• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "commit to user BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1.Hakikat Belajar Konsep

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah perubahan yang dialami pembelajar dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Belajar diartikan Sanjaya (2009) sebagai suatu proses interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif. Perubahan tersebut dapat terjadi baik dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotor (hlm. 229). Hermawan (2012) menyatakan:

Belajar merupakan aktivitas individu secara sadar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku melalui latihan-latihan dan pengalaman secara terus-menerus dan berkesinambungan, untuk mencapai hasil belajar yang relatif konstan yaitu kedewasaan yang integarated jasmani, mental spiritual dan sosial (hlm. 11).

Pendapat Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2002) alah suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika ia tidak belajar maka

Gagne Dimyati dan Mudjiono (2002) menyatakan:

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut dari: (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru (hlm. 10).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang melibatkan interaksi antara individu yang belajar dengan lingkungan sehingga diperoleh suatu perubahan yang mencangkup aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif

(2)

commit to user

(sikap), psikomotorik (keterampilan), serta aspek-aspek lain sebagai hasil dari pengalaman belajar yang dialami oleh individu yang diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan.

b. Belajar Konsep

menempatkan objek menjadi satu klasifikasi tertentu. Kemampuan konsep berhubungan dengan kemampuan menjelaskan sesuatu berdasarkan atribut

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangunan (building block) berpikir

Konsep menjadi dasar untuk merumuskan prinsip-prinsip. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan itu di dasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.

Dahar (1989) memberikan penjelasan teoritis mengenai belajar konsep dapat ditinjau dari dua pendekatan, yaitu:

1) Pendekatan perilaku. Perbedaan utama antara belajar konsep dan belajar belajar yang lainnya adalah dalam belajar konsep, anak yang belajar memberikan satu respon terhadap sejumlah stimulus yang berbeda, jadi bukan memberikan satu respon terhadap satu stimulus. Stimulus-stimulus itu berbeda dalam beberapa atribut, tetapi stimulus-stilmulus itu mempunyai satu atau lebih atribut yang sama. Tugas anak atau siswa adalah untuk mengasosiasikan satu respon dengan atribut-atribut yang sama diantara stimulus-stimulus itu. Belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan kuantitatif.

2) Pendekatan Kognitif. Pendekatan ini memusatkan pada proses perolehan konsep-konsep, sifat konsep, dan bagaimana konsep itu disajikan dalam struktur kognitif (hlm. 82-84).

Menurut Dahar (1989) belajar konsep dapat dipengaruhi beberapa faktor berikut:

1) Pola reinforsemen dan umpan balik. Dengan hanya menghadapkan subjek-subjek pada contoh-contoh suatu konsep tanpa memberikan umpan balik, mempunyai sedikit efek pada penampilan mereka. 2) Jumlah contoh-contoh positif dan negatif. Konsep-konsep lebih

cepat dipelajari dari contoh positif. Pemberian contoh-contoh yang tidak memiliki atribut-atribut yang relevan akan mempertajam konsep-konsep.

(3)

commit to user

3) Jumlah atribut-atribut. Makin banyak atribut-atribut relevan dimiliki konsep, makin sulit konsep itu dipelajari. (hlm. 83).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu batu dalam berpikir. Konsep-konsep juga merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan suatu masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.

2.Pembelajaran Fisika SMA

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 dalam Paul Suparno (2009) menyatakan:

Mata pelajaran Fisika di SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal:

a. membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

b. memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain.

c. mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

d. mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

e. menguasai konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (hlm. 76).

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan pendidikan Fisika untuk mengembangkan kemampuan melakukan kerja ilmiah, penalaran, dan penguasaan konsep, prinsip, dan keterampilan. Untuk dapat mencapai

(4)

commit to user

tujuan tersebut, guru Fisika menggunakan model pembelajaran dan pendekatan yang tepat.

3.Evaluasi Hasil Pembelajaran

a. Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan fisiknya. Evaluasi selalu dilakukan oleh seseorang, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai pada hal-hal yang sangat rumit. Hal ini dilakukan supaya seseorang dapat menemukan posisi yang sebenarnya dengan demikian dapat menentukan arah pengembangan dirinya. Dalam sistem pembelajaran, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang diperoleh dari evaluasi dapat dijadikan feed-back bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran.

Arifin (20 evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan peserta didik dan menimbangnya dari segi nilai dan 5). Dari definisi ini menegaskan bahwa evaluasi sangat erat hubungannya dengan nilai dan arti.

Pendapat Roestiyah yang dikutip oleh Slameto (2001) menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya, yaitu:

1) Evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.

2) Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dnegan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.

3) Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan utuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.

4) Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada di jalan yang diharapkan. (hlm. 6)

(5)

commit to user

Ada beberapa karakteristik penting dalam evaluasi proses belajar mengajar menurut Sukardi (2012) yang dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Memiliki implikasi tidak langsung terhadap siswa yang dievaluasi. 2) Lebih bersifat tidak lengkap sehingga apa yang dievaluasi hanya sesuai

dengan pertanyaan yang direncanakan oleh guru.

3) Bersifat relatif tergantung pada tolok ukur yang digunakan oleh guru (hlm. 3).

Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti. Sedangkan fungsi dari evaluasi di dalam proses belajar mengajar menurut Sukardi (2012) yang dapat dirangkum sebagai berikut:

1) Sebagai alat untuk mengetahui pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang telah dikuasai peserta didik.

2) Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki peseta didik. 3) Mengetahui tingkat ketercapaian dan perkembangan siswa dalam

kegiatan belajar.

