al., 2012). Ulasan eWOM yang dilakukan pelanggan, baik positif dan negatif, dapat membantu konsumen mengetahui kualitas mengenai produk dan jasa (Balaji et al., 2016).

E-wom sudah diakui sangat penting dalam industri jasa (Al-Debei, Akroush, & Ashouri, 2015; Busalim & Hussin, 2016; Hansen & Lee, 2013). Begitu juga (Kim et al., 2015b) ketika meneliti peranan beberapa faktor internal konsumen coffee shop dan juga faktor eksternal seperti kualitas café dan persepsi akan keadilan harga menemukan beberapa hal yang menarik. Walaupun (Kim et al., 2015b) meyakini bahwa reflected appraisal of self,

conspicuous value, self-image congruency, cafe quality dan praice fairness akan mempengaruhi

keputusan konsumen untuk menyampaikan e-wom, ternyata hasil studi mereka memperlihatkan hasil yang berbeda yaitu conspicuous value, cafe quality dan praice fairness tidak mempunyai pengaruh yang positif terhadap e-wom pada industry coffe shop.

(4)

Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memastikan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keinginan konsumen coffee shop untuk menyampaikan e-wom. Untuk itu studi ini akan mengevaluasi peranan

self-relevant value yang terdiri dari reflected appraisal of self, conspicuous value, self–

imagecongruency dan cafe-relevant value yang terdiri dari cafe quality dan price fairness dalam

mempengaruhi kemunculan eWOM. Rerangka Penelitian

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian menggunakan pengujian hipotesis (hypothesis testing)untuk menguji apakah reflected appraisal of self, conpicuous value, self-image congruency, cafe quality

dan price fairness mempunyai dampak terhadap electronic Word of Mouth (eWOM). Metode

pemilihan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria konsumen berusia antara 17 sampai 45 tahun yang pernah mengonsumsi jasa coffee shop seperti Starbucks Coffee, Excelso, The Coffe Bean, Maxx Coffee dan beberapa yang lain dalam enam bulan terakhir Berdasarkan penyebaran kuesioner responden yang sesuai dengan criteria tersebut, maka diperoleh 210 kuesioner yang dapat digunakan dari responden di Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Jawaban responden yang sudah dikumpulkan kemudian dilakukan uji instrumen sebelum dilanjutkan untuk uji model dan uji hipotesis. Selanjutnya dilakukan uji validitas dan

H1 H2

H3

H4

(5)

reliabilitas terhadap instrumen penelitian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai faktor

loading untuk masing-masing indikator factor loading lebih besar dari 0,4 sehingga setiap

indikator mampu membentuk variabel konstruknya (Hair et al., 2010). Hasil uji reliabilitas untuk semua variabel menunjukkan adanya konsistensi internal antar indikator yang digunakan karena memiliki nilai Cronbach’s alpha lebih dari 0,7 (Sekaran, 2013).

Tabel

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

No Item Pernyataan Loading Factor Cronbach’ Alpha Keputusan

Reflected appraisal of self

Saya terkadang berbicara tentang coffee shop yang saya kunjungi, agar orang lain mengetahui bagaimana diri saya yang sebenarnya.

0.900

0.869 Valid dan reliabel Saya ingin teman-teman saya

mengetahui jika saya telah mengunjungi coffee shop yang mirip atau bahkan sama dengan

coffee shop yang mereka

kunjungi.

0.899

Saya sangat memperhatikan kesan teman-teman saya tentang diri saya mengenai

coffee shop yang saya kunjungi.

0.871

Conspicuous value

Orang-orang mengunjungi coffee shop dan mengkonsumsi kopi special (misalnya single origin

Kopi Wamena) untuk

meningkatkan citra mereka.

0.825

0.927 Valid dan reliabel Mengkonsumsi kopi spesial

(misalnya single origin Kopi Wamena) di coffee shop adalah simbol status sosial.

0.911 Mengkonsumsi kopi spesial

(misalnya single origin Kopi Wamena) merupakan simbol kesuksesan dan gengsi.

