• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii BL.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii BL.)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAYU MANIS

(Cinnamomum burmanii BL.)

(The Effect of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal and Shade to

Growth

of Cinnamon (Cinnamomum burmanii BL.)

D e l v i a n

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Jl. Tri Dharma Ujung No 1 Kampus USU Medan 20155

Telp. 061-8220605 Fax. 061-8201920 e-mail : dvilly6@yahoo.co.uk

ABSTRACT

Interaction between mycorrhizal inoculant dosage with level of shade was significantly affected of seedling growth of height, total dry weight matter, shoot root ratio, P content, and degree of infected root by mycorrhizal. The usage of mycorrhizal inoculant dosage at 100 g per seedling which combined with level of shade 75 % gave the best for seedling growth of Cinnamon for six month old. Increasing level of shade 25 % to 75 % increased seedling growth of Cinnamon. Furthermore, seedling of Cinnamon that treated mycorrhizal inoculant dosage at 100 g per seedling was more significantly affected of seedling growth than 50 g per seedling.

Key words: Mycorrhizae, Shade, Cinnamon, Dry weight matter, P content.

ABSTRAK

Interaksi antara dosis inokulum mikoriza dan tingkat naungan berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit, berat kering, rasio tajuk akar, serapan P dan persentase akar terinfeksi. Dosis mikoriza 100 g/bibit dan tingkat naungan 75% memberikan pertumbuhan yang terbaik untuk bibit kayu manis. Peningkatan naungan dari 25% sampai 75% mampu meningkat pertumbuhan bibit dengan baik.

Kata kunci: Mikoriza, Naungan, Kayu Manis, Berat Kering, Serapan P. PENDAHULUAN

endala utama dalam budidaya kayu manis adalah keberhasilan hidup bibit setelah pindah ke lapangan, terutama pada lahan-lahan marginal yang merupakan lahan yang masih potensial untuk pengembangan perkebunan. Untuk itu penyiapan bibit yang sehat dan baik mutlak diperlukan.

Guna mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan beberapa cara, di antaranya adalah memodifikasi lingkungan tumbuh dan penggunaan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang banyak memberikan keuntungan bagi pertumbuhan bibit di persemaian dan setelah pindah ke lapangan. Pemanfaatan CMA dapat memperbaiki kondisi tanah, meningkatkan daya hidup, kualitas dan laju pertumbuhan bibit yang baru dipindahkan ke lapangan (Abbott et al., 1992; Fakuara dan Setiadi, 1990).

K

Isolat pH Al (ppm) 4.0 4.5 5.0 5.5 0.0 0.6 1.0 3.5 BBR - 5 - - - 3.52 3.75 - - - BR - 5 - - - - BR - 13 3.50 3.53 6.08 6.13 6.33 6.17 6.06 5.98 GR2 - 1 - - 3.82 3.95 3.99 - - - GR2 - 3 6.03 6.06 6.30 6.36 6.32 6.25 6.16 6.03 GR2 - 7 6.14 6.21 6.42 6.48 6.59 6.35 6.24 6.14 GR2 - 8 - - - 4.01 4.12 - - - GR2 - 10 3.54 3.70 6.21 6.29 6.34 6.25 6.17 3.44 GR2 - 14 - - - 3.55 3.65 - - - GR2 - 15 3.49 3.86 6.15 6.15 6.29 6.12 6.05 3.69 GR2 - 26 - - 3.94 4.12 4.16 4.05 3.96 3.87 GR2 - 27 3.51 3.59 3.66 3.72 3.77 3.67 3.45 3.33 GR2 - 28 6.14 6.26 6.33 6.44 6.53 6.29 6.22 6.13 GR2 - 29 6.23 6.33 6.38 6.53 6.59 6.47 6.23 6.13 GR2 - 30 3.92 4.01 6.12 6.26 6.34 6.18 6.06 3.50 GR2 - 31 - - 4.01 4.12 4.23 4.15 4.02 3.87 GR2 - 33 6.06 6.17 6.27 6.30 6.35 6.24 6.15 6.06 GR3 - 4 6.06 6.51 6.56 6.61 6.71 6.65 6.25 6.14 GR3 - 8 - - - - GR3 - 9 4.30 4.33 6.16 6.12 6.24 6.17 6.17 5.03 GR3 - 11 - 4.21 4.32 4.46 4.48 - - - GR3 - 13 4.22 4.41 6.05 6.16 6.22 6.17 6.06 5.98 GR3 - 14 3.63 3.68 6.10 6.16 6.22 6.13 6.04 3.27 GR3 - 15 5.35 5.37 6.23 6.29 6.39 6.34 6.25 5.59 GR3 - 17 6.12 6.14 6.34 6.40 6.44 6.35 6.20 6.01 GR3 - 18 - - - 4.56 4.66 - - - - tidak hidup

