• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECERNAAN DAN PRODUK FERMENTASI RUMEN (IN VITRO) KULIT BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) YANG TERFERMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KECERNAAN DAN PRODUK FERMENTASI RUMEN (IN VITRO) KULIT BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) YANG TERFERMENTASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2

KECERNAAN DAN PRODUK FERMENTASI RUMEN

(

IN VITRO

) KULIT BUAH KAKAO

(

THEOBROMA CACAO L

) YANG TERFERMENTASI

N.P. Mariani dan T.I. Putri

Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar Bali Email: mariani.putu10@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan dan produk fermentasi rumen in vitro

kulit buah kakao yang terfermentasi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Adapun perlakuannya adalah: K0: kulit buah kakao segar; K1: K0 + 2% EM-4; K2: K0 + 4% EM-4; K3 : K0 + 6% EM-4. Fermentasi dilakukan selama 5 hari. Peubah yang diukur adalah , kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) dan produk fermentasi (pH, NH3 dan VFA total) rumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KCBK dan KCBO pada perlakuan K0, K1 dan K3 tidak menunjukkan perdedaan yang nyata diantara perlakuan, sedangkan KCBK dan KCBO K3 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K0, K1 dan K2 masing-masing 22,07%: 18,92%; 13,40 dan 25,36%; 20,50% dan 13,03%. Produk fermentasi yaitu pH dan VFA total tidak menunjukkan perbedaan diantara perlakuan, sedangkan NH3 tertinggi pada K0 yaitu 4,91 mMol (Tabel 4.2). Kadar NH3 pada perlakuan K1 dan K2 masing-masing 62,31% dan 50,92% nyata lebih tinggi (P<0,5) dibandingkan dengan perlakuan K0. Kadar NH3 pada K3 22,40% lebih rendah dibandingkan dengan K0, namun berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pH dan VFA total tidak menunjukkan perbedaan, sedangkan KCBK dan KCBO tertinggi dihasilkan pada perlakuan K3 atau dengan penambahan 6% EM-4.

(3)

3

DIGESTIBILITY AND RUMEN FERMENTATION PRODUCTS

(IN VITRO) OF FERMENTED

CACAO FRUITS PODS (THEOBROMA CACAO L)

N.P. Mariani1 dan T.I. Putri2

1,2 Animal Husbandry Faculty Udayana University Udayana University Denpasar - Bali

Hp: 081246397538, Email: mariani.putu10@gmail.com Abstract

This research aims to know the digestibility and product of rumen fermentation in vitro of

fermented cacao fruits. The experimental design used was Completely Randomized Design (RAL) consisting of four treatments and three replications. The treatment is: K0: fresh fruit cocoa pods; K1: K0 + 2% EM-4; K2: K0 + 4% EM-4; K3: K0 + 6% EM-4. Fermentation is done for 5 days. The measured variables were dry matter digestibility (KCBK) and organic

matter digestibility (KCBO) and fermentation products (pH, NH3 and VFA total) rumen. The

results showed that KCBK and KCBO in the treatment of K0, K1 and K3 showed no significant

differences between treatments, while KCBK and KCBO K3 were significantly higher than

those of K0, K1 and K2 respectively 22.07%: 18.92% ; 13.40 and 25.36%; 20.50% and 13.03%

. Fermentation products ie pH and VFA total showed no difference between treatments, while the highest NH3 at K0 was 4.91 mMol. NH3 levels in treatment K1 and K2 were 62.31% and 50.92% significantly higher (P<0,05) than K0 treatment. NH3 levels in K3 were 22.40% lower than K0, but the difference was not significant (P> 0.05). Based on the results of the study it can be concluded that the total pH and VFA did not show any difference, whereas the highest KCBK and KCBO were produced at the treatment of K3 or by the addition of 6% EM-4.

Key words: Fermented cocoa fruit pods, in vitro digestibility

PENDAHULUAN

Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha peternakan. Ketersediaan bahan pakan ternak akhir-akhir ini terasa semakin terbatas. Hal ini disebabkan antara lain semakin menyusutnya lahan bagi pengembangan produksi hijauan akibat penggunaan lahan untuk keperluan pangan dan tempat pemukiman. Oleh karena itu, perlu dicari sumber daya baru yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak alternatif yang mampu menggantikan sebagian atau seluruh hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan kepada penggunaan bahan konsentrat yang sudah lazim digunakan.