0.905 Orang yang mengunjungi coffee

shop dan mengkonsumsi kopi special (misalnya single origin

Kopi Wamena) terlihat lebih

menarik.

0.866 Untuk meningkatkan nilai

mereka di mata orang lain maka seseorang mengunjungi coffee shop dan mengkonsumsi kopi special (misalnya single origin

Kopi Wamena)

(6)

No Item Pernyataan Loading Factor Cronbach’ Alpha Keputusan

Self-image congruency

Coffee shop ini mencerminkan

siapa diri saya. 0.897

0.909 Valid dan reliabel Saya merasakan adanya

hubungan pribadi dengan coffee

shop ini. 0.923

Saya pikir coffee shop ini membantu saya menjadi tipe

orang yang saya inginkan. 0.904

Coffee shop ini sangat cocok dan

sesuai dengan diri saya. 0.822

Cafe quality

Coffee shop inimenawarkan kopi

berkualitas tinggi. 0.852

0.813 Valid dan reliabel Pegawai coffee shop selalu

bersedia membantu saya. 0.907

Coffee shop ini menciptakan

suasana yang menyenangkan. 0.811

Price fairness

Menurut saya harga di coffee

shop ini tidak mahal 0.902

0.871 Valid dan reliabel Menurut saya harga di coffee

shop ini masuk akal. 0.933 Harga yang dikenakan oleh

coffee shop ini sesuai dengan

produk dan layanannya. 0.837

Electronic Word-of-Mouth

Saya ingin posting tentang coffee shop ini di media sosial saya, seperti: instagram, twitter, facebook dll.

0.871

0.863 Valid dan reliabel Saya ingin menambahkan

informasi tentang coffee shop ini di sosial media maupun blog saya.

0.914 Di masa yang akan datang saya

ingin selalu mengupdate di media sosial saya mengenai

coffee shop ini.

0.872

Uji validitas dilakukan menggunakan factor analysis berdasarkan factor loading yang ditentukan dari jumlah responden (Hair et al., 2010). Setelah dilakukan uji validitas, maka disimpulkan bahwa seluruh instrument pada enam variable tersebut valid karena nilai factor loading nya diatas 0,40. Sedangkan hasil uji reliabilitas ditemukan bahwa enam variable tersebut mempunyai nilai Cronbach’s Alpha >0.60 sehingga semuanya reliabel.

(7)

Setelah itu dilakukan uji goodness-of -fit dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3

Pengujian Goodness-of-fit model

Goodness of fit

index (cut-off value) Criteria Indikator Nilai Kesimpulan

Chi-Square (X2) Mendekati 0 363.159 Poor Fit

Probabilita ≥ 0,05 0.000 Poor Fit

NFI ≥ 0.90 0.890 Marginal Fit

IFI ≥ 0.90 0.940 Goodness of Fit

TLI ≥ 0.90 0.926 Goodness of Fit

CFI ≥ 0.90 0.939 Goodness of Fit

RMR ≤ 0,10 0.064 Goodness of Fit

RMSEA ≤ 0,10 0.072 Goodness of Fit

Berdasarkan nilai goodness of fit Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan IFI, TLI, CFI, RMR dan RMSEA yang digunakan menghasilkan kesimpulan model fit, sehingga hipotesis teori dilanjutkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semua hipotesa diuji mengunakan structural equation model (SEM). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesa Koefisien P-value Keputusan

H1.Reflected appraisal of self

berpengaruh positif terhadapeWOM. 0.632 0.000 H1 Didukung

H2.Conspicuous value berpengaruh

positif terhadap eWOM. -0.157 0.036 Didukung H2 Tidak

H3. Self-image congruency berpengaruh

positif terhadap eWOM. 0.154 0.034 H3 Didukung

H4.Cafe quality berpengaruh positif

terhadap eWOM. 0.162 0.020 H4 Didukung

H5.Price fairness berpengaruh positif

terhadap eWOM. 0.089 0.180 didukung H5 Tidak

Hasil uji hipotesa pertama disimpulkan bahwa Reflected appraisal of self mempunyai pengaruh positif terhadap eWOM. Hal itu bisa dikatakan bahwa semakin konsumen ingin teman-temannya mengetahui telah mengunjungi coffee shop yang sama atau bahkan mirip dengan teman-temannya, semakin besar juga keinginan konsumen untuk posting tentang

coffee shop tersebut di media sosialnya, seperti Instagram, Twitter, Facebook dan beberapa