Terdapatnya perbedaan hasil yang didapatkan pada penelitian ini dengan peneliti terdahulu bisa disebabkan oleh karena setiap strain Rhizobium mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap kondisi masam. Menurut Keyser dan Munns (1979) setiap spesies Rhizobium bahkan antara strain yang satu dengan yang lainnya mempunyai toleransi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungannya. Di samping itu terdapatnya perbedaan hasil penelitian ini juga bisa disebabkan oleh

penggunaan natrium glutamat sebagai buffer untuk menjaga pH tetap konstan selama penelitian. Adanya natrium glutamat ini menyebabkan terbentuknya senyawa polimer Al sehingga mengurangi pengaruh buruk dari Al (Flis et al., 1993). Dengan demikian kondisi seperti ini menyebabkan Rhizobium yang diseleksi pada penelitian ini mampu bertahan hidup sampai konsentrasi Al 3.5 ppm. Menurut Wood (1995), adanya natrium glutamat pada media merupakan salah satu bentuk

(2)

Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian Agrisol... (Vol. 4, No. 1 Juni 2005) Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula... (Delvian) pH Konsentrasi Al (ppm) 0.0 0.6 1.0 3.5 10.0 4.0 16 (61%) 15 (58%0 15 (58%) 15 (58%) - 4.5 17 (65%) 15 (58%) 15 (58%) 15 (58%) - 5.0 20 (77%) 18 (69%) 18 (69%) 17 (65%) - 5.5 24 (92%) 18 (69%) 18 (69%) 18 (69%) - - tidak hidup

Lima belas isolat yang mampu tumbuh pada pH 4.0 (Tabel 1) merupakan isolat hasil isolasi dari dari bintil akar tanaman sengon yang tumbuh pada tanah bereaksi masam (pH<5). Hasil seleksi ini memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan antara isolat yang toleran masam pada kondisi laboratorium dengan pH dari lingkungan alaminya. Namun meskipun demikian pada pH 5.0 dan 5.5 terdapat isolat yang tidak mampu tumbuh meskipun diisolasi dari tanah masam. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata tidak semua isolat mempunyai hubungan dengan pada kondisi laboratorium dengan kondisi alaminya. Keadaan ini menurut Wood dan Cooper (1985) dan Meeting (1993) disebabkan oleh karena adanya kondisi tapak mikro di dalam tanah. Bervariasinya sifat tanah menyebabkan ada bagian-bagian yang tidak terdeteksi pada saat melakukan analisis pH tanah. Selanjutnya untuk toleransi terhadap Al, sulit untuk untuk membandingkan antara kondisi laboratorium dengan kondisi tanah dari mana isolat diisolasi. Hal ini juga berhubungan dengan kondisi tapak mikro di dalam tanah. Di samping itu disebabkan oleh karena kandungan Al-dd di dalam tanah mempunyai kisaran yang lebar sehingga menyebabkan kompleksnya reaksi pertukaran Al di dalam tanah.

Populasi dari masing-masing isolat yang mampu bertahan hidup pada kondisi masam dan konsentrasi Al 0.0; 0.6; 1.0;

dan 3.5 ppm, tujuh hari setelah inkubasi dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa populasi Rhizobium berkisar antara 103 sampai 106 SPK.ml-1. Meskipun mampu tumbuh sampai pH 4.0 dan konsentrasi Al 3.5 ppm, namun tidak semua isolat dapat dikatakan toleran terhadap kemasaman dan konsentrasi Al yang tinggi. Bila ditinjau berdasarkan kekeruhan yang nyata terlihat (“visible turbidity”) yaitu populasi sekitar 106 SPK.ml-1 (Wood dan Cooper, 1985), hanya tujuh isolat yang toleran yaitu 3, GR2-7, GR2-28, GR2-29, GR2-33, GR3-4, dan GR3-17, sedangkan delapan isolat lainnya yaitu BR - 13, GR2 - 10, GR2 - 15, GR2 - 30, GR3 - 9, GR3 - 13, GR4 - 14, dan GR3 -15 hanya toleran sebagian karena hanya mampu membentuk kekeruhan yang nyata terlihat pada pH 5.0 dan 5.5 dengan konsentrasi Al sampai 1.0 ppm. Pada pH 4.0 dan 4.5, meskipun membelah tetapi populasinya hanya 103 sampai 105 SPK.ml -1.

Beberapa peneliti terdahulu melaporkan bahwa tidak ada strain Rhizobium yang toleran sampai pH 4.0 dan pada konsentrasi Al 50 µM (1.35 ppm) populasi Rhizobium menurun dengan drastis dan dinyatakan sebagai tidak toleran (Wood dan Cooper, 1984; Wood dan Cooper, 1985; Wood et al., 1988; Cline dan Senwo, 1994).

Tabel 2. Populasi (log 10) isolat yang mampu bertahan hidup pada pH 4.0 sampai 5.5 dan konsentrasi Al 0.0 sampai 3.5 ppm (7 hari setelah inkubasi)

Pertumbuhan tanaman yang bermikoriza relatif lebih baik dibandingkan dengan yang tidak bermikoriza. Hal ini disebabkan karena tanaman bermikoriza mempunyai kemampuan menyerap unsur hara dan air lebih baik (Smith dan Read, 1997; Ruiz-Lozano dan Azcon, 1995). Hifa dari CMA dapat secara kimia merombak dan menyerap P yang terfiksasi dengan bantuan enzim fosfatase yang dihasilkannya (Barea dan Aguilar, 1998). Selain itu CMA terbukti dapat mengekstrak Ca dan Mg serta beberapa unsur mikro yang biasanya bukan bagian dari pupuk buatan (Marschner dan Dell, 1994).

