BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross sectionalyang didukung oleh data primer berupa data yang diperoleh langsung melalui pengisian kusioner yang dijawab oleh responden.
3.2 Waktu Penelitian
Waktu Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan agustus 2015.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan data penelitian bertempat di Kelurahan Padang Bulan Selayang II melalui pengisian kuisioner oleh responden secara langsung.Kelurahan Padang Bulan Selayang II merupakan salah satu dari 6 kelurahan yang di kecamatan Medan Selayang.Merupakan Kelurahan terluas dengan luas 700 Ha, Kelurahan ini terdiri dari 17 lingkungan dengan jumlah penduduk yakni 26.091 jiwa (Tarigan, 2014).
3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau yang diteliti (Notoatmojo, 2005). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Kelurahan Padang Bulan Selayang II.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria inklusi.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a. masyarakat yang pernah menggunakan antibiotik . b. masyarakat yang berusia 18 tahun keatas
c. masyarakat yang dapat berkomunikasi dengan baik.
Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria ekslusi yang dimaksud adalah: a. masyarakat yang tidak bersedia menjawab kuesioner
b. masyarakat yang tidak menjawab kuesioner secara lengkap. c. Tenaga Kesehatan
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sampel minimal (Lameshow, 1997).
n = z21 – α/2p( 1– p) d2
keterangan: n = jumlah sampel minimal Z1-α/2 = derajat kemaknaan p = proporsi konsumen d = tingkat presisi/deviasi
dengan persen kepercayaan yang diinginkan 90%; Z1-α/2= 1,645; p = 0,5; dan d = 0,1 maka diperoleh besar sampel minimal:
n = 1,6452 x 0,5 (1-0,5) = 67,65 orang = 70 orang 0,12
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada responden yang pernah melakukan pengobatan dengan antibiotik diKelurahan Padang Bulan Selayang II. Kuesioner terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. data demografi berupa biodataresponden yang terdiri dari 4 poin, yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan.
b. pengetahuan responden terdiri dari 10 poin pertanyaan yang meliputi pengetahuan umum mengenaipengertian antibiotik, indikasi, aturan minum, batas penggunaan obat, efek samping, dan golongan antibiotik.
c. keyakinanresponden terdiri dari 3 poin pernyataan meliputi sikap responden dalam menyikapi antibiotik.
d. penggunaan antibiotik terdiri dari 7 poin pertanyaan meliputi pola penggunaan antibiotik pada responden.
3.6 Penilaian Pengetahuan, Keyakinan dan Penggunaan 3.6.1 Penilaian Pengetahuan
Pada penlaian pengetahuan terdapat 10 (sepuluh) soal pertanyaan, setiap jawaban yang benar pada kuesioner diberi nilai 1, jawaban yang salah dan tidak tahu diberi nilai 0. Menurut Riduan yang dikutip oleh Simanjuntak (2011), skala pengukuran untuk pengetahuan dapat dikategorikan :
a. baik, bila responden menjawab 8-10 pertanyan dengan benar (>80-100%). b. cukup, bila responden menjawab 4-7 pertanyan dengan benar (60-80%). c. kurang, bila responden menjawab 0–3 pertanyan dengan benar (<60%). 3.6.2 Penilaian Keyakinan
Setiap pernyataan tidak setuju akan diberi nilai 1, dan pernyataan setuju akan diberi nilai 0.
Skala pengukuran untuk keyakinan dapat dikategorikan : a. baik, bila menjawab tidak setuju 3 pernyataan
b. cukup, bila menjawab tidak setuju 2 pernyataan c. kurang, bila menjawab tidak setuju 1 pernyataan
d. buruk, bila menjawab setuju ke 3 pernyataan 3.6.3 Penilaian Penggunaan
Kuesioner ini terdiri dari 7 pertanyaan terkait penggunaan antibiotik, pada pertanyaan 1, 5 dan 6, setiap jawaban “ya” diberi skor 1 dan setiap jawaban“tidak” diberi skor 0. Pada pertanyaan nomor 2, 3, 4, dan 7 setiap jawaban “a” diberi skor 1, jawaban “b” diberi skor 2, jawaban “c” diberi skor 3, jawaban “d” diberi skor 4, jawaban “e”diberi skor 5, dan jawaban “f” diberi skor 6.