(8)

semakin kuat kesediannya untuk menceritkan pengalamannya pergi ke caoffee shop yang dianggap penting oleh teman-temannya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan pendapat Kim et al., (2015) bahwa reflected appraisal of self yang merupakan keinginan konsumen untuk membentuk citra diri yang diinginkan mampu mendorong keinginan untuk menyampaikan e-WOM. Pada saat konsumen merasa jasa yang dikonsumsi dapat membentuk citra diri yang lebih baik, mereka akan dengan sengaja menunjukkan kepada teman atau lingkungan sosialnya mengenai produk atau jasa yang dikonsumsi.

Hipotesa kedua, hasil ujinya menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh positif

Conspicuous value terhadap eWOM. Hal itu bisa dikatakan walaupun konsumen ingin

mengkonsumsi kopi spesial untuk meningkatkan citra diri mereka, tetapi ternyata tidak mendorong keinginan konsumen untuk posting tentang coffee shop tersebut di media sosialnya, seperti Instagram, Twitter, Facebook dan beberapa yang lain. Ternyata kebanyakan konsumen merasa bahwa walaupun mereka minum kopi single origin yang sebenarnya sangat bergengsi karena menunjukkan keahlian si peminum kopi, tetapi tidak berarti konsumen ingin membagikan pengalamannya melalui social media. Hal tersebut diduga karena karakteristik responden yang mengunjungi coffee shop mayoritas laki-laki yang berusia 21-25 tahun dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta yang memiliki penghasilan antara Rp. 3.000.000 sampai dengan Rp. 6.000.000. Sehingga konsumen dengan karakteristik tersebut berpendapat bahwa coffee shop yang mereka kunjungi sudah menjadi hal yang biasa, jadi tingkat keinginginan responden untuk meningkatkan citra diri melalui konsumsi tersebut tidak begitu tinggi. Ternyata hasil dari studi ini mendukung penelitian Kim et al., (2015) yaitu

conspicuous value adalah konsumsi produk atau jasa yang eksklusif, mahal dan bermerek

untuk meningkatkan citra diri dan gengsi. Hal tersebut menunjukkan walaupun konsumen mengkonsumsi barang atau jasa yang mewah, mahal dan bermerek untuk menunjukkan citra dirinya, tetapi mereka tidak menunjukkan keinginan untuk menyampaikan eWOM.

Selanjutnya hasil uji pada hipotesis ketiga diperoleh kesimpulan bahwa Self-image

congruency mempunyai pengaruh yang significant terhadap eWOM. Hal itu bisa dikatakan

bahwa semakin konsumen merasa coffee shop yang di konsumsi sesuai dengan citra dirinya, semakin besar juga keinginan konsumen untuk posting tentang coffee shop tersebut di media sosialnya, seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan beberapa yang lain. Begitu juga semakin kuat perasaan konsumen bahwa coffee shop tersebut sangat cocok dan sesuai dengan citra dirinya, maka dorongan untuk menyampaikan eWOM semakin kuat. Penelitian ini menghasilkan penguatan untuk penemuan Kim et al., (2015) yaitu Self-image congruency ketika produk atau jasa yang dikonsumsi konsumen sesuai dengan citra diri konsumen. Konsumen merasa termotivasi dan cenderung menyampaikan eWOM ketika terdapat ikatan dengan lingkungannya karena produk atau jasa yang dikonsumsi sesuai dengan citra diri konsumen. Sehingga menunjukkan bahwa konsumen akan membagikan pengalaman mereka menggunakan suatu barang atau jasa jika mereka merasa produk atau jasa tersebut sangat menggambarkan dirinya, cara mereka membagikan pengalamannya ke dalam media sosial dapat dianggap sebagai bentuk dari ekspresi dirinya (Wallace et al., 2014).