Faktor lingkungan terutama intensitas cahaya dan suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan CMA serta keberhasilan simbiosisnya dengan inang (Brundrett, 1991). Intensitas cahaya matahari yang tinggi akan meningkatkan suhu tanah, selanjutnya suhu tanah akan mempengaruhi kapasitas dan derajad perkembangan CMA dalam menginfeksi akar tanaman (Smith dan Read, 1997; Brundrett, 1991). Dari hasil penelitian Suhardi et al. (1998) diketahui bahwa pembentukan dan perkembangan cendawan mikoriza yang optimum terjadi pada suhu tanah 27-28 0C.

Cahaya dan suhu juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit di persemaian. Menurut Marschner (1995) intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan bibit tumbuh kerdil, daun kering dan gugur, bahkan dapat berakibat bibit mati. Sedangkan intensitas cahaya yang rendah atau kurang akan menimbulkan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan bibit serta menyebabkan etiolasi pada bibit (Marschner , 1995; Sitompul dan Guritno, 1995).

METODE PENELITIAN

ercobaan ini disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri atas dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis CMA, yaitu 50 g per bibit (M1) dan 100 g per bibit (M2). Faktor kedua adalah tingkat naungan, yaitu naungan 25% (N1), naungan 50% (N2), naungan 75% (N3), dan naungan 100% (N4).

Bahan naungan yang digunakan adalah bilah-bilah kayu dengan lebar 5 cm. Untuk mendapatkan tingkat naungan yang diinginkan maka jarak antar bilah kayu diatur dengan menggunakan rumus n

I = --- 100% n + r

dimana I = intensitas cahaya (%) yang diinginkan; n = jarak antar bilah kayu (cm) dan

r = lebar kayu (cm).

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (uji F) pada taraf uji 5% dan dilanjutkan dengan Duncan’s New Multiple Range test (DNMRT) pada taraf 5%.

Adapun parameter yang diamati adalah (1) Tinggi bibit (cm), (2) Berat kering total bibit (cm), (3) Rasio tajuk akar, (4) Serapan P bibit (mg/bibit), dan (6) persentase kolonisasi (%)

Serapan P = P jaringan x berat kering

Panjang akar terkolonisasi

Persentase kolonisasi = --- x 1005

P

(3)

Total panjang akar

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL Tinggi Bibit

eningkatan dosis CMA dari 50 g/bibit menjadi 100 g/bibit pada tingkat naungan 75% memberikan peningkatan pertumbuhan sebesar 3,64 cm sedangkan pada tingkat naungan 100% hanya sebesar 1,40 cm. Pada tingkat naungan 25% dan 50% peningkatan tinggi bibit akibat

peningkatan dosis CMA berbeda tidak nyata.

Penggunaan naungan pada kedua dosis CMA mampu meningkatkan tinggi bibit. Pada dosis CMA 50 g/bibit dan 100 g/bibit peningkatan naungan dari 25% sampai 75% menghasilkan peningkatan tinggi bibit masing-masing sebesar 3,61 cm dan 7,40 cm. Penggunaan naungan 100% pada kedua dosis CMA hanya memberikan peningkatan sebesar 3,58 cm dan 5,13 cm seperti yang tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap tinggi (cm) bibit kayu manis

Dosis CMA (g/bibit) Tingkat naungan (%) 25 (N1) 50 (N2) 75 (N3) 100 (N4) 50 (M1) 30,58 c A 32,03 b A 34,19 a B 34,16 a B 100 (M2) 30,43 d A 32,41 c A 37,19 a A 35,56 b A Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti

huruf besar yang sama pada kolom yang sama masing-masing tidak berbeda nyata (P,0.05)

Berat Kering Total Bibit

ada Tabel 2 tampak bahwa peningkatan naungan dari 25% menjadi 100% pada dosis CMA 50 g/bibit menghasilkan peningkatan berat kering total sebesar 0,405 g. Sedangkan pada dosis CMA 100 g/bibit peningkatan naungan dari 25% menjadi 75% meningkatkan bobot kering

total sebesar 1,559 g dan turun menjadi 0,173 g pada tingkat naungan 100%.

Pada tingkat naungan yang sama peningkatan dosis CMA dari 50 g/bibit menjadi 100 g/bibit mampu meningkatkan berat kering total bibit, meskipun peningkatannya tidak berbeda nyata. Peningkatan terbesar terjadi pada tingkat naungan 75% (1,651 g) dan terendah pada tingkat naungan 1005 (0,189 g).

Tabel 2. Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap berat kering

total (g) bibit kayu manis

Dosis CMA (g/bibit) Tingkat naungan (%) 25 (N1) 50 (N2) 75 (N3) 100 (N4) 50 (M1) 0,831 b A 1,373 a A 1,160 ab A 1,236 a A

P

P

akhirnya akan mempengaruhi pembentukan bintil akar. Dengan demikian untuk mendapat isolat Rhizobium yang efektif pada tanah masam, perlu dilakukan seleksi di laboratorium dengan menumbuhkan isolat Rhizobium pada media kultur masam dengan dan tanpa aluminium.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan strain Rhizobium yang toleran pada kondisi masam dan sekaligus toleran terhadap Al pada media cair.

