• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adenotonsilitis Kronis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adenotonsilitis Kronis"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ADENOTONSILITIS KRONIK

ANATOMI

TONSIL

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut “Capsula” tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

(2)

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.

Vaskularisasi tonsil diperoleh Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna.

Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsillaris dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus pharyngealis.

Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsillaris). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.

Adenoid

Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid terletak pada dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis

(3)

pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius-telinga tengah-kavum mastoid pada bagain lateral.

Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal, beberapa cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis. Inervasi sensible merupakan cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi mikro dan makroskopik dari adenoid menggambarkan fungsinya dan perbedaannya dengan tonsila palatine. Adenoid adalah organ limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih banyak.

Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

FISIOLOGI

Tonsil

Tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran napas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Pada cincin Waldeyer, tonsil terdiri dari tiga jenis yaitu tonsil lingualis berjumlah satu pasang yang terletak dibawah lidah, satu buah tonsil adenoid yang terletak di belakang hidung, dan tonsil palatina yang terletak disebelah kanan-kiri rongga mulut. Cincin Waldeyer ini mampu mengeluarkan imunoglobulin jenis G, A, M , D , dan E.

(4)

Adenoid

Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi IgA sebagai bagian penting sistem pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul asing.

Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus atau antigen makanan memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen adenoid pertama sebagai barier imunologis. Kemudian akan diabsorbsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA dan sel M dari tepi adenoid. Antigen selanjutnya diangkut dan dipresentasikan ke sel T pada area ekstra folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh follicular dendritic cells (FDC).

Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC bersama dengan IL-1 akan mengakibatkan aktifasi sel T yang ditandai oleh pelepasan IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2. Antigen bersama-sama dengan sel Th dan IL-2, IL-4, IL-6 sebagai aktifator dan promotor bagi sel B untuk berkembang menjadi sel plasma. Sel plasma akan didistribusikan pada zona ekstrafolikuler yang menghasilkan immunoglobulin (IgG 65%, IgA 20%, sisanya IgM, IgD, IgE) untuk memelihara flora normal dalam kripte individu yang sehat.

(5)

HISTOLOGI

Tonsil

Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsila palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan terhadap trauma.

Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.

Adenoid

Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya: epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier).

(6)

HIPERTROFI ADENOID

Definisi

Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Pembesaran adenoid adalah membesarnya ukuran adenoid pada nasofaring yang dapat diketahui dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik THT dan pemeriksaan foto polos lateral.

Epidemiologi

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi.

Etiologi

Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menimbulkan gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA. Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis yag berulang kali antara usia 4-14 tahun.

(7)

Pathogenesis

Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid (pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang menfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme pathogen.

Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara.

Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.

Gejala Klinis

Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :

Obstruksi nasi

Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistic antara pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.

(8)

Facies Adenoid

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai tampak muka yang karakteristik.

Tampakan klasik tersebut meliputi :

Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan menghisap dari botol dalam jangka panjang. Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/ hipoplastik, sedut alveolar atas lebih sempit, arkus palatum lebih tinggi.

Efek pembesaran adenoid pada telinga

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh Bluestone.

Sleep apnea

Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya obstruksi, sentral atau campuran.2

Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid, yaitu pandangan kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan tinggi. Karena pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid

(9)

pada koane, terjadi gangguan pendengaran, dan penderita sering beringus. Pada pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat melalui lubang hidung bila sekat hidung lurus dan konka mengerut, dengan cermin dahi, adenoid juga terlihat melalui mulut. Dengan meletakkan ganjal di antara deretan gigi atas dan bawah, adenoid yang membesar dapat diraba.

Diagnosa Hipertropy Adenoid

Diagnosis ditegakkan berdasarkan: Tanda dan gejala klinik.

Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi.

Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara langsung.

Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat pembesaran adenoid.

CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal. Tatalaksana

Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan obstruksi hidung, obstruksi tuba Eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain. Operasi dilakukan dengan alat khusus (adenotom).

(10)

Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta.

Indikasi adenoidektomi:

Sumbatan  sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan gigi ( adenoid face ).

Infeksi  adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/ kronik, otitis media akut berulang.

Kecurigaan neoplasma jinak / ganas.

Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu : Eksisi melalui mulut

Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan melalui mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-langit mulut. Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid terletak pada rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa instrumen dapat dimasukkan.

Cold Surgical Technique:

• Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat dikontrol dengan elektrocauter.

(11)

• Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid.

• Magill Forceps : Adalah suatu instrumen yang berbentuk bengkok yang digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.

Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan menggunakan

elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut jaringan adenoid.

Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode

microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan pasti terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan perdarahan dengan menggunakan tradisional currete. Mikrodebrider memindahkan jaringan adenoid yang sulit di jangkau oleh teknik lain.

Eksisi melalui hidung.

Satu-salunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melalui rongga hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction.

Komplikasi adenoidektomi:

Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan

(12)

rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif.

Prognosis

Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada kebanyakan individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan obstruksi jalan nafas dapat diatasi.

TONSILITIS KRONIS

TONSILITIS

Definisi

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsila palatine yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Penyebarannya dapat melalui udara (air borne droplet), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak. Tonsilitis dibagi menjadi 3 kategori :

(13)

Tonsilitis akut : 1. Tonsilitis viral

Gejala tonsillitis viral lebih mnyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein barr. Hemofilus influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum yang dirasakan sangat nyeri oleh pasien. Terapi tonsillitis viral adalah dengan istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika gejala berat.

2. Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil yang disebabkan kuman grup A streptococcus β hemolitikus (strep throat, streptococcus viridian, pneumococcus, streptococcus piogens). Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menyebabkan reaksi radang berupa leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila bercak detritus menjadi satu membentuk alur-alur maka terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak ini juga dapat melebar membentuk membrane semu yang menutupi tonsil.

Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, nyeri telan, suhu tubuh tinggi, lesu nyeri di sendi, tidak nafsu makan, otalgia (melalui N.IX). pada pemeriksaan ditemukan tonsil membengkak, hiperemis, terdapat detritus berbentuk folikel, dan tertutup membrane semu. Terapi diberikan antibiotic spectrum luas penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Komplikasi yang dapat timbul pada anak ialah OMA, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis, glumerulonefritis akut, miokarditis, arthritis, serta septikemi akibat infeksi v.jugularis interna (sind.Lamierre). hipertrofi tonsil menyebabkan napas melalui mulut, ngorok, sleep apnea (Obstructive Sleep Apnea Syndrome/OSAS).

(14)

Tonsilitis membranosa :

Tonsillitis membranosa terdiri atas : tonsillitis difteri, t.septik (septic sore throat), angina plaut Vincent, penyakit kelainan darah, proses specific lues-TBC, infeksi jamur dan virus

1. Tonsillitis difteri

Etiologi Corynebacterium diphteria Angina plaut vincent

Etiologi : bakteri spiroceta atau treponema ditemukan pada higien mulut yang kurang dan def.vit C

Tonsilitis kronis :

Factor predisposisi antara lain adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higien mulut yang buruk, cuaca, kelelahan fisik, pengonatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Etiologi sama dengan tonsillitis bacterial.

Patofisologi yaitu proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga proses penyembuhan jar.limfoid diganti dengan jaringan parut yang mengkerut hingga kripte melebar dan terisi detritus. Proses ini berjalan hingga tembus kapsul tonsil dan terjadi perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak biasanya disertai pembesaran kelenjar limfe mandibula.

Tandanya : tonsil membesar, permukaan tidak rata, kripte melebar dan terisi detritus

Gejalanya : rasa mengganjal dan kering di tenggorokan, napas bau

Terapi local ditujukan untuk higien mulut dengan kumur atau obat hisap.

Komplikasi berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media.

Besar tonsil ditentukan sebagai berikut:

T0 : tonsil di dalam fossa tonsil atau telah diangkat T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

(15)

T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula T4 : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih.

Indikasi Tonsilektomi

Serangan tonsilitis >3x/tahun walau terapinya adekuat Tonsil hipertrofi, maloklusi gigi, ggn pertumb.orofasial

Sumbatan jalan napas (hipertropi tonsil), sleep apnea, ggn menelan, ggn bicara. Rinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis dan abses peritonsil yang tidak hilang dalam pengobatan.

Napas bau yang tidak bisa diobati

Tonsilitis berulang yang disebabkan bakteri grup A Streptokokus β hemoliticus Hipertrofi tonsil yang dicurigai ganas.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009: p. 217-225

Kurniadi, B. Penatalaksanaan Faringitis Kronik. Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok. RSUD Saras Husada, Purworejo. Available at : http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=Penatalaksanaan+Faringitis+Kronik (Accessed : March 28th 2014). Saragih, A.R, Harahap, I.S, Rambe, A.Y. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Bagian THT FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Medan. USU Digital Library, 2009. Available at : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27640 (Accessed : March 27th 2014).

Adams, GL. . Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring, Esofagus, dan Leher. Dalam Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Ed 6. Jakarta. EGC, 1997: p. 263-271

Seeley, Stephen, Tate. Respiratory System. Anatomy and Physiology.Chapter 23.The McGraw-Hill Companies, 2004: p. 816

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Materi sosialisasi berisi tentang konsep digital marketing dan produk – produk teknologi yang dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan promosi dan pemasaran,

Menurut lembaga Kenoe bo adat di Gampong Kampung Paya pembuktian perkara zina ada 3 macam alat bukti, yaitu kesaksian (saksi), pengakuan dan visum (tes), bagi

Penelitian biogas secara pilot plant telah dilakukan pada instalasi pengolahan air limbah industri tepung tapioka rakyat PD Semangat Jaya desa Bangun Sari Kecamatan Negeri

Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa tuturan ataupun tindakan humor kartun Benny & Mice banyak melakukan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dan di

Unit contoh yang dipilih untuk pemberian biskuit adalah anak usia 18-38 bulan ya ng terdaftar pada Posyandu di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor yang dipilih berdasarkan

Dengan kata lain, jika kembali melihat visi dan misi yang telah dicanangkan oleh Keuskupan Bogor pada 2002 ini dalam terang relasi hidup bersama saat ini, umat Katolik

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan

Produk yang diharapkan akan dihasilkan melalui penelitian pengembangan berupa model sarana pembelajaran atletik alat lempar cakram melalui modifikasi ukuran berat,