Hipotesis keempat menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif cafe

quality terhadap eWOM. Semakin baik coffee shop memberikan pelayanan yang berkualitas,

semakin besar juga keinginan konsumen untuk posting tentang coffee shop tersebut di media sosialnya, seperti instagram, twitter, facebook dan sosial media lain yang digunakan oleh konsumen. Ketika konsumen merasakan pengalaman yang menyenangkan karena dilayani oleh karyawan yang selalu bersedia membantu, maka menyampaikan berbagai berita positif tentang coffee shop tersebut dirasa sangat penting oleh mereka. Penemuan tersebut sesuai

(9)

dengan penelitian sebelumnya oleh Kim et al., (2015) yaitu cafe quality adalah penyampaian pelayanan café yang sangat baik atau berkualitas yang menyebabkan konsumen merasa puas. Kualitas cafe yang baik merupakan salah satu faktor penting terciptanya eWOM. Konsumen yang merasa bahwa kualitas produk atau jasa sangat baik, cenderung akan menceritakan pengalaman mengonsumsi produk atau jasa tersebut kepada orang lain (Chang et al., 2016).

Akhirnya hasil uji hipotesis kelima menemukan bahwa cafe quality tidak mempunyai pengaruh yang positif terhadap eWOM. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun konsumen merasa bahwa harga yang ditawarkan coffee shop tersebut tidak mahal, ternyata tidak dapat mendorong konsumen menyampaikan eWom melalui sosial media mereka. Peneliti menduga hal itu bisa terjadi karena karakteristik responden yang mengunjungi coffee

shop mayoritas laki-laki yang berusia 21-25 tahun dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta

yang memiliki penghasilan kisaran Rp. 3.000.000 – Rp. 6.000.000. Sehingga konsumen dengan karakteristik tersebut berpendapat bahwa biaya yang harus dikeluarkan responden saat mengunjungi coffee shop menjadi hal yang biasa, Tingkat keinginginan responden untuk menyampaikan eWOM melalui konsumsi tersebut tidak begitu tinggi. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kim et al., (2015) yaitu praice

fairness adalah kesesuaian harga yang diberikan coffee shop, sehingga konsumen menjadi

puas. Namun konsumen tidak ingin menyampaikan eWOM hanya dari sisi kesesuaian harga. Hal ini dikarenakan konsumen akan termotivasi menyampaikan eWOM ketika merasa puas tidak hanya pada kesesuaian harga, namun dengan memperhatikan kualitas keseluruhan

caffee shop (Kim et al., 2015). Jika harga yang diberikan lebih mahal dari pada produk pesaing

maka konsumen lebih merasa harga yang diberikan tidak sesuai (Lee et al., 2011).

SIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Reflected appraisal of self berpengaruh positif terhadap eWOM. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akan memberitahukan teman atau lingkungan sosialnya melalui media sosial seperti instagram, twitter dan facebook mengenai produk atau jasa yang mereka konsumsi agar membentuk citra diri yang mereka inginkan.

Conspicuous value tidak berpengaruh positif terhadap eWOM. Hal ini menunjukkan bahwa

dengan konsumsi produk atau jasa yang bermerek, mewah dan mahal tidak mendorong konsumen untuk menyampaikan eWOM. Self-image congruency berpengaruh positif terhadap eWOM. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akan memberitahukan teman atau lingkungan sosialnya melalui media sosial seperti instagram, twitter dan facebook ketika mereka merasa produk atau jasa yang dikonsumsi sesuai dengan citra diri yang mereka miliki. Cafe quality berpengaruh positif terhadap eWOM. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akan memberitahukan teman atau lingkungan sosialnya melalui media sosial seperti instagram, twitter dan facebook mengenai kualitas cafe yang membuat konsumen tersebut merasa puas.

