• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kajian Pustaka

1. Teori Motivasi dan Teori Kepatuhan a) Teori motivasi

Motivasi adalah dorongan yang dapat menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Besarnya motivasi akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku (termotivasi, tanpa termotivasi dan apatis) dan kesesuaian dengan tujuan prilaku (efektif, tidak efektif).

Menurut Mc.Donald, dalam Sardiman A.M (2009:73), mengatakan motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Duncan seorang ahli administrasi, dalam bukunya,”Organization Behavior”,mengemukakan bahwa didalam konsep manajemen, motivasi berarti setiap usaha yang disadari untuk memperngaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Luthans, motivasi terdiri atas tiga unsur, yakni kebutuhan (need), dorongan (drive) dan tujuan (goals).

(2)

Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang ditunjukan dengan lima tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai tingkatan dari bawah. Kelima tingkatan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, berikut tingkatan nya :

a. Fisiologis yaitu kebutuhan fisik seperti rasa lapar, rasa haus dan sebagainya

b. Keamanan yaitu kebutuhan rasa aman seperti merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya

c. Sosial yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki dengan orang lain

d. Penghargaan yaitu kebutuhan akan penghargaan yang didapatkan dari sebuah prestasi ataupun dukungan serta pengakuan

e. Aktualisasi diri yaitu kebutuhan aktualisasi diri seperti

1. Kebutuhan kognitif seperti mengetahui, memahami ataupun menjelajah sesuatu.

2. Kebutuhan estetik seperti keserasian, keteraturan dan keindahan.

3. Kebutuhan aktualisasi diri seperti mendapatkan kepuasan diri dan menyadari suatu potensi.

Dengan demikian kelima tingkatan tersebut dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks yang hanya akan penting jika kebutuhan dasar terpenuhi.

(3)

Motivasi dari wajib pajak, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kesadaran pajak dari wajib pajak

Tingkat kesadaran akan membayar pajak didasarkan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar pajak. Dalam hal ini peran fiskus amatlah berarti karena pada dasarnya tingkat kepatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat pemahaman yang baik seputar pajak.

b. Kejujuran wajib pajak

Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting karena dengan self assessment system pemerintah memberikan sepenuhnya kepercayaan masyarakat untuk menetapkan berapa jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan. Masyarakat diharapkan melaporkan jumlah kewajiban pajak sebenar-benarnya tanpa ada manipulasi

c. Hasrat untuk membayar pajak

Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya kepatuhan sukarela dalam membayar pajak, dengan kerangka pemikiran bahwa kesadaran dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh hasrat yang tinggi untuk membayar pajak.

b) Teori Kepatuhan

Kepatuhan adalah suatu sikap atau prilaku untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku.

(4)

Kepatuhan dalam perpajakan merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan – ketentuan atau aturan – aturan yang diwajibkan atau diharuskan dilaksanakan menurut perundang – undangan perpajakan.

Kewajiban dan hak wajib pajak ini harus dijalankan secara seimbangan, apabila wajib pajak telah melaksanakan kewajibannya dalam perpajakan maka wajib pajak akan menerima haknya.

Menurut siti resmi (2004) dalam Susi Dianawati, kewajiban pajak dan hak wajib pajak sebagai berikut :

Kewajiban Wajib Pajak

a. Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP).

b. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

c. Mengambil sendiri surat pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukannya sendiri ke KPP dalam batas waktu yang telah ditentukan.

d. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. e. Jika diperiksa, Wajib :

1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnyadan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak. Atau objek yang terutang pajak

(5)

2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan guna memperlancar pemeriksaan

3. Memberikan keterangan yang diperlukan

Hak Wajib Pajak

a. Mengajukan surat keberatan dan banding.

b. Menerima tanda buktipemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan (SPT). c. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

d. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketetapan yang salah.

e. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

2. Pengertian Pajak

Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat (1) berbunyi :

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

(6)

Pajak menurut Mochammad Zein (2005 : 11) dijelaskan bahwa :

Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wjib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung daat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.