BAHAN DAN METODA

enelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Departemen Tanah Fakultas Pertanian Kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian dilakukan pada November 2001 sampai Februari 2002.

Isolat Rhizobium yang digunakan pada seleksi ini merupakan isolat yang diisolasi dari bintil akar tanaman sengon yang tumbuh pada tanah masam (Ultisol dan Inceptisol). Perlakuan yang diuji adalah kombinasi antara beberapa nilai pH dengan beberapa konsentrasi Al. Perlakuan tersebut adalah : pH media (4.0; 4.5; 5.0; dan 5.5) dan konsentrasi Al (0.0; 0.6; 1.0; 3.5; dan 10.0 ppm). Setiap kombinasi perlakuan diulang dua kali dan sebagai kontrol adalah media tanpa inokulasi Rhizobium.

Komposisi media yang digunakan adalah : 1.0 mM CaCl2.6H2O; 0.5 mM MgSO4.7H2O; 50 μM KCl; 25 μM Fe EDTA; 10 μM KH2PO4; 10 μM H3BO3; 1.0 μM MnSO4.4H2O; 0.5 μM ZnSO4.7H2O; 0.1 μM CuSO4.5H2O; 0.025 μM NaMoO4.2H2O dan 0.005 μM CoCl2.6H2O (Karanja dan Wood, 1988). Kemasaman (pH) dikontrol dengan menggunakan HCl dan KOH. Sebelum

diautoklaf ditambahkan Na-glutamat (1.8g.l -1

) yang berfungsi sebagai buffer untuk menjaga nilai pH tetap konstan selama percobaan (Flis et al., 1993). Thiamin (100

μg.l-1) dan biotin (250 μgl-1) yang berfungsi sebagai vitamin ditambahkan setelah sterilisasi. Aluminium ditambahkan dalam bentuk larutan steril AlCl3 sesuai dengan konsentrasi dari masing-masing perlakuan. Media yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer volume 125 ml sebanyak 40 ml kemudian diinokulasi dengan 1 ml dari masing-masing isolat yang diuji. Biakan diinkubasi selama tujuh hari dan diamati setiap hari. Penghitungan populasi menggunakan metoda cawan tuang pada agar YEMA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

asil seleksi isolat Rhizobium yang toleran masam dan aluminium ini menunjukkan bahwa setiap isolat mempunyai tingkat toleransi yang berbeda-beda terhadap berbagai pH dan konsentrasi Al yang diujikan. Dari 26 isolat yang diuji, terdapat 24 isolat (92%) yang mampu tumbuh pada pH 5.5 dan hanya 16 isolat (61%) yang mampu tumbuh pada pH 4.0 tanpa kandungan Al (konsentrasi Al 0.0 ppm). Pada konsenttrasi Al 0.6 ppm terdapat masing-masing 18 isolat (69%) yang tumbuh pada pH 5.5 dan pH 5.0 serta hanya masing-masing 15 isolat (58%) yang tumbuh pada pH 4.5 dan pH 4.0. Hal yang sama terjadi pada konsentrasi Al 1.0 ppm dan 3.5 ppm yaitu masing-masing 18 isolat (69%) yang tumbuh pada pH 5.5 dan pH 5.0, dan masing-masing hanya 15 isolat (58%) yang tumbuh pada pH 4.5 dan 4.0. Sementara pada konsentrasi Al 10.0 ppm tidak terdapat isolat yang mampu tumbuh, baik pada pH 4.0; 4.5 mapun pada pH 5.0 dan pH 5.5 (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah isolat yang berhasil hidup pada pH 4.0 sampai 5.5 dan konsentrasi Al 0.0 sampai 10.0 ppm

P

(4)

Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian Agrisol... (Vol. 4, No. 1 Juni 2005) Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula... (Delvian)

SELEKSI RHIZOBIUM ASAL TANAMAN SENGON

(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

TERHADAP KEMASAMAN DAN ALUMINIUM

(Screening Rhizobium from Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

to Acidity and Aluminum)

Deni Elfiati

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155

ABSTRACT

Study to find the Rhizobium strain that acid and Al tolerant was done in liquid medium in laboratory. The treatment was tested namely pH medium (4.0; 4.5; 5.0 and 5.5) and Al concentration (0.0; 0.6; 1.0; 3.5; and 10.0). The result showed that from 26 isolates was tested only 15 isolates (58%) can grow at pH 4.0 with Al concentration until 3.5 ppm. Unfortunately, there were no isolates can grow at 10.0 ppm. Based on visible turbidity (about 106 SPK.ml-1), only seven isolates (GR2 - 3, GR2 - 7, GR2 - 28, GR2 - 29, GR2 - 33, GR3 - 4 and GR3 - 17) were tolerant, while the other isolates (BR - 13, GR2 - 10, GR2 - 15, GR2 - 30, GR3 - 9, GR3 -13, GR3 - 14 and GR3 - 15) were part tolerant. Key word : Rhizobium, pH, Aluminum, Liquid medium

