• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP Luka Bakar 2017.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP Luka Bakar 2017.docx"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RUANG BURN CENTER

RSUP SANGLAH DENPASAR

OLEH

NATALIA KAHI WONJI NIM. 1502116014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN B FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

(2)

A.KONSEP LUKA BAKAR 1. Definisi Luka Bakar

Luka Bakar adalah cedera kulit dan jaringan disekitarnya akibat suhu, bahan kimia, listrik dan radiasi (Kapita Selekta Kedokteran, 2014)

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti air panas, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Nurarif & Kusuma, 2015).

2. Epidemiologi

Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan usia. Setiap tahunnya, sekitar 45.000 pasien mendapat cedera luka bakar dan dirawat di rumah sakit. Lebih dari 60% luka bakar terjadi pada kisaran usia reproduksi, kejadian pada pria lebih banyak dari pada wanita. Hampir 55% disebabkan oleh api, 40% karena air mendidih, dan selebihnya disebabkan oleh kimia dan listrik (Morton, dkk, 2012; Kapita Selekta Kedokteran, 2014).

3. Etiologi

Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya, meliputi: (Kowalak, dkk, 2012; Morton, dkk, 2012)

a. Luka Bakar Termal

Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya, dapat berupa gas, cairan, benda padat (solid).

1) Scald Burns

Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas. Faktor ini merupakan penyebab kebanyakan luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik.

2) Flash Burns

Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena.

(3)

b. Luka Bakar Kimia

Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat-zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.

c. Luka Bakar Elektrik

Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh kontak dengan kawat listrik yang mengandung arus listrik atau dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.

d. Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

e. Frost Bite

Luka bakar akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen.

4. Klasifikasi

a. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar

Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak (Morton, dkk, 2012; Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015)

1) Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Hanya mengenai lapisan epidermis.

b) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat). c) Kulit memucat bila ditekan.

(4)

e) Sangat nyeri

f) Dapat sembuh spontan dalam 5-10 hari.

2) Superficial Partial-Thickness (derajat IIa), dengan ciri sebagai berikut :

a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis (atas dermis), berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi

b) Dijumpai bulae

c) Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi/nyeri hiperestetik d) Dasar luka berwarna merah atau pucat,

e) Kerusakan mengenai bagian superficial, dermis lebih dalam lagi

f) Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh g) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari

3) Deep Partial-Thickness (derajat IIb)

a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis

b) Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh

c) Dasar luka kering, pucat seperti lilin. d) Nyeri/sensitif terhadap tekanan

e) Menimbulkan edema ringan hingga sedang

f) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan

4) Full thickness (derajat III), dengan ciri sebagai berikut :

a) Mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan. Dapat juga mengenai permukaan otot, persarafan dan pembuluh darah.

b) Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam. c) Tanpa ada blister.

d) Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras. e) Edema.

(5)

g) Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan. h) Memerlukan skin graft.

i) Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.

b. Berdasarkan Luas Luka Bakar

Ukuran luka bakar ditentukan dengan presentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar. Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar, meliputi: (Morton, dkk, 2012; Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015)

1) Rule of Nine

Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran/luas luka bakar. Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh dibagi dalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat gambar 1). Rinciannya, sebagai berikut:

 Kepala dan leher : 9%

 Lengan masing-masing 9% : 18%

 Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

 Tungkai masing-masing 18% : 36%

 Genetalia/perineum : 1%

(6)

2) Lund and Browder

Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar (lihat gambar 2). NO AREA AGE-YEARS 0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT 1 Head 9 17 13 10 7 2 Neck 2 2 2 2 2 3 Anterior trunk 13 17 13 13 13 4 Posterior trunk 13 13 13 13 13 5 Right buttock 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 6 Left buttock 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 7 Genitalia 1 1 1 1 1

8 Right upper arm 4 4 4 4 4

9 Left upper urm 4 4 4 4 4

10 Right lower arm 3 3 3 3 3

11 Left lower arm 3 3 3 3 3

12 Right hand 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 13 Left hand 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 2 ½ 14 Right thigh 5 ½ 6 ½ 8 ½ 8 ½ 9 ½ 15 Left thigh 5 ½ 6 ½ 8 ½ 8 ½ 9 ½ 16 Right leg 5 5 5 ½ 6 7 17 Left leg 5 5 5 ½ 6 7 18 Right foot 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 19 Left foot 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3 ½ 3) Hand palm.

Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1% dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.

(7)

Gambar 1. Metode Rule of nine Gambar 2. Metode Lund & Browder

Gambar 3. Metode Hand palm

c. Berdasarkan Beratnya Luka Bakar

Perkumpulan Luka Bakar America (American Burn Asociation/ABA) mempublikasikan petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar (Morton, dkk, 2012; Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015).

1) Luka Bakar Berat (Mayor) a) 25 % pada orang dewasa

b) 25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun c) 20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun

d) Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.

e) Luka bakar karena listrik voltage tinggi

(8)

2) Luka Bakar Sedang (Moderat) a) 15-25 % mengenai orang dewasa

b) 10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun

c) 10-20 % pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun

d) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan perineum 3) Luka Bakar Ringan (Minor)

a) Kurang dari 15% pada orang dewasa b) Kurang dari 10% pada anak-anak

c) Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, kaki d) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

e) Tidak ada risiko gangguan kosmetik atau fungsional atau disabiliti.

5. Patofisiologi

Syok pada luka bakar terjadi akibat lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan mempengaruhi sistem kardiovaskular. Hilangnya atau rusaknya jaringan dan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan cairan, plasma, dan protein akan lolos atau hilang dari kompartemen intravaskuler ke dalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi kulit yang meningkat sehingga terjadi kekurangan cairan. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan.

Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik (suatu keadaan akut abdomen berupa kembung/distensi abdomen, karena usus tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas), takikardia dan takipnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injuri jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.

Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena

(9)

meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.

Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.

Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler (Pathway terlampir) (Morton, dkk, 2012; Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015).

6. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

a. Hentikan proses pembakaran

Pada saat pasien ditemukan, biasanya api sudah padam. Apabila pasien masih dalam keadaan terbakar, maka dapat ditempuh cara:

1) Menyiram dengan air dalam jumlah banyak apabila api disebabkan karena bensin atau minyak, karena apabila dalam jumlah sedikit hanya akan memperbesar api.

2) Menggulingkan pasien pada tanah yang datar, kalau bisa dalam selimut basah.

3) Luka bakar dapat mengalami pendalaman walaupun api sudah mati. Untuk mengurangi proses pendalaman ini luka dapat disiram dengan air bersih untuk pendinginannya.

b. Primary Survey 1) Airway/Jalan Napas

Pada permulaannya airway biasanya tidak terganggu. Dalam keadaan ekstrim bisa saja airway terganggu, misalnya karena lama berada dalam ruangan tertutup yang terbakar sehingga terjadi pengaruh panas yang lama terhadap jalan nafas. Menghisap gas atau partikel karbon yang terbakar dalam jumlah yang banyak juga akan dapat menggangu airway. Pada permulaan penyumbatan airway tidak total sehingga akan timbul suara stridor/crowing. Bila menimbulkan sesak nafas berat (bila saturasi oksigen kurang dari 95%) maka ini merupakan indikasi mutlak untuk intubasi.

(10)

Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain:

 Luka bakar yang mengenai wajah dan atau leher

 Alis mata dan bulu hidung hangus

 Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring

 Sputum yang mengandung karbon atau arang

 Suara serak

 Riwayat gangguan mengunyah dan atau terkurung dalam api

 Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan

Apabila ditemukan hal seperti tersebut di atas, sangat mungkin terjadi trauma inhalasi yang memerlukan penanganan definitive, termasuk pembebasan jalan nafas.

2) Breathing

Gangguan breathing yang timbul cepat dapat disebabkan karena:

a) Inhalasi partikel – partikel panas yang mengakibatkan proses peradangan dan edema pada saluran nafas. Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan penanganan yang agresif, lakukan airway definitive untuk menjaga jalan nafas.

b) Keracunan CO (karbonmonoksida).

Asap dan api mengandung CO. Apabila pasien berada dalam ruangan tertutup yang terbakar, maka kemungkinan keracunan CO cukup besar. Diagnostiknya sulit (apalagi di pra –RS). Kulit yang berwarna merah terang biasanya belum terlihat. Pulse oksimeter menunjukkan tingkat saturasi oksigen yang cukup walaupun pasien dalam kondisi sesak.