(4)

4

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan limbah tanaman pangan atau tanaman perkebunan. Mastika (2006) menyatakan salah satu komoditas perkebunan yang menghasilkan biomasa atau hasil sampingan yang cukup besar adalah tanaman kakao (Theobroma cacao L). Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penanamannya meningkat sangat pesat. Luas areal tanaman kakao di Provinsi Bali tahun 2006 mencapai 11.154 ha. Penanaman kakao terbesar berada di Kabupaten Jembrana dan Tabanan, dengan produksi kakao segar sebanyak 2,62 ton/ha/tahun. (Disbun Provinsi Bali, 2006). Berdasarkan data tersebut diperkirakan limbah kakao segar mencapai 8,91 ton/ha/tahun dan dari produksi tersebut 98% atau 8,91 ton merupakan kulit buah segar. Mujnisa (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan limbah hasil perkebunan atau limbah agroindustri mempunyai fungsi yaitu sebagai sumber makanan berserat bagi ternak ruminansia.

Nilai gizi limbah perkebunan sangat rendah, terutama dari segi kandungan protein; selain itu limbah perkebunan mengandung serat kasar tinggi, sehingga menyebabkan nilai kecernaan rendah. Suharto (2004) melaporkan kulit buah kakao kandungan protein kasar 9,15%; lemak 1,25%; serat kasar 32,7% dan TDN 50,3%), akan tetapi yang menjadi faktor pembatas penggunaannya adalah selain tinggi kandungan serat kasar, juga mengandung tannin

dan alkaloid theobromine (3,7-dimethylxanthine) sebesar 1,0% (Ginting, 2004). Theobromine

dan tannin memiliki afinitas kuat terhadap protein dan karbohidrat (Amirroenes et al., 2005), sehingga menjadi faktor pembatas dari pemanfaatan kulit kakao untuk pakan ternak karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba rumen. Untuk mengatasi hal ini dan meningkatkan nilai gizi limbah perkebunan, melalui teknik fermentasi.

Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia substrat organik yang berlangsung dengan adanya katalisator-katalisator biokimia yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba tertentu. Fermentasi dilakukan agar bahan pakan yang mengandung ikatan nutrien yang sulit dicerna ternak seperti lignoselulosa dapat disederhanakan. Fermentasi kulit buah kakao dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme yang bersifat selulolitik antara lain dengan EM-4. Proses fermentasi dengan menggunakan mikroba seperti Effektive Mikroorganisme 4

(EM4) dapat meningkatkan nilai kecernaan dan menambah rasa dan aroma serta meningkatkan vitamin dan mineral. EM4 merupakan salah satu mikroba yang dapat mendegradasi kandungan serat kasar karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim

(5)

5

laccase dan peroksidase yang dapat merombak dan melarutkan lignin yang terkandung pada bahan pakan yang berperan sebagai sumber energi bagi ternak, disamping itu juga EM4

berperan meningkatkan kecernaan, sintesa protein mikroba, mengurangi bau kotoran, dan ramah lingkungan (Mangisah , et. al.,2009).

Berdasarkan uraian diatas, kiranya perlu dilakukan penelitian secara In Vitro tentang limbah kulit buah kakao yang difermentasi dengan menggunakan EM-4, yang nantinya dapat digunakan sebagai pakan sumber serat untuk ternak ruminansia.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet Unud. Seluruh rangkaian percobaan dari masa persiapan mengumpulkan bahan pakan sampai analisis sampel secara in vitro dilaksanakan di laboratorium, dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2017.

Persiapan

Bahan penelitian seperti EM-4, molasis, dan limbah kulit buah kakao yang digunakan sebagai perlakuan di dapatkan dari wilayah Denpasar dan kabupaten Tabanan. Limbah kulit buah kakao diambil dari kecamatan Pupuan, kabupaten Tabanan.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan (dosis EM-4). Setiap perlakuan di ulang 4 kali sehingga terdapat 16 unit percobaan. Adapun perlakuannya adalah: K0: kulit buah kakao segar ; K1: K0 + 2% EM-4; K2: K0 + 4% EM-4; K3 : K0 + 6% EM-4. Fermentasi dilakukan selama 5 hari.

Peubah yang Diamati

1. Produk fermentasi rumen : pH, kadar NH3 dan VFA total cairan rumen - pH cairan rumen.

pH cairan rumen diukur setelah fermentasi secara in vitro selesai dengan menggunakan alat pH meter.