3.7 Validitas dan Reabilitas Kuesioner
Sebelum kuesioner digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya di dalam penelitian, terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya. Uji ini dilakukan pada minimal 30 orang yang tidak termasuk responden tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan responden di lokasi penelitian (Notoatmojo, 2010).
3.7.1 Uji validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner, suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampuuntuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut(Situmorang, dkk., 2008).
Dalam penelitian ini, kuesioner telah divalidasi sebanyak 2 kali. Pada uji pertama hasil uji validasi menunjukkan ada beberapa soal memiliki nilai p value> (0,05) dan dinyatakan tidak valid (lampiran 2), sehingga perlu dilakukan perbaikan dalam struktur kalimat untuk memudahkan responden lebih memahami isi dari pertanyaan. Kalimat yang tidak jelas akan menyulitkan responden, sehingga jawaban yang diberikan dapat menyebabkan kuesioner menjadi tidak
pertanyaan, yang berarti terdapat korelasi antara variabel butir soal 1 hingga 10 dengan variabel total sehingga seluruh pertanyaan dinyatakan valid.
3.7.2 Uji reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel.Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten dari waktu ke waktu.Untuk mengetahui reliabel atau tidaknya suatu variabel dilakukan uji statistik dengan melihat nilai wilxocon rank test, dimana syarat reliabilitas adalah p value> α (0,05) (Situmorang, dkk., 2008).
Pada penelitian ini, uji reabilitas dilakukan dengan metode uji ulang (Test retest), yaitu pengujian keandalan dengan memberikan kuesioner yang sama kepada seorang responden dengan waktu yang berbeda.Dari hasil uji reabilitas didapatkan nilai wilxocon rank test menunjukkan pvalue>0,05 pada seluruh butir pertanyaan yang berarti seluruh pertanyaan dinyatakan reliabel.
3.8 Langkah Penelitian
a. meminta rekomendasi Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitiai di Kelurahan Padang Bulan Selayang II.
b. menghubungi Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medanuntuk mendapat izin melakukan penelitian, dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas.
c. memberikan surat pengantar dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan kepada Kelurahan Padang Bulan Selayang II untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.
d. menjumpai masyarakat dan meminta kesediaannya menjadi responden, mengambil data demografi lalu meminta responden mengisi kuesioner.
e. mengumpulkan data hasil pengisian kuesioner dari seluruh responden.
f. menganalisis data dan informasi yang diperoleh, hingga diperoleh suatu kesimpulan.
3.9 Teknik pengolahan data
a. Editing, yaitu data yang sudah terkumpul diperksa kembali untuk memastikan kelengkapan, kesesuaian, dan kejelasan.
b. Coding (pengkodean data), setelah dilakukan pengeditan, kemudian dilakukan pengkodean. Data yang diedit kemudian diubah dalam bentuk angka yaitu dengan cara memberikan kode pada setiap variabel.
c. Imput data, kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam IBM SPSS Statistic 21.0.
d. Cleaning data, setelah data dimasukkan kemudian diperiksa kembali untuk memastikan apakah data bersih dari kesalahan dan siap dianalisis. Proses pembersihan data dilakukan dengan pengecekan kembali data yang sudah di entry.
3.10Analisis Data
Pengolahan dan analisis statistik dari data yang diperoleh dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu program statistical package for social sciences( SPSS ). Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian. Awalnya data dilakukan uji normalitas untuk mengetahui uji yang dilakukan.
3.10.1 Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmodjo, 2007). Dimana analisis
univariat dengan statistik deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi karakteristik sosiodemografi, tingkat pengetahuan, tingkat keyakinan dan penggunaan antibiotik.