Bila diduga keracunan CO, maka diberikan oksigen 100% dengan non rebreathing mask atau bila perlu ventilasi tambahan dengan BVM yang ada reservoar oksigen.

3) Circulation

Kulit yang terbuka menyebabkan penguapan air yang berlebih dari tubuh, dengan akibat terjadinya dehidrasi yang memerlukan tindakan resusitasi cairan.

a) Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid melalui dua jalur intravena. b) Resusitasi tanpa syok

Resusitasi tanpa syok merupakan resusitasi cairan tanpa gejala klinis syok atau pada kasus dengan luas < 25-30%, tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan kurang

(11)

dari 2 jam. Kebutuhan cairan yang diberikan adalah berdasarkan rumus Baxter sebagai berikut: 4 ml/kgBB x % luka bakar (pada dewasa) 2 ml/kgBB x % luka bakar (pada anak)

Pemberian cairan mengikuti metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Pemantauan sirkulasi renal juga harus dilakukan. Jumlah produksi urine dipantau melalui kateter urine setiap jam (30-50 cc atau 0,5 ml/kgBB setiap jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak dan 2 cc/kgBB/jam pada bayi). Apabila produksi urine <0,5 ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan sebanyak 50% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumya. Apabila produksi urine >1 cc/kgBB/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya.

Bila fase pra RS hanya singkat, maka tidak perlu pemasangan kateter urine. Namun dalam keadaan khusus dimana masa pra-RS lama, maka perlu pemasangan kateter sehingga dapat dilakukan pemantauan produksi urine.

4) Disability

Pemeriksaan kesadaran dengan GCS dan tanda lateralisasi (pupil dan motorik) harus dilakukan.

5) Eksposure

Pastikan pasien tidak mengalami hipotermi. c. Secondary Survey

1) Anamnesis

Penting untuk menanyakan dengan teliti hal sekitar kejadian. Tidak jarang terjadi disamping luka bakar akan ditemukan perlukaan lain yang disebabkan usaha melarikan diri dari api dalam keadaan panik.

2) Pemeriksaan head to toe

Pemeriksaan head to toe dilakukan dengan teliti. Apabila ditemukan kelainan harus diberikan penanganan yang sesuai.

(12)

3) Perawatan luka bakar

Untuk tindakan pra-RS tidak perlu dilakukan apa – apa selain menutup dengan kain bersih. Jangan memecahkan bula atau vesikel pada fase pra-RS. Perawatan luka dilakukan segera setelah tindakan resusitasi jalan nafas dan mekanisme bernafas serta resusitasi cairan dilakukan, yang meliputi tindakan debridement, necrotomy dan tindakan pencucian luka. 4) Indikasi rawat inap

Pada beberapa kasus luka bakar perlu dirujuk ke pusat luka bakar adalah sebagai berikut: - Luka bakar derajat II >15% pada dewasa dan > 10% pada anak – anak

- Luka bakar derajat II pada muka, tangan dan kaki, perineum dan sendi - Luka bakar derajat III > 2% pada dewasa, setiap derajat III pada anak-anak - Luka bakar disebabkan listrik, disertai cedera jalan nafas atau komplikasi lain

d. Akibat cuaca dingin

Berat ringannya akibat trauma dingin tergantung pada suhu, lamanya kontak, keadaan lingkungan, jumlah baju hangat atau pelindung, dan keadaan kesehatan pasien. Ada 3 jenis trauma dingin yaitu:

1) Frostnip

Merupakan bentuk paling ringan dari trauma dingin, ditandai dengan nyeri, pucat, dan kesemutan pada daerah yang terkena. Dengan penghangatan daerah ini dapat pulih dengan sempurna tanpa kerusakan jaringan, kecuali bila trauma terjadi berulang dan dalam jangka waktu bertahun – tahun dapat menyebabkan jaringan lemak hilang atau atropi.

2) Frostbite

Frostbite merupakan pembekuan jaringan yang diakibatkan oleh pembentukan kristal es intraseluler dan bendungan mikrovaskuler sehingga terjadi anoksia jaringan.