ABSTRAK

Penelitian untuk mendapatkan strain Rhizobium yang toleran terhadap kemasaman dan Al telah dilakukan pada media cair di laboratorium. Perlakuan yang diuji adalah pH media (4.0; 4.5; 5.0; dan 5.5) dan konsentrasi Al (0.0; 0.6; 1.0; 3.5 dan 10.0 ppm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 26 isolat yang diuji hanya 15 isolat (58%) yang mampu tumbuh pada pH 4.0 dengan konsentrasi Al sampai 3.5 ppm. Pada konsentrasi Al 10.0 ppm tidak satupun isolat yang mampu tumbuh. Berdasarkan kepada kekeruhan yang nyata terlihat (“visible turbidity”) yaitu populasi sekitar 106 SPK.ml-1, hanya tujuh isolat (GR2 - 3, GR2 - 7, GR2 - 28, GR2 - 29, GR2 - 33, GR3 - 4 dan GR3 - 17) yang dinyatakan toleran sedangkan delapan isolat lainnya (BR - 13, GR2 - 10, GR2 - 15, GR2 - 30, GR3 - 9, GR3 - 13, GR3 - 14 dan GR3 - 15) dinyatakan toleran sebagian.

Kata Kunci : Rhizobium, pH, Aluminium, Media cair

PENDAHULUAN

K

emasaman tanah merupa-kan suatu masalah yang sering ditemui pada tanah-tanah di wilayah beriklim tropika basah. Tanah yang digolongkan ke dalam tanah masam adalah tanah yang nilai pH-nya kurang dari 5.5 (Hardjowigeno, 1992; Tan, 1998). Masalah utama yang dihadapi pada tanah

masam adalah tingginya kandungan Al dan Mn yang larut dan dapat dipertukarkan sehingga dapat bersifat racun bagi tanaman, disamping itu juga terjadi kahat unsur hara N, P, K, Ca, Mg dan Mo. Menurut Flis et al. (1993) pada beberapa tanaman legum pertumbuhan dan pembentukan bintil akar dipengaruhi oleh Al yang terdapat di dalam tanah. Secara langsung Al akan mempengaruhi pertumbuhan dan “survival” serta jumlah rhizobia di dalam tanah, yang pada

100 (M2) 1,252 b A 1,601 b A 2,811 a A 1,425 b A Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti

huruf besar yang sama pada kolom yang sama masing-masing tidak berbeda nyata (P,0.05) Rasio Tajuk Akar

asio tajuk akar bibit mening– kat dengan meningkatnya naungan, dimana pada dosis CMA 50 g/bibit terjadi peningkatan sebesar 0,386 dengan meningkatnya naungan dari 25% menjadi 100%. Pada dosis CMA 100 g/bibit peningkatan rasio tajuk akar terbesar yaitu 1,437 didapat pada tingkat naungan 75%

dan turun menjadi 0,655 dengan peningkatan naungan sampai 100%.

Peningkatan dosis CMA pada tingkat naungan yang sama juga mampu meningkatkan rasio tajuk akar bibit. Rasio tajuk akar terbesar (3,131) diperoleh dengan dosis CMA 100 g/bibit pada tingkat naungan 75%, sedangkan terendah (1,691) pada dosis CMA 50 g/bibit dengan tingkat naungan 25% seperti yang tampak pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap rasio tajuk akar bibit kayu manis

Dosis CMA (g/bibit) Tingkat naungan (%) 25 (N1) 50 (N2) 75 (N3) 100 (N4) 50 (M1) 1,691 b A 1,952 ab A 2,008 ab A 2,077 a A 100 (M2) 1,694 c A 2,164 b A 3,131 a A 2,349 b A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama masing-masing tidak berbeda nyata (P,0.05) Serapan P Bibit

erapan P bibit meningkat dengan meningkatnya naungan seperti yang tampak

pada Tabel 4. Pada dosis CMA 50 g/bibit terjadi peningkatan sebesar 2,83 mg dengan meningkatnya naungan dari 25% menjadi 75% dan turun menjadi 1,504 mg pada naungan 100%. Pada dosis CMA 100 g/bibit peningkatan naungan 25 % menjadi 75% meningkatkan serapan P

sebesar 9,013 mg dan turun menjadi 2,551 mg dengan meningkatnya naungan menjadi 100%.

Peningkatan dosis CMA 50 g/bibit menjadi 100 g/bibit pada tingkat naungan 75% menghasilkan peningkatan serapan P sebesar 6,260 mg dan turun menjadi 1,123 mg pada naungan 100%. Sedangkan pada tingkat naungan 25% dan 50% peningkatan serapan P yang dihasilkan tidak berbeda nyata.