(6)

6 - Kadar N-NH3

NH3 dalam cairan rumen ditentukan dengan metode Phenolhypochlorite melalui pembacaan spectrofotometer menurut Solarzano (1969).

- Konsentrasi VFA total.

Analisa kadar VFA total dilakukan dengan teknik destilasi uap (General Laboratory Procedure, 1966).

VFA total = (b- s ) x N HCl x 1000/5 mM Keterangan:

b = volume HCl yang digunakan (ml) s = volume titran contoh (ml)

N= normalitas larutan HCl

2. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) ransum.

Pengamatan fermentasi secara in vitro dilakukan dalam dua waktu pengamatan yang berbeda yaitu 4 jam dan 48 jam. Metode yang digunakan adalah menurut Minson & Mc Leod Method (1972) yang dimodifikasi. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) ransum dihitung dengan rumus:

1.

2.

Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncans pada taraf 5% menurut Steel dan Torrie (1993).

BK sampel (g) – [BK residu (g) – BK residu blangko (g)]

KCBK (%) = --- x 100% BK sampel (g)

BO sampel (g)– [BO residu (g) – BO residu blangko(g)] KCBO (%) = --- x 100%

(7)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien Kulit Buah Kakao Terfermentasi

Hasil analisis dilaboratorium kulit buah kakao terfermentasi kadar bahan kering, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan GE kulit buah kakao terfermentasi seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Kulit Buah Kakao Terfermentasi

Komposisi Nutrien (%) Perlakuan K0 K1 K2 K3 Bahan kering (BK) 95,48 95,56 95,47 95,51 Abu 0,30 0,25 0,23 0,21 Protein kasar (PK) 5,21 5,98 7,91 8,25 Lemak kasar (LK) 8,25 8,54 7,19 6,89 Serat Kasar (SK) 29,90 25,24 22,63 20,98 GE (kcal/g) 3,3396 3,5368 3,5813 3,2379 Keterangan:

K0: tepung kulit buah kakao ; K1: K0 + 2% EM-4; K2: K0 + 4% EM- 4; K3 : K0 + 6% EM-4.

Kandungan protein kulit buah kakao terfermentasi meningkat dengan semakin meningkatnya penambahan starter yaitu berturut-turut dari K0 5,21%, K1 5,98%, K2 7,91% dan K3 8,25% (Tabel 4.1). Lemak kasar dan serat kasar cendrung semakin menurun yaitu dari 8,25 – 6,89% dan serat kasarnya 29,90 – 20,98%.

Produk Fermentasi In Vitro 4 Jam

Hasil kulit buah kakao terfermentesi secara in vitro pada inkubasi 4 jam menunjukkan pH substrat bervariasi 7,74 – 7,95 (Tabel 4.2). Perbedaan penambahan starter (Molasis plus) menyebabkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap pH rumen. pH merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi dan aktivitas mikroba rumen.

Konsentrasi NH3 substrat pada semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Perlakuan K0 kadar NH3nya tertinggi yaitu 4,91 mMol (Tabel 4.2),

(8)

8

sedangkan kadar NH3 pada perlakuan K1 dan K2 masing-masing 62,31% dan 50,92% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K0. Kadar NH3 pada K3 22,40% lebih rendah dibandingkan dengan K0, namun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).

Tabel 2. Produk Fermentasi In Vitro 4 Jam

Variabel

Perlakuan

K0 K1 K2 K3

pH 7,74a 7,82a 8,06a 7,95a

NH3 (mMol) 4,91a 1,85b 2,41b 3,81a

VFA total (mMol) 80,32a 64,19a 76,71a 77,19a

KCBK (%) 3,16d 10,14c 16,60b 24,89a

KCBO (%) 11,62d 17,76c 23,76b 28,26a

NH3 merupakan hasil akhir degradasi protein yang masuk kedalam rumen oleh mikroba. Menurut Sutardi (1979) kisaran N-NH3 yang ideal untuk pertumbuhan bakteri secara optimal adalah 4 - 12 mMol. Konsentrasi VFA total kulit buah kakao terfermentasi in vitro 4 jam pada semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Karbohidrat pakan, di dalam rumen akan difermentasi oleh mikroba menjadi energi, yang terdiri dari asetat, propionat dan butirat serta sebagian kecil asam valerat. VFA merupakan sumber energi utama untuk ternak ruminansia (Preston dan Leng, 1987), dan jumlahnya bervariasi yaitu 80 – 160 mMol tergantung dari jenis ransum dan waktu setelah pemberian pakan (Sutardi, 1979). VFA total pada hasil penelitian ini masih berada pada kisaran dibawah dari yang direkomendasikan oleh sutardi (1979) yaitu 64,19 – 80,32 mMol (Tabel 2).