4) Sebagai umpan balik bagi guru.

5) Sebagai laporan kepada orang tua siswa (hlm. 4).

Menurut Sukardi (2012) syarat-syarat yang harus dimiliki oleh

objektif, (4) seimbang, (5) membedakan, (6) norma, (7) fair

(hlm. 8).

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang direncanakan untuk melihat sejauh mana perkembangan yang dilakukan oleh siswa.

b. Teknik Evaluasi

Pada situasi kelas yang sebenarnya, perlu dilakukan evaluasi. Ada beberapa metode evaluasi yang dapat dilakukan. Secara garis besar, metode tersebut dibedakan menjadi dua macam yaitu tes dan nontes.

1) Teknik Tes

Menurut Masidjo (2006) tes adalah suatu alat ukur berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar peserta didik. Jenis-jenis tes digolongkan menjadi

(6)

commit to user

lamanya pengukuran, (4) kegunaan, (5) alat ekpresi, (6) jumlah siswa yang dilibatkan, dan (7) tingkat mutu (hlm. 38- 39).

Jenis tes menurut variabel dibedakan atas tes prestasi belajar atau hasil belajar dan tes kemampuan belajar. Menurut Azwar (2002) tes prestasi belajar ditempatkan dalam beberapa fungsi yaitu:

a) Fungsi Penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang lalu. Contohnya adalah penggunaan nilai rapor kelas 2 sekolah menengah untuk menentukan jurusan studi di kelas 3.

b)Fungsi Formatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi merupakan umpan balik (feed back) kemajuan belajar dan karena itu biasanya tes diselenggarakan di tengah jangka waktu suatu program yang sedang berjalan. Hasil tes formatif dapat menyebabkan perubahan kebijaksanaan mengajar atau belajar bila perlu. Contoh tes prestasi yang berfungsi formatif adalah ujian tengah semester di perguruan tinggi atau tes hasil belajar (THB) di setiap catur wulan atau setiap semester di sekolah-sekolah tingkat menengah dan dasar. c) Fungsi diagnostik dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes

yang bersangkutan digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera dan semacamnya.

d)Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan pegukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih tinggi (hlm. 11).

Menurut Masidjo (2006) jenis tes menurut bentuknya terdiri atas tes karangan, tes objektif, dan tes semi objektif. Menurut lamanya waktu pengukuran, tes dibedakan menjadi tes kekuatan dan tes kecepatan. Ditinjau dari kegunaannya, tes dibedakan menjadi tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif. Ditinjau dari jumlah siswa yang dilibatkan, tes dapat digolongkan menjadi tes individu dan tes kelompok. Ditinjau dari bentuk alat ekspresinya, tes dibedakan atas tes non verbal dan tes verbal.

(7)

commit to user

Sedangkan menurut tingkat atau taraf mutunya, tes digolongkan menjadi tes buatan guru dan tes baku atau standar ( hlm. 46-58).

2) Teknik Nontes

Dalam pengukuran sifat suatu objek, dapat dipakai alat pengukur tes dan nontes. Alat pengukur tes dipakai apabila sifat suatu objek yang mau diukur lebih berupa perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang diketahui, sedangkan alat pengukur nontes digunakan untuk mengukur perubahan tingkah laku yang lebih berhubungan dengan apa yang dapat dilakukan atau yang bersifat kongkret. Menurut Arifin (2013) jenis-jenis alat pengukur nontes antara (4) daftar cek, (5) skala penilaian, (6) angket, (7), studi kasus, (8) catatan incidental, (9)

(hlm. 89).

4. Tes Diagnostik

Slameto (2001) menyatakan "Tes diagnostik adalah usaha penilaian untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang dimiliki siswa yang tidak berhasil dalam belajar, juga faktor-faktor yang menguntungkan pada siswa tersebut, untuk dapat digunakan dalam menolong mengatasi kelemahan siswa

(hlm. 27). Tes diagnostik

adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki siswa sehingga dari hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki

disimpulkan bahwa tes diagnostik adalah suatu tes yang digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan atau kesulitan yang dialami oleh siswa sehingga dari hasil tes tersebut dapat digunakan untuk memberikan tindak lanjut yang sesuai dengan kelemahan / kesulitan yang dialami oleh siswa.

Menurut Depdiknas (2007) tes diagnostik memiliki karakteristik sebagai berikut:

(8)

commit to user

b. dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa

c. menggunakan soal-soal bentuk uraian atau jawaban singkat. Bila menggunakan bentuk pilihan ganda, harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya,

d. disertai rancangan tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi. (hlm. 3).

Tes diagnostik tidak hanya dapat digunakan untuk menelusuri kelemahan kelemahan yang dimiliki oleh siswa. Tes ini juga dapat digunakan untuk mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam membuat tes diagnostik yang dapat mengungkap miskonsepsi. Mazur (1997) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh soal tes konsep adalah "(1) focus on a single concept, (2) not be solvable by relying on equations, (3) have adequate multiple-choice answers, (4) be unambiguously worded, (5) be neither too easy

nor too difficult" (hlm. 26). Atau dengan kata lain soal tes yang baik memiliki

kriteria: (1) fokus pada satu konsep, (2) tidak dapat diselesaikan dengan mengandalkan persamaan matematis, (3) jawaban soal dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, (4) kata-katanya tidak ambigu, (5) tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.

Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa, di antaranya: soal tes berbentuk multiple

choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain menggunakan pilihan

ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah ditentukan. Sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi.