Price fairness tidak berpengaruh positif terhadap eWOM. Hal ini menunjukkan bahwa ketika

konsumen merasa harga yang diberikan coffee shop sesuai tidak mendorong konsumen untuk menyampaikan eWOM.

Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa reflected appraisal of self penting dalam mendorong e-wom, maka coffe shop perlu mengembangkan kemewahannya sehingga meningkatkan penilaian atas diri mereka menjadi lebih baik. Kemudian coffee shop perlu memahami keinginan konsumen sehingga konsumen akan merasa bahwa citra coffee shop tersebut cocok dengan citra diri mereka. Akhirnya coffee shop sangat perlu meningkatkan

(10)

kualitas pelayanan yang disampaikan seperti kualitas kopinya dan suasana coffee shop sehingga akan mendorong konsumen bersedia menyampaikan e-wom yang positif.

KETERBATASAN DAN SARAN

Penelitian ini hanya meneliti tentang pengaruh reflected appraisal of self, conspicuous

value, self-image congruency, cafe qualitydan price fairnes. Menyadari bahwa conspicuous value

dan price fairness ternyata tidak mempunyai pengaruh terhadap e-wom, maka disarankan

untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel brand attitude dan purchase

intention of brands yang mungkin dapat mempengaruhi e-wom (Kudeshia and Kumar, 2017)

DAFTAR PUSTAKA

Abel, J. I., Buff, C. L., & O’Neill, J. C. (2013). Actual self-concept versus ideal self-concept: An examination of image congruence and consumers in the health club industry. Sport, Business

and Management: An International Journal, 3(1), 78–96.

https://doi.org/10.1108/20426781311316915

Acikalin, S., Gul, E., & Develioglu, K. (2009). Conspicuous consumption patterns of Turkish youth: Case of cellular phones. Young Consumers, 10(3), 199–209. https://doi.org/10.1108/17473610910986017

Al-Debei, M. M., Akroush, M. N., & Ashouri, M. I. (2015). Consumer attitudes towards online shopping. Internet Research, 25(5), 707–733. https://doi.org/10.1108/IntR-05-2014-0146 Andrés-Martínez, M. E., Gómez-Borja, M. Á., & Mondéjar-Jiménez, J. A. (2013). A review of the price

fairness perception concept. Academia Revista Latinoamericana de Administración, 26(4), 318–342. https://doi.org/10.1108/ARLA-06-2013-0067

Balaji, M. S., Khong, K. W., & Chong, A. Y. L. (2016). Determinants of negative word-of-mouth communication using social networking sites. Information and Management, 53(4), 528–540. https://doi.org/10.1016/j.im.2015.12.002

Barreda, A., & Bilgihan, A. (2013). An analysis of user-generated content for hotel experiences.

Journal of Hospitality and Tourism Technology, 4(3), 263–280.

https://doi.org/10.1108/JHTT-01-2013-0001

Berezina, K., Cobanoglu, C., Miller, B. L., & Kwansa, F. A. (2012). The impact of information security breach on hotel guest perception of service quality, satisfaction, revisit intentions and word-of-mouth. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 24(7), 991–1010. https://doi.org/10.1108/09596111211258883

Busalim, A. H., & Hussin, A. R. C. (2016). Understanding social commerce: A systematic literature review and directions for further research. International Journal of Information Management,

36(6), 1075–1088. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2016.06.005

Chen, P., & Hu, H. (2010). How determinant attributes of service quality influence customer-perceived value. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 22(4), 535– 551. https://doi.org/10.1108/09596111011042730

Dwyer, P. (2007). Measuring the value of electronic word of mouth and its impact in consumer communities. Journal of Interactive Marketing, 21(2), 63–79. https://doi.org/10.1002/dir Hansen, S. S., & Lee, J. K. (2013). What drives consumers to pass along marketer-generated EWOM

in social network games? social and game factors in play. Journal of Theoretical and Applied

Electronic Commerce Research, 8(1), 53–68.

https://doi.org/10.4067/S0718-18762013000100005

Jansen, B. J., Zhang, M., Sobel, K., & Chowdury, A. (2009). Twitter Power:Tweets as ElectronicWord of Mouth Bernard. Journal of The American Society for Information Science and Technology,

60(11), 2169–2188. https://doi.org/10.1002/asi

Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world , unite ! The challenges and opportunities of Social Media. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2009.09.003

(11)

Kementrian Perindustrian. (2017). Peluang Usaha IKM Kopi.