Kecernaan bahan kering kulit buah kakao terfermentasi (KCBK) dan Kecernaan bahan organik kulit buah kakao terfermentasi (KCBO) pada fermentasi in vitro 4 jam menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan. KCBK tertinggi dihasilkan pada perlakuan K3 sebesar 24,89% dan terendah pada perlakuan K0 yaitu 3,16% (Tabel 2). Demikian pula terjadi pada pada KCBO tertinggi dihasilkan pada perlakuan K3 sebesar 28,26% dan terendah pada perlakuan K0 yaitu sebesar 11,62% (Tabel 2). Menurut Putra (1999), kecernaan bahan kering dan bahan organik dipengaruhi oleh faktor pakan dan jenis mikroba.

(9)

9 Kecernaan In Vitro

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) kulit buah kakao terfermentasi meningkat secara nyata pada semua perlakuan (Tabel 3).

Tabel 3. Kecernaan In Vitro Kulit Buah Kakao Terfermentasi

Variabel

Perlakuan

K0 K1 K2 K3

KCBK (%) 39,70b 40,75b 42,89b 48,46a

KCBO (%) 43,66b 45,42b 48,42b 54,73a

KCBK tertinggi dihasilkan oleh K3 yaitu sebesar 48,46% (Tabel 4.3), sedangkan terendah KCBK pada perlakuan K0 adalah 39,70%. Pada perlakuan K1, K2 KCBK masing-masing 2,64% dan 8,04% lebih tinggi dibandingkan dengan K0, namun berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan K3 KCBKnya 13,40%; 18.92% dan 22,07% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan K2, K1 dan K0.

Hasil KCBO pada perlakuan K0 adalah 43,66% , sedangkan KCBO pada perlakuan K1 dan K2 masing-masing 4,03% dan 10,90% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K0, namun berbeda tidak nyata (P>0,05). Untuk KCBO pada perlakuan K3 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan K0, K1 dan K2 sebesar 25,36%; 20,50% dan 13,03%.

Muhtarudin dan Liman (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi KCBK, semakin meningkat KCBO dan semakin tinggi peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk produksi dan begitu juga sebaliknya, jika semakin rendah KCBK, semakin rendah KCBO serta semakin rendah peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak. Kulit buah kakao yang difermentasi menggunakan EM-4 plus menghasilkan nilai KCBK dan KCBO yang tinggi, hal tersebut berarti kulit buah kakao dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kegunaan penentuan kecernaan adalah untuk mendapatkan nilai bahan makanan secara kasar, sebab hanya bahan makanan yang dapat dicerna yang dapat diserap oleh tubuh. Tinggi rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan menjadi tolak ukur kecernaan suatu bahan pakan dan merupakan pencerminan dari bahan pakan tersebut. Apabila kecernaannya rendah, maka nilai manfaatnya rendah pula. Sebaliknya, apabila kecernaannya tinggi, maka nilai manfaatnya tinggi pula

(10)

10

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulakan bahwa:

1. Kandungan protein meningkat dengan semakin meningkatnya dosis EM-4, sedangkan kandungan lemak kasar, serat kasar, dan GE terjadi sebaliknya atau terjadi penurunan. 2. Produk Fermentasi, pH dan VFA total tidak menunjukkan perbedaan, sedangkan NH3

meningkat dengan meningkatnya penambahan dosisi EM-4.

3. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) tertinggi pada perlakuan K3 (6% EM-4)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang waktu fermentasi perlu tingkatkan, untuk memperoleh hasil atau produk fermentasi lebih lembut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat serta Dekan Fakultas Peternakan, atas dana yang diberikan dalam Hibah Unggulan Program Studi (HUPS) Tahun Anggaran. 2017, sehingga penelitian dapat berjalan sebagaimana mestinya

(11)

11

Amirroenas D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet dengan Bahan Serat Biomasa Pod Coklat (Theobroma cacao L.) untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan.Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15 th ed. Agricultural Chemicals; Contaminantc; Drugs, Vol. 1.., Association of Official Analyticals Chemists, Inc., Washington DC, 6-90.