Pajak menurut Prof.Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi(2013:1)

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari defenisi diatas terlihat bahwa pajak mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan bernegara, dimana dana tersebut akan digunakan sebagai dana pembangunan mengingat penerimaan pajak merupakan pendapatan negara terbesar.

3. Tax Amnesty

Tax Amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau

(7)

periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan pajak masa lalu. Dalam beberapa kasus, undang - undang Amnesty yang memperpanjang juga membebankan hukuman yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk Amnesty tetapi tidak mengambilnya.

Berdasarkan Media Keuangan, maret 2015, tax amnesty sudah pernah di terapkan pada tahun 1964 dan tahun 1984. Kebijakan tax amnesty pada tahun 1964 dijalankan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1964 sedangkan pada tahun 1984 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 1984.

Tax Amnesty sebenarnya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Soft Tax Amnesty dan Hard Tax Amnesty. Soft Tax Amnesty memungkinkan untuk memberikan pengampunan atas sanski administrasinya, sementara Hard Tax Amnesty memberikan pengampunan atas Sanksi Pidananya. Sehingga, untuk mengantisipasi gagalnya Tax Amnesty pada tahun 1964 dan tahun 1984 ,pemerintah memasukkan Soft Tax Amnesty ke dalam batang tubuh UU KUP, yaitu dalam Pasal 37A.

Tujuan pemerintah untuk memberikan fasilitas pengampunan pajak adalah :

a) Meningkatkan kesadaran bagi calon Wajib Pajak untuk terciptanya keadilan dalam pemungutan pajak.

b) Meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan atas seluruh penghasilan yang diterimanya secara benar.

(8)

c) Melaporkan kekayaan yang dimilikinya yang diharapkan berdasarkan penghasilannya.

d) Membantu pemerintah atas keuangan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

e) Prinsip Equity yang tidak tercapai.

f) Tujuan akhir pengampunan pajak adalah agar keuangan negara tidak lagi bergantung kepada bantuan luar negeri.

Melihat dari pengalaman di beberapa negara lain, yang berhasil menjalankan program tax amnesty, diharapkan pemerintah pun dapat berhasil dengan penerapan program tersebut.

Pada tahun 2008 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan tax amnesty berupa sunset policy dimana sunset policy ini bertujuan untuk memberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga. Sunset policy diberlakukan selama satu tahun yang dimulai dari 1 januari 2008 sampai 31 desember 2008.

a) Sunset Policy

Sunset Policy adalah suatu kebijakan yang akan berakhir pada waktu yang ditentukan. Kebijakan penghapusan dan pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 37A Undang – undang KUP diatur masa berakhirnya (tenggelamnya) untuk memudahkan, karena setelah waktu yang ditentukan tidak perlu dicabut oleh Dewan Perwakilan Rakyat karena akan tidak berlaku dengan sendirinya.

(9)

Undang – Undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana yang telah diganti dengan Undang – undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memberi kewenangan kepada Direktorat Jendral Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah lembaga, asosiasi dan pihak lainya untuk memberikan data kepada Direktorat Jendral Pajak. Data tersebut akan digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh Wajib Pajak. Pada tahun 2008 Direktorat Jendral Pajak memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya dengan benar guna menghindari Wajib Pajak dari sanksi perpajakan yang tidak melaksanakan kewajiban secara benar. Direktorat Jendral Pajak melihat adanya respon yang cenderung ramai dalam memanfaatkan adanya sunset policy sehingga Direktorat Jendaral Pajak mengeluarkan kebijakan untuk memperpanjang waktu yang pada awalnya dari 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2008 menjadi 28 Februari 2009 untuk Wajib Pajak Pribadi dan 31 maret 2009 untuk Wajib Pajak Badan.