Kim, D. H., Jang, S. C., & Adler, H. (2015a). What drives café customers to spread eWOM? Examining self-relevant value, quality value, and opinion leadership. International Journal of

Contemporary Hospitality Management, 27(2), 261–282.

https://doi.org/10.1108/IJCHM-06-2013-0269

Kim, D. H., Jang, S. S., & Adler, H. (2015b). What drives café customers to spread eWOM ? Examining self-relevant value , quality value , and opinion leadership. https://doi.org/10.1108/IJCHM-06-2013-0269

Kudeshia, C., & Kumar, A. (2017). Social eWOM: does it affect the brand attitude and purchase intention of brands? Management Research Review, 40(3), 310–330. https://doi.org/10.1108/MRR-07-2015-0161

Lee, S., Illia, A., & Lawson-Body, A. (2011). Perceived price fairness of dynamic pricing. Industrial

Management & Data Systems, 111(4), 531–550.

https://doi.org/10.1108/02635571111133533

Lewis, A., & Moital, M. (2016). Young professionals’ conspicuous consumption of clothing. Journal

of Fashion Marketing and Management: An International Journal, 20(2).

Murphy, A., & Jenner-Leuthart, B. (2011). Fairly sold? Adding value with fair trade coffee in cafes.

Journal of Consumer Marketing, 28(7), 508–515.

https://doi.org/10.1108/07363761111181491

Scott, B. (2006). Scottish café society: contemporary consumption issues and lifestyle identities.

International Journal of Contemporary Hospitality Management, 18(1), 60–68.

https://doi.org/10.1108/09596110610641984

Sirgy, M. J., & Su, C. (2000). Destination image, self-congruity, and travel behavior: Toward an integrative model. Journal of Travel Research, 38(4), 340–352. https://doi.org/10.1177/004728750003800402

Wallace, E., Buil, I., de Chernatony, L., & Hogan, M. (2014). Who “Likes” You … and Why? A Typology of Facebook Fans. Journal of Advertising Research, 54(1), 92–109. https://doi.org/10.2501/JAR-54-1-092-109

Referensi

Dokumen terkait

Dari kawasan AS, penjualan ritel mengalami penurunan sebesar 1,1 persen secara bulanan pada bulan Juli 2021, atau lebih rendah bila dibandingkan dengan bulan

Hal tersebut menjadi perhatian Warunk UpNormal, dengan adanya electronic word of mouth yang dilakukan konsumen melalui media sosial, hal tersebut akan mendorong

Berdasarkan wawancara dengan General Manager Atmosphere Resort Cafe bahwa Electronic Word of Mouth melalui media instagram di Atmosphere Resort Cafe merupakan hal

Electronic Word Of Mouth tidak berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Berkunjung dengan dimediasi oleh Minat Berkunjung, hal ini menunjukkan bahwa informasi

Variabel Electronic Word Of Mouth (EWOM) di Twitter berpengaruh tidak langsung (indirect effect) positif dan signifikan terhadap variabel Purchase Intention (PI) konsumen

Pengaruh Word of mouth kepada calon konsumen adalah dapat mempengaruhi mereka untuk berkeinginan atau minat terhadap produk yang ditawarkan tersebut dengan mencari informasi

Triatmanto menunjukkan Electronic Word of Mouth dan media sosial Instagram memiliki pengaruh terhadap minat beli (2018, p. 617) membuktikan Electronic Word of

Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, penulis merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas, Kepercayaan Konsumen, dan