3.10.2 Analisis bivariate
Analisis yang digunakan adalah Uji kai kuadrat dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variable.Uji kai kuadrat dapat dilakukan bila syarat ujinya terpenuhi, yaitu tidak lebih dari 20% sel yang memiliki nilai harapan kurang dari 5.Penarikkan kesimpulan dilakukan berdasarkan nilai p dari PearsonChi-Square (Trihendradi,2011).Apabila syarat uji kai kuadrat tidak terpenuhi, maka digunakan uji mutlak Fisher (Hastono & Sabri, 2010). Penarikan kesimpulan pada uji mutlak Fisher dilakukan berdasarkan nilai p dari Fisher’sExact Test yang terdapat pada kolom Exact Sig.(2-sided) (Dahlan,2011).Apabila diperoleh nilai p< α, baik dari uji kai kuadrat ataupun uji mutlak Fisher, maka dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variable yang diuji.(Dahlan,2011). Sebelum di analisis data awalnya data dilakukan uji normalitas untuk mengetahui uji yang dilakukan.
3.11Definisi Operasional
Definisi operasional yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1.Tabel Definisi Operasional Kuisioner penelitian Variabel Defenisi operasional Cara ukur Alat ukur Parameter Jenis kelamin
Jenis kelamin dari subyek
Observasi Lembar kuesioner
a. laki-laki b. perempuan
Umur total lama waktu
hidup subyek Observasi Lembar kuesioner a. 18 - 30 tahun b. 31 – 45 tahun c. 46 – 60 tahun e. diatas 61 tahun Pendidikan terakhir Jenjang pendidikan dari subyek Observasi Lembar kuesioner a.SD b.SMP c.SMA d.perguruantinggi e.tidak sekolah Jenis pekerjaan Aktifitas mata pencarian subyek Observasi Lembarku esioner a.pegawai b.wiraswasta c.mahasiswa d.lain-lain Tingkat Pengetahuan Pengetahuan responden mengenai Antibiotik Observasi Lembar kuesioner a.baik >80% b.cukup 60-80% c.kurang<60% Tingkat Keyakinan Keyakinan responden mengenai antibiotik Observasi Lembar kuesioner a.baik 3 b.cukup 2 c.kurang 1 d.buruk 0 Penggunaan Penggunaan antibiotik
responden
Observasi Lembarku esioner
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Demografi Responden
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Padang Bulan Selayang II, dengan data demografi responden terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan. Berikut gambaran distribusi frekuensi dari karakteristik responden pada Tabel 4.1
Tabel 4.1Distribusi frekuensi karakteristik responden
Variabel Jumlah (N = 100) Persentase (%) Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan 56 44 56 44 Umur 18 – 30 tahun 31 – 45 tahun 46 – 60 tahun 61 tahun keatas 27 21 40 12 27 21 40 12 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Tidak Sekolah 15 10 37 21 17 15 10 37 21 17 Pekerjaan Pegawai Wiraswasta Mahasiswa Lainnya 24 26 11 39 24 26 11 39 Total 100 100
Sebanyak 100 orang responden terlibat dalam penelitian ini. Pada karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, yang terbanyak adalah laki – laki sebanyak 56 responden (56%) sedangkan pada perempuan sebanyak 44 responden (44%). Berdasarkan usia, yang terbanyak adalah responden dengan usia
antara 46 – 60 tahun sebanyak 40 responden (40%). Berdasarkan pendidikan terakhir yang terbanyak adalah responden dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 37 responden (37%).Berdasarkan pekerjaan, responden yang terbanyak adalah ibu rumah tangga, petani, pensiunan, dan tidak bekerja (di dalam tabel disebut sebagai lainnya) sebanyak 39 responden (39%).Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1.
