• Tuberkulosis sebagai suatu penyakit sistemik
yang dapat menyerang berbagai organ
Faktor predisposisi tuberkulosis adalah : • Nutrisi dan sanitasi yang jelek
• Ras; banyak ditemukan pada orang – orang Asia, Meksiko, Indian dan Negro
• Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris • Umur : terutama ditemukan setelah umur satu tahu,
paling sering pada umur 2 – 10 tahun
• Penyakit sebelumnya, seperti morbili dan varisella dapat memprovokasi kuman
• Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan tuberkulosis
Patologi :
• Kompleks Primer
Lesi primer biasanya pada paru – paru, faring atau usus dan kemudian melalui saluran limfe menyebar ke
limfonodulus regional dan disebut primer kompleks. • Penyebaran Sekunder
Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka
terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah yang akan menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis.
Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra – pulmoner.
• Lesi Tersier
Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberkulosis paru akan menyebar dan akan berakhir sebagai tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus – kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi.
• Predileksi :
Tuberkulosis sendi dan tulang terutama mengenai
daerah tulang belakang ( 50 – 70 % ) dan sisanya pada sendi – sendi besar seperti panggul, lutut, pergelangan tangan, sendi bahu dan daerah persendian kecil.
OSTEOMIELITIS TUBERKULOSA
Osteomielitis tuberkulosa selalu merupakan
penyebaran sekunder dari kelainan
tuberkulosa di tempat lain, terutama paru –
paru. Seperti pada osteomielitis hematogen
akut, penyebaran infeksi juga terjadi secara
hematogen dan biasanya mengenai anak –
anak.
Perbedaannya, osteomielitis hematogen akut
umumnya terdapat pada daerah metafisis
sementara osteomielitis tuberkulosa
mengenai tulang belakang.
SPONDILITIS TUBERKULOSA ( POTT DISEASE )
• Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga
dengan spondilitis tuberkulosa merupakan
peradangan granulomatosa yang bersifat
kronik destruktif oleh mikobakterium
INSIDENS
• Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 % dari
seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang
terjadi.
• Sering mengenai vertebra 40 – 50 %, panggul
30% dan sendi lutut dan sendi – sendi lainnya.
Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis
ETIOLOGI
• Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga
adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dlam 5 stadium, yaitu :
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan
diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh
tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.
vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah
timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
• Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi
setelah melakukan aktifitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
• Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
• Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipestesi/anestesia • Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia
atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
Gambaran Klinis
• Pada tuberculosis vertebrae servikal
ditemukan nyeri di daerah belakang kepala,
gangguan menelan dan gangguan pernapasan
akibat adanya abses retrofaring.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan
leukositosis
• uji mantoux positif
• pada pemeriksaan biakan kuman mungkin
ditemukan mikrobakterium
• biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe
regional
• pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan
tuberkel
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
• Pemeriksaan foto thorax untuk melihat adanya tuberkulosis paru
• foto polos vertebrae, ditemukan osteoporosis,
osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravetebral.
• pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal berbentuk sarang burung ( bird’s nets ), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform
• pada stadium lanjut terjadi destruksi
vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis
• pemeriksaan foto dengan zat kontras
• pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat
gejala – gejala penekanan sumsum tulang
• pemeriksaan CT scan atau CT dengan
mielografi
DIAGNOSIS
• Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan pemeriksaan, maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu :
• pemeriksaan klinik dan neurologis lengkap • foto tulang belakang posisi AP dan lateral • foto polos toraks posisi PA
• uji mantoux
• biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa
DIAGNOSIS BANDING
• Osteitis piogen: Lebih cepat timbul demam
• Poliomielitis: Paresis / paralisis tungkai, skoliosis,
dan bukan kifosis
• Skoliosis idiopatik: Tanpa gibus, tanpa paralisis
• Penyakit paru dengan ( bekas ) empiema: Tulang
belakang bebas penyakit
• Metastasis tulang belakangTidak mengenai
diskus, adakah karsinoma prostat
• Kifosis senilisKifosis tidak lokal, osteoporosis
seluruh rangka
PENGOBATAN
• Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresifitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Pengobatan terdiri atas :
• Terapi konservatif berupa :
– Tirah baring
– memperbaiki keadaan umum penderita
– pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi maupun yang tidak dioperasi
Obat – obatan yang diberikan terdiri atas :
• Isonikotinik hidrasit ( INH ) dengan dosis oral 5 mg / kg BB per hari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak – anak 10 mg / kg BB.
• Asam para amino salisilat. Dosis oral 8 – 12 mg / kg BB • Etambutol. Dosis oral 15- 25 mg /kg BB per hari
• Rifampisin. Dosis oral 10 mg / kg BB diberikan pada anak – anak. Pada orang dewasa 300 – 400 mg per hari.
Standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
kategori 1
• Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan dalam dua tahap, yaitu :
• Tahap I, diberikan Rifampisin 450mg, Etambutol 750 mg, INH 300mg dan pirazinamid 1500 mg. Obat
diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama ( 60 kali )
• Tahap II, diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat diberikan tiga kali seminggu ( intermiten ) selama 4 bulan ( 54 kali )
kategori 2
• Untuk penderita baru BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama lebih sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh / gagal pengobatan yang diberikan dalam 2 tahap, yaitu :
• Tahap I, diberikan streptomisin 750 mg ( injeksi ), INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg dan
Etambutol 750 mg. Obat diberikan setiap hari, Streptomisin injeksi hanya diberikan 2 bulan pertama ( 60 kali ) dan obat lainnya selama 3 bulan ( 90 kali )
• Tahap II, diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu ( intermiten ) selama 5 bulan ( 66 kali )
INDIKASI OPERASI
Indikasi operasi yaitu :
• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan
paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosa diberikan tuberkulostatik.
• Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase
secara terbuka dan sekaligus debridemen serta bone graft. • Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos,
mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adnya penekanan langsung pada medula spinalis.