Jaelani (2006) dengan judul Tes Objektif Beralasan (TOB), menyimpulkan bahwa koefisien reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda pada tes dengan memperhatikan alasan memberikan harga: 0,9942 dan 0,9986, 0,6861. Sedangkan koefisien reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda pada tes tanpa memperhatikan alasan memberikan harga:

(9)

commit to user

0,8061, 0,44316 dan 0,3636. Hasil pengumpulan angket didapat bahwa 62,3 %

testee menyatakan dengan adanya pilihan alasan mempermudah dalam

mengerjakan soal, serta 37,7 % menyatakan sebaliknya (hlm. 1). Dengan kata lain tes obyektif dengan memperhatikan alasan dapat digunakan sebagai alat evaluasi untuk mengukur kemampuan pemahaman materi anak didik yang sebenarnya, dengan lebih korektif dan hasilnya segera dapat diketahui.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tersebut, dalam pembuatan instrumen tes diagnostik akan lebih baik digunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan. Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan, di antaranya:

a. Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.

b. Kondisi subjek penelitian. Kondisi subjek yang dimaksud adalah adanya beberapa sikap dari subjek penelitian yang kurang baik, seperti sikap malas mengerjakan dan tidak disiplin.

c. Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.

5. Kriteria Tes yang Baik

Dalam proses pembelajaran, tes merupakan alat ukur dalam proses asesmen maupun evaluasi yang memiliki peranan sangat penting untuk mengetahui keberhasilan proses belajar-mengajar di sekolah. Dalam hal ini, tes memiliki fungsi ganda, yaitu mengukur tingkat pencapaian siswa pada kompetensi yang dipersyaratkan, yang terjabar dalam indikator pencapaian, dan mengukur keberhasilan program pengajaran sekaligus kualitas pendidik dalam mengelola proses pembelajaran. Untuk bisa memberikan data yang akurat sesuai dengan fungsinya, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, untuk dapat dikatakan sebagai tes yang baik.

Menurut Poerwanti (2001), ada beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun butir-butir tes yang berkualitas, yang dapat dirangkum sebagai berikut:

(10)

commit to user

a. Valid

Soal dikatakan valid jika dapat mengukur sesuai dengan apa yang ingin diukur.

b. Relevan

Tes yang relevan memuat soal-soal yang dapat mengukur tingkat kemampuan yang ditetapkan dalam indikator pencapaian hasil belajar. c. Spesifik

Soal harus direncanakan sebaik mungkin agar memberikan jawaban yang pasti dan tidak menimbulkan ambivalensi dalam memberikan jawaban. d. Representatif

Soal tes dikembangkan dari satuan materi yang jelas cakupannya, materi tes harus mencakup seluruh materi pengajaran, serta seluruh pokok materi terwakili dalam soal tes.

e. Seimbang

Setiap pokok bahasan memiliki taraf kesulitan yang berbeda. soal tes dikatakan seimbang bila pokok bahasan yang penting mendapat porsi yang lebih banyak.

f. Sensitif

Soal dapat membedakan antara siswa yang menguasai materi dengan yang tidak.

g. Fair

Tes bersifat terbuka, jelas cakupan materinya, dan jelas penilaiannya. h. Praktis

Tes harus efisien dan mudah untuk dilaksanakan dilihat dari segi pembiayaan maupun pelaksanaannya (hlm. 34-35).

6.Konsep, Konsepsi, Prakonsepsi, dan Miskonsepsi Fisika

a. Konsep dan Konsepsi

Definisi konsep menurut Rooser dalam Dahar (1989) adalah "Suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama" (hlm. 80).

Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut Dahar (1989), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :

1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.

(11)

commit to user

2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non contoh-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep (hlm. 88-89). Berdasarkan pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan antara kenyataan-kenyataannya.

Dalam pembelajaran Fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar Fisika. Hanya dengan penguasaan konsep Fisika seluruh permasalahan Fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran Fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.

konsep sangat mungkin berbeda-beda. misalnya penafsiran konsep massa jenis, atau konsep hambatan, atau konsep gesekan, dapat berbeda untuk

(12)

commit to user

b. Prakonsepsi

si adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah

Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang Fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan gerak dan besaran vektor oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi Fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar.

Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Suparno (2009) menyatakan bahwa siswalah yang membentuk pengetahuan Fisika selama belajar Fisika dalam otak mereka. Mereka membentuk pengetahuan fisis melalui inderanya: lewat pengamatan, perabaan, penciuman, melalui tindakan, mengolah bahan, dan membangun konsep dalam pikirannya. (hlm. 24).

Pengetahuan awal sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep kinematika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi Fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.

c. Miskonsepsi Fisika

1) Miskonsepsi

(13)

commit to user

Kesalahan pemahaman konsep (miskonsepsi) terjadi bila dalam pola pikir siswa yang sering salah dan menyebabkan respon yang salah pula terhadap soal-soal yang menyangkut hubungan tersebut. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, antara konsep yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seseorang, sehingga terbentuk konsep yang salah.

Hammer (1996) mengatakan bahwa miskonsepsi adalah

strongly held cognitive structure that are different from the accepted understanding in a field and that are presumed to interfere with the acquisition of new knowledge

diartikan sebagai struktur kognitif (konsepsi) yang melekat kuat di pikiran siswa, menyimpang dari konsepsi para ahli, dan dapat menghambat proses penerimaan pengetahuan-pengetahuan yang baru. 2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya

Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat beberapa fakta mengenai miskonsepsi menurut Berg (1991), yaitu :

a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki

b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan Soal-soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali.

c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi.

d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari.

e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.

f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi (hlm. 17).

