• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2000, naik lagi menjadi 1: 250 kelahiran. Tahun 2006, jumlah anak autis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tahun 2000, naik lagi menjadi 1: 250 kelahiran. Tahun 2006, jumlah anak autis"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Jumlah penyandang autisme semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1987, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1: 5000 kelahiran. Sedangkan pada tahun 1997, angka itu berubah menjadi 1: 500 kelahiran. Pada tahun 2000, naik lagi menjadi 1: 250 kelahiran. Tahun 2006, jumlah anak autis diperkirakan 1: 100 kelahiran. Pada tahun 2007 diperkirakan lebih dari 400.000

anak di Indonesia menyandang autisme. 1

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir terjadi peningkatan yang luar biasa dari jumlah penyandang autis. Hal ini ni terjadi hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bila sepuluh tahun yang lalu diperkirakan jumlah penyandang autisme 1:5000 anak, sekarang meningkat menjadi 1: 500 anak. Dengan melihat makin banyaknya kasus autistik, sepertinya hal ini akan terus

berlangsung. 2

Data UNESCO pada 2011 mencatat, ada sekitar 35 juta orang penyandang autisme di dunia. Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme. Meski belum ada angka pasti berapa sebenarnya jumlah anak autis di Indonesia, namun pemerintah merilis data jumlah penyandang anak autisme bisa berada dikisaran 112 ribu jiwa Angka tersebut diasumsikan dengan prevalensi

1 Kelana & Larasati, 2007, Kromosom Abnormal Penyebab Autisme, para 15

2http://nasional.kompas.com/read/2008/06/08/1739470/boom.autisme.terus.meningkat diakses tanggal 4 Juni 2016

(2)

2

autisme pada anak yang ada di Hongkong, yaitu 1,68 per 1000 untuk anak di bawah usia 15 tahun. Jumlah anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) di Indonesia meningkat hingga lima kali lipat tiap tahunnya.

Jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan. Jika pada tahun 2006 rasio anak autis 1 dari 100 anak, maka di 2012 terjadi peningkatan yang cukup memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 anak saat ini mengalami autisme. Di Indonesia, pada tahun 2010, jumlah penderita autisme diperkirakan mencapai 2,4 juta orang. Hal itu berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Pada tahun tersebut jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,5 juta orang dengan laju pertumbuhan 1,14 persen. Jumlah penderita autisme di Indonesia diperkirakan mengalami penambahan sekitar 500

orang setiap tahun. 3

Melihat fenomena ini, tentu saja sangat meresahkan. Anak-anak dengan ASD yang tidak diintervensi sejak dini dan tertangani dengan tepat, kemungkinan jalan kesembuhan akan semakin jauh dan dikhawatirkan akan menjadi generasi

yang hilang (loss generation). Akan tetapi, banyak orang tua anak autis bingung,

pendidikan atau program seperti apa yang harus diajarkan kepada anaknya karena masih sedikitnya lembaga sosial atau sekolah yang didirikan dengan tujuan untuk menjembatani kebutuhan akan pendidikan bagi penyandang autis.

Dengan semakin meningkatnya jumlah anak penyandang autisme dan kesadaran orang tua, maka muncul kebutuhan untuk meningkatkan layanan untuk mereka. Pentingnya pendidikan untuk anak autis, karena sebenarnya anak autis

(3)

3

juga memiliki potensi yang perlu digali. Meski mengalami kesulitan untuk berbicara, anak autis adalah individu yang mampu berpikir mengenai diri dan kehidupannya. Mereka juga memiliki potensi yang telah dimilikinya, yaitu dengan memberikan mereka pengajaran yang sesuai dan dapat mengembangkan kemampuan mereka.

Tabel 1.1

Berbagai pendapat tentang meningkatnya kasus Autism di Indonesia

Subjek Berita Berita Media

Dr. Melly Budhiman

(Praktisi Autism)

Perbandingan anak autis adalah 1:500

Kompas: 2000

Siti Fadhilah Supari

(Menteri Kesehatan RI)

Jumlah anak penyandang autis adalah 475 ribu pada tahun 2004

Kompas: 2004 Dr. Widodo Judarwanto,

SpA

Prediksi perbandingan anak autis adalah 1:250 di tahun 2015

https://klinikautis.com/ Sri Wahyuningsih

(Direktorat Pembinaan Khusus Layanan Khusus, Dinas Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Setiap tahunnya jumlah anak autis di Indonesia mengalami peningkatan

Jogja.tribunnews.com

Sumber: Diolah dari berbagai sumber media

Pendidikan adalah hak semua warga negara sehingga semua warga negara harus mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan tanpa kecuali. Anak dengan ASD juga memiliki hak dan derajat yang sama dengan anak lainnya, mereka juga mempunyai bakat dan potensi. Potensi tersebut masih terpendam dan menunggu untuk dikeluarkan agar dapat diasah secara optimal sehingga mereka dapat mandiri melakukan kewajiban terhadap dirinya sendiri dan terhadap masyarakat luas.