Melihat keberhasilan kebijakan tax amnesty pada tahun 2008 dengan tercapainya pendapatan negara yang berasal dari sektor pajak yang meningkat 6 persen dari seharusnya yang ditargetkan. Tahun ini pemerintah mengadakan kembali kebijakan tax amnesty berupa Sunset

(10)

Policy jilid II guna untuk mengupayakan peningkatan penerimaan negara dan membangun basis perpajakan yang kuat. Menteri Keuangan telah menerbitkan peraturan No.91/PMK.03/2015 (PMK 91) tertanggal 30 April 2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Peraturan ini berlaku pada tanggal 4 mei 2015.

b) Konsep Dasar Sunset Policy

Konsep dasar sunset policy adalah prinsip self assessment, yaitu Wajib Pajak mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Pemerintah atau aparat pajak tidak lagi menetapkan jumlah pajak terutang tetapi berfungsi untuk melakukan pembinaan, sosialisasi, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan. Perbedaannya dengan official assessment adalah wajib pajak bukan lagi dianggap sebagai objek akan tetapi subyek yang harus dibina, diarahkan dan diawasi agar mau dan mampu untuk melakukan kewajiban perpajakannya.

c) Dasar Hukum Pelaksanaan Sunset Policy

Menurut Fadli M Nur, Gita Arenda, Risetia Anggraito, Rizal Fauzi Nurhadi dan Septiana Asti Buana Pertiwi,2014 memaparkan Peraturan yang menjadi landasan hukum sunset policy, antara lain :

(11)

1. Pasal 37A Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007 2. Pasal 33 peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2007

3. Peraturan menteri keuangan nomor 66/pmk.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 12/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penyampaian atau pembetulan Surat Pemberitahuan dan Persyaratan Wajib Pajak yang dapat diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi dalam Ranngka Penerapan pasal 37A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007.

4. Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 27/PJ/2008 sebagaimana telah diubah dengan Perdirjen 13/PJ/2009 tentang Tata cara Penyampaian, Pengadministrasian serta Penghapusan Sanksi Administrasi Sehubungan dengan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya serta sehubungan dengan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak 2007.

5. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-33/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberitahuan NPWP, Penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan PPh, Penghapusan sanksi

(12)

administrasi, penghentian pemeriksaan dan pengadministrasian laporan terkait dengan pelaksanaan Pasal 37Aundang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

6. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-34/PJ/2008 tentang Penegasan Pelakanaan Pasal 37A Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta Ketentuan Pelaksanaannya.

d) Perbedaan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (PPSA) dengan sunset policy Tahun 2008 bisa dilihat dari beberapa sisi, diantaranya dari:

1) Dasar Hukum

Sunset Policy tahun 2008 menggunakan Pasal 37A Undang-Undang KUP, Pengurangan Penghapusan Sanksi Administrasi (PPSA) menggunakan pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2009. Secara lengkap berbunyi:

“Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:

a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(13)

perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. b. Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak

yang tidak benar.

c. Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau,

d. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:

1. Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau

2. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak”

Di dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP menyebutkan "karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya". Ini adalah alasan dikurangkan atau dihapuskannya sanksi administrasi. Tanpa alasan ini, DJP tentu tidak boleh mengurangkan atau menghapus. Karena itu, Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 mensyaratkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran

(14)

atau bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak. Penandatangan dilakukan oleh wakil atau pengurus yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan dalam hal Wajib Pajak badan dan tidak dapat dikuasakan.

Sedangkan ruang lingkup kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak yaitu:

a. Keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya.

b. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekuranga pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya.

c. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau

d. Pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.

(15)

2) Jenis Pajak

Sunset Policy Tahun 2008 hanya terbatas SPT Tahunan Pajak Penghasilan sedangkan PPSA berlaku untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa semua jenis pajak baik PPh maupun PPN.

3) Tahun Pajak

Sunset Policy untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, sedangkan PPSA berlaku untuk SPT Tahunan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya, dan SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya.

4) Metode Penghapusan Sanksi

Pada Sunset Policy tahun 2008 sanksi dihapuskan secara otomatis (tidak diterbitkan produk hukum berupa STP), sedangkan dalam PPSA sanksi administrasi dihapuskan dengan cara Wajib Pajak mengajukan permohonan terlebih dahulu. Sanksi administrasi yang termasuk dalam ruang lingkup kebijakan PPSA yaitu:

a. Denda karena keterlambatan penyampaian SPT

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP.

b. Bunga karena pembetulan SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

(16)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang KUP.

c. Bunga karena pembetulan SPT Masa yang

mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP.

d. Bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajakyang terutang dalam SPT Masa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang Undang KUP.

e. Bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP;dan/atau.

f. Denda terkait Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.