(13)

Gambar 4. Frostbite

Frostbite dapat dibagi menjadi 4 derajat:

a) Derajat I: hyperemia dan edema tanpa nekrosis dikulit

b) Derajat II: pembentukan vesikel/bula disertai hyperemia, edema dan nekrosis sebagian lapisan kulit

c) Derajat III: nekrosis seluruh lapisan kulit dan jaringan subkutan, biasanya juga disertai dengan pembentukan vesikel hemoragik

d) Derajat IV: nekrosis seluruh jaringan kulit dan gangrene otot serta tulang. 3) Non freezing injury

Non freezing injury disebabkan oleh kerusakan endotel mikrovaskuler. Trenchfoot merupakan salah satu contoh non frezzing injury tangan dan kaki akibat terkena udara basah terus menerus yang suhunya masih di atas titik beku yaitu antara 1,6 ºC sampai 10 ºC.

(14)

Gambar 5. Trench foot Penanganan :

1) Proteksi diri dan lingkungan.

2) Selalu mendahulukan hal yang mengancam A-B-C terlebih dahulu.

3) Penanganan harus segera dilakukan untuk memperpendek berlangsungnya pembekuan jaringan. Jangan menggosok bagian yang terkena frostbite karena akan lebih mencederai pasien.

4) Re-warming:

- Jangan lakukan pada frostbite dalam atau lanjut - Selalu memakai penghangat lembab

- Jika terdapat luka lakukan seperti penanganan luka bakar - Segera rujuk kerumah sakit

e. Luka bakar kimia

Penanganan apabila menemukan pasien masih dalam keadaan terkena zat kimia: 1) Selalu proteksi diri

2) Apabila zat kimia bersifat cair, langsung semprot dengan air mengalir.

3) Apabila zat kimia besifat bubuk sapu dahulu sampai zat kimia tipis baru kemudian siram dengan air.

(15)

f. Luka bakar listrik

Penanganan pada pasien luka bakar listrik harus meliputi perhatian terhadap jalan nafas dan pernafasan, pemberian cairan infuse, pemasangan EKG dan kateter urine.

B.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

1. Pengkajian

a) Biodata

Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian kita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa di atas 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian. Data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi yang tepat.

b) Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, quality, radiasi, severe, time (p,q,r,s,t). Sesak nafas yang timbul beberapa jam/hari setelah klien mengalami luka bakar disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.

c) Riwayat penyakit sekarang

Gambaran keadaan klien mulai terjadinya luka bakar, penyebab lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakukan serta keluhan klien selama menjalankan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase: fase emergency (± 48 jam pertama terjadi perubahan pola BAK), fase akut (48 jam pertama hingga beberapa hari/ bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).

d) Riwayat penyakit masa lalu

Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalahgunaan obat dan alcohol.

(16)

e) Riwayat penyakit keluarga

Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan

f) Pola ADL

Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri .

g) Riwayat psikososial

Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang lama sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.

h) Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat

2) TTV

Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama

3) Pemeriksaan kepala dan leher

 Kepala dan rambut

Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setelah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar

(17)

 Mata

Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar

 Hidung

Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok.

 Mulut

Sianosis karena kurangnya suplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang

 Telinga

Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen

 Leher

Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan

 Pemeriksaan thorak/dada

Inspeksi bentuk thorak, irama pernafasan, irreguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi

 Abdomen

Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.

 Urogenital

Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor/terdapat lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan kaji indikasi untuk pemasangan kateter.

 Muskuloskeletal

Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskeletal, kekuatan otot menurun karena nyeri

(18)

 Pemeriksaan neurologi

Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila suplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)

 Pemeriksaan kulit

Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran presentase luas luka bakar menurut kaidah Rule of nine atau Lund and Browder) sebagai berikut :

Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 4 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dalam perawatan luka bakar dapat mencakup keadaan berikut ini:

a. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemik ditandai dengan kehilangan cairan intravaskuler, status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakeabronkial; edema mukosa, dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

c. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat ditandai dengan kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik; penurunan Hemoglobin, penekanan respons inflamasi.

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, zat kimia, fisik, ditandai dengan kerusakan kulit/jaringan

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % – 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma: kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).

(19)

g. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.

3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA

KEPERAWATAN

OUTCOME INTERVENSI

1 Resiko syok berhubungan dengan hipovolemik

Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, klien menunjukkan tanda-tanda: Fluid Balance Hydration Syok Prevention  Mempertahankan urine out put normal.

 TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.  Tidak ada tanda-tanda

dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik.