(4)

4

Pendidikan merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh seseorang tidak terkecuali bagi anak autis. Sebagai sebuah hak yang hakiki, pengaturan mengenai hak atas pendidikan diatur dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam Pembukaan Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwa tujuan negara Indonesia adalah:

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonedia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial....”

Berdasarkan hal tersebut, ditegaskan bahwa salah satu tujuan pembentukan negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara akan tercapai melalui pelayanan pendidikan yang terintegrasi dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap warga negara.

Selain itu, hak atas pendidikan juga diatur dalam pasal 31 UUD 1945.

Dalam ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. 4

Pasal ini bermakna bahwa negara berkewajiban memenuhi hak atas pendidikan bagi setiap warga negaranya tanpa terkecuali tanpa membedakan suku, ras, agama atau bahkan keadaan sosial dan ekonominya. Dengan demikian anak berkebutuhan khusus seperti tunanetra, tunagrahita, tunalaras dan anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa anak autis juga memiliki hak

(5)

5

yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak dan berhak untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal.

Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5: ayat 1 “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu “, ayat 2 “warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/ atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Sehingga meskipun memiliki kebutuhan khusus yang menyebabkan mereka membutuhkan perhatian yang khusus, anak-anak penyandang autisme juga membutuhkan dan berhak untuk mendapatkan pendidikan.

Sebagian anak penyandang autisme sebenarnya mampu untuk bersekolah di sekolah umum, sementara sebagian lainnya memerlukan pendidikan di jalur khusus. Apabila anak mampu untuk duduk diam di kelas selama jangka waktu yang cukup lama, dapat mengikuti aturan, dapat memahami instruksi orang lain, dan dapat mengendalikan emosinya ketika ada sesuatu yang tak berkenan terjadi,

maka anak tersebut dapat disekolahkan di sekolah umum. 5 Tidak jarang anak

autis juga memiliki intelegensi tinggi yang sama dengan anak umum lainnya, bahkan tak sedikit mereka yang telah mengikuti terapi bisa berprestasi di sekolah

umum.6

Dengan pesatnya peningkatan jumlah penyandang autis, sayangnya jumlah profesional yang mendalami bidang ini tidak sebanding dengan jumlahnya. Sehingga anak-anak dengan ASD yang mendapatkan layanan terapi dan

5(n.n., n.d., Menyekolahkan Si Anak “spesial’, para, 8) 6(Widodo, 2006, Ketika Anak Autis Belajar Meronce, para 10)

(6)

6

pendidikan masih sedikit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: Pertama, kurangnya perhatian pemerintah. Kedua, stigma negatif masyarakat terhadap anak autis merupakan penyakit keturunan dan harus dihindari sehingga mengabaikan potensi anak autis tersebut. Ketiga, biaya pendidikan bagi anak autis banyak dikelola oleh pihak swasta, dengan biaya yang cukup tinggi, sehingga tidak semua orang tua mampu mendidik anaknya dilembaga pendidikan guna mengembangkan potensi yang ada.

Kotak 1.1 Perlunya Penambahan Pelayanan Pendidikan bagi Anak ASD

Sri Retno Yuliani, S.Psi dalam dialog interaktif membahas mengenai Upaya Meningkatkan Ketrampilan Komunikasi Penyandang Autisme di RRI Malang, “Malang perlu ada tambahan sekolah untuk anak autisme, karena sekarang banyak orang tua yang mengeluh sulit mencari sekolah untuk anak mereka yang menyandang autis. Kalaupun ada harus antri atau jaraknya jauh.” Ujarnya. Menurut Retno, di kota Malang sebenarnya sudah ada setidaknya tiga tempat pendidikan bagi siswa peserta didik dengan autisme. Pertama di SLB Autisme Rivers Kids yang dipimpinnya, kemudian di Sekolah Autisme milik Laboratorium Universitas Negeri Malang dan satu lagi yang dikelola Pemerintah Daerah. Namun menurutnya jumlah itu masih belum dapat menampung semua anak autis di Kota Malang yang memerlukan pendidikan. Terlebih yang berasal dari Kabupaten Malang ataupun Kota Batu.