Selain Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 terdapat fasilitas lain yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak terkait penghapusan sanksi administrasi yaitu sanksi bunga penagihan. Fasilitas penghapusan sanksi bunga penagihan diatur secara khusus di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015. Kebijakan ini diterbitkan

(17)

dalam rangka mendorong Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak sebagai usaha meningkatkan penerimaan negara.

Syarat menggunakan fasilitas penghapusan sanksi bunga penagihan diatur pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015, yaitu:

a. Wajib Pajak yang melunasi Utang Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2016.

b. Utang Pajak yang timbul sebelum tanggal 1 Januari 2015. 5) Surat Pernyataan

Pada Sunset Policy tahun 2008 tidak ada syarat dan kewajiban membuat surat pernyataan, sedangkan PPSA mengharuskan Wajib Pajak membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT, dan/atau keterlambatan pembayaran dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.

4. Pendapatan Negara

Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Hak negara adalah segala hak atau usaha yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengisi Kas Negara. Sedangkan Kewajiban Negara adalah kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan tugas negara, sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang – Undang dasar 1945, garis – garis besar haluan negara dan undang –

(18)

undang APBN yang prinsipnya adalah untuk mensejahteraan masyarakat, melayani masyarakat umum dan sebagai aparat pembangunan.

Pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan hibah. Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi

2. Kebijakan pendapatan negara 3. Kebijakan pembangunan ekonomi

4. Perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum 5. Kondisi dan kebijakan lainnya

Menurut sumber – sumber penerimaan negara yang dipaparkan D.Ramaharmuzi, Undang – undang RI Nomor 7 tahun keuangan negara, pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimanaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.

1. Penerimaan Perpajakan

Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.

a. Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan

(19)

bangunan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai dan pajak lainnya.

b. Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan yang berasal dari bea masuk dan pajak/ pungutan ekspor.

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaaan yang diterima oleh negara yang berasal dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN dan penerimaan negara bukan pajak lainnya. Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki peran yang cukup penting dalam menopang kebutuhan pendanaan anggaran dalam APBN walaupun sangat rentan terhadap perkembangan berbagai faktor eksternal. PNBP dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro, terutama nilai tukar dan harga minyak mentah dipasar internasional. PNBP masih didomisili dari pendapatan sumber daya alam, khusunya yang berasal dari penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas), yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah, harga minyak mentah dan tingkat lifting minyak.

3. Penerimaan Hibah

Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri. Penerimaan hibah yang dicatat didalam APBN merupakan sumbangan atau donasi (grant) dari

(20)

negara – negara asing, lemabaga/ badan nasional serta perorangan yang tidak ada kewajiban untuk membayar kembali. Perkembangan penerimaan negara yang berasal dari hibah ini setiap tahun anggaran bergantung pad.a komitmen dan kesediaan negara atau lembaga donatur dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah Indonesia.

Pendapatan yang diterima negara akan digunakan untuk keperluan negara dengan dibuatnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Didalam APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).

Menurut Sugijato, Anggaran dapat dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Anggaran Negara dalam arti sempit meliputi rencana pengeluaran dan penerimaan dalam satu tahun anggaran. Sedangkan dalam arti luas yaitu meliputi jangka waktu (proses) anggaran dimana sejak dimulai direncanakan, dilaksanakan dan pada akhirnya dipertanggungjawabkan. Anggaran berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara untuk periode yang akan datang, sebagai pengawas bagi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah serta sebagai alat pengawas terhadap kemampuan pelaksanaan kebijakan pemerintah.