Berdasarkan fakta tersebut, terdapat beberapa saran untuk mengatasi miskonsepsi, antara lain :

a) Mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa. b) Menyadari dalam diri ada miskonsepsi atau tidak

(14)

commit to user

d) Menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi dasar dan prasyarat untuk materi lain.

e) Mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan (hlm. 22)

Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan memberikan tes diagnostik pada siswa. Slameto (1989) menyatakan:

Tes diagnostik adalah usaha penilaian untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang dimiliki siswa yang tidak berhasil dalam belajar, juga faktor-faktor yang menguntungkan pada siswa tersebut, untuk dapat digunakan dalam menolong mengatasi kelemahan siswa tersebut (hlm. 27).

Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan derajat memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep

No. Kategori Derajat

Pemahaman Kriteria 1.Tidak memahami 2.Miskonsepsi 3.Memahami

tidak ada respon

tidak memahami miskonsepsi memahami sebagian dengan miskonsepsi memahami sebagian memahami konsep

a. tidak ada jawaban/kosong b.

c. mengulang pertanyaan

d. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas

a. menjawab dengan penjelasan tidak logis

b. jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pertanyaan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi

a. jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi

b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar (hal. 152) Sumber: (Marek,1986)

(15)

commit to user

Tayubi (2005) menyatakan:

masih terdapat kesulitan dalam membedakan siswa-siswa yang miskonsepsi dan yang tidak tahu konsep. Tanpa dapat membedakan diantara keduanya, akan sulit untuk menentukan langkah penanggulangannya, sebab cara penanggulangan untuk siswa yang mengalami miskonsepsi akan berbeda dengan siswa yang tidak tahu konsep. Kesalahan pengidentifikasian akan menyebabkan kesalahan dalam cara penanggulangannya dan hasilnya pun tidak akan memuaskan. Karena itu, sebelum melangkah lebih jauh pada upaya penanggulangannya, terlebih dahulu para pengajar harus memiliki pengetahuan dan kemampuan mengidentifikasi miskonsepsi secara tepat. (hlm. 4)

Jadi penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah yang melekat kuat di pikiran siswa, menyimpang dari konsepsi para ahli, dan dapat menghambat proses penerimaan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Untuk mengatasi miskonsepsi salah satunya adalah dengan memberikan tes diagnostik yang berguna untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang dimiliki siswa yang tidak berhasil dalam belajar, juga faktor-faktor yang menguntungkan pada siswa tersebut, untuk dapat digunakan dalam menolong mengatasi kelemahan siswa tersebut

7.Kinematika dengan Analisis Vektor

a. Posisi Titik Materi pada Suatu Bidang

Posisi suatu benda dapat diketahui dengan menggambarkannya dalam suatu bidang. Posisi titik materi pada suatu bidang dapat dinyatakan dalam bentuk vektor.

1) Vektor Satuan

Vektor satuan adalah vektor yang besarnya satu satuan. Dalam sistem

koordinat kartesius ada tiga jenis vektor satuan, yaitu

i

, j , k yang saling tegak lurus dan masing-masing menyatakan arah sumbu x, y, dan z positif seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

(16)

commit to user

Gambar 2.1 Vektor Satuan pada Sumbu x, y dan z

Sumber : (Haryadi, 2009: 2)

Vektor-vektor satuan tersebut dapat dioperasikan dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

2) Vektor Posisi

Posisi atau kedudukan suatu titik materi dinyatakan dalam vektor posisi, yaitu vektor yang dibuat dari titik acuan ke arah titik materi tersebut. Perhatikan Gambar 2.2, sebuah titik materi terletak di Ax1,y1 , maka vektor posisi titik A dapat ditulis dengan

j i

r x1 y1 (2.1)

Besarnya vektor posisi adalah

2 1 2 1 y x r (2.2)

Gambar 2.2 Posisi Titik Materi pada Bidang XOY Sumber : (Haryadi, 2009: 3) z y O x y O x

(17)

commit to user

Jika terjadi perpindahan, maka vektor posisi juga berubah. Perpindahan adalah perubahan posisi suatu benda pada waktu tertentu. Perhatikan Gambar 2.3, sebuah benda mula-mula berada di A x1,y1 dengan vektor posisi r , kemudian bergerak dengan lintasan sembarang sampai di A

2 2,

B x y , dengan vektor posisi r . B

r

Gambar 2.3 Perpindahan Titik Materi Sumber : (Haryadi, 2009: 3)

Perpindahan benda tersebut r adalah

A B r r

r (2.3)

Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam vektor satuan

j

y

i

x

j

y

i

x

r

2 2 1 1

j

y

j

y

i

x

i

x

r

2 1 2 1

j

y

y

i

x

x

r

2 1 2 1

j

i

r

(2.4)

Besarnya perpindahan adalah 2 2 y x r (2.5) dengan: r = besarnya perpindahan

x

= x2 x1 y = y2 y1 o y x

(18)

commit to user

b. Kecepatan

Kecepatan merupakan perpindahan (perubahan posisi) suatu benda terhadap satuan waktu.

1) Kecepatan Rata-Rata

rata rata

v

Gambar 2.4 Kecepatan Rata-Rata Memiliki Arah yang Sama dengan Arah Perpindahan. Sumber : (Haryadi, 2009: 4)

Berdasarkan Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa perubahan posisi benda (titik materi) dari A ke B adalah r rB rA, sedangkan selang waktu yang diperlukan adalah t tB tA. Hasil bagi antara perpindahan dan

selang waktu tersebut adalah kecepatan rata-rata, yang dirumuskan

A B A B rata rata

t

t

r

r

t

r

v

dengan: rata rata v = kecepatan rata-rata (m/s) r = perpindahan (m)

t

= selang waktu (s) 2) Kecepatan Sesaat

Kecepatan sesaat v didefinisikan sebagai limit kecepatan rata-rata r ketika

t

mendekati nol:

dt d t t r r lim v 0 (2.6) (2.7) o y A B x

(19)

commit to user

dt dr

adalah turunan pertama fungsi vektor posisi terhadap waktu.