Fluid Management

 Pertahankan intake dan output.  Monitor status hidrasi.

 Monitor vital sign.

 Kolaborasi pemberian cairan intra vena.

 Monitor kehilangan cairan yang insisible

Syok Prevention

 Monitor status sirkulasi.

 Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.

 Pantau hasil laboratorium.  Monitor tanda dan gejala shock. 2 Nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis

Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, klien menunjukkan tanda-tanda: Pain Control

 Mampumengontrol nyeri  Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Menggunakan analgesik sesuai rekomendasi Comfort Level

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Pain Level

 Tanda vital dalam rentang normal.

 Skala nyeri berkurang

Pain Management

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan interpersonal)

 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Wound Care

 Jaga luka tetap bersih kering.

 Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,jaringan nekrotik.  Lakukan perawatan luka.

 Gunakan antiseptic atau pengobatan luka sesuai dengan program.

(20)

3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.

Dalam waktu 1 x 30 menit perawatan, klien menunjukkan tanda-tanda:

Airway Patency

 Tidak ada sumbatan jalan nafas

 Frekuensi nafas dalam batas normal.

 Irama nafas dalam batas normal

 Tidak ada sputum pada jalan nafas

Respiratory Status : Ventilation

 Tidak ada retraksi dada  Tidak menunjukkan sesak

nafas

Airway Management

 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu  Berikan Oksigen

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

 Beri agen bronkodilator  Beri nebulizer

 Beri agen vasodilator

Vital Sign Monitoring  Monitor RR.

 Monitor frekuensi dan irama

pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola pernapasan abnormal  Monitor sianosis perifer

4 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hipermetabolik

Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, klien menunjukkan tanda-tanda: Nutritional Status  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan

 Nutrien intake adekuat  Tidak dehidrasi

Nutrition Management

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

 Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

 Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)  Berikan informasi tentang kebutuhan

nutrisi

 Kaji kemampuan pasien untuk

mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring  Timbang BB pasien

 Monitor adanya penurunan berat badan

 Monitor turgor kulit  Monitor mual dan muntah

 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

5 Kerusakan integritas jaringan berhubungan

Dalam 3 x 24 jam perawatan, diharapkan pasien dapat:

Skin Care : Graft Site

(21)

dengan luka bakar Tissue Integrity : Skin  Kemerahan berkurang  Tekstur kulit membaik  Kulit elastic

 Sensasi pada kulit baik  Tidak terjadi pigmentasi

abnormal

 Kulit tidak mengelupas  Perspiration kulit baik  Kulih utuh

 Perawatan luka steril

 Persiapkan pasien untuk tindakan skin graft

Infection Protection

 Cuci tangan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

 Bimbing pasien dan keluarga pasien bagaimana teknik untuk membatasi penyebaran infeksi

 Gunakan sarung tangan dalam

perawatan pasien menghindari penyebaran jamur ke pasien lain  Anjurkan pasien untuk mencuci

tangan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah kontak dengan bagian tubuh yang terinfeksi agar tidak menyebar ke bagian tubuh lain yang tersentuh

 Berikan penjelasan nutrisi yang adekuat yang diperlukan untuk pasien

 Bimbing pasien dan keluarga

mengenal tanda-tanda infeksi yang makin memburuk dan segera untuk mencari pelayanan kesehatan.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck,G. N & Doctherman, J. M. (2008). Nursing Intervensions Classification (NIC), Fifth Edition. St. Louis : Mosby – Year Book

Herdman, T. H. (2011). Diagnosa Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2012 – 2014 (NANDA). Jakarta: EGC ( terjemahan Sumarwati, dkk, 2011)

Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Maryati, L. G. (2015). Materi Kuliah: Asuhan Keperawatan Pasien Luka Bakar. Denpasar: RSUP Sanglah

Moorhead S. & Johnson, M. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis : Mosby Year – Book

Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M. & Gallo, B.M. (2012). Keperawatan Kritis: Pendekatam

Asuhan Holistik. Edisi 8. Volume 2. Terjemahan oleh Subekti, dkk. (2008). Jakarta: EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan

Gambar

Gambar 1. Metode Rule of nine                              Gambar 2. Metode Lund &amp; Browder
Gambar 4. Frostbite
Gambar 5. Trench foot

Referensi

Dokumen terkait