(21)

Dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan beberapa prinsip yaitu : a. Keterbukaan

Adanya Keterbukaan dalam perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban anggaran, dimana rakyat ikut serta dalam pembahasan atau pengesahan APBN (DPR). b. Perioditas

Perioditas meliputi periode tertentu, biasanya satu tahun anggaran yang dimulai dari mulai januari sampai dengan 31 Desember.

c. Pembebanan anggaran pengeluaran dan menguntungkan anggaran penerimaan.

d. Fleksibelitas

Anggaran disusun berdasarkan asumsi – asumsi yang bisa berubah dalam berjalannya waktu, seperti adanya penambahan RUU Tambahan atau perubahan APBN (RUU-TPAPBN).

e. Prealabel

Prealabel merupakan pengajuan dan pengesahan anggrab mendahului pelaksanaan anggaran.

f. Kecermatan

Anggaran harus diperkirakan dengan teliti sehingga akan mehindari keborosan ataupun kesalahan yang dapat terjadi.

(22)

g. Kelengkapan dan universalitas

Kelengkapan dan universalitas menyangkut semua pengeluaran lengkap dimuat dengan demikian terlihat besarnya penerimaan untuk membiaya pengeluaran.

h. Komprehensif

Maksud dari komprehensif ini adalah Anggaran disusun untuk semua kegiatan keuangan pemerintah

i. Terinci

Setiap anggaran diklasifikasikan pada kelompok – kelompok yang telah ditentukan atau sesuai azas spesialisasi. Kualitaif yaitu pengeluaran masing – masing kelompok tidak bboleh melebihi anggarannya, dan azas kuantitatif yaitu penerimaan atau pengeluaran harus digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan dan dibukukan pada mata anggran yang telah ditetapkan.

5. Penelitian Terdahulu

Penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar perubahan penerimaan pajak setelah diberlakukannya tax amnesty khususnya pada sunset policy yang akan berdampak pada pendapatan negara.

Rosa Otharina (2012) dalam melakukan penelitian mengenai “Persepsi Mengenai Sunset Policy Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kpp Kebayoran Baru Satu, KPP Setiabudi Satu Dan KPP Cilandak”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sunset policy memiliki pengaruh yang

(23)

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan aturan perpajakan. Hal ini, ditunjukan dengan besarnya probabilitas signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05.

Soraya (2010) dalam melakukan penelitian mengenai “Penerapan Sunset Policy Dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan kebijakan sunset policy memberikan dampak yang signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi di KPP Jakarta Cilandak dengan arah positif. Penerapan sunset policy memberikan dampak sebesar 49,3% dalam meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi di KPP Jakarta Cilandak.

Anna Lisa Maharani (2013) dalam melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Program Sunset Policy Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Pribadi Di Kpp Pratama Surakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa program Sunset Policy memberikan pengaruh positif terhadap Kesadaran Membayar Pajak, Pengetahuan dan Pemahaman terhadap Peraturan Perpajakan, dan Persepsi yang Baik atas Efektivitas Sistem Perpajakan. Kebijaan sunset policy ini direspon secara positif oleh wajib pajak, yaitu dengan semakin meningkatnya kemauan membayar pajak.

Monica Dian Anggraeni dalam melakukan penelitin mengenai “Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan Sunset Policy Terhadap

(24)

Tingkat Kepetuhan Wajib Pajak”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap kesadaran membayar pajak oleh wajib pajak, pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan serta berpengaruh efektifitas sistem perpajakan.

Rissa Widyawati (2013) dalam melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Program Sunset Policy Terhadap Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan Di Surakarta)”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sunset policy berpengaruh secara signifikan terhadap Kesadaran Membayar Pajak, Pengetahuan dan Pemahaman akan Peraturan Perpajakan, dan Persepsi yang Baik atas Efektifitas Sistem Perpajakan karena memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama dan

tahun penelitian

Judul Variabel dan metode penelitian Hasil penelitian 1. Rosa Otharina (2012) Persepsi Mengenai Sunset Policy Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kpp Kebayoran Baru Satu, KPP Setiabudi Satu Dan KPP Cilandak.

Variabel Dependen yaitu

tingkat kepatuhan

masyarakat dalam

melaksanakan aturan

perpajakan, sedangkan Variabel Independen yaitu persepsi sunset policy.

Metode menggunakan

penelitian kausal.