Jika

r

x

i

y

j

dan r xi yj maka j i lim v 0 t y t x j i v x y dt d j i v dt dy dt dx j i v vx vy dengan:

v = vektor kecepatan sesaat (m/s)

dt dx

vx = komponen kecepatan sesaat pada sumbu x (m/s)

dt dy

vy = komponen kecepatan sesaat pada sumbu y (m/s)

Arah kecepatan sesaat merupakan arah garis singgung lintasan di titik tersebut.

3) Menentukan Posisi dari Fungsi Kecepatan

Berdasarkan persamaan (2.7) kecepatan dapat dicari dengan turunan dari fungsi posisinya. Sebaliknya, jika fungsi kecepatan diketahui, fungsi posisi dapat ditentukan dengan mengintegralkan fungsi kecepatan tersebut. dt dr v

dt

d

r

v

Apabila persamaan tersebut diintegralkan, maka

dt

dr v

(20)

commit to user

t t r r

dt

d

0 0

v

r

t t

dt

0

v

r

r

0 t t

dt

0

v

r

r

0 dengan: 0 r = posisi awal (m)

r = posisi pada waktu t (m)

v = kecepatan yang merupakan fungsi waktu (m/s) Komponen posisi pada arah sumbu x dan sumbu y adalah

t t x

dt

v

x

x

0 0 t t y

dt

v

y

y

0 0 c. Percepatan

Percepatan adalah perubahan kecepatan tiap satuan waktu. 1) Percepatan Rata-Rata

Percepatan rata-rata adalah perubahan kecepatan dibagi dengan waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut.

Gambar 2.5 Percepatan Rata-Rata Suatu Benda yang Bergerak dari A ke B

Sumber : (Haryadi, 2009: 9) (2.9) (2.10) o y x A B

(21)

commit to user

Sesuai dengan Gambar 2.5 pada saat t1, sebuah partikel berada di A dengan kecepatan sesaat v dan pada saat 1 t2 partikel berada di B dengan kecepatan sesaat v , percepatan rata-rata selama bergerak dari A 2 ke B adalah

t

t

t

v

v

v

a

1 2 1 2 rata rata dengan: rata rata a = percepatan rata-rata 2 s m

v

= perubahan kecepatan (m/s)

t

= selang waktu (s)

Persamaan (2.11) jika dituliskan dalam vektor satuan, maka

t

v

v

x

i

y

j

a

rata rata

j

i

t

v

t

v

x y j i arata rata ax ay dengan : 1 2 x1 x2 x x

t

t

v

v

t

a

1 2 y1 y2 y y

t

t

v

v

t

a

2) Percepatan Sesaat

Percepatan sesaat didefinisikan sebagai limit kecepatan rata-rata untuk interval waktu mendekati nol.

dt d t t v v lim a 0 Jika v vxi vyj, maka

dt

v

v

d

x

i

y

j

a

(2.11) (2.12) (2.13)

(22)

commit to user

j

i

a

dt

dv

dt

dv

x y j i a ax ay dengan:

a = vektor percepatan sesaat

dt dv a x x

dt

dv

a

y y

Dari persamaan (2.14) dapat dikatakan bahwa percepatan merupakan turunan dari fungsi kecepatan terhadap waktu. Percepatan juga merupakan turunan kedua fungsi posisi terhadap waktu.

Karena dt dx vx dan dt dy

vy , maka persamaan (2.14) dapat dituliskan

j i a dt dt dy d dt dt dx d

j

i

a

2 2 2 2

dt

y

d

dt

x

d

Sehingga percepatan sesaat menjadi:

2 2

r

v

a

dt

d

dt

d

2 2

dt

x

d

dt

dv

a

x x 2 2

dt

y

d

dt

dv

a

y y

3) Menentukan Kecepatan dari Fungsi Percepatan Berdasarkan persamaan (2.13), maka:

dt d dt d a v v a (2.14) (2.15) (2.16)

(23)

commit to user

Fungsi kecepatan dapat ditentukan dengan mengintegralkan fungsi percepatan tersebut.

dt

dv a

Apabila saat t0 kecepatannya v0 dan pada saat t kecepatannya v , maka batas-batas integralnya adalah

v v t t

dt

d

0 0

a

v

t t

dt

0

a

v

v

0 t t

dt

0

a

v

v

0 dengan: 0

v = kecepatan awal, pada saat t0 (m/s) v = kecepatan pada saat t (m/s)

a = percepatan yang merupakan fungsi waktu 2 s m

Apabila vektor kecepatan dan percepatan dinyatakan dalam komponen-komponennya, maka

dt

t t0 x 0x x

v

a

v

dt

t t0 y 0y y

v

a

v

d. Gerak Lurus

Persamaan untuk percepatan konstan dapat dilihat pada Tabel 2.1, diterapkan untuk komponen x dan y dari vektor posisi

r

, vektor kecepatan

v, dan vektor percepatan a.