4.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Antibiotik
Untuk pengujian tingkat pengetahuan, dibuat beberapa pertanyaan pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan umum mengenai antibiotik.Hasil ini berguna sebagai informasi untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan respoden mengenai antibiotik. Berikut gambaran distribusi tingkat pengetahuan responden pada Tabel 4.2
Tabel 4.2Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang antibiotik
Kategori Jumlah Persentase (%)
Baik 41 41
Cukup 43 43
Kurang 16 16
Total 100 100
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, mayoritas responden terdapat pada kategori pengetahuan cukup sebanyak 43 responden (43%).Sedangkan pada kategori baik 41 responden (41%), dan kategori kurang 16 responden (16%).Hasil tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan masyarakat di Kelurahan Padang Bulan Selayang II tergolong cukup.
Tabel 4.3 Distribusi jawaban pengetahuan responden mengenai Antibiotik No Pertanyaan Benar (%) Salah (%) Tidak tahu (%) 1 Antibiotik digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri
77 (77) 16 (17) 7 (7) 2 Antibiotik digunakan untuk
mengobati infeksi oleh virus
28 (28) 60 (60) 12 (12) 3 Indikasi Antibiotik 37 (37) 56 (56) 7 (7) 4 antibiotik dapat menimbulkan efek
samping
26 (26) 55 (55) 19 (19) 5 Penggunaan antibiotik yang tidak
sesuai menyebabkan resistensi
54 (54) 32 (19) 14 (15) 6 Antibiotik harus sesuai petunjuk
dokter
62 (62) 22 (22) 16 (16) 7 Aturan pakai antibiotic 57 (57) 33 (33) 10 (10) 8 Waktu Minimal penggunaan
antibiotic
43 (43) 30 (30) 27 (27) 9 Antibiotik dapat diminum satu butir
jika diperlukan
73 (73) 12 (12) 15 (15)
10 Golongan obat 68 (68) 14 (14) 18 (18)
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa 77% responden mengetahui antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri tetapi lebih dari setengah responden tidak mengetahui bahwa antibiotik tidak bekerja untuk melawan infeksi virus (60%). 56% responden beranggapan antibiotik dapat mengobati flu (batuk/pilek), penurun panas/ pnghilang nyeri dan cukup sedikit responden yang menjawab untuk mengobati TBC (37%). 55% responden tidak mengetahui bahwa antibiotik antibiotik dapat menimbulkan efek samping. 54% responden mengetahui antibiotik dapat menyebabkan resistensi. 62% responden mengetahui bahwa antibiotik harus sesuai petunjuk dokter. 57% responden mengetahui bahwa antibotik harus dihabiskan, sementara kurang dari setengah reponden mengetahui waktu minimal penggunaan antibiotik (43%). 73% responden mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat diminum satu butir jika
diperlukan dan 68% responden mengetahui golongan antibiotik yang merupakan obat keras.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Lim dan Teh (2012) di Putrajaya, Malaysia yang menyebutkan bahwa mayoritas responden beranggapan antibiotik dapat mengobati virus (83%), mayoritas tidak mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat mengobati batuk dan flu (82%), sementara setengah dari mereka (52,1%) tidak mengetahui bahwa antibiotik dapat menimbulkan banyak efek samping. Penelitian lain yang dilakukan di Malang juga menyebutkan 56,5% responden beranggapan antibiotik dapat mengobati virus, 71,1% responden beranggapan antibiotik dapat mengobati demam, sementara sekitar 47,8% tidak mengetahui bahwa antibiotik dapat menimbulkan efek samping dan sebanyak 80,4% responden mengetahui antibiotik dapat menyebabkan resistensi (Fithriya, 2014).
Penelitian yang dilakukukan oleh Fernandez (2013) di NTT menyebutkan bahwa mayoritas responden beranggapan antibiotik dapat diminum satu butir jika diperlukan (57,41%), mayoritas mengetahui antibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri (87,96%), dan mayoritas responden beranggapan antibiotik digunakan untuk penurun demam (41,67%).