Ginting. 2004. Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal untuk Pengembangan Teran Kambing Potong. Sumber http://Peternakan litbang deptan.go.id.

Laconi, E.B. 1998. Peningkatan Pod Kakao Melalui Amoniasi dengan Urea dan Biofermentasi dengan Phanerochaete chrypsoporium serta Penjabarannya Ke Dalam Formulasi Ransum Ruminansia. Desertasi Program Pascasarjana, IPB.

Minson, D.J. and M. M. McLeod. 1972. The In Vitro Technic: its Modification for Estimate Digestibility of Large Numbers of Tropical Pature Technique, Australia.

Mujnisa, A. 2007.Kecernaan Bahan Kering In Vitro, Proporsi Molar Asam Lemak Terbang dan Produksi Gas Pada Kulit Kakao, Biji Kapuk, Kulit Markisa dan Biji Markisa.

Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak, Vol 6 (2).

Muhtarudin dan Liman. 2006. Penentuan Penggunaan mineral Organik untuk Memperbaiki Bioproses Rumen pada kambing secara In vitro. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 8:132- 140.

National Research Council (NRC). 2000. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 7th Rev. Ed. National Academy Press Washington DC. USA.

Oyeleke, S. B. and T. A. Okusanmi. 2008. Isolation and characterization of cellulose hydrolysing microorganism from the rumen of ruminants. African Journal of Biotechnology Vol. 7 (10), pp. 1503-1504.

Putra, S. 1999. “Peningkatan Performan Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu Pakan dan Suplementasi Seng Asetat” (Disertasi) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Preston, T. R. and R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production Systems With Available

Resources in The Tropics and Sub-tropics. Penambul Books Armidale.

Sandi, S. dan A. Saputra. (2012). The Effect of Effective Microorganisms-4 (Em 4) Addition on the Physical Quality of Sugar Cane Shoots Silage. In International Seminar on Animal Industry.

Steel, R.G.D, dan J.H Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan

Biometrik. Edisi II. Terjemahan: B Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta,Jakarta.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institute Pertanian Bogor.

Tisserand, J. L. 1989. Biological In vitro and In sacco Methods. In: Evaluation of Straws in Ruminant Feeding. Elsevier Apllied Science.

Van der Meer, J.M. and A.J.H. Van Es. 1987. Optimal degradation of lignocellulosic feeds by ruminants and in vitro digestibility test. In: Degradation of lignocellulosics in ruminants and in industrial processes. Elsevier Applied Science.

Van Soest, P.J. 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant. Durham and Downey, Inc. Portland.

(12)
(13)

Gambar

Tabel 1. Kandungan Nutrien Kulit Buah Kakao Terfermentasi
Tabel 2. Produk Fermentasi In Vitro 4  Jam
Tabel 3. Kecernaan In Vitro Kulit Buah Kakao Terfermentasi

Referensi

Dokumen terkait

mempersiapkan segala instrumen yang akan digunakan serta melakukan beberapa kegiatan pra penelitian antara lain: a) Studi pendahuluan dengan melakukan refleksi terhadap

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa hubungan antara kadar flavonoid total dan daya reduksi dari ekstrak etanol daun ungu ini menunjukkan

Abdul Karim Amrullah dalam karangannya yang berjudul “Hanya Allah” sejatinya telah menunjukkan sebuah keberanian, dan kebebasan dalam berpikir terlepas dari

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir berjudul ” Peran Public Relations PT Dirgantara Indonesia Bandung dalam Meningkatkan Citra Positif di Mata Masyarakat ”

Dari keenam definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal emosi yang sedang terjadi kemudian mengelola emosi tersebut

(dalam Crow &amp; Crow, 1983) iaitu guru yang efektif ialah guru-guru yang mempunyai sifat-sifat seperti pengetahuan yang mendalam dalam mata pelajaran yang diajarnya,

Menurut hasil analisis deskriptif indikator “memiliki sikap yang baik” menjadi indikator yang dianggap responden paling tinggi sebagai penilaian mereka terhadap kinerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian jenis tepung terhadap pertumbuhan populasi yaitu tepung gandum &gt; tepung jagung &gt; dedak &gt; tepung kacang