(2.17)

(24)

commit to user

Tabel 2.1 Persamaan-Persamaan untuk Percepatan Konstan

Persamaan gerak dalam arah x Persamaan gerak dalam arah y t x 0x x v a v vy v0y ayt 2 0 0 a 2 1 t t v x x x x 0 0 a 2 2 1 t t v y y y y

)

(

a

2

0 2 0 2

x

x

v

v

x x x 2a ( 0) 2 0 2 y y v vy y y Sumber: (Haryadi, 2009: 13)

Apabila gerak lurus yang terjadi merupakan perpaduan beberapa gerak maka dinyatakan dalam vektor resultan. Perpindahannya berdasarkan analisis komponen-komponen vektornya pada sumbu x dan y.

s2 s

s1

Gambar 2.6 Resultan Vektor Perpindahan. Sumber: (Haryadi, 2009: 14)

Vektor resultan s dapat dinyatakan ke dalam vektor s1 dan s2 sebagai berikut: 2 1 s s s Sehingga 2 2 1 1 2 1 s s cos s cos s sx x x 2 2 1 1 2 1 s s sin s sin s sy y y

Besar vektor resultan dinyatakan 2 2 y x s s s (2.19) o y x

(25)

commit to user

e. Gerak Parabola

Gerak parabola merupakan perpaduan gerak lurus beraturan (GLB) pada arah horizontal dengan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) pada arah vertikal. Pada pembahasan ini hanya memperhatikan geraknya setelah dilempar dan bergerak bebas di udara dengan pengaruh gravitasi.

Pada Gambar 2.7 sebuah benda mula-mula berada di pusat koordinat, dilemparkan ke atas dengan kecepatan v0 dan sudut elevasi . Pada arah sumbu x, benda bergerak dengan kecepatan konstan, atau percepatan nol (a = 0), sehingga komponen kecepatan vx mempunyai besar

yang sama pada setiap titik lintasan tersebut, yaitu sama dengan nilai awalnya v0x pada sumbu y, benda mengalami percepatan gravitasi g.

Gambar 1.7 Lintasan gerak peluru gam

Untuk menganalisis gerak peluru, harus ditinjau gerak dalam arah sumbu x

dan sumbu y.

1) Vektor kecepatan awal

Komponen vektor kecepatan awal pada sumbu x dan y adalah Gambar 2.7 Lintasan Gerak Peluru. Sumber: (Haryadi, 2009: 15) o y x h . R

(26)

commit to user

cos

0 0

v

v

x (2.20) sin 0 0 v v y

2) Kecepatan benda setiap saat Pada arah sumbu x (GLB)

cos 0 0 v v vx x (2.21)

Pada arah sumbu y (GLBB)

gt v vy 0y gt v vy 0sin (2.22)

Besarnya kecepatan adalah 2 2 y x v v v

3) Posisi benda setiap saat - Pada arah sumbu x

t v x 0x t v x 0cos

- Pada arah sumbu y

2 2 1 gt t v y oy 2 0 2 1 sin t gt v y

4) Tinggi maksimum benda (h)

Pada saat benda mencapai ketinggian maksimum, kecepatan arah vertikal sama dengan 0. y v = 0 gt v0sin = 0 sin 0 v = g t

t

= g v0sin (2.23a) (2.23b) (2.24)

(27)

commit to user

Dengan t adalah waktu untuk mencapai ketinggian maksimum. Jika t

disubstitusikan ke persamaan (2.23b), maka 2 0 0 0

sin

2

1

sin

sin

g

v

g

g

v

v

y

g

v

g

v

g

v

y

2

sin

2

sin

sin

02 2 2 2 0 2 2 0

g

v

g

v

h

2

sin

2

sin

0 2 2 2 0 h = tinggi maksimum

5) Jarak jangkauan benda (R)

Pada saat benda menyentuh tanah, posisi vertikal benda adalah nol.

y = 0 y = 0 2 2 1 sin t gt v 0 = 0 2 2 1 sin t gt v 2 2 1 gt = v0sin t R t = g v sin 2 0

Dengan tR adalah waktu yang diperlukan benda untuk menyentuh tanah.

Jika persamaan (2.26) disubstitusikan ke persamaan (2.23a), maka

x = v0cos t R R =

g

v

v

cos

2

0

sin

0 =

g

v

02

2

sin

cos

; dengan

2

sin

cos

=

sin

2

R =

g

v

02

sin

2

(2.25)

(2.26) (2.27)

(28)

commit to user

Berdasarkan persamaan (2.27), jarak jangkauan benda ditentukan oleh sudut elevasi ( ). Benda akan mencapai jarak jangkauan maksimum jika nilai

sin

2

maksimum.

g

v

R

sin

2

2 0

, R maksimum jika

sin

2

maksimum.

2

sin

= 1

2

sin

=

sin

90

=

45

f. Gerak Melingkar

Dalam materi gerak melingkar ini akan dibahas mengenai posisi sudut, kecepatan sudut, dan percepatan sudut sebagai persamaan fungsi terhadap waktu.