4.3 Keyakinan Responden Tentang Antibiotik
Untuk pengujian keyakinan,menggunakanpernyataan untuk mengetahui sejauh mana responden yakin terhadap antibiotik. pernyataantersebut dapat berupa sikap yang ditunjukkan oleh responden saat merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya sudah mencapai kebenaran dalam menggunakan antibioik. Berikut gambaran distribusi tingkat keyakinan responden pada Tabel
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat keyakinan responden tentang antibiotik
Kategori Jumlah Persentase (%)
Baik 26 26
Cukup 38 38
Kurang 26 26
Buruk 10 10
Total 100 100
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, mayoritas keyakinan responden terdapat pada kategori cukup sebanyak 38 responden (38%).Sedangkan pada kategori baik 26 responden (26%), dan kategori kurang 26 responden (26%), dan kategori buruk 10 responden (10%).Hasil tersebut menggambarkan bahwa tingkat keyakinan masyarakat di Kelurahan Padang Bulan Selayang II tergolong cukup. Tabel 4.5 Distribusi jawaban keyakinan responden tentang antibiotik
No Pernyataan Setuju (%) Tidak
Setuju (%) 1 Saya percaya antibiotik dapat menyembuhkan
segala penyakit
29 (29) 71 (71) 2 Saya percaya dengan menuangkan serbuk
antibiotik pada kulit yang terluka dapat menyembuhkan luka dengan cepat
40 (40) 60 (60)
3 Saya percaya antibiotik dapat mencegah penyakit menjadi lebih buruk
49 (49) 61 (61)
Tabel 4.5 menunjukkan kurang dari setengah responden percaya bahwa antibiotik dapat menyembuhkan segala penyakit (29%), menuangkan serbuk antibiotik diatas kulit yang terluka dapat menyembuhkan luka dengan cepat (40%), dan sekitar setengah dari responden percaya bahwa antibiotik dapat mncegah penyakit menjadi lebih buruk/parah (49%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, yang menunjukkan bahwa cukup sedikit responden percaya bahwa antibiotik dapat menyembuhkan segala penyakit (40%), menuangkan serbuk antibiotik pada kulit yang terluka dapat menyembuhkan luka
dengan cepat (37%), tetapi cukup banyak responden percaya antibiotik mencegah penyakit menjadi lebih buruk/parah (74%). Bukti tersebut menunjukkan bahwa kesalahpahaman seperti mengenai efek terapi antibiotik memang ada di kalangan masyarakat umum, informasi yang tidak konsisten ada dalam pengetahuan masyarakat tentang efek terapi antibiotik sehingga menimbulkan berbagai asumsi baru (Widayati, 2012).
4.4 Penggunaan Antibiotik Responden
Untuk pengujian penggunaan dibuat beberapa pertanyaan yang bertujuan untuk melihat apakah penggunaan antibiotik pada responden selama ini sudah tepat secara indikasi maupun penggunaannya. Berikut gambaran distribusi pengetahuan responden pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Distribusi jawaban responden tentang penggunaan Antibiotik No Variabel Jumlah (N=100) Persentase (%) 1. Apakah anda pernah menggunakan antibiotik
a. Ya 100 100
2. Alasan anda mengambil/meminum antibiotik a. Flu b. sakit kepala c. demam d. sakit tenggorokan e. sakit kepala f. penyakit lain 29 7 10 19 15 20 29 7 10 19 15 20 3. Bagaimana anda memperoleh antibiotik tersebut
a. sisa antibiotik
b. diberi oleh orang lain c. membeli langsung d. dokter/puskesmas/RS 13 9 51 27 13 9 51 27 4. tempat memperoleh antibiotik
a. apotek b. warung c. toko obat d. dokter/puskesmas/RS e. Lainnya 62 5 7 22 4 62 5 7 22 4 5 Memperoleh informasi aturan minum
a. Ya b. Tidak 60 40 32 68 6 Apakah antibiotik tersebut diminum sampai
habis a. Ya b. Tidak 53 47 68 32 7 Jenis antibiotik yang di gunakan
a. amoksisilin b. penisilin c. kloramfenikol d. kotrimoksazol e. lainnya 54 6 3 10 27 54 6 3 10 27 Berdasarkan hasil penilaian kuesioner yang dilakukan pada penelitian ini, jenis penyakit yang diobati oleh responden dengan antibiotik yang terbanyak menjawab flu, diikuti oleh penyakit lain, sakit tenggorokan, demam dan sakit kepala. Antibiotik yang digunakan responden lebih banyak dibeli secara langsung di apotek dikarenakan menurut responden sudah tau antibiotik yang digunakan,
resep dokterdan dikarenakan apotek adalah tempat yang banyak menjual obat-obatan untuk segala jenis penyakit, obat-obat yang dijual diapotek lebih dapat dipercaya mutu dan keaslianya, sehingga apotik lebih dipilih sebagai tempat pembelian obat.