Sunset policy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan aturan perpajakan. 2. Soraya (2010) Penerapan Sunset Policy Dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal

Variabel Dependen yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Jakarta

Cilandak, sedangkan

Penerapan kebijakan

Sunset Policy memberikan dampak yang signifikan terhadap kepatuhan formal

(25)

Sumber: Berbagai Jurnal Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak

Penerapan Sunset Policy

dalam meningkatkan

kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi.

Metode penelitian

menggunakan deskriptif verivikatif.

di KPP Jakarta Cilandak dengan arah positif. Penerapan sunset policy

memberikan dampak

sebesar 49,3% dalam meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi di KPP Jakarta Cilandak. 3. Anna Lisa Maharani (2013) Pengaruh Program Sunset Policy Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Pribadi Di Kpp Pratama Surakarta.

Variabel Dependen yaitu Faktor yang mempengaruhi

kemampuan membayar

pajak pribadi, sedangkan Variabel Independen adalah sunset policy.

Metode penelitian

menggunakan regresi

sederhana.

Program Sunset Policy

memberikan pengaruh

positif terhadap Kesadaran

Membayar Pajak,

Pengetahuan dan

Pemahaman terhadap

Peraturan Perpajakan, dan Persepsi Yang Baik atas

Efektivitas Sistem

Perpajakan. Kebijaan sunset policy ini direspon secara positif oleh wajib pajak, yaitu dengan semakin meningkatnya kemauan membayar pajak. 4. Monica Dian Anggraeni Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan Sunset Policy Terhadap Tingkat Kepetuhan Wajib Pajak.

Variabel Dependen yaitu kesadaran membayar pajak,

Pengetahuan dan

Pemahaman terhadap

Peraturan Perpajakan dan Persepsi yang baik atas

Efektivitas Sistem

Perpajakan, sedangkan Variabel Indepeden yaitu Sunset policy.

Metode penelitian

menggunakan statistik deskriptif.

Kebijakan sunset policy

berpengaruh positif

terhadap kesadaran

membayar pajak oleh wajib pajak, pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai peraturan

perpajakan serta berpengaruh efektifitas sistem perpajakan. 5. Rissa Widyawati (2013) Pengaruh Program Sunset Policy Terhadap Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak (Studi Kasus Pada

Wajib Pajak

Badan Di

Surakarta).

Variabel Dependen yaitu kesadaran membayar pajak,

pengetahuan dan

pemahaman akan peraturan perpajakan, persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan, sedangkan Variabel Independen yaitu Sunset Policy.

Metode penelitian

menggunakan regresi

sederhana.

Sunset policy berpengaruh secara signifikan terhadap

Kesadaran Membayar

Pajak, Pengetahuan dan

Pemahaman akan

Peraturan Perpajakan, dan Persepsi yang Baik atas

Efektifitas Sistem

Perpajakan karena

memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

(26)

B. Rerangka Pemikiran

Berdasarkan sumber - sumber yang telah diperoleh oleh peneliti, maka peneliti menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Tax Amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana.

Sunset Policy adalah suatu kebijakan yang akan berakhir pada waktu yang ditentukan. Kebijakan penghapusan dan pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 37A Undang – undang KUP diatur masa berakhirnya (tenggelamnya) untuk memudahkan, karena setelah waktu yang ditentukan tidak perlu dicabut oleh Dewan Perwakilan Rakyat karena akan tidak berlaku dengan sendirinya.

Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan hibah. Pendapatan yang diterima negara akan digunakan untuk keperluan negara dengan dibuatnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Didalam APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).

(27)

Gambar 2.2 Rerangka Pemikiran

TAX AMNESTY

SUNSET POLICY

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu
Gambar  2.2   Rerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN PAKEM MELALUI STRATEGI MASTER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Berdasarkan hasil pembahasan yang dikemukakan dalam laporan akhir ini, kesimpulan yang didapatkan ialah untuk tingkat likuiditas perusahaan dianggap likuid tetapi

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Ketiga , sebagai akibat hukum yang timbul dari pandangan intelektual NU dan Muhammadiyah Jawa Timur atas “fatwa- fatwa” mereka, setidaknya telah memberikan