Gambar 2.1 Posisi Sudut terhadap Waktu Sumber: (Haryadi, 2009: 13)

1) Posisi sudut

Posisi sudut dari suatu titik zat yang bergerak melingkar dinyatakan:

t , t merupakan fungsi dari waktu. 2) Kecepatan Sudut

Kecepatan sudut rata-rata adalah hasil bagi perubahan posisi sudut dengan selang waktu tertentu (Gambar 2.8)

o

P

Q

(rad)

(29)

commit to user

1 2 1 2

t

t

t

rata rata (2.28)

Apabila selang waktu

t

mendekati nol, maka kecepatan benda tersebut adalah kecepatan sesaat, dirumuskan

t

t 0

lim

dt

d

(2.29)

Kecepatan sudut sesaat merupakan turunan pertama dari fungsi posisi sudut terhadap waktu. Posisi sudut dapat dicari dari fungsi kecepatan sudut tersebut. =

dt

d

d =

dt

d = dt

Jika pada saat t = 0 posisi sudut 0 dan pada saat t = t posisi sudut ,

maka 0

d

= t

dt

0 0 =

dt

t 0

dt

t 0 0 dengan:

0 = posisi sudut awal (rad) = posisi sudut saat t (rad)

= kecepatan sudut (rad/s)

t = waktu (s)

(30)

commit to user

3) Pecepatan Sudut

Pecepatan sudut rata-rata adalah perubahan kecepatan sudut tiap satuan waktu. 1 2 1 2 rata rata

t

t

t

Jika selang waktu

t

mendekati nol, maka percepatan yang dimiliki benda adalah percepatan sesaat yang dirumuskan:

t lim 0 t dt d Karena

dt

d

, maka: 2 2

dt

d

dt

d

dt

d

Percepatan sudut merupakan turunan pertama fungsi kecepatan sudut atau turunan kedua dari fungsi posisi sudut.

Kecepatan sudut dapat dicari dari fungsi percepatan sudut sesaat. Fungsi kecepatan sudutnya ditentukan dengan mengintegralkan fungsi percepatan sudut tersebut.

=

dt d

d

=

d =

Jika pada saat t = 0 kecepatan sudutnya 0 dan pada saat t = t kecepatan sudutnya , maka 0

d

= t 0 0 t (2.31) (2.32) (2.33) (2.34)

(31)

commit to user

dengan:

0 = kecepatan sudut awal (rad/s)

t = kecepatan sudut saat t (rad/s)

= pecepatan sudut 2 s rad

t = waktu (s) 4) Kinematika Rotasi

a) Gerak Rotasi Beraturan

Gerak rotasi beraturan didefinisikan sebagai gerak rotasi dengan kecepatan sudut konstan atau percepatan sudut nol. Bedasarkan persamaan (2.30) diperoleh

dt

t 0

Karena kecepatan sudut konstan, maka

t = 0 dt

= 0 t 0 0 t 0

t

t = 0 t (2.35)

dengan:

0 = posisi sudut awal (rad)

t = posisi sudut saat t (rad)

= kecepatan sudut (rad/s)

t = waktu (s)

b) Gerak Rotasi Berubah Beraturan

Gerak rotasi berubah beraturan didefinisikan sebagai gerak rotasi dengan percepatan sudut konstan. Berdasarkan persamaan (2.34), diperoleh

t

t

dt

0 0

Karena percepatan sudut konstan, maka

(32)

commit to user

Posisi sudut dapat ditentukan dengan memasukkan persamaan (2.36) ke persamaan (2.30), sehingga t = t

dt

0 0 = t = 2 0 0 t 2 1 t dengan :

0 = posisi sudut awal (rad)

t = posisi sudut saat t (rad)

0 = kecepatan sudut awal (rad/s) = percepatan sudut rad s2

t = waktu (s)

B. Penelitian yang Relevan

1. Yunita Kurnia Sholfiani (2006) menyimpulkan bahwa Tes diagnostik Fisika pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus yang disusun terdiri dari 30 butir soal pilihan ganda dan 5 butir soal esai. Memiliki taraf kesukaran soal rata-rata sedang. Untuk soal pilihan ganda: 10 soal tergolong mudah, 15 soal tergolong sedang, dan 5 soal tergolong sukar. Untuk soal esai: 1 soal tergolong sedang dan 4 soal tergolong sulit. Dan daya pembeda soal rata-rata cukup. Untuk soal pilihan ganda: 11 soal tergolong baik, 11 soal tergolong cukup, 7 soal tergolong jelek, dan 1 soal tergolong sangat jelek. Untuk soal esai: 2 soal tergolong baik sekali, 1 soal tergolong cukup, dan 2 soal tergolong jelek. 2. Saparini (2009) menyimpulkan bahwa mahasiswa memiliki miskonsepsi pada

pokok bahasan optik geometri. Miskonsepsi terjadi pada beberapa konsep dengan tingkatan yang berbeda-beda (terdukung data). Adapun profil miskonsepsi yang dimiliki oleh mahasiswa dengan prosentase lebih dari 30 % adalah sebagai berikut: 1). Pada siang hari, mahasiswa berpendapat bahwa

(2.37)

(33)

commit to user

cahaya merambat tetapi hanya sampai pengamat saja; 2). Cepat rambat cahaya lampu senter lebih cepat dari cepat rambat cahaya lilin yang menyala, sebab intensitas cahaya lampu senter lebih besar dari pada intensitas cahaya lilin yang menyala; 3). Cepat rambat cahaya matahari lebih cepat dari cepat rambat cahaya lampu senter, sebab intensitas cahaya matahari lebih besar dari pada intensitas cahaya lampu senter; 4). Ketika merambat di udara, cepat rambat cahaya matahari lebih cepat dari cepat rambat cahaya lampu senter, sebab ketika merambat pada medium yang sama intensitas cahaya matahari lebih besar dari pada intensitas cahaya lampu senter; 5). Pengamat mengamati ikan yang berada dalam air dengan posisi mata tegak lurus ikan, menurut pengamat ikan tersebut akan kelihatan lebih kecil dari ukuran sebenarnya, sebab ketika melihat ikan sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal; 6). Bayangan yang terbentuk oleh cermin cembung selalu maya, tegak dan diperkecil, sebab bayangan yang terbentuk selalu di antara cermin dan fokus cermin cembung; 7). Panjang fokus cermin lengkung sferis selalu sama dengan ½ radius kelengkungan cermin sebab fokus cermin lengkung sferis terbentuk dari perpotongan beberapa sinar pantul; 8). Panjang fokus lensa kacamata positif ketika digunakan di udara maupun di dalam air adalah sama sebab panjang fokus lensa tidak dipengaruhi oleh medium; 9). Panjang fokus lensa kacamata negatif ketika digunakan di udara maupun di dalam air adalah sama sebab panjang fokus lensa tidak dipengaruhi oleh medium; 10). Kamera akan menghasilkan Gambar yang lebih besar jika diameter lensa kamera tersebut besar.