Untukpemberian informasi saat pembelian antibiotik, baik dalam pelayanan resep maupun pelayanan swamedikasi persentase terbanyak responden menjawab mendapat informasi penggunaan antibiotik pada saat pembelian, tetapi beberapa responden menjawab tidak mendapatkaninformasi saat pembelian, menurut responden petugas kesehatan hanya memberi obat yang diminta responden tanpa diberi informasi. pemberian informasi obat sangat penting terutama untuk obat dengan golongan keras seperti antibiotik untuk memastikan pasien menggunakan obat dengan benar sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai.
Untuk penggunaan antibiotik, persentase responden menjawab menghabiskan obat yang digunakan tetapi masih cukup banyak responden yang menjawab tidak menghabiskan antibiotiknya dikarenakan merasa sudah cukup sehat.Untuk jenis antibiotik yang gunakan, mayoritas responden menjawab menggunakan amoksisilin, diikuti dengan antibiotik lainnya, kotrimoksazol, penisilin, dan yang terakhir kloramfenikol.
Masalah ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotik akan mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri. ketersediaan antibiotik untuk pengobatan sendiri dapat meningkat mencakup penggunaan oral maupun topikal. Pemakaian antibiotik yang tidak perlu dapat mengakibatkan masyarakat menggunakan obat dengan indikasi yang tidak jelas, sehingga dapat memberikan kontribusi perkembangan resisten antimikroba.Penyalahgunaan antibiotik termasuk,
kegagalan dalam terapi, over dosis atau penggunaan kembali antibiotik yang tersisa, dapat berpotensi membuat lingkungan sekitar menjadi resisten dengan antibiotik tersebut (Granadoz et al, 2009).Seperti halnya penggunaan antibiotik pada flu, dimana flu merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang bersifat self limiting disease yang artinya dapat sembuh dengan sendirinya karena adanya sistem imunitas tubuh.Sehingga penggunaan antibiotik sebenarnya tidak perlu diberikan apabila tidak disertai radang maupun demam yang mengindikasikan adanya infeksi penyerta oleh bakteri.tingkat kesadaran responden rendah mengenai antibiotik, oleh karena itu apoteker berperan memberikan edukasi dan konseling tentang pengendalian resisten antibiotik kepada tenaga kesehatan, konsumen, maupun keluarga konsumen. Edukasi dan konseling bisa dilakukan di apotek pada saat konsumen membeli antibiotik.Setelah di berikan konseling dilakukan evaluasi pengetahuan pasien untuk memastikan pasien memahami informasi yang telah diberikan (Fernandez, 2013).
4.5 Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Pengetahuan
Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan.Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji statistik non parametrik. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan (n=100)
Variabel Tingkat Pengetahuan (%) P
Value Baik Cukup Kurang
Jenis Kelamin : Laki – laki Perempuan 23 (41,1) 18 (40,9) 24 (42,9) 19 (43,2) 9 (16,1) 7 (15,9) 1,000 Usia : 18 – 30 tahun 31- 45 tahun 46 – 60 tahun >61 tahun 12 (44,4) 12 (57,1) 14 (35,0) 3 (25,0) 10 (37,0) 8 (38,1) 20 (50,0) 5 (41,7) 5 (18,5) 1 (4,8) 6 (15,0) 4 (33,3) 0,300 Pendidikan : Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi 3 (17,6) 2 (13,3) 2 (20,0) 18 (48,6) 16 (76,2) 7 (41,2) 11 (73,3) 6 (60,0) 16 (43,2) 3 (14,3) 7 (41,2) 2 (13,3) 2 (20,0) 3 (8,1) 2 (9,5) 0,000 Pekerjaan : Pegawai Wiraswasta Mahasiswa Lain – lain 20 (83,3) 11 (42,3) 6 (45,5) 4 (12,8) 2 (8,3) 13 (50,0) 4 (36,4) 24 (61,5) 2 (8,3) 2 (7,7) 1(18,2) 11 (25,6) 0,000
Pada perbandingan kategori jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, dapat dilihat perbandingan tingkat pengetahuan di antara kedua kategori tersebut tidak begitu jauh. Hasil korelasi antara jenis kelamin dan pengetahuan diperoleh nilai signifikanP1,000(>0,1) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan tingkat pengetahuan.