Sumber: www.rri.co.id

Oleh karena itu pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam rangka memenuhi hak-hak anak autis dengan terus meningkatkan dan memajukan program pelayanan pendidikan yang layak bagi anak-anak dengan ASD. Mengingat anak-anak sebagai aset dan generasi penerus bangsa.

(7)

7

Kotak 1.2 Peran Pemerintah untuk Penanganan Autism saat ini

Menurut pimpinan Rumah Autis Bandung Hasanah, Juju Sukma, penelitian tentang autisme di Indonesia sangat minim. Disamping kurangnya perhatian dan kepedulian pemerintah, juga biaya yang cukup tinggi sehingga sampai saat ini tidak ada statistik yang valid mengenai jumlah maupun sebaran daerah di mana para penyandang autis berada. Penanganan anak Autis oleh pemerintah pun hanya menggunakan pendekatan charity (belas kasihan) berupa program santunan sosial yang kemudian menjadi akar ketergantungan.

Retno mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah sudah memberikan perhatian dan dukungan lewat Bantuan Operasional Sekolah Nasional (Bosnas) untuk SLB yang ada di bawah naungan Diknas. Namun dia berharap, upaya untuk meningkatkan perhatian bagi anak autisme tidak hanya sampai disitu. Penambahan fasilitas pendidikan dan edukasi kepada masyarakat tentang autisme juga diperlukan secara masif agar masyarakat tidak memberi stigma negatif pada anak autisme.

Untuk melayani pendidikan bagi anak-anak autis, kami telah membangun 32 Pusat Layanan Autis (PLA) yang terdapat di 25 Provinsi. Dengan adanya PLA tersebut kami berharap anak-anak autis dapat ditangani sedini mungkin” ungkap Sri Wahyuningsih

Sumber: www. Rmol.com www.rri.co.id jogja.tribunnews.com

Peningkatan kasus autis dari tahun ke tahun menjadi permasalahan yang menuntut peran aktif pemerintah dan juga dukungan masyarakat. Karena saat ini masih minimnya lembaga pelayanan pendidikan/terapi milik pemerintah dan sangat diperlukan sosialisasi dan edukasi tentang pengertian autisme itu sendiri. Sehingga dapat mengurangi stigma negatif yang berkembang dimasyarakat. Disamping itu pengetahuan masyarakat atau secara khusus orang tua yang memiliki anak usia balita tentang deteksi awal terhadap autisme masih sangat minim, terutama di pedesaan bahkan banyak yang terlambat mengetahui ketika usia anak sudah melewati usia 5 tahun, sehingga intervensi dini tidak bisa segera dilaksanakan.

(8)

8

Lembaga-lembaga pelayanan pendidikan autis selama ini yang sudah tersedia di Indonesia banyak di dominasi oleh lembaga milik swasta/individu dengan biaya terapi yang cukup besar, sedangkan kasus autis tidak hanya terjadi pada masyarakat menengah ke atas saja tapi juga dari keluarga pra sejahtera.

Gangguan autistik merupakan suatu spektrum yang luas. Setiap anak autistik adalah unik, masing-masing memiliki simtom-simtom dalam kuantitas dan kualitas yang ber-beda. Menurut Gilberg (2000), autisme bukanlah penyakit tetapi adalah varian dari spektrum autis. Karena itulah beberapa tahun terakhir ini

muncul istilah ASD (Autistic Spectrum Disorder).

Anak autisme perlu penanganan dini yang terpadu yang melibatkan orangtua dan profesional di bidang medis, psikologis, dan pendidikan. Pemberian penanganan secara terpadu, intensif, dan dimulai sejak usia dini akan memberikan hasil yang positif, yaitu membantu anak dengan autisme beradaptasi dengan lingkungannya dan belajar berbagai kemampuan kognitif. Namun sayangnya layanan terapi yang diberikan pun belum terpadu berada di satu tempat, sehingga orang tua harus berpindah dari satu tempat terapi ke tempat terapi yang lain untuk memenuhi kebutuhan terapi anaknya.