3. Haris Ady Saputra (2011) menyimpulkan bahwa siswa SMA N 3 Surakarta dan siswa SMA N 5 Surakarta teridentifikasi memiliki miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Adapun profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 3 Surakarta dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30 % adalah sebagai berikut: 1). Model konsumsi arus, siswa beranggapan bahwa arus berkurang setiap melewati lampu atau hambatan; 2). Baterai lebih dianggap sumber arus; 3). Baterai dianggap sebagai sumber arus tetap; 4). Adanya pemikiran sequential reasoning; 5).

(34)

commit to user

Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 6). Miskonsepsi tentang beda potensial. Sedangkan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 5 Surakarta dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30 % adalah sebagai berikut: 1). Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 2). Batere dianggap sebagai sumber arus tetap; 3). Adanya pemikiran sequential reasoning; 4). Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 5). Miskonsepsi tentang beda potensial.

4. Anggraeni Dwi Susilowati (2011) menyimpulkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo teridentifikasi memiliki miskonsepsi pada pokok bahasan Optik Geometri. Adapun hasil uji coba instrumen miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo adalah sebagai berikut: Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden 42 siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10 % dari jumlah responden. Untuk rata-rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang belum memenuhi patokan minimal 50 % dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas instrument tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori rendah yang berarti instrument tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa masih rendah. Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10 % dari jumlah responden. Untuk rata-rata persentase derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan minimal 50 % dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas instrumen tes saat uji coba II adalah 0,69.

C. Kerangka Berpikir

Setiap siswa memiliki konsepsi-konsepsi sendiri yang telah mereka dapatkan dari pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Saat pembelajaran berlangsung, seringkali ada perbedaan antara konsep yang telah tertanam dalam diri siswa dengan konsep para ahli. Suatu konsep yang berbeda dengan konsep para ahli inilah yang dinamakan miskonsepsi atau salah konsep. Jika

(35)

commit to user

kesalahan konsep ini tidak segera ditangani, maka dapat menghambat proses penerimaan konsep / materi selanjutnya. Oleh karena itu, masalah ini perlu segera ditangani dengan cara melakukan diagnosis terhadap miskonsepsi yang dimiliki siswa. Diagnostik dapat dilakukan dengan cara memberikan tes diagnostik.

Tes diagnostik ini berfungsi untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep yang dialami siswa. Guru harus membuat instrumen tes diagnostik yang nantinya dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

Kerangka penelitian ini dapat ditunjukkan dalam paradigma penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.9 Kerangka Berpikir

Perlu diagnosis letak kesalahan Dibutuhkan alat diagnostik

Instrumen tes

diagnostik Ada konsep awal yang

berbeda dengan konsep

ahli

Miskonsepsi pada diri siswa Siswa memiliki konsep awal

Menghambat proses penerimaan konsep Rendahnya

(36)

commit to user

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian berkaitan dengan penyusunan tes diagnostik Fisika SMA Kelas XI, sebagai berikut:

1. Apakah instrumen tes diagnostik yang disusun memenuhi kriteria validitas? 2. Apakah instrumen tes diagnostik yang disusun memenuhi kriteria reliabilitas?

Gambar

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep  No. Kategori  Derajat
Gambar 2.1 Vektor Satuan pada Sumbu x, y dan z        Sumber : (Haryadi, 2009: 2)
Gambar 2.3 Perpindahan Titik Materi     Sumber : (Haryadi, 2009: 3)
Gambar 2.4 Kecepatan Rata-Rata Memiliki Arah yang Sama   dengan Arah Perpindahan. Sumber : (Haryadi, 2009: 4)  Berdasarkan  Gambar  2.4  dapat  diketahui  bahwa  perubahan  posisi  benda  (titik  materi)  dari  A  ke  B  adalah  r r B r A ,  sedangkan  sel
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik simpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan motivasi belajar

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pola pengasuhan keluarga lebih baik daripada pola pengasuhan di pesantren, faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah

Mencermati Pasal 88 ayat (1) yang disebutkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasu serta pembinaan masyarakat

1) Yang dilakukan bukan PBMC murni, tetapi modifikasi atau hybrid PBC yang di dalamnya mencakup pekerjaaan peningkatan bahkan rekonstruksi (bersifat investasi),

Selanjutnya permasalahan yang berkenaan dengan akibat hukum terhadap pembatalan perkawinan di muat dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

a) Metode Burrows-Wheeler Transform sangat efektif jika digabungkan dengan algoritma Run-Length Encoding pada kompresi citra bitmap 24 bit. b) Rasio kompresi yang

Rubrik yang tersedia dalam majalah internal ini yaitu : Salam Redaksi berisi sedikit catatan kusus dari editor, Berita Utama adalah isi berita yang memuat

Dari beberapa buku dan penelitian yang terdahulu belum ada penelitian khusus yang membahas tentang praktek wakaf tunai terutama pada Yayasan Wakaf Bina Amal