Pada korelasi kategori usia dengan tingkat pengetahuan, usia 31-41 tahun mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Hasil korelasi antara usia dengan pengetahuan diperoleh nilai signifikan P0,300 (>0,1) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir responden dengan tingkat pengetahuan.
Pada korelasi pendidikan terakhir dengan tingkat pengetahuan, menunjukkan bahwa pendidikan terakhir perguruan tinggi mempunyai tingkat
pengetahuan yang lebih baik, diikuti oleh pendidikan terakhir SMA, SMP dan yang terendah adalah SD dan tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang mereka dapat. Menurut Suhardi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang salah satunya adalah pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah orang tersebut menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang didapat. Hasil korelasi antara pendidikan terakhir dengan pengetahuan diperoleh nilai signifikan P0,000 (<0,1) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir responden dengan tingkat pengetahuan.
Pada korelasi pekerjaan dengan tingkat pengetahuan, menunjukkan bahwa pegawai mempunyai pengetahuan yang lebih baik. Hasil korelasi antara pekerjaan dengan pengetahuan diperoleh nilai signifikan P0,000 (<0,1) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan responden dengan tingkat pengetahuan. Pada hubungan tingkat pengetahuan dengan pekerjaan, memang secara tidak langsung pekerjaan turut andil dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan pekerjaan berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial dan kebudayaan, sedangkan interaksi sosial dan budaya berhubungan erat dengan proses pertukaran informasi, dan hal ini tentu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (Investisia, 2013).
Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dari keempat karakteristik responden tersebut hanya karakteristik pendidikan terakhir dan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat pengetahuan mengenai antibiotik Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Singgih Putra Ambada (2013) di Surakarta, yang menunjukkan bahwa kategori pendidikan terakhir dan
pekerjaan responden mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang antibiotik.
4.6 Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Keyakinan
Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap karakteristik responden dengan tingkat keyakinan.Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji statistik non parametrik. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan tingkat keyakinan
Karakteristik keyakinan (%) P
Baik Cukup Kurang Buruk Jenis Kelamin : Laki – laki Perempuan 13 (23,2) 13 (29,5) 23 (41,1) 14 (31,8) 23 (41,1) 14 (31,8) 7 (12,5) 3 (6,8) 0,460 Usia : 18 – 30 tahun 31- 45 tahun 46 – 60 tahun 61 tahun keatas 11 (40,7) 5 (23,8) 8 (20,0) 2 (16,7) 8 (29,6) 9 (42,9) 18 (45,0) 2 (16,7) 6 (22,2) 5 (23,8) 10 (25,0) 6 (50,0) 2 (7,4) 2 (9,5) 4 (10,0) 2 (16,7) 0,470 Pendidikan : Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi 2 (11,8) 3 (20,0) 2 (20,0) 10 (27,0) 9 (42,9) 4 (23,5) 6 (40,0) 7 (70,0) 13 (35,1) 7 (33,3) 9 (52,9) 4 (26,7) 0 (0,0) 11 (10,0) 3 (14,3) 2 (11,8) 2 (13,3) 1 (10,0) 3 (8,1) 2 (9,5) 0,180 Pekerjaan : Pegawai Wiraswasta Mahasiswa Lain – lain 10 (41,7) 5 (19,2) 4 (36,4) 7 (17,9) 6 (25,0) 15 (57,7) 4 (36,4) 12 (17,9) 5 (20,8) 4 (15,4) 2 (18,2) 16 (41,0) 3 (12.5) 2 (7,7) 1 (9,1) 4 (10,3) 0,120
Pada Tabel 4.8 perbandingan kategori jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, dapat dilihat perbandingan keyakinan tentang antibiotik diantara keduanya.Pada kategori perempuan memiliki tingkat keyakinan yang lebih baik dari laki-laki, hasil korelasi antara jenis kelamin dan pengetahuan diperoleh nilai