Menurut Melly Budhiman Ketua Yayasan Autisme Indonesia (YAI), salah satu penghambat proses penyembuhan anak autis, karena faktor mahalnya biaya terapi, termasuk pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini. Senada

dengan hal tersebut, menurut Data Autism Care Indonesia, peningkatan jumlah

penderita autis di Indonesia tidak serta merta dibarengi dengan banyaknya tenaga terapis yang profesional dengan kualifikasi dan kompetensi yang baik dalam

(9)

9

membimbing dan mengajar anak-anak autis itu. Kenyataan tersebut yang lantas membuat mahalnya biaya pengobatan dan terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Untuk 90 menit hingga 120 menit pertemuan dengan tenaga terapis, masyarakat harus merogoh kocek antara 100 ribu hingga 150 ribu rupiah.

Hal tersebut tentu saja sangat mahal dikarenakan dalam satu hari, idealnya mereka bertemu terapis tiga sampai empat kali pertemuan. Jika dihitung 100 ribu rupiah misalnya, maka dalam satu hari, dibutuhkan 300 sampai 400 ribu rupiah. Dan jika dihitung satu bulan dengan frekuensi pertemuan hampir tiap hari, maka orang tua yang anaknya mengidap autis harus membayar sekitar 9 juta rupiah tiap bulan. Sedangkan realitasnya anak-anak autis ini berasal dari semua kalangan, bukan hanya dari keluarga mampu namun juga dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Bisa kita bayangkan bagi anak-anak autis dari keluarga kurang mampu, akan sangat sulit mendapat penanganan intervensi sedini mungkin, dengan kisaran biaya yang cukup besar.

Berdasarkan data dan fakta tentang meningkatnya penyandang autis serta perundangan tentang kesetaraan dalam pendidikan, untuk memberikan hak-hak dan fasilitas pelayanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus. Pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar dimulai pada tahun 2012 telah membangun Pusat Layanan Autis (PLA) di 28 Provinsi seluruh Indonesia, salah satunya PLA Kota Malang.

Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Malang merupakan lembaga milik pemerintah pertama yang memberikan layanan kepada anak autis. Lembaga ini

(10)

10

adalah milik Pemerintah Kota Malang berkat bantuan APBN melalui direktorat PK&LK Dirjen Dikdas Kemendikbud. Kehadiran PLA Kota Malang ini, merupakan salah satu bentuk kepedulian Pemerintah terhadap peningkatan kasus

ASD (Autism Spectrum Disorder) yang terus bertambah. Sekaligus menambah

jumlah pusat layanan-layanan terapi untuk anak autis dengan biaya yang cukup terjangkau dibandingkan dengan lembaga swasta. Sehingga diharapkan makin banyak anak-anak autis dapat diintervensi dan ditangani dengan tepat dan benar agar anak autis mampu hidup dan berbaur secara normal dalam masyarakat luas.

Salah satu penanggung jawab, Kunti Nursanti menyebut Pusat Layanan Autis tersebut merupakan salah satu pusat layanan yang pertama kali berhasil didirikan di Indonesia. Sebab empat kota lainnya (Padang, Makasar, Mataram, Bandung) yang ditunjuk Direktorat Pendidikan Khusus (PKLK) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI belum selesai penggarapannya.

PLA Kota Malang berdiri di kawasan pendidikan Internasional Tlogowaru di jl. Raya Tlogowaru Kec. Kedung kandang Kota Malang. Secara resmi PLA memulai operasional sejak Mei 2012 diresmikan oleh Sekretaris Kota Malang Dr. H. Shofwan SH, M.Si. PLA memberikan layanan bagi putra-putri warga Kota Malang dan sekitarnya yang memiliki putra/ putri penyandang Autis yang berusia 2-12 tahun (atau bersekolah di SD reguler). Keberadaan PLA menjadi sangat strategis dan sangat diperlukan karena anak penyandang Autis semakin lama

semakin bertambah. 7

(11)