Tabel 4. Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap serapan P bibit (mg) bibit kayu manis

Dosis CMA (g/bibit)

Tingkat naungan (%)

R

(5)

25 (N1) 50 (N2) 75 (N3) 100 (N4)

50 (M1) 0,513 c A 0,593 c A 3,343 a B 2,017 b B

100 (M2) 0,590 b A 2,807 b A 9,603 a A 3,140 b A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama masing-masing tidak berbeda nyata (P,0.05)

Persentase Kolonisasi Akar

eningkatan naungan dari 25% sampai 100% dan penggunaan CMA pada dosis yang berbeda berpengaruh terhadap persentase kolonisasi akar. Persentase kolonisasi akar

tertinggi diperoleh dengan dosis CMA sebesar 100 g/bibit pada tingkat naungan 75%, yaitu sebesar 37,19%. Sedangkan persentase kolonisasi akar terendah yaitu 30,43% dihasilkan dari perlakuan dosis CMA 100 g/bibit pada tingkat naungan 25%. Hasil selengkapnya sebagaimana yang terdapat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap persentase kolonisasi akar bibit kayu manis

Dosis CMA (g/bibit) Tingkat naungan (%) 25 (N1) 50 (N2) 75 (N3) 100 (N4) 50 (M1) 30,58 c B 32,03 b B 34,19 a AB 34,16 a AB 100 (M2) 30,43 d B 32,41 c B 37,19 a A 35,56 b A Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti

huruf besar yang sama pada kolom yang sama masing-masing tidak berbeda nyata (P,0.05)

PEMBAHASAN

erdasarkan hasil yang diuraikan di atas terlihat bahwa pemberian CMA pada berbagai tingkat naungan meningkatkan pertumbuhan bibit kayu manis. Hal ini erat kaitannya dengan terjadinya perubahan lingkungan terutama iklim mikro sekitar bibit dengan adanya naungan. Di samping

itu dengan bantuan CMA ketersediaan dan penyerapan unsur hara dan air di dalam tanah bagi pertumbuhan bibit juga meningkat.

Pada Tabel 1, 2, 3, 4, dan 5 tampak bahwa perlakuan tingkat naungan 75% dan dosis CMA 100 g/bibit adalah yang terbaik. Pada kondisi tersebut bibit memperoleh intensitas cahaya yang tepat dan pasokan

P

B

Wischmeier and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses; A Guide to Conservation Planning, USDA Agric. Handbook No. 53

Young, A. 1997. Agroforestry for Soil Management. Second Edition. ICRAP Nairobi, Kenya.

Zachar, D. 1982. Soil Erosion. Developments in Soil Science 10. USA-Canada.

(6)

Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian Agrisol... (Vol. 4, No. 1 Juni 2005) Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula... (Delvian)

United Nation University Press, Tokyo.

Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala. 1997. Studi Pemanfaatan Daerah Penyangga (Buffer Zone) Taman Nasional Gunung Leuser. Buku I (Penelitian). Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh.

MacKinnon, J., K. MacKinnon., G. Child and J. Thorsell. 1986. Managing Protected Areas in the Tropics. International Union for Conservation of Nature and Natural

Resources/United Nation Environment Programme.

Michon, G., F. Mary, and J. Bompard. 1989. Multistoreyed Agroforestry Garden System in West Sumatra, Indonesia. In P.K.R. Nair (ed). Agroforestry System in the Tropics. Kluwer Academic Publisher, The Netherlands. pp. 242-268.

Monk, K.A. 1997. Introduction to the Leuser Development Programme. Unit Management Leuser, Medan, North Sumatra, Indonesia.

Nair, P.K.R. 1989. Agroforestri defined. In P.K.R. Nair (ed). Agroforestry Systems in the Tropics. Kluwer Academic Publishers, The Netherlands. pp.13-20.

Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis FE-USU. 1995. Penyusunan Base Line Study Fisik Sumber Daya Alam, Sosek Rumah Tangga Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser di Desa Telagah Kecamatan Sei Bingei dan Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Kerjasama BAPEDA Sumatera Utara dan Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis FE-USU, Medan.

Sajogyo. 1977. Garis Miskin dan Kebutuhan Minimum Pangan. Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan (LPSP). Institut Pertanian Bogor.

Sanim, B. 1999. Perspektif Kedepan Pengelolaan dan Distribusi Penggunaan Tanah dalam Pembangunan Ekonomi Nasional dan Daerah. Makalah pada Seminar Sehari “Paradigma Baru Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan yang Berkelanjutan”. Dies Natalis ke 43 FP-USU Medan, 4 Desember 1999.

Satjapradja, O. 1981. Agroforestry di Indonesia : Pengertian dan Implementasinya. Prosiding Seminar Agroforestry dan Pengendalian Perladangan. Jakarta, 19-21 Nopember 1981. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. PP. 68-76.

Sinukaban, N. 1999. Sistem Pertanian Konservasi Kunci Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Makalah pada Seminar Sehari “Paradigma Baru Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan yang Berkelanjutan”, dalam Rangka Diesnatalis ke 43 FP-USU Medan, 4 Desember 1999.

Tim Peneliti Universitas Syiah Kuala. 1993. Rencana Pemindahan Perambah Hutan dari dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kerjasama Departemen Kehutanan dengan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Wartaputra, S. 1990. Pola Pengelolaan Daerah Penyangga; Suatu Acuan Pemikiran. Makalah pada Seminar Nasional Pengelolaan Kawasan Penyangga. Jayapura, 16-17 Oktober 1990.

unsur hara yang cukup sehingga bibit mampu melakukan aktivitas metabolisme secara maksimal. Peningkatan aktivitas pertumbuhan bibit tentunya akan meningkatkan berat kering bibit secara keseluruhan. Hal ini dapat dihubungkan dengan kemampuan akar bermikoriza untuk menyerap unsur hara dan air. Al-Karaki dan Clark (1998) melaporkan bahwa tanaman yang bermikoriza mempunyai berat kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza.

Mikoriza tidak hanya meningkatkan berat kering tanaman tetapi juga sekaligus mempengaruhi rasio tajuk akar. Menurut Barea dan Aguilar (1998), peningkatan serapan hara dan translokasi selanjutnya ke bagian atas tanaman meningkatkan penggunaan fotosintat di bagian tajuk dan hanya sebagian kecil yang ditranslokasikan ke akar. Hal ini berhubungan dengan pengambilalihan sebagian besar fungsi akar dalam menyerap unsur hara dan air oleh mikoriza sehingga energi untuk pertumbuhan dan perkembangan akar dapat dikurangi. Akibatnya rasio tajuk akar biasanya lebih besar pada tanaman yang bermikoriza.

Terjadinya peningkatan pertumbuh-an bibit juga berhubungpertumbuh-an erat dengpertumbuh-an jumlah akar terinfeksi CMA. Peningkatan persentase akar terinfeksi berhubungan dengan peningkatan dosis CMA yang diberikan. Dari penelitian Clark (1997) diketahui bahwa peningkatan jumlah inokulum mikoriza dapat meningkatkan jumlah akar terinfeksi. Pemanfaatan CMA dengan dosis yang lebih besar menyebabkan akar tanaman terinfeksi lebih awal dan lebih banyak sehingga pertumbuhan bibit bisa maksimum.

Proses infeksi CMA dipengaruhi suhu udara dan suhu tanah, dimana menurut Barea dan Aguilar (1998) kondisi cahaya yang optimal bagi perkembangan inang adalah perangsang terbaik bagi asosiasi CMA dengan inangnya. Dalam penelitian ini bibit tumbuh baik pada tingkat naungan

75% dengan kisaran suhu rata-rata 31,1-33,5 0C. Dengan demikian berarti pada kondisi ini CMA juga dapat berkembang lebih baik. Sedangkan pada tingkat naungan yang lebih rendah diduga bibit mengalami tekanan suhu tinggi yang mengganggu proses metabolismenya. Menurut Djafaruddin (1987) kayu manis tumbuh baik pada suhu rata-rata minimum 18 0C dan maksimum 32 0C.

Perlakuan tingkat naungan 100% dimana suhu udara di bawah naungan adalah 28,9-30,2 0C juga berpengaruh kurang baik bagi pertumbuhan bibit dan perkembangan CMA. Pada kondisi ini intensitas cahaya tampaknya merupakan faktor pembatas utama.

Menurut Abbott et al. (1992), CMA sangat peka terhadap status kelembaban tanah dimana jika terjadi suhu rendah dengan tingkat kelembaban tanah yang tinggi akan mengganggu aktivitas mikoriza. Diduga ini karena terjadinya kekurangan oksigen sehingga aktivitas mikoriza dalam penyerapan hara dan air akan terhambat. Akibatnya proses metabolisme, seperti fotosintesis, akan terganggu dan fotosintat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta jaminan simbiosis antara akar dengan mikoriza juga berkurang.

KESIMPULAN

Penggunaan tingkat naungan 75% dan pemberian CMA dengan dosis 100 g/bibit mampu memberikan pertumbuhan bibit kayu manis yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK, Robson AD, Jasper DA, dan Gazey C. 1992. What is the role of VA mycorrhizal hyphae in soil? Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter

(7)

AH, dan Alexander IJ. (Eds). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 406. Al-Karaki GN and Clark RB. 1998. Growth,

Mineral Acquisition and Water Use by Mycorrhizal Wheat Grown Under Water Stress. J. Plant Nutr. 21 : 263-276.

Barea JM dan CA Aguilar. 1998. Mycorrhizas and Their Significances in Nodulating Nitrogen-Fixing Plants. Advances in Agronomy. 46 : 1-54. Brundrett MC. 1991. Mycorrhizas in Natural

Ecosystems. Adv. Ecol. Res. 21 : 171-313.

Clark RB. 1997. Arbuscular Mycorrhizal Adaptation, Spore Germination, Root Colonization, and Hoast Plant Growth and Mineral Acquisition at Low pH. Plant and Soil 192 : 15-22.

Djafaruddin. 1987. Bercocok Tanam Kayu Manis. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. Hal 98.

Fakuara MY dan Y Setiadi. 1990. Aplikasi Mikroba dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Dalam EB hardiyanto (Ed.). Prosiding seminar Bioteknologi Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Hal. 93-127.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd. Academic Press. Harcourt Brace & Company, Publishers. London. San Diego. New York. Boston. Sydney. Tokyo. Toronto. 889 p.