signifikan P0,460. Pada korelasi kategori usia dengan tingkat pengetahuan, usia 18-30 tahun mempunyai tingkat keyakinan yang baik, hasil korelasi antara jenis kelamin dan pengetahuan diperoleh nilai signifikan P0,470. Pada korelasi pendidikan terakhir dengan tingkat keyakinan, menunjukkan bahwa pendidikan terakhir perguruan tinggi mempunyai tingkat keyakinan yang lebih baik, hasil korelasi antara jenis kelamin dan pengetahuan diperoleh nilai signifikan P0,180.Pada korelasi pekerjaan dengan tingkat keyakinan, menunjukkan bahwa pegawai mempunyai keyakinan yang lebih baik, hasil korelasi antara pekerjaan dengan keyakinan diperoleh nilai signifikanP 0,120. Nilai ke empat karakteristik tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik responden dengan tingkat keyakinan dimana nilai p > (0,1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden (jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan) tidak mempengaruhi tingkat keyakinan mengenai antibiotik..
4.7 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Keyakinan Responden tentang Antibiotik
Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan tingkat keyakinan.Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji statistik non parametrik. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan responden dengan tingkat keyakinan
hasil keyakinan P
Baik cukup Kurang buruk Hasil Pengetahuan Baik 15 (36,6) 16 (39,0) 6 (14,6) 4 (9,8) Cukup 8 (18,6) 19 (44,2) 14 (32,6) 2 (4,7) 0,050 Kurang 3 (18,8) 3 (18,8) 6 (37,5) 4 (25,0) Total 10 26 38 26 100
Pada Tabel 4.9 berdasarkan hubungan pengetahuan dengan keyakinan antibiotik pada responden menunjukkan bahwa persentase tertinggi responden ada pada pengetahuan cukup dengan keyakinan cukup sebanyak 44,2%. Dengan nilai signifikan P0,014< (0,1). Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keyakinan.Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden dapat mempengaruhi keyakinan responden mengenai antibiotik.Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aris Widayati (2012) di Yogyakarta, yang menyatakan hubungan antara pengetahuan dan keyakinan menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik dapat mengurangi kesalahpahaman masyarakat dalam meyakini keefektivitas antibiotik dan membuat masyarakat lebih sadar akan efek penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : a. tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik tergolong cukup. b. tingkat keyakinan masyarakat mengenai antibiotik tergolong cukup.
c. Perilaku masyarakat terkait penggunaan antibiotik, ditemukan bahwa antibiotik yang paling sering dibeli diapotek adalah amoksisilin, jenis penyakit yang paling sering diobatiadalah flu, sebagian responden tidak mendapatkan informasi tentang aturan minum antibiotik dan sebagian responden tidak menghabiskan antibiotik yang digunakan.
d. karakteristik pendidikan dan pekerjaan masyarakat mempengaruhi tingkat pengetahuan (p>0,1).
e. karakteristik masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan pekerjaan) tidak mempengaruhi tingkat keyakinan (p>0,1).
f. Tingkat pengetahuan masyarakat tidak mempengaruhi tingkat keyakinan (p >0,1).
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan untuk dilakukan kegiatan konseling dan penyuluhan atau promosi penggunaan antibiotik yang benar kepada masyarakat untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dan keyakinan masyarakat sehingga dapat mengurangi kesalahpahaman dalam menggunakan atibiotik.