11

Selain itu, adapun penelitian terdahulu yang dapat menjadi rujukan untuk mengkaji manajemen pelayanan pendidikan khusus bagi anak autis. Penelitian Fauziah (2009) menjelaskan bahwa penanganan dan pembelajaran pada anak autis memerlukan team yang cukup kuat dan lengkap agar proses pembelajaran yang diharapkan bisa berhasil. Demikian pula penelitian Estitika Rochmatul, dkk dalam Jurnal Administrasi Publik (JAP) dalam penelitiannya pengembangan kapasitas masih sering diabaikan khususnya oleh sekolah luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masalah yang terjadi seperti masalah sumberdaya manusia, tatalaksana, dan sistem pelayanan pendidikannya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan kapasitas untuk meningkatkan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Penelitian lainnya oleh Purwati Ayu, dkk (2013) menjelaskan bahwa yayasan swadaya yang didirikan untuk pendidikan anak autis bernama Bina Autis Mandiri (BAM) bertujuan mengakomodir kebutuhan anak-anak yang termarginalkan (anak-anak autis dan anak-anak normal dari golongan yang tidak mampu secara ekonomi agar mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas). Prasyarat keberhasilan program mampu di capai dengan cara melakukan persiapan akademik, administrasi ,perbaikan pelayanan ke anak, SDM (Sumber Daya Manusia) yang mendukung, perbaikan struktur organisasi serta kurikulum.

Kehadiran PLA pada 28 provinsi di Indonesia, sebagai salah satu lembaga pelayanan publik sesuai tugas dan fungsinya diharapkann memiliki kinerja dan dapat memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat. Terlebih di era modernisasi dan globalisasi saat ini berimplikasi terhadap kemampuan berpikir

(12)

12

masyarakat dan kuatnya pemenuhan tuntunan kebutuhan hidup, tentunya berimbas pula pada tuntutan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pelayanan publik semakin kuat. Hal ini pula yang melahirkan kuatnya tuntutan terhadap manajemen pelayanan yang berkualitas.

Disisi lain kehadiran PLA sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap kasus autisme yang menjadi “harapan baru” bagi orang tua yang memiliki anak autis diharapkan benar-benar dapat memberikan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada pengguna jasa dan diwujudkan dalam eksistensi dan kemampuan bersaing dengan lembaga pelayanan autis lainnya di masa datang, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Manajemen

Pelayanan Pendidikan Khusus bagi anak autis (Autism Spectrum Disorder) (Studi

Kasus di Pusat Layanan Autis Kota Malang)”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pelayanan pendidikan khusus bagi anak autis di Pusat

Layanan Autis (PLA) Kota Malang?

2. Bagaimanakah pengukuran kinerja tenaga pendidik dan faktor yang

mempengaruhi pada manajemen pelayanan pendidikan khusus di PLA Kota Malang?

(13)

13 1.3. Tujuan Penelitian

Mengacu pada uraian latar belakang serta perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Pelayanan pelayanan pendidikan khusus bagi anak autis di PLA Kota

Malang.

2. Pengukuran kinerja tenaga pendidik dan faktor yang mempengaruhi

pada manajemen pelayanan pendidikan khusus di PLA Kota Malang.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan terlaksananya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik kepada akademisi, pemerintah maupun masyarakat meliputi manfaat teoritis, praktis dan kebijakan.

1. Manfaat Teoritis

Sebagai referensi ilmiah atau rujukan tentang manajemen pelayanan pendidikan di suatu lembaga yang memberikan layanan kepada anak autis untuk mengembangkan metode atau konsep yang terintegrasi dalam memberikan pelayanan optimal bagi anak autis.

2 Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi PLA Kota Malang dalam memberikan

pelayanan optimal kepada anak-anak penyandang autis, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan bagi anak autis.

b. Diharapkan dapat berguna bagi lembaga-lembaga lain,

khususnya lembaga yang memberikan layanan kepada anak autis tentang konsep dan pelaksanaan manajemen pelayanan bagi anak autis.

(14)

14 3. Manfaat Kebijakan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan masukan bagi para pemangku kepentingan dalam menetapkan kebijakan pelayanan terkait hak-hak anak autis dalam mendapatkan layanan pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Pembebasan Bersyarat menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat,

Stres kehamilan adalah salah satu fenomena yang dialami oleh setiap ibu khususnya ibu yang pertama kali mengalami kehamilan (primigravida) yang dipicu oleh

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan kepala keluarga dan minat belajar dengan

Pada hasil partisipasi aktif siswa, siswa telah berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan keaktifan siswa pada proses pembelajan berlangsung dapat dilihat

General Policy Speech by Prime Minister Junichiro Koizumi to the 163'd Session of the

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah berupa skripsi berjudul Evaluasi

The results showed that the existing community participation in tourism management for sustainable tourism development at Angkor, the government should encourage

Kompensasi yang memadai yang diberikan oleh perusahaan diharapkan dapat meningkatkan etos kerja yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kinerja unggul yang dapat