Marschner H dan Dell B. 1994. Nutrient Uptake in Mycorrhizal Symbiosis. Plant and Soil. 159 : 89-102.

Ruiz-Lozano JM dan Azcon R. 1995. Hyphal Contribution to Water Uptake in Mycorrhizal Plants as Affected by Fungal Species and Water Status. Physiol Plant. 95 : 472-478.

Sitompul SM dan B Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 178.

Smith SE and Read DJ. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace & Company Publisher. London. pp. 32-79.

Suhardi, E farida, Iskandar E, dan S Rahayu. 1998. Mycorrhiza Formation and Growth of Shorea Leprosula After Charcoal and Rockphosphate in Bukit Suharto. Proceeding of Yogyakarta Workshop. Bio-Refor. Japan.

kelangkaan cahaya matahari seperti tanaman obat (kencur, kunyit atau asam kincong), rempah, rumput dan atau pengembalian sisa tanaman ke permukaan tanah sebagai mulsa organik.

Petani agroforestri di kawasan penyangga TNGL Kabupaten Langkat membutuhkan lahan garapan minimal :

a. seluas 1.18 hektar agar diperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).

b. seluas 1,32 hektar untuk

memperoleh penghasilan yang dapat melampaui KHL sehingga aktifitas sosial dan tabungan dapat ditingkatkan dua kali lebih besar (KHL + 12%).

c. seluas 1,02 hektar untuk

memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup, kecuali tidak dapat menabung (KHL-6%).

d. seluas 0,95 hektar untuk

memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi, pendidikan anak dan kesehatan keluarga, tetapi tidak dapat menabung serta aktifitas sosial dan fasilitas penunjang

dikurangi masing-masing setengahnya (KHL-12%). Bagi

petani agroforestri dengan lahan garapan yang lebih sempit dapat menggunakan jenis tanaman bernilai ekonomis tinggi dan atau membentuk kelompok tani.

Sistem agroforestri yang lebih sesuai dan berkesinambungan (pendapatan mencapai kebutuhan hidup layak, lahan tidak terdegradasi dan layak agroteknologi) untuk diterapkan di kawasan penyangga TNGL Kabupaten Langkat adalah tipe agrosilvopastural (subskenario 2) yang merupakan kombinasi pepohonan/hutan, tanaman pertanian dan rumput pakan ternak) karena lahan umumnya curam sampai sangat curam, solum dangkal dan tanah gembur.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Rauf. 2004. Kajian Sistem dan Optimasi Penggunaan Lahan Agroforestry di Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser; Studi Kasus di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Chundawat, B.S, and S.K. Gautam. 1993. Textbook of Agroforestry. Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd., New Delhi.

Cohon, J.L, and S.K. Gautam. 1993. Textbook of Agroforestry. Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd. New Delhi.

Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1995. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser 1995-2020. Buku I dan II. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Taman Nasional Gunung Leuser, Departemen Kehutanan, Kutacane.

Griffiths, M, dan S. Pardede. 1999. Rakyat Kecil yang Jadi Korban. Kasus Penebangan Liar di Taman Nasional Gunung Leuser. Harian Kompas, 1 Juli 1999, hal : 17.

Hammer, W.I. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. Technical Report No. 10, FAO Project INS/1978/006, Center for Soil Research Bogor, Indonesia.

Keeney, R.L, and H. Raiffa. 1978. Decisions with Multiple Objectives; Preference and Value Trade offs. John Wiley & Sons, New York.

Lal, R. 1995. Sustainable Management of Soil Resources in the Humid Tropics.

Gambar

Tabel 2.  Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap berat kering  total (g) bibit kayu manis
Tabel 3.   Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap rasio tajuk  akar bibit kayu manis
Tabel 5.   Pengaruh interaksi antara dosis CMA dengan tingkat naungan terhadap persentase  kolonisasi akar bibit kayu manis

Referensi

Dokumen terkait

PERNYATAAN Ketika saya dikuasai oleh amarah, saya menentang banyak nasehat dari orang lain Ketika marah, saya ingin berkelahi dengan orang lain Orang terdekat menjadi sasaran

Pasal 288 KUHP: (1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum

Jika teknik ini digunakan, peran pengajar diberikan kepada mahasiswa. Pengajar hanya bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator. Teknik ini misalkan dapat digunakan

Lembaga ini sebagai pusat kesatuan yang dipimpin oleh Uleëbalang, dalam struktur pemerintahan tradisional Aceh digelari dengan gelar Teuku untuk laki-laki atau Cut untuk

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Chemsketch dalam penulisan struktur kimia pada metode resitasi terhadap

Hal tersebut berarti koefisien korelasi variabel peran orang tua dalam pendidikan seks tentang kehamilan dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja kelas XI di SMAN 2

 Energi getaran yang diserap DVA tipe dual-beam dapat dijadikan sebagai sumber energi listrik daya rendah, yakni dengan menambahkan material piezoelectric, PZT yang

Penelitian ini didukung oleh penelitian Rahayu (2006) dengan judul Pola Asuh dan Status Gizi Anak Balita Keluarga Penerima dan Keluarga Bukan